Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Depkes RI (1988) mengemukakan bahwa keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.
Adapun menurut undang undang No 10 tahun 1992 adalah kelurga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami isitri dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. 2
Fungsi keluarga sebagaimana dimaksud dalam PP NO 21 1994 ayat (1)
meliputi: fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi
melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi
ekonomi, fungsi pembinaan lingkungan. Sedangkan Menurut UU RI NO 36
tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosnial dan ekonomis.
Perilaku sehat adalah sebuah bentuk perilaku yang menunjukkan
adanya kaitan antara sehat dan sakit. Dari definisi tersebut kemudian
dirumuskan bahwa perilaku kesehatan terkait dengan perilaku pencegahan,
penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit, perilaku peningkatan
kesehatan, perilaku gizi makan dan minuman.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dilakukan identifikasi terhadap
masalah kesehatan keluarga di salah satu rumah warga di kecamatan Benu
Benua yang mengalami peyakit stroke.
Menurut definisi WHO, Stroke adalah akibat gangguan otak fokal atau
global dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebab kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Insiden serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000
penduduk pertahun. Insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia.
Konsekuensinya, dengan semakin panjangnya angka harapan hidup.

1
Prevalensi stroke meningkat berkisar 5 sampai 12 per 1000 penduduk
hankey, 2002.
Maka dari itu dilakukan kunjungan langsung ke rumah warga yang
menderita penyakit tertentu , merupakan salah satu kegiatan rutin yang
dilaksanakan di mata kuliah kedokteran komunitas, kunjungan ke rumah
warga dilaksanakan dalam rangka tutorial modul masalah kesehatan dalam
keluarga. Tutorial mengenai kedokteran komunitas ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam pemecahan masalah dan dalam sistem
kedokteran komunitas.
Kegiatan kunjungan ke rumah warga ini juga bertujuan agar mahasiswa
dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat serta mahasiswa dapat
mengetahui masalah kesehatan dalam keluarga serta dapat menganalisa
masalah – masalah kesehatan yang ada di keluarga.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana hasil identifikasi masalah kesehatan individu dan kelurga?
2) Bagaimana hasil identifikasi faktor internal terkait masalah kesehatan
individu atau keluarga?
3) Bagaimana hasil idntifikasi faktor eksternal terkait masalah kesehatan
individu atau keluarga?
4) Bagaimana identifikasi peran peran lingkungan kelurga, pekerjaan dan
rumah terhadap masalah kesehatan individu/keluarga?
5) Bagaimana identifikasi pengaruh lingkungan terhadap masalah
kesehatan inividu atau keluarga?
6) Mengidentifikasi pwngaruh social dan udaya terhadap timbul dan
berkembangnya penyakit?
7) Bagaimana kemamampuan melakukan diagnosis keluarga?
8) Bagaimana kemampuan menggunakan program, mandala of health,
konsep blum dan APGAR dalam penatalaksanaan masalah kesehatan
individu dan keluarga?
9) Bagaimaa kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan keluarga?

2
10) Bagaimana kemampuan melaksanakan promsi kesehatan pada individu
dan keluarga?
11) Bagaimana kemampuan melaksanakan pencegahan dan deteksi dini
terjadinya masalah kesehatan pada individu dan keluarga?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien stroke di
kecamatan Benu-Benua.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk kelurga, dan siklus
keluarga) keluarga pasien Stroke.
b. Mengetahui factor factor yang mempengaruhi timbulnya masalah
stroke dan keluarga.
c. Mendapatkan pemecahan maalah kesehatan pasien stroke dan
kelurganya

1.4 Manfaat
1.4.1 Penulis/Penyusun
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap
memberikan penatalaksanaan kepada pasien stroke dilakukan secara
holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses penyembuhan, serta memberikan informasi kepada
petugas kesehatan dalam mensosialisasikan pencegahan penyakit
stroke.
1.4.2 Pasien dan Keluarga
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap
memberikan penatalaksanaan kepada pasien stroke dilakukan secara
holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses penyembuhan, serta memberikan informasi kepada
petugas kesehatan dalam mensosialisasikan pencegahan penyakit
stroke.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Serangan otak atau braint attack, merupakan terminologi waktu untuk
melakukan antisipasi medis secepatnya, setepatnya, secermatnya dan
seakuratnya pada fase akut manifestasi klinis penyakit serebrovaskular, baik
yang bersifat sepintas, Transient Ichemic Attack (TIA), Secara klinis kembali
normal kurun kurang dari 24 jam, bila pemulihan terjadi lebih dari 24 jam
dan tidak lebih dari 2 minggu terminolog klinis disebut Refersibel Ischemic
Neurologic Defisit (RIND) dan yang manifestasi klinisnya menetap disebut
STOKE. TIA dan Stroke merupakan masakah klinis yang sangat penting
dan memerlukan penunjang diagnostik yang tepat dan cermat serta akurat
dalam waktu secepatnya sebaiknya kurang dari 3 jam setelah onset.
Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan adanya defisit
neurologis serebral focal atau global yang berkembang secara cepat dan
berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematian yang
semata mata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan
pada otak (Stroke perdarahan) maupun suplai darah yang inadekuat pada
bagian otak (Stroke Ischemic) sebagai akibat aliran darah yang kuat,
trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah
(Arteri dan vena), jantung,dan darah.
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak,
berlangsung selama 24 jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di
otak. Istilah stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak.
TIA adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi serebral
focal secara akut atau mendadak yang berlangsung kurang dari 24 jam dan
disebabkan oleh suplai darah serebral yang tidak adekuat sebagai akibat
dari trombosis atau emboli yang berkaitan dengan kelainan jantung,
pembuluh darah atau darah.

