PENDAHULUAN
1
Prevalensi stroke meningkat berkisar 5 sampai 12 per 1000 penduduk
hankey, 2002.
Maka dari itu dilakukan kunjungan langsung ke rumah warga yang
menderita penyakit tertentu , merupakan salah satu kegiatan rutin yang
dilaksanakan di mata kuliah kedokteran komunitas, kunjungan ke rumah
warga dilaksanakan dalam rangka tutorial modul masalah kesehatan dalam
keluarga. Tutorial mengenai kedokteran komunitas ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam pemecahan masalah dan dalam sistem
kedokteran komunitas.
Kegiatan kunjungan ke rumah warga ini juga bertujuan agar mahasiswa
dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat serta mahasiswa dapat
mengetahui masalah kesehatan dalam keluarga serta dapat menganalisa
masalah – masalah kesehatan yang ada di keluarga.
2
10) Bagaimana kemampuan melaksanakan promsi kesehatan pada individu
dan keluarga?
11) Bagaimana kemampuan melaksanakan pencegahan dan deteksi dini
terjadinya masalah kesehatan pada individu dan keluarga?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien stroke di
kecamatan Benu-Benua.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk kelurga, dan siklus
keluarga) keluarga pasien Stroke.
b. Mengetahui factor factor yang mempengaruhi timbulnya masalah
stroke dan keluarga.
c. Mendapatkan pemecahan maalah kesehatan pasien stroke dan
kelurganya
1.4 Manfaat
1.4.1 Penulis/Penyusun
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap
memberikan penatalaksanaan kepada pasien stroke dilakukan secara
holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses penyembuhan, serta memberikan informasi kepada
petugas kesehatan dalam mensosialisasikan pencegahan penyakit
stroke.
1.4.2 Pasien dan Keluarga
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap
memberikan penatalaksanaan kepada pasien stroke dilakukan secara
holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses penyembuhan, serta memberikan informasi kepada
petugas kesehatan dalam mensosialisasikan pencegahan penyakit
stroke.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Serangan otak atau braint attack, merupakan terminologi waktu untuk
melakukan antisipasi medis secepatnya, setepatnya, secermatnya dan
seakuratnya pada fase akut manifestasi klinis penyakit serebrovaskular, baik
yang bersifat sepintas, Transient Ichemic Attack (TIA), Secara klinis kembali
normal kurun kurang dari 24 jam, bila pemulihan terjadi lebih dari 24 jam
dan tidak lebih dari 2 minggu terminolog klinis disebut Refersibel Ischemic
Neurologic Defisit (RIND) dan yang manifestasi klinisnya menetap disebut
STOKE. TIA dan Stroke merupakan masakah klinis yang sangat penting
dan memerlukan penunjang diagnostik yang tepat dan cermat serta akurat
dalam waktu secepatnya sebaiknya kurang dari 3 jam setelah onset.
Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan adanya defisit
neurologis serebral focal atau global yang berkembang secara cepat dan
berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematian yang
semata mata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan
pada otak (Stroke perdarahan) maupun suplai darah yang inadekuat pada
bagian otak (Stroke Ischemic) sebagai akibat aliran darah yang kuat,
trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah
(Arteri dan vena), jantung,dan darah.
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak,
berlangsung selama 24 jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di
otak. Istilah stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak.
TIA adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi serebral
focal secara akut atau mendadak yang berlangsung kurang dari 24 jam dan
disebabkan oleh suplai darah serebral yang tidak adekuat sebagai akibat
dari trombosis atau emboli yang berkaitan dengan kelainan jantung,
pembuluh darah atau darah.
4
2.2 Epidemiologi
Pada saat onset serangan otak khususnya stroke, dibagi dalam 3
kelompok:
Kelompok 1 : Kurang lebih 1/3 pasien akan meninggal dalam kurun waktu
hitungan hari.
5
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai pada
populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, Risikonya berlipat ganda setiap
kurun waktu sepuluh tahun. American Heart Association mengungkapkan
bahwa serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki.. Salah satu faktor
risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi
2.3 Klasifikasi
Stroke dapat di klasifikasikan berdasar beberapa aspek. Secara umum,
Stroke dikalsifikasikan menjadi Stroke Iskemik (dengan atau tanpa
perdarahan) dan Stroke Perdarahan. Stroke perdarahan dapat berupa
perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikuer dan perdarahan
subarachnoid.
