Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

GAMBARAN KONDISI GERAKAN TANAH


DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Gerakan Tanah pada Stasiun 1

Lokasi stasiun 1 berada pada daerah Arabika dengan ketinggian 719 mdpl,

dengan koordinat 50 12’ 38.2” LS dan 1200 00’ 39.1” BT. Lokasi ini terletak di

sebelah Timur laut Malino yang berjarak ±42 km atau berjarak ±116 km berarah

Timur laut dari Kota Makassar. Lokasi longsor berada di tepi jalan poros Malino-

Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Luas

gerakan tanah kurang lebih 30 m x 20 m= 600 m2.

Foto 9. Kenampakan sudut lereng curam (±550) yang telah


mengalami longsor pada stasiun 1 daerah Arabika di
foto ke arah N 3550E

43
44

4.1.1 Faktor Penyebab Gerakan Tanah pada Stasiun 1

Pada dasarnya ada dua faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain:

faktor pengontrol dan faktor pemicu. Faktor pengontrol meliputi kemiringan lereng,

kondisi geologi, kondisi hidrologi, dan tata guna lahan, sedangkan faktor pemicunya

adalah curah hujan dan aktivitas manusia.

Berdasarkan pengamatan lapangan, maka faktor penyebab terjadinya gerakan

tanah pada stasiun 1 yaitu:

Faktor Pengontrol

 Kemiringan Lereng (Slope)

Kemiringan lereng di lokasi ini adalah perbukitan

bergelombang/miring, dengan sudut lereng 550 (Foto 11). Kemiringan lereng

yang terjal akan melabilkan material pada lereng, dan cenderung menaikkan

gaya geser material untuk bergerak ke bawah.

 Kondisi Geologi

Kondisi geologi penyebab terjadinya gerakan tanah di stasiun 1 ini

yakni di jumpainya kekar pada litologi tufa kasar sebagai penciri adanya

pengaruh struktur geologi yang bekerja. Adapun data pengukuran kekar di

lapangan disajikan pada (tabel 9).


45

Tabel 9. Data kekar pada stasiun 1


No Strike Dip Spasi Isian Bukaan Panjang
1 20 15 10 cm - 1 cm 20 cm
2 190 20 - 1 mm 15 cm
3 205 25 5 cm - 1 mm 20 cm
4 88 10 - 1 cm 8 cm
5 275 9 8 cm - 1 mm 7 cm
6 85 12 - 1 cm 10 cm
7 170 15 10 cm - 1 mm 8 cm
8 355 10 - 1 mm 30 cm
9 160 8 - 1 cm 25 cm
10 200 22 10 cm - 1 mm 10 cm
11 280 14 - 1 mm 15 cm
12 70 5 5 cm - 1 cm 5 cm
13 255 15 - 1 mm 20 cm
14 274 11 6 cm - 1 cm 6 cm
15 71 17 5 cm - 1 mm 10 cm
16 21 21 10 cm - 1 cm 7 cm
17 173 14 10 cm - 1 cm 5 cm

Hasil pengukuran kekar di lapangan, dapat ditentukan nilai RQD (rock

quality designation) dari batuan. Parameter perhitungan RQD batuan yakni

dilihat dari jumlah kekar/meter pada batuan yang terkekarkan. Jumlah

kekar/meter yang di ukur di lapangan tersebut kemudian dimasukkan kedalam

rumus RQD menurut (Hudson, 1979) = 100 (0.1 l + 1) e- 0.1 l.

Hasil perhitungan RQD pada stasiun ini adalah jumlah kekar yakni 17

kekar/meter, berdasarkan perhitungan RQD batuan maka, nilai RQD pada

stasiun 1 ini adalah 49,89%, dengan demikian kualitas batuan pada stasiun ini

tergolong sedang.

Parameter lain yang dapat dilihat dalam pengamatan kekar di lapangan

yakni karakteristik bidang lemah pada sistem kekar seperti strike, spasi kekar,

isian kekar, dan bukaan kekar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:


46

- Strike; Kekar yang arahnya searah dengan kemiringan lereng sangat mudah

mengalami longsor disbanding dengan arah yang tegak lurus dengan

kemiringan lereng. Dari hasil pengukuran kekar di stasiun 1 diperoleh data

kekar yakni strike kekar relatif searah dengan kemiringan lereng sehingga

mudah mengalami longsor.

- Spasi kekar adalah jarak antara kekar yang satu dengan kekar yang lain

yang sejajar. Semakin besar nilai spasi pada kekar, maka akan semakin kuat

ketahanan batuannya begitupun sebaliknya. Hubungan skala kekuatan

batuan dengan spasi kekar