4
2.2 Epidemiologi
Pada saat onset serangan otak khususnya stroke, dibagi dalam 3
kelompok:

Kelompok 1 : Kurang lebih 1/3 pasien akan meninggal dalam kurun waktu
hitungan hari.

Kelompok 2 : 1/3 pasien akan mengalami penyembuhan lengkap atau


meninggalkan deficit neurologi ringan serta masih dapat
melakukan aktifitas yang produktif.

Kelompok 3 : 1/3 pasien lainnya tidak akan terjadi penyembuhan, dan


bahkan cenderung akan terjadi pemburukan hingga kematian
atau kecacatan yang berat.

Stroke merupakan penyebab kematian ke 3 setelah penyakit jantung dan


keganasan. Walaupun angka kejadian stroke telah mengalami penurunan
drastis sejak tatalaksana hipertensi semakin maju sejak beberapa dekade
lalu stroke tetap menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan sebagai
konsekuensi terjadinya penurunan kualitas hidup dan prodktifitas serta
pengobatan seumur hidup penderitanya. Angka kejadian stroke di Indonesia
51,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian akubat stroke
diindonesia berdasar usia adalah 15,9% pada usia 45-55 tahun, 26,8% pada
rentan usia 55-64 tahun, dan 23,5% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun
serta merupakan peringkat pertama.

Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan


sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3%
kasus stroke pada masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan.
Data nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menyatakan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian untuk semua umur, dimana stroke menjadi penyebab
kematian terbanyak (15,4%).

5
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai pada
populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, Risikonya berlipat ganda setiap
kurun waktu sepuluh tahun. American Heart Association mengungkapkan
bahwa serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki.. Salah satu faktor
risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi

2.3 Klasifikasi
Stroke dapat di klasifikasikan berdasar beberapa aspek. Secara umum,
Stroke dikalsifikasikan menjadi Stroke Iskemik (dengan atau tanpa
perdarahan) dan Stroke Perdarahan. Stroke perdarahan dapat berupa
perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikuer dan perdarahan
subarachnoid.
Berdasarkan lokasi, iskemik dapat tejadi pada:
1. Area sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri anterior,arteri
serebri media),
2. Area sirkulasi posterio (vertebrobasilar),
3. Area zona perbatasan (watershed area).

Berdasarkan klinis, Stroke iskemik diklasifikasikan menjadi :

1. Sindrom lakunar
2. Sindrom sirkulasi posterior
3. Sindrom sirkulasi anterior total
4. Sindrom sirkulasi anterior parsial

Berdasarkan klasifikasi TOAST, strokr iskemik dikalsifikasikan menjadi:

1. Aterosklerosis arteri besar


2. Kardioembolisme
3. Penyakit arteri kecil (Small artery Disease)\
4. Etiologi lainnya (misalnya vaskulopati nonaterosklerosis, hiper
koaguabilitas, gangguan hematologi)
5. Etiologi tidak dapat ditentukan pada eksplorasi intensif.

6
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Stroke hemoragik, mempunyai ciri khas klinisnya, manifestasi klinis
tersebut merupakan rentetan proses terindikasikan. Darah keluar dari
pembuluh darah ke jaringan otak secara tiba tiba, ruang subarachnoid
maupun keruang ventrikel. 2 dekade yang lalu banyakl ahli akan
segeraterjadiperhentian perdarahan akibat reaksi proses pembekuan.
Termyata perdarahan otak, lhususnya intra serebral, didasari oleh proses
yang lebih dinamis dan melibatkan berbagai proses yang sangat kompleks
antara lain terjadinya bertambahnya volume hemtoma dan inflamasi yang
melibatkan seluruh sistem organ tubuh seiring dengan berjalannya waktu.
Dalam situasi ini diperlukan secara cepat, tepat dan cermat etiologi serta
proses patologis yang mendasarinya.
Strok iskemia disebabkan oleh 3 mekanisme dasar, yaitu trombosis,
emboli dan penurunan tekanan perfusi. Trombosis merujuk pada penurunan
atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal pada pembuluh darah.
Oklusi aliran darah terjadi karena superimposisi perubahan karakterisrik
dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan. Patologi vaskular yang
menyebabkan trombosis antaralain aterosklerosis, displasia fibromuskular,
arteritis, diseksi pembuluh darah, dan perdarahan pada plak aterosklerosis.
Patologi vascular tersering adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi
material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan muskular, dan adesi
trombosit yang mempersempit dapat menjadi sumber tromboemboli yang
menyebabkan infrak luas saat menyumbat cabang utama pembuluh darah
intrakranial.
Materi yang terbentun dalam sistem vaskular dapat menyumbat
pembuluh darah lebih distal. Berbeda dengan trombosis, blokade emboli
tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal. Material emboli
biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (Aorta, karotis, vertebralis) atau
vena. Kardioemboli dapat berupa bekuan darah, vegetasi, atau tumor intra
kardiak. Materi emboli lainnya adalah udara, ;emak, benda asing, atau sel
tumor yang masuk sirkulasi sistemik.

7
Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya disebabkan penurunan
cardiac output baik yang disebabkan oleh kegagalan pompa jantung atau
volume intravaskular yang inadekuat. Penurunan tekanan perfusi serebral
biasanya menyebabkan iskemia pada area perbatasan daerah suplei
pembuluh darah, yaitu pada pembatasan daerah arteri serebri anterior,
media, dan posterior. Iskemia pada area perbatasan memberikan gambaran
klinis dan pencitraan yang khas. Man in the barrel syndrome terjadi pada
iskemia antara daerah arteri serebri anterior dan media, sedangkan sindrom
balint terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri media dan posterior
2.5 Faktor Resiko
Secara umum, faktor resiko stroke adalah seluruh keadaan yang
menganggu salah satu dari 3 komponen pembuluh darah, darah, dan
jantung (Trias Virchow). Tabel berikut menyajikan faktor resiko stroke dan
kerelasinya dengan jenis stroke.

Resiko Emboli pada stroke


Resiko tinggi emboli Kuntub jantung prostetik
berasal dari jantung Stenosis mitral dengan atrial fibrilasi
Atrial fibrilasi
Trombus dari atrium kiri atau apendiks atrium kiri
Sicksinus syndrome
Riwayat infark miokard <4 minggu
Trombus ventrikel kanan
Kardiomiopati dilatasi
Segmen ventrikel kiri akinetik
Miksoma atrium
Endokarditis infektif
Resiko sedang emboli Prolaps katub mitral
berasal dari jantung Kalsifikasi anulus mitral
Stenosis mitral tanpa atrial fibrilasi
Turbulensi atrium kiri (rokok)
Aneurisma septum atrium

8
Patensi foramen ovale (PFO)
Atrial flutter
Lone atrial fibrillation
Katub jantung bioprostetik
Endcarditis non bakterial trombosis
Gagal jantung kongestif
Segmen ventrikel kiri hipokinetik
Riwayat infrak miokard >4 minggu, <6 bulan
Tabel 1. Risiko Emboli Paru
Hasil penelitian lain menyatakan bahwa risiko stroke terdiri dari faktor risiko
yang tidak dapat diubah, seperti usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA (Transient Ischaemic Attack), penyakit jantung koroner, fibrilasi
atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria dan yang dapat
diubah yaitu hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hiperurisemia dan dislipidemia.

Tidak dapat Dapat dimodifikasi Potensial dimodifikasi


dimodifikasi
Usia Hipertensi Obesitas
Jenis kelamin Diabetes mellitus Inaktivitas fisik
Ras Hiperkolestreolemia Hiperhomosisteinemia
Hereditas Atrial fibrilasi Kondisi hiperkoagulitas
Merokok Kontrasepsi oral terapi
Stenosis Hormonal pengganti
karotis(asimptomatik) Proses inflamasi
Penyakit sel sabit Alkohol berlebihan
Abuse obat-obatan
Tabel 2. Faktor Risiko Stroke
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Kategori Sistolik Diastolik

9
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi
Derajat I 140-159 atau 90-99
Derajat II > 160 atau > 100
Tabel 3. Derajat Hipertensi

2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Diagnosis Klinis

Diagnosis stroke dan TIA merupakan diagnosis klinis yaitu


berdasarkan definisi stroke dan serangan iskemik stransien. Tidak
adanya defisit neurologis persisten tidak menyingkirkan diagnosis TIA
atau stroke. Temuan negatif pada saat pemeriksaan klinis dapat
merepresentarsikan tanda yang telah mengalami perbaikan atau
tanda yang tidak begitu jelas jika terlewat pada saat pemeriksaan
klinis, misalnya disfungsi persepsi fisuospasial.

Tanda defisit focal pada TIA dan stroke meliputi gejala motorik,
sensorik visual, bahasa, kognitif dan vestibular. Ada beberapa
pengecualian, yaitu diplopia, sensasi pergerakan dan forgetfullness
yang terjadi secara terisolasi tidak selalu mengindikasikan iskemia
serebral fokal kecuali terdapat lesi infark akut atau perdarahan pada
lokasi yang relefan.

Tabel Faktor Resiko Stroke Pada Berbagai Jenis Stroke


Trombosis Lacune Embolisme Intracranial Subarachnoid
Hemorage Hemorage
Hipertensi ++ +++ ++ +
Hipertensi berat + ++++ ++
Penyakit koroner +++ ++
Klaudikasio +++ +
Atrium Fibrilasi ++++

10
Sick sinus ++
syndrome
Penyakit katup +++
jantung
Diabetes +++ + +
Diatesis berdarah +++ +
Merokok +++ + +
Kanker ++ ++
Usia tua +++ + + +
Asal usul etnis Asia + + ++
berkulit hitam
Tabel 4. Faktor Risiko Stroke Pada Berbagai Jenis Stroke

Defisit Neurologi Fokal Pada Stroke


Gejala motorik:
Kelemahan atau kecanggungan pada salah satu sisi tubuh, baik seluruhnya
maupun sebagian (hemiparise, monoparise dan terkadang hanya pada tangan)
Kelemahan bilateral simultan
Kesulitan menelan
Ketidakseimbangan
Gangguan bicara atau bahasa
Kesulitan memahami atau mengekspresikan bahasa lisan
Kesulitan dalam membaca (diseleksia) atau menulis
Kesulitan dalam menghitung
Bicara pelo
Gejala sensorik:
Perubahan rasa pada salah satu tubuh, baik keseluruhan atau sebagian
Gangguan penglihatan pada separuh atau seperempat lapang pandang
Kebutaan bilateral
Penglihatan gangda
Gejala vestibular:
Sensasi gerakan

11
Gejala perilaku/kongnitif:
Kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat gigi, disorientasi geografik
(disfungsi Fisuosfasial-perseptual) lupa.
Tabel 5. Defisit Neurologi Fokal Pada Stroke

Sebagai penunjang diagnosis stroke dapat dilakukan pemeriksaan


pencitraan otak, yaitu CT-Scan atau MRI. CT scan merupakan pemeriksaan
penunjang yang direkomendasikan untuk dilakukan pada evaluasi stroke awal
yang bertujuan untuk membedakan jenis stroke, iskemik atau perdarahan.

Gambaran perdarahan intracerebral pada CT scan


Akut Subakut Kronik
Lesi hiperdens Lesi hiperdens berentuk Berbentuk celah, efek ex vacuo,
dengan batas tegas cincin ditepi perdarahan hiperdens tipis pada tepi
Tabel 6. Gambaran Perdarahan Intracerebral pada CT Scan

Gambaran hematom intrakranial pada CT scan dan Mri berdasar usia


perdarahan
Tahap CT scan T2* T1 T2
Hiper Terang Gelap Bila terdeteksi, Bila terdeteksi, terang
akut gelap dengan pinggiran gelap
Akut Terang Gelap Isodens Gelap
Subakut Isodens Gelap Terang Gelap (awal), terang (lanjut)
Kronik Gelap Gelap Gelap Gelap
Tabel 7. Gambaran Hematom Intrakranial pada CT Scan dan MRI Sesuai Usia
Perdarahan

2.6.2 Diagnosis Banding

TIA dapat menyerupai beberapa penyakit antara lain sinkop,


migrain dengan aura, kelainan labirin, kejang epilepsy parsial,
hiperventilasi, serangan panic atau ansietas, kelaianan somatisasi,
lesi struktural intracranial (meningioma, tumor, aneurisma
makro,malformasi arteriovena , hematoma subdural kronik), amnesia
global transien, demielinisasi akt, drop attacks, kelainan metabolik

12
(hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalsemia, hiponatremia),
mononeuropati, radikulopati, miastenia gravis, dan katapleksi.
Diagnosis banding untuk stroke antara lain penyakit sistemik atau
kejang yang menyebabkan deteriorasi stroke sebelumnya , kejang
epilepsy (paralisis Todd), kejang nonkunvulsif, lesi intrakranial
struktural (hematoma subdural, tumor otak, malformasi arteriovena),
ensefalopati metabolic atau toksik (hipoglikemia, hiperglikemia
nonketotik, hiponatremia, sindrom Wernicke-Korsakoff,ensefalopati
hepatikum, intoksikasi alcohol dan obat, septicaemia), gangguan
nonneurologis(misalnya hysteria), migraine
hemiplegic,ensefalitis(virus herpes simpleks), trauma kepala, lesi saraf
tepi, ensefalopati hipertensif, sklerosis multiple, penyakit Creutzfeldt-
Jakob, pnyakit wilson

2. 6.3 Explorasi Faktor Risiko

Faktor risiko pada stroke antara lain hipertensi, diabetes mellitus,


dislipidemia, fibrilasi atrium, hiperkoagulabilitas, penggunaan kontrasepsi
oral, obesitas, dan merokok. Untuk mencari faktor risiko stroke perlu
dilakukan pemeriksaan tambhan yaitu pemeriksaan haemoglobin,
hematokrit, leukosit, trombosit, hemostasis, profil lipid, gula darah,
homosistein, CRP, LED, rontgen dada, elektrokardiografi, ekokardiografi,
Doppler transkranial, Doppler karotis. Jika dicurigai adanya faktor risiko
stroke yang jarang maka pemeriksaan tambahan perlu disesuaikan,
misalnya pemeriksaan autoantibody pada stroke usia muda.

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Fase Akut

Tatalaksana fase akut serangan otak baik yang iskemik maupun


perdarahan adalah berlomba dengan waktu, mulai dari waktu ke waktu
onset hingga waktu di Instalasi Gawat Darurat suatu rumah sakit dan
waktu yang diperlukan hingga diagnosis ditegakkan secara tepat. Prinsip
tatalaksana stroke adalah mengontrol faktor risiko dan kondisi / penyakit

13
mendampinginya untuk mencegah proses pemburukan dan serangan
otak berikutnya (pencegahan sekunder), mencegah komplikasi akibat
dan konsekuensi stroke sendiri (ulkus dekubitus, penumonis, infeksi
traktus urinarius, flebotrombosis, dan emboli pulmonal).

American Stroke Association 2007 memberikan rekomendasi


mengenai manajemen stoke akut, yaitu

a. Pemberian antikoagulan segera dengan tujuan mencegah timbulnya


stroke ulang, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien stroke iskemik
akut (ASA, kelas III, level A).
b. Antikoagulasi segera tidak direkomendasikan pada stroke akut
sedang hingga berat karena meningkatkan risiko komplikasi
perdarahan untrakranial (ASA, kelas III, level A)
c. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam
bersamaan dengan pemberian rt-PA intravena tidak
direkomendasikan (ASA, kelas III, level B),
d. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 jam hingga
48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik
akut ( ASA, kelas I, level A)

2.7.2 Fase Subakut

Rehabilitasi Stroke Fase Subakut Pada fase ini kondisi


hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke
rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi
yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala
sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya(sekitar 10%) pasien
pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan
orang lain sepenuhnya.Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala
sisa yangbervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi
rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal.

14
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronismungkin dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.Rehabilitasi fase ini akan
dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak
memerlukan peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan
mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan
berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan
reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung
sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan.
Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan
agarmencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapaioleh
pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah
dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut
dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan
secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik
gerak.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke :
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi
yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan
pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namu
sedapat mungkin juga mengikut sertakan sisi yang sakit.Pasien dan
keluarga sering kali beranggapan salah,mengharapkan sirkuit baru di
otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa
bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bilaada
“kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak
pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil
dan terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih,memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikut sertakan dan mengaktifkan bagian–bagian dari otak,
baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit
baru yang dibutuhkan.Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan

15
(fleksi-ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja.
Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidakbegitu saja bisa
digunakan untuk gerak fungsional,namun tetap memerlukan terapi
latihan agar terbentuksirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untukmelakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang
terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya
dimana pasien masih menggunakan ototnya secara“aktif”. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih
(otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-sertakan otot-otot
lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
“tenaga”yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan
pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk
dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk
statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai
apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang
tubuh. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer doyong ke
arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas,
bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang
tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik.Hasil latihan
ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi
berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga
mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.

16
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukanterapi latihan.
Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila
pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendiantidak ada yang
terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien
mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan
dicapaidengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina
pasien.Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan sesering mungkin.
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal biladitunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris
yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat
dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus
melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah
suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan
suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk.
a. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring.
b. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pemulihan fungsional yang paling optimal
c. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental

2.7.3 Pencegahan Sekunder

Pengendalian faktor risiko dan modifikasi gaya hidup, penting


dalam, mencegah berulangnya stroke, antara lain penting dalam
mencegah berulangnya stroke antara lain pengendalian hipertensi,
diabetes mellitus, dilipidemia, sindrom metabolic, manajemen faktor risiko
spesifik lainnya, penghentian merokok, penghentian merokok,

17
penghentian konsumsi alcohol, dan manajemen aktifitas fisik, target
penurunan tekanan darah yang absolute tidak dapat dipastikan dan
tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya terlihat jika
penurunan rata-rata sekitar 10/5 mmHg, dengan tekanan darah normal
didefenisikan <120/80 mmHg oleh JNC VII(ASA, kelas IIa, level B).

Panduan tatalaksana pasien stroke dengan faktor risiko spesifik


antara lain sebagai berikut :

a. Fibrilasi atrial
Penderita dengan stroke iskemik atau TIA yang disertai fibrilasi atrial
berkomitmen atau persisten yang paroksismal direkomendasikan
pengibatan antikoagulan dengan antagonis vitamin K dengan target
INR 2-3 (ASA, kelas I,level A).
b. Infark miokardium akut dan thrombus ventrikel kiri jantung
Pasien dengan stroke iskemik akut atau TIA yang disertai infark
miokardium serta terjadinya pembentukan thrombus mural diventrikel
kri jantung berdasarkan ekokardiografi atau pencitraan jantung
lainnya harus diberikan pengobatan dengan antikoagulan oral dengan
target INR 2-3 untuk sekurang-kurangnya 3 bulan (ASA, kelas I, level
B).
c. Penyakit anomali pembuluh darah otak intra dan ekstrakranial
Pada kasus-kasus stroke hemoragik sebagai akibat pecahnya
aneurisma atau arteriovenous malformasi dilakukan bedah
neurovascular secara terpadu demikian pula pada kasus stenosis
intra maupun estrakranial asimptom/symptom diperlukan tim terpadu
dalam bidang vasKular dalam persiapan pre operasi dan pasca
operasi.

18
BAB III

ANALISIS MASALAH KELUARGA

Seorang ayah bernama Siuwono umur 60 tahun memiliki 3 orang anak. Ia


seorang wirausaha dulunya, namun sekarang ia sudah tidak bekerja lagi karena
penyakit stroke yang dideritany selama 9 tahun sejak tahun 2010. Gejala awal
dirasakan pertama kali pada tahun 2010 yang lalu ditandai dengan kram pada
kaki bagian kiri saat sedang mengendarai motor, karena kram dan tidak bisa
digerakkan akhirnya iapun terjatuh dari motor dann masuk ke dalam saluran air
(got). Setelah itu ia dibawa ke rumah sakit Provinsi untuk dilakukan
penanganan.
Jarak antara rumah pak Siuwono dengan puskesmas sekiar 4 km. Pak
Siuwono memiliki seorang istri dan 3 orang anak yang terdiri atas 2 perempuan
dan 1 laki–laki. Rumah penderita berukuran 6 x 8 m2, yang terdiri dari 2 tempat
tidur, 1 ruang nonton, 1 kamar mandi dan 1 dapur. Kondisi rumah berlantaikan
semen, berdinding papan, dan beratap seng tanpa plafon. Kondisi ventilasi
rumah kurang baik, jendela rumah cukup banyak tapi jarang terbuka sehingga
sinar matahari dan udara yang keluar masuk ke dalam rumah tidak maksimal.
Kegiatan sehari-hari penderita pada pagi hari sekitar pukul 08.00 wita
berjalan-jalan sedikit di dalam rumah dan terkadang menggunakan alat
olahraga sepeda yang ia beli untuk menggerakkan kakinya beberapa menit.
Setelah itu kebanyakan hanya terbaring di ranjang depan televisi. Ia juga
mempunyai alat terapi inframerah yang digunakan pada bagian kaki yang sakit.
Pak Siuwono saat ini mengkonsumsi 3 jenis obat tiap harinya yakni
amlodipin (1 kali sehari), tromboaspilet (2 hari 1 kali ), dan alprazolam (2 x ½
tablet ) pagi dan malam karena ia mengeluh gelisah dan sulit untuk tidur.

19
3.1 Data Keluarga

Jenis Riwayat
NO Nama Usia
kelamin penyakit
1 Ayah Siuwono L 60 tahun Hipertensi,
stroke
2 Ibu Siti Nurbaya P 60 tahun Hipertensi

3 Anak pertama Firmansyah L 31 tahun -

4 Anak kedua Dirga L 18 tahun -

5 Anak ketiga Aisyah P 13 tahun -

Tabel 8. Data Keluarga

3.2 Identifikasi Masalah Individu dan Keluarga


1. Data Keluarga
Nama Pasien : Siuwono
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Alamat : Kecamatan Benu-Benua
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Menikah
Riwayat Penyakit : Hipertensi dan stroke

Identitas istri :
Nama : Siti Nurbaya
Usia : 60 tahun

2. Pencatatan dan Pelaporan Penyakit


Nama : Siti Nurbaya
Usia : 60 tahun
Alamat : Kecamatan Benu-Benua
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Riwayat penyakit : Hipertensi

20
3.3 Genogram

Gambar 1. Genogram Keluarga Penderita Stroke

1. Nama : Tn. S (penderita)


Tahun Lahir : 1959
Usia terakhir : 60 tahun

21
Riwayat penyakit : Stroke dan hipertensi
2. Nama : Ny. S (istri penderita)
Tahun Lahir : 1959
Usia terakhir : 60 tahun
Riwayat penyakit : hipertensi

3. Nama : Fi (anak pertama penderita)


Tahun Lahir : 1988
Usia terakhir : 31 tahun

4. Nama : Di (anak kedua penderita)


Tahun Lahir : 2001
Usia terakhir : 18 tahun

5. Nama : Ai (anak ketiga penderita)


Tahun Lahir : 2006
Usia terakhir : 13 tahun

3.4 Anamnesis
o Identitas
- Nama : Siuwono
- Usia : 60 tahun
- Pekerjaan : Mantan Wirausaha
- Alamat : Benu-Benua
o Keluhan Utama
- Lumpuh setengah tubuh bagian kiri (stroke) semenjak tahun 2010
sampai sekarang
o Riwayat penyakit sekarang
- Alokasi : Lumpuh setengah tubuh bagian kiri, wajah sebelah kiri
kaku
- Kualitas : mati rasa
- Kuantitas : 0

22
- Waktu : sudah dialami selama 9 tahun
- Faktor yang memperberat : Saat makan daging berlebihan
- Faktor yang memperingan : Minum obat
- Keluhan yang menyertai : Susah tidur (gelisah)
o Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat hipertensi sejak tahun 2010 hingga sekarang
- Riwayat jatuh dari motor sebelum terkena stroke pada tahun 2010
- Riwayat pemeriksaan radiologi
o Riwayat penyakit keluarga
Istri pak Siuwono juga menderita hipertensi. Kehidupan sehari-harinya
dalam kondisi baik, namun gejala muncul jika pola makan tidak teratur
dan timbul stres berlebih.
o Riwayat kebiasaan
- Riwayat konsumsi obat
Tromboaspilet : 2 hari 1 kali
Amlodipine 5 mg : 1 kali/hari
Omeprazole
Alprazolam : 2 x ½ tablet (pagi dan malam)
- Riwayat makan
Makan 2-3 kali/hari
Sering makan udang tiap minggu
Sering makan gorengan
Konsumsi daging (kadang-kadang)
- Riwayat terapi non farmakologi
Terapi sinar lampu inframerah
o Struktur dan fungsi keluarga
Struktur keluarga terdiri dari suami, istri dan tiga orang anak.

3.5 Pemeriksaan Fisik

- Tekanan darah : 115/79 mmhg


- Nadi : 70x/menit

23
- Pernapasan : 17x/menit
- Suhu : 37oC
3.6 Faktor Risiko Masalah

Pada kasus yang didapatkan, yakni dialami oleh Pak Siuwono


berusia 60 tahun yang kini menderita stroke sejak 9 tahun yang lalu setelah
terjatuh dari motor . Ia pun mempunyai riwayat penyakit hipertensi
bersamaan dengan penyakit strokenya. Oleh karena itu sekarang Pak
Siuwono rutin mengkonsumsi obat hipertensi.

3.7 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Terkait Masalah


Individu/Keluarga
1. Riwayat keluarga
Istri pasien juga menderita penyakit hipertensi
2. Kondisi tempat tinggal
Rumah penderita berukuran 5 x 7 m2, yang terdiri dari 2 tempat tidur, 1
ruang nonton, 1 kamar mandi dan 1 dapur. Kondisi rumah berlantaikan
semen, berdinding papan, dan beratap seng tanpa plafon. Kondisi
ventilasi rumah kurang baik, jendela rumah cukup banyak tapi jarang
terbuka sehingga sinar matahari dan udara yang keluar masuk ke dalam
rumah tidak maksimal.
3. Lingkungan sosial: tidak ada penderita stroke lain di lingkungan tempat
tinggal pasien, sedangkan penderita hipertensi banyak

3.8 Diagnostik Keluarga

1. Keluhan : kadang merasa pusing saat tekanan darah naik


2. Diagnosis kerja : Stroke dan hipertensi
3. Aspek risiko internal : Usia 60 tahun
4. Aspek risiko eksternal:
a. Riwayat keluarga: istri pasien

24
b. Kondisi tempat tinggal:
- Rumah penderita berukuran 5 x 7 m2, yang terdiri dari 2 tempat tidur,
1 ruang nonton, 1 kamar mandi dan 1 dapur. Kondisi rumah
berlantaikan semen, berdinding papan, dan beratap seng tanpa
plafon. Kondisi ventilasi rumah kurang baik, jendela rumah cukup
banyak tapi jarang terbuka sehingga sinar matahari dan udara yang
keluar masuk ke dalam rumah tidak maksimal.
- Lingkungan sosial: tidak ada penderita stroke lain di lingkungan
tempat tinggal pasien, sedangkan penderita hipertensi banyak
- Riwayat kebiasan makan asin, konsumsi udang dan daging
5. Skala fungsional pasien adalah 5, pasien hanya membutuhkan sebagian
bantuan dalam berpakaian, seperti kesulitan mengenakan pakaian
dibagian yang mengalami kelumpuhan namun sebagian lagi pasien
mampu melakukannya.