Berdasarkan lokasi, iskemik dapat tejadi pada:
1. Area sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri anterior,arteri
serebri media),
2. Area sirkulasi posterio (vertebrobasilar),
3. Area zona perbatasan (watershed area).
1. Sindrom lakunar
2. Sindrom sirkulasi posterior
3. Sindrom sirkulasi anterior total
4. Sindrom sirkulasi anterior parsial
6
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Stroke hemoragik, mempunyai ciri khas klinisnya, manifestasi klinis
tersebut merupakan rentetan proses terindikasikan. Darah keluar dari
pembuluh darah ke jaringan otak secara tiba tiba, ruang subarachnoid
maupun keruang ventrikel. 2 dekade yang lalu banyakl ahli akan
segeraterjadiperhentian perdarahan akibat reaksi proses pembekuan.
Termyata perdarahan otak, lhususnya intra serebral, didasari oleh proses
yang lebih dinamis dan melibatkan berbagai proses yang sangat kompleks
antara lain terjadinya bertambahnya volume hemtoma dan inflamasi yang
melibatkan seluruh sistem organ tubuh seiring dengan berjalannya waktu.
Dalam situasi ini diperlukan secara cepat, tepat dan cermat etiologi serta
proses patologis yang mendasarinya.
Strok iskemia disebabkan oleh 3 mekanisme dasar, yaitu trombosis,
emboli dan penurunan tekanan perfusi. Trombosis merujuk pada penurunan
atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal pada pembuluh darah.
Oklusi aliran darah terjadi karena superimposisi perubahan karakterisrik
dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan. Patologi vaskular yang
menyebabkan trombosis antaralain aterosklerosis, displasia fibromuskular,
arteritis, diseksi pembuluh darah, dan perdarahan pada plak aterosklerosis.
Patologi vascular tersering adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi
material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan muskular, dan adesi
trombosit yang mempersempit dapat menjadi sumber tromboemboli yang
menyebabkan infrak luas saat menyumbat cabang utama pembuluh darah
intrakranial.
Materi yang terbentun dalam sistem vaskular dapat menyumbat
pembuluh darah lebih distal. Berbeda dengan trombosis, blokade emboli
tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal. Material emboli
biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (Aorta, karotis, vertebralis) atau
vena. Kardioemboli dapat berupa bekuan darah, vegetasi, atau tumor intra
kardiak. Materi emboli lainnya adalah udara, ;emak, benda asing, atau sel
tumor yang masuk sirkulasi sistemik.
7
Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya disebabkan penurunan
cardiac output baik yang disebabkan oleh kegagalan pompa jantung atau
volume intravaskular yang inadekuat. Penurunan tekanan perfusi serebral
biasanya menyebabkan iskemia pada area perbatasan daerah suplei
pembuluh darah, yaitu pada pembatasan daerah arteri serebri anterior,
media, dan posterior. Iskemia pada area perbatasan memberikan gambaran
klinis dan pencitraan yang khas. Man in the barrel syndrome terjadi pada
iskemia antara daerah arteri serebri anterior dan media, sedangkan sindrom
balint terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri media dan posterior
2.5 Faktor Resiko
Secara umum, faktor resiko stroke adalah seluruh keadaan yang
menganggu salah satu dari 3 komponen pembuluh darah, darah, dan
jantung (Trias Virchow). Tabel berikut menyajikan faktor resiko stroke dan
kerelasinya dengan jenis stroke.
8
Patensi foramen ovale (PFO)
Atrial flutter
Lone atrial fibrillation
Katub jantung bioprostetik
Endcarditis non bakterial trombosis
Gagal jantung kongestif
Segmen ventrikel kiri hipokinetik
Riwayat infrak miokard >4 minggu, <6 bulan
Tabel 1. Risiko Emboli Paru
Hasil penelitian lain menyatakan bahwa risiko stroke terdiri dari faktor risiko
yang tidak dapat diubah, seperti usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA (Transient Ischaemic Attack), penyakit jantung koroner, fibrilasi
atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria dan yang dapat
diubah yaitu hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hiperurisemia dan dislipidemia.
