DIFTERI
Disusun Oleh:
K1B1 20 029
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
2021
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas Refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Mengetahui,
Pembimbing
2
DIFTERI
A. PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, selaput lendir, kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau genitalia.
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau
dengan angka kematian sekitar 10%. Faring merupakan daerah tersering untuk
infeksi ini. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada individu yang tidak diimunisasi
atau imunisasi yang tidak adekuat. Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri
yang khas di atas daerah tonsila yang meluas ke struktur yang berdekatan. Membran
tampak kotor dan berwarna hijau tua bahkan dapat menyumbat peradangan tonsila.
dapat diberikan lebih awal. Pada kasus-kasus yang berat ditandai dengan
diharapkan dapat bermanfaat nantinya bila menemui kasus ini di tempat praktek
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur
yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar
a. Tonsil Palatina
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
Anterior : M. palatoglosus
Posterior : M. palatofaringeus
Fosa Tonsil
yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding
bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan
berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke
atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke
5
arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada
tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior
dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah
bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral
faring.
Kapsul Tonsil
kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
Plika Triangularis
telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab
Pendarahan
6
palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Persarafan
glosofaringeus
7
Gambar 4. Persarafan Tonsil
Imunologi Tonsil
terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan
antigen spesifik.4
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau
segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah
ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi
daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium
umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
Gambar 5. Adenoid
9
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran
T1-T4:
Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.4
10
Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk
fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.4
2.3.1 Definisi
Difteri tonsil faring adalah radang akut pada tonsil sampai mukosa faring
pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
Mudah menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian ats
yang dapat menimbulkan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan
lokal.6
2.3.2 Epidemiologi
masih tetap terjadi pada individu-individu yang berusia kurang dari 15 tahun
insidens menurut usia tergantung pada kekebalan individu. Serangan difteri yang
11
2.3.3 Etiologi
gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk
batang pleomorfis. Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media yang
kuman yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu
hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan
menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah
seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.8
2.3.4 Patofisiologi
permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang
12
pembuluh limfe dan darah. Toksin ini merupakan suatu protein dengan berat
yang teraktifasi pada reseptor sel pejamu yang sensitif. Perlekatan ini mutlak agar
fragmen A dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting
suatu coated pit dan toksin mengadakan penetrasi dengan cara endositosis. Proses
ini memungkinkan toksin mencapai bagian dalam sel. Selanjutnya endosom yang
toksin untuk melalui membran endosom ke cytosol. Efek toksik pada jaringan
dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman.
toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat
kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang terkandung. selain fibrin, membran
juga terdiri dari sel- sel radang, eritrosit dan sel-sel epitel. Bila dipaksa melepas
13
dalam periode penyembuhan. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan
yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan kerusakan pada setiap organ,
yang terabsorbsi pada sel, tetapi tidak bila telah terjadi penetrasi ke dalam sel.
Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat periode laten yang bervariasi sebelum
hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Kelainan
patologi yang menonjol adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin pada
infiltrasi sel mononuklear pada serat otot dan sistem konduksi. Bila penderita
tetap hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak
neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput mielin. Nekrosis hati bisa
menutupi tonsil, palatum molle, uvula. Mula-mula membran tipis, putih dan
batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya. Sehingga sukar untuk
14
diangkat, sehingga bila diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan
yang tidak ada membran biasanya tidak membengkak. Pada difteri sedang
biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun
2.3.6 Diagnosis
antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti
dengan tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek). Cara
dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjajagan
2.3.7 Penatalaksanaan
berikut terlaksana:8
kerentanan terhadap diphtheria) Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa
tunas terlewati. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster
dengan toksoid diphtheria. Bila kultur (-)/Schick test (-) : bebas isolasi,Bila
kultur (+)/Schick test (-) : pengobatan carrier Bila kultur (+)/Schick test
15
(+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria + penisilin Bila kultur (-)/Shick test (+) :
b. Pengobatan
Umum
serta diit yang adekwat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas
Khusus
semprit.
garam fisiologis 1 : 1000 secara intrakutan. Tes positif bila dalam 20 menit
16
Tes konjungtiva dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan
serum 1 : 10 dalam garam faali. Pada mata yang lain diteteskan garam faali.
Tes positif bila dalam 20 menit tampak gejala konjungtivitis dan lakrimasi.
ADS harus diberikan sekaligus secara tetesan intravena. Dosis serum anti
KI.
Antimikrobal
mg/kg/hari.
Koritikosteroid
saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat
selama 14 hari.
17
c. Pengobatan Karier\
adenoidektomi.9,10,11
d. Tonsilektomi
faringeal.8
Indikasi Tonsilektomi
pada saat ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik
dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan
terbagi menjadi :
1. Indikasi absolut
18
kecuali jika dilakukan fase akut. Tonsilitis yang menimbulkan kejang
2. Indikasi relatif
3. Kontraindikasi
Anemia Infeksi akut yang berat Asma tonus otot yang lemah sinusitis
penyebabnya.
Teknik operasi
19
1. Guillotine
untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat
sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan
yang hebat.
2. Teknik Diseksi
Komplikasi
1. Komplikasi anestesi
Laringospasme
Gelisah pasca
operasi Mual
muntah
20
Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi
2. Komplikasi Bedah
atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.
sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah
3. Komplikasi lain
2.3.8 Komplikasi
laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul
komplikasi ini.
kordis. Kelumpuhan otot palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring
serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan
21
kelumpuhan otot-otot pernafasan. Albuminuria sebagai akibat dari komplikasi ke
ginjal.6
2.3.9 Prognosis
kurang baik pada penderita gizi kurang Ada atau tidaknya komplikasi.
Penyembuhan bisa mengambil masa yang lama dan kadar kematian adalah 5
22
BAB III
KESIMPULAN
Tonsilitis difteri adalah radang akut pada tonsil sampai mukosa faring
pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
kuman gram (+), ireguler, tidak bergerak, tidak berspora. Dasar dari terapi ini
diphtheria.
23
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta. 2006.
Jakarta. 1997.
3. Ballenger JJ. Anatomi bedah tonsil. Dalam: Ballenger JJ, ed. Penyakit
1994: p321
6. Soepardi Arsyad Efiaty dr sp. THT (K), dkk. Tonsilitis Difteri. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Balai
http://www.medicalnewstoday.com
8. Khalid, Naman dkk. Tonsilitis Difteri. Bagian THT RSUD Kerawang. 2011.
/diphtheria/page9_em.htm
http://www.biofarma.co.id/index. php/detil/items/serum-anti-diptheri.html.
24
11. RxMed The Comprehensive Resource for Physician, Drugs and Ilness
http://www.rxmed.com
12. American Academy of Pediatrics. Red book: 2006 Report of the Commitee
/diphtheria/page9_em.htm
25
23