3.9 Skor APGAR


Indikator untuk mengukur sehat atau tidak sehatnya suatu keluarga
diukur dengan menggunakan APGAR KELUARGA. Penilaian ini
dilakukan pada semua anggota keluarga dan diambil rata-ratanya.
Sering/ Kadang- Jarang/
No Pertanyaan selalu kadang tidak Skor
(2) (1) (0)
A : Adaptasi
Saya puas kembali ke
1 √
keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P : Partnership
Saya puas dengan cara
2. keluarga saya membahas dan √
membagi masalah dengan
saya

25
G : Growth
Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima dan
3. mendukung keinginan saya √
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang
baru
A : Afek
Saya puas dengan cara
keluarga saya
4. mengekspresikan kasih √
sayangnya dan merespon
emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R : Resolve
Saya puas dengan cara
keluarga saya dan saya
5. √
membagi waktu bersama-
sama mengekspresikan afek
dan berespon

Total 10

Tabel 9. APGAR Score

Interpretasi :
7 – 10 : sehat
4 – 6 : kurang sehat
0 – 3 : tidak sehat

APGAR keluarga menilai 5 fungsi pokok keluarga yaitu :

1. Adaptasi

26
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukan dari anggota keluarga lainnya.
Pada kasus poin adaptasi bernilai 2
2. Kemitraan
Tingkat kepuasan dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah
yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
Pada kasus, poin kemitraan bernilai 2
3. Pertumbuhan
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
pada tiap anggota keluarganya.
Pada kasus, poin pertumbuhan bernilai 2
4. Kasih sayang
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional dalam keluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
5. Kebersamaan
Tingkat kepuasan terhadap kebersamaan dalam membagi waktu,
kekayaan dan ruang antarkeluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
 Pada kasus total nilai APGAR : 10 (sehat)

3.10 Pencegahan penyakit pada keluarga


Pencegahan dapat didefinisikan sebagai upaya peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan atau menghindari berjangkitnya penyakit yang
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi risiko, diagnosis dini,
pengobatan cepat, membatasi terjadinya komplikasi, termasuk dalam
upaya ini adalah penyakit iatrogenik dan penyesuaian maksimal terhadap
kecacatan.

3.10.1 Pencegahan Stroke

27
- Pencegahan primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskuler lainnya.
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke
a) Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obatan golonganamfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b) Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan
c) Mengendalikan hipertensi, diabetus melitus, penyakit jantung,
penyakit vaskuler arterosklerosis lainnya.
d) Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur

- Pencegahan Sekonder
Memodifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko, misal:
Hipertensi => Diet, obat antihipertensi yang sesuai, dll.
Pengendalian faktor risiko dan modifikasi gaya hidup penting
dalam mencegah berulangnya stroke, antara lain pengendalian
hipertensi yang diderita oleh pak Siuwono serta manajemen aktifitas
fisik, target penurunan tekanan darah yang absolute tidak dapat
dipastikan dan tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi
manfaatnya terlihat jika penurunan rata-rata sekitar 10/5 mmHg, dengan
tekanan darah normal didefinisikan <120/80 mmHg oleh JNC VII.
Pencegahan sekunder ini melibatkan peran serta keluarga seoptimal
mungkin. Pencegahan ini juga harus diterapkan oleh istri dari Pak
Siuwono karena ia juga menderita hipertensi yang merupakan faktor
risiko untuk terkena stroke.
Dari hasil anamnesis kami kepada keluarga Pak Siuwono ternyata
mereka sering mengkonsumsi udang, daging, gorengan dan jarang
berolahraga sehingga masih sangat beresiko untuk terjadi stroke bagi
istri dari Pak Siuwono sehingga sangat dianjurkan untuk memodifikasi
gaya hidupnya karena sudah ada faktor risiko yang dimiliki oleh istri pak
Siuwono.

28
- Pencegahan Tersier
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi Medik adalah pemulihan seseorang yang cacat akibat
cedera atau penyakit kepada kemampuan fisik, mental, emosi sosial,
vokasional dan ekonomi yang sebesar-besarnya dan bila mampu
berkarya diberi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah semua tindakan yang ditujukan
guna mengurangi dampak keadaan cacat dan bersikap serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integrasi social.
Tujuan dari rehabilitasi medik yakni meniadakan keadaan cacat
bila mungkin, mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin, melatih
orang dengan sisa keadaan cacat berat dan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tinggal padanya.
Unsur Dalam Program Rehabilitasi Medik
- Pemulihan kondisi fisik
- Pemulihan kondisi psikologik
- Latihan prevokasimal dan pengalaman kerja singkat guna membantu
penderita mengembalikan kepercayaan diri
- Resosialisasi
Tahap pencegahan kecacatan pada program rehabilitasi medik :
- Pencegahan tingkat pertama
Tindakan yang dilakukan guna mengurangi terjadinya hambatan
- Pencegahan tingkat kedua
Tindakan yang dilakukan setelah terjadinya hambatan dan intervensi
ditujukan kepada timbulnya pembatasan fungsional (cacat ringan)
- Pencegahan tingkat ketiga
Tindakan yang dilakukan segera sesudah terjadinya pembatasan
fungsional yang menetap dan intervensi yang dilakukan guna
mencegah transisi ke keadaan cacat berat.
Prinsip-prinsip rehabilitasi stroke :
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi
yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, pasien

29
dianjurkan untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat,
namun sedapat mungkin juga mengikut sertakan sisi yang sakit. Bila
ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali,
presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih,memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikut sertakan dan mengaktifkan bagian–bagian dari otak,
baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit
baru yang dibutuhkan.Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan
(fleksi-ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja.
Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa
digunakan untuk gerak fungsional,namun tetap memerlukan terapi
latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang
terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya
dimana pasien masih menggunakan ototnya secara“aktif”. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih
(otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-sertakan otot-otot
lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
“tenaga”yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan
pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk
dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk
statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai

30
apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang
tubuh. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer doyong ke
arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas,
bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang
tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik.Hasil latihan
ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi
berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga
mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan.
Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila
pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendiantidak ada yang
terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien
mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan
dicapaidengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina
pasien.Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan sesering mungkin.
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris
yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat
dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus
melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah
suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan
suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk.
 Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring.
 Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pemulihan fungsional yang paling optimal

31
 Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
 Mengembalikan kebugaran fisik dan mental

3.11 Kegiatan Promosi dan Pencegahan Penyakit


Rencana edukasi yang akan diberikan kepada pasien dan anggota
keluarga lainnya secara lengkap (dampak dari penyakit, upaya
pencegahan). Edukasi yang bisa diberikan kepada penderita yaitu :
1. Mengatur pola makan.
2. Olahraga cukup.
3. Porsi makan sedikit tapi sering.
4. Hindari stres berlebih.
5. Rutin memeriksakan diri ke puskesmas terdekat.
6. Istirahat cukup.
7. Tidak mengkonsumsi alkohol
8. Tidak merokok
9. Rutin mengkonsumsi obat sesuai penyakit yang diderita
3.12 Deteksi Dini Terjadinya Masalah Kesehatan pada Individu dan
Keluarga
1. Mengunjungi rumah-rumah di wilayah kerja puskesmas
2. Melihat dan mengidentifikasi lingkungan masyarakat
3. Melihat data pasien yang menderita penyakit menular dan tidak menular
4. Pada kasus stroke, awalnya melihat keluhan utama, mengidentifikasi
penyebab dan menanyakan riwayat penyakit keluarganya.
5. Mengobati serta rehabilitasi penderita stroke
6. Memberitahukan penderita agar rutin melakukan pemeriksaan
7. Melakukan pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis
3.13 Penanganan
Prinsip tatalaksana stroke adalah mengontrol faktor risiko dan kondisi /
penyakit mendampinginya untuk mencegah proses pemburukan dan
serangan otak berikutnya (pencegahan sekunder), mencegah komplikasi
akibat dan konsekuensi stroke sendiri (ulkus dekubitus, penumonis,
infeksi traktus urinarius, flebotrombosis, dan emboli pulmonal).

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kunjungan kami, didapatkan seorang laki-laki
berusia 60 tahun yang didiagnosis stroke dan hipertensi oleh dokter.
Adapun penentuan masalah ditinjau dari segi fungsi keluarga, segi
penyakit/fisis, segi riwayat keluarga dan segi kebersihan lingkungan.
Nilai APGAR yang diperoleh adalah 10 (Keluarga Sehat). Terjalin
komunikasi yang baik tiap angota keluarga dan setiap anggota keluarga
berperan penting terhadap kesehatanya dan anggota keluarga yang lain.
Rencana kegiatan yang kami susun, yaitu edukasi pasien mengenai
penyakit yang diderita, pengaturan pola makan, tindakan pencegahan
penyakit terutama pada anggota keluarga yang mempunyai faktor risiko
agar tidak terkena penyakit yang sama, dan mengarahkan pasien untuk
check up secara rutin.

B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan: melakukan sosialisasi tentang pentingnya
upaya pencegahan penyakit, deteksi dini dan pengobatan ke puskesmas
terdekat. Mengupayakan skrining terutama di wilayah kerja Puskesmas
Benu-Benua
2. Bagi pasien dan keluarga: lebih memahami pentingnya pengendalian
pola makan teratur, tidak stres berlebihan dan olahraga yang cukup.
3. Bagi mahasiswa: menjadi bahan pembelajaran dalam identifikasi
penyakit dalam suatu keluarga dan menyusun rencana penatalaksanaan
kasus.

33
Daftar Pustaka

Depkes RI. 1998. Keluarga. Jakarta

Dinata Cintya Agreayu, Safrita Yuliami, Dan Sastri Susila. 2012. Gambaran
Faktor Risiko Dan Tipe Stroke Pada Pasien Rawat Inap Dibagian
Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari
2010-31 Juni 2012

Pemerintah Indonesia. 1992. Undang-undang No 10 tahun 1992. Yang


mengatur tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga sejahtera. Lembaran Negara RI tahun 1992. No 10.jakarta.
secretariat Negara

Pemerintah Indonesia. 1994. Peraturanpemerintah No 21 tahun 1994. Yang


mengatur tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sehat.
Lembaran Negara RI tahun 1994. No 21.jakarta. secretariat Negara

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-undang No 36 tahun 2009. Yang


mengaturtentangkesehatan. Lembaran Negara RI tahun 2009. No
36.jakarta. secretariat Negara

Riyadina Woroda Rahajeng Ekowati. 2013. Determinan Penyakit Stroke. Vol. 7


No.7

S.rambe, aldi.2000.stroke sekilas tentang definisi, penyebab, efek, dan factor


resiko. Medan.FK-USU.

Setiati S Dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta
Interna Publishing

Sofyan Aisyah Muhrini,Sihombing Ika Yulieta,Dan Hamra Yusuf. 2012.


Hubungan Umur,Jenis Kelamin, Hipertensi Dan Kejadian Stroke.
Kendari

Syoto,sandu.2016.perilaku kesehatan keluarga berpenghasilan rendah.


Yogyakarta. Indonesia pustaka

34
Wirawan Rosiana Pradanasari. 2009. Rehabilitasi Stroke Pada Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta. Volume 59 Dan No.2

Wurtiningsih Budi. 2012. Dukungan Keluarga Pada Pasien Stroke Diruang


Saraf RSUP Dr.Kariadi. Semarang. Medica Hospitalia Vol 1(1)

35
LAMPIRAN

melakukan anmnesis pada penderita stroke

Alat yang digunakan oleh Pasien

36
37
38
39

Anda mungkin juga menyukai