9
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi
Derajat I 140-159 atau 90-99
Derajat II > 160 atau > 100
Tabel 3. Derajat Hipertensi
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Diagnosis Klinis
Tanda defisit focal pada TIA dan stroke meliputi gejala motorik,
sensorik visual, bahasa, kognitif dan vestibular. Ada beberapa
pengecualian, yaitu diplopia, sensasi pergerakan dan forgetfullness
yang terjadi secara terisolasi tidak selalu mengindikasikan iskemia
serebral fokal kecuali terdapat lesi infark akut atau perdarahan pada
lokasi yang relefan.
10
Sick sinus ++
syndrome
Penyakit katup +++
jantung
Diabetes +++ + +
Diatesis berdarah +++ +
Merokok +++ + +
Kanker ++ ++
Usia tua +++ + + +
Asal usul etnis Asia + + ++
berkulit hitam
Tabel 4. Faktor Risiko Stroke Pada Berbagai Jenis Stroke
11
Gejala perilaku/kongnitif:
Kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat gigi, disorientasi geografik
(disfungsi Fisuosfasial-perseptual) lupa.
Tabel 5. Defisit Neurologi Fokal Pada Stroke
12
(hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalsemia, hiponatremia),
mononeuropati, radikulopati, miastenia gravis, dan katapleksi.
Diagnosis banding untuk stroke antara lain penyakit sistemik atau
kejang yang menyebabkan deteriorasi stroke sebelumnya , kejang
epilepsy (paralisis Todd), kejang nonkunvulsif, lesi intrakranial
struktural (hematoma subdural, tumor otak, malformasi arteriovena),
ensefalopati metabolic atau toksik (hipoglikemia, hiperglikemia
nonketotik, hiponatremia, sindrom Wernicke-Korsakoff,ensefalopati
hepatikum, intoksikasi alcohol dan obat, septicaemia), gangguan
nonneurologis(misalnya hysteria), migraine
hemiplegic,ensefalitis(virus herpes simpleks), trauma kepala, lesi saraf
tepi, ensefalopati hipertensif, sklerosis multiple, penyakit Creutzfeldt-
Jakob, pnyakit wilson
2.7 Tatalaksana
13
mendampinginya untuk mencegah proses pemburukan dan serangan
otak berikutnya (pencegahan sekunder), mencegah komplikasi akibat
dan konsekuensi stroke sendiri (ulkus dekubitus, penumonis, infeksi
traktus urinarius, flebotrombosis, dan emboli pulmonal).
14
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronismungkin dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.Rehabilitasi fase ini akan
dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak
memerlukan peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan
mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan
berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan
reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung
sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan.
Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan
agarmencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapaioleh
pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah
dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut
dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan
secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik
gerak.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke :
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi
yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan
pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namu
sedapat mungkin juga mengikut sertakan sisi yang sakit.Pasien dan
keluarga sering kali beranggapan salah,mengharapkan sirkuit baru di
otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa
bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bilaada
“kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak
pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil
dan terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih,memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikut sertakan dan mengaktifkan bagian–bagian dari otak,
baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit
baru yang dibutuhkan.Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan
15
(fleksi-ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja.
Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidakbegitu saja bisa
digunakan untuk gerak fungsional,namun tetap memerlukan terapi
latihan agar terbentuksirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untukmelakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang
terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya
dimana pasien masih menggunakan ototnya secara“aktif”. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih
(otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-sertakan otot-otot
lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
“tenaga”yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan
pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk
dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk
statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai
apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang
tubuh. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer doyong ke
arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas,
bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang
tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik.Hasil latihan
ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi
berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga
mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
16
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukanterapi latihan.
Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila
pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendiantidak ada yang
terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien
mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan
dicapaidengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina
pasien.Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan sesering mungkin.
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal biladitunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris
yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat
dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus
melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah
suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan
suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk.
a. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring.
b. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pemulihan fungsional yang paling optimal
c. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
17
penghentian konsumsi alcohol, dan manajemen aktifitas fisik, target
penurunan tekanan darah yang absolute tidak dapat dipastikan dan
tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya terlihat jika
penurunan rata-rata sekitar 10/5 mmHg, dengan tekanan darah normal
didefenisikan <120/80 mmHg oleh JNC VII(ASA, kelas IIa, level B).
a. Fibrilasi atrial
Penderita dengan stroke iskemik atau TIA yang disertai fibrilasi atrial
berkomitmen atau persisten yang paroksismal direkomendasikan
pengibatan antikoagulan dengan antagonis vitamin K dengan target
INR 2-3 (ASA, kelas I,level A).
b. Infark miokardium akut dan thrombus ventrikel kiri jantung
Pasien dengan stroke iskemik akut atau TIA yang disertai infark
miokardium serta terjadinya pembentukan thrombus mural diventrikel
kri jantung berdasarkan ekokardiografi atau pencitraan jantung
lainnya harus diberikan pengobatan dengan antikoagulan oral dengan
target INR 2-3 untuk sekurang-kurangnya 3 bulan (ASA, kelas I, level
B).
c. Penyakit anomali pembuluh darah otak intra dan ekstrakranial
Pada kasus-kasus stroke hemoragik sebagai akibat pecahnya
aneurisma atau arteriovenous malformasi dilakukan bedah
neurovascular secara terpadu demikian pula pada kasus stenosis
intra maupun estrakranial asimptom/symptom diperlukan tim terpadu
dalam bidang vasKular dalam persiapan pre operasi dan pasca
operasi.
18
BAB III
19
3.1 Data Keluarga
Jenis Riwayat
NO Nama Usia
kelamin penyakit
1 Ayah Siuwono L 60 tahun Hipertensi,
stroke
2 Ibu Siti Nurbaya P 60 tahun Hipertensi
Identitas istri :
Nama : Siti Nurbaya
Usia : 60 tahun
20
3.3 Genogram
21
Riwayat penyakit : Stroke dan hipertensi
2. Nama : Ny. S (istri penderita)
Tahun Lahir : 1959
Usia terakhir : 60 tahun
Riwayat penyakit : hipertensi
3.4 Anamnesis
o Identitas
- Nama : Siuwono
- Usia : 60 tahun
- Pekerjaan : Mantan Wirausaha
- Alamat : Benu-Benua
o Keluhan Utama
- Lumpuh setengah tubuh bagian kiri (stroke) semenjak tahun 2010
sampai sekarang
o Riwayat penyakit sekarang
- Alokasi : Lumpuh setengah tubuh bagian kiri, wajah sebelah kiri
kaku
- Kualitas : mati rasa
- Kuantitas : 0
22
- Waktu : sudah dialami selama 9 tahun
- Faktor yang memperberat : Saat makan daging berlebihan
- Faktor yang memperingan : Minum obat
- Keluhan yang menyertai : Susah tidur (gelisah)
o Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat hipertensi sejak tahun 2010 hingga sekarang
- Riwayat jatuh dari motor sebelum terkena stroke pada tahun 2010
- Riwayat pemeriksaan radiologi
o Riwayat penyakit keluarga
Istri pak Siuwono juga menderita hipertensi. Kehidupan sehari-harinya
dalam kondisi baik, namun gejala muncul jika pola makan tidak teratur
dan timbul stres berlebih.
o Riwayat kebiasaan
- Riwayat konsumsi obat
Tromboaspilet : 2 hari 1 kali
Amlodipine 5 mg : 1 kali/hari
Omeprazole
Alprazolam : 2 x ½ tablet (pagi dan malam)
- Riwayat makan
Makan 2-3 kali/hari
Sering makan udang tiap minggu
Sering makan gorengan
Konsumsi daging (kadang-kadang)
- Riwayat terapi non farmakologi
Terapi sinar lampu inframerah
o Struktur dan fungsi keluarga
Struktur keluarga terdiri dari suami, istri dan tiga orang anak.
23
- Pernapasan : 17x/menit
- Suhu : 37oC
3.6 Faktor Risiko Masalah
24
b. Kondisi tempat tinggal:
- Rumah penderita berukuran 5 x 7 m2, yang terdiri dari 2 tempat tidur,
1 ruang nonton, 1 kamar mandi dan 1 dapur. Kondisi rumah
berlantaikan semen, berdinding papan, dan beratap seng tanpa
plafon. Kondisi ventilasi rumah kurang baik, jendela rumah cukup
banyak tapi jarang terbuka sehingga sinar matahari dan udara yang
keluar masuk ke dalam rumah tidak maksimal.
- Lingkungan sosial: tidak ada penderita stroke lain di lingkungan
tempat tinggal pasien, sedangkan penderita hipertensi banyak
- Riwayat kebiasan makan asin, konsumsi udang dan daging
5. Skala fungsional pasien adalah 5, pasien hanya membutuhkan sebagian
bantuan dalam berpakaian, seperti kesulitan mengenakan pakaian
dibagian yang mengalami kelumpuhan namun sebagian lagi pasien
mampu melakukannya.
25
G : Growth
Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima dan
3. mendukung keinginan saya √
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang
baru
A : Afek
Saya puas dengan cara
keluarga saya
4. mengekspresikan kasih √
sayangnya dan merespon
emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R : Resolve
Saya puas dengan cara
keluarga saya dan saya
5. √
membagi waktu bersama-
sama mengekspresikan afek
dan berespon
Total 10
Interpretasi :
7 – 10 : sehat
4 – 6 : kurang sehat
0 – 3 : tidak sehat
1. Adaptasi
26
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukan dari anggota keluarga lainnya.
Pada kasus poin adaptasi bernilai 2
2. Kemitraan
Tingkat kepuasan dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah
yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
Pada kasus, poin kemitraan bernilai 2
3. Pertumbuhan
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
pada tiap anggota keluarganya.
Pada kasus, poin pertumbuhan bernilai 2
4. Kasih sayang
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional dalam keluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
5. Kebersamaan
Tingkat kepuasan terhadap kebersamaan dalam membagi waktu,
kekayaan dan ruang antarkeluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
Pada kasus total nilai APGAR : 10 (sehat)
27
- Pencegahan primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskuler lainnya.
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke
a) Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obatan golonganamfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b) Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan
c) Mengendalikan hipertensi, diabetus melitus, penyakit jantung,
penyakit vaskuler arterosklerosis lainnya.
d) Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur
- Pencegahan Sekonder
Memodifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko, misal:
Hipertensi => Diet, obat antihipertensi yang sesuai, dll.
Pengendalian faktor risiko dan modifikasi gaya hidup penting
dalam mencegah berulangnya stroke, antara lain pengendalian
hipertensi yang diderita oleh pak Siuwono serta manajemen aktifitas
fisik, target penurunan tekanan darah yang absolute tidak dapat
dipastikan dan tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi
manfaatnya terlihat jika penurunan rata-rata sekitar 10/5 mmHg, dengan
tekanan darah normal didefinisikan <120/80 mmHg oleh JNC VII.
Pencegahan sekunder ini melibatkan peran serta keluarga seoptimal
mungkin. Pencegahan ini juga harus diterapkan oleh istri dari Pak
Siuwono karena ia juga menderita hipertensi yang merupakan faktor
risiko untuk terkena stroke.
Dari hasil anamnesis kami kepada keluarga Pak Siuwono ternyata
mereka sering mengkonsumsi udang, daging, gorengan dan jarang
berolahraga sehingga masih sangat beresiko untuk terjadi stroke bagi
istri dari Pak Siuwono sehingga sangat dianjurkan untuk memodifikasi
gaya hidupnya karena sudah ada faktor risiko yang dimiliki oleh istri pak
Siuwono.
28
- Pencegahan Tersier
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi Medik adalah pemulihan seseorang yang cacat akibat
cedera atau penyakit kepada kemampuan fisik, mental, emosi sosial,
vokasional dan ekonomi yang sebesar-besarnya dan bila mampu
berkarya diberi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah semua tindakan yang ditujukan
guna mengurangi dampak keadaan cacat dan bersikap serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integrasi social.
Tujuan dari rehabilitasi medik yakni meniadakan keadaan cacat
bila mungkin, mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin, melatih
orang dengan sisa keadaan cacat berat dan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tinggal padanya.
Unsur Dalam Program Rehabilitasi Medik
- Pemulihan kondisi fisik
- Pemulihan kondisi psikologik
- Latihan prevokasimal dan pengalaman kerja singkat guna membantu
penderita mengembalikan kepercayaan diri
- Resosialisasi
Tahap pencegahan kecacatan pada program rehabilitasi medik :
- Pencegahan tingkat pertama
Tindakan yang dilakukan guna mengurangi terjadinya hambatan
- Pencegahan tingkat kedua
Tindakan yang dilakukan setelah terjadinya hambatan dan intervensi
ditujukan kepada timbulnya pembatasan fungsional (cacat ringan)
- Pencegahan tingkat ketiga
Tindakan yang dilakukan segera sesudah terjadinya pembatasan
fungsional yang menetap dan intervensi yang dilakukan guna
mencegah transisi ke keadaan cacat berat.
Prinsip-prinsip rehabilitasi stroke :
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi
yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, pasien
29
dianjurkan untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat,
namun sedapat mungkin juga mengikut sertakan sisi yang sakit. Bila
ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali,
presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih,memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikut sertakan dan mengaktifkan bagian–bagian dari otak,
baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit
baru yang dibutuhkan.Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan
(fleksi-ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja.
Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa
digunakan untuk gerak fungsional,namun tetap memerlukan terapi
latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang
terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya
dimana pasien masih menggunakan ototnya secara“aktif”. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih
(otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-sertakan otot-otot
lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
“tenaga”yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan
pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk
dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk
statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai
30
apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang
tubuh. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer doyong ke
arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas,
bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang
tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik.Hasil latihan
ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi
berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga
mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan.
Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila
pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendiantidak ada yang
terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien
mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan
dicapaidengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina
pasien.Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan sesering mungkin.
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris
yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat
dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus
melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah
suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan
suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk.
Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring.
Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pemulihan fungsional yang paling optimal
31
Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kunjungan kami, didapatkan seorang laki-laki
berusia 60 tahun yang didiagnosis stroke dan hipertensi oleh dokter.
Adapun penentuan masalah ditinjau dari segi fungsi keluarga, segi
penyakit/fisis, segi riwayat keluarga dan segi kebersihan lingkungan.
Nilai APGAR yang diperoleh adalah 10 (Keluarga Sehat). Terjalin
komunikasi yang baik tiap angota keluarga dan setiap anggota keluarga
berperan penting terhadap kesehatanya dan anggota keluarga yang lain.
Rencana kegiatan yang kami susun, yaitu edukasi pasien mengenai
penyakit yang diderita, pengaturan pola makan, tindakan pencegahan
penyakit terutama pada anggota keluarga yang mempunyai faktor risiko
agar tidak terkena penyakit yang sama, dan mengarahkan pasien untuk
check up secara rutin.
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan: melakukan sosialisasi tentang pentingnya
upaya pencegahan penyakit, deteksi dini dan pengobatan ke puskesmas
terdekat. Mengupayakan skrining terutama di wilayah kerja Puskesmas
Benu-Benua
2. Bagi pasien dan keluarga: lebih memahami pentingnya pengendalian
pola makan teratur, tidak stres berlebihan dan olahraga yang cukup.
3. Bagi mahasiswa: menjadi bahan pembelajaran dalam identifikasi
penyakit dalam suatu keluarga dan menyusun rencana penatalaksanaan
kasus.
33
Daftar Pustaka
Dinata Cintya Agreayu, Safrita Yuliami, Dan Sastri Susila. 2012. Gambaran
Faktor Risiko Dan Tipe Stroke Pada Pasien Rawat Inap Dibagian
Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari
2010-31 Juni 2012
Setiati S Dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta
Interna Publishing
34
Wirawan Rosiana Pradanasari. 2009. Rehabilitasi Stroke Pada Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta. Volume 59 Dan No.2
35
LAMPIRAN
36
37
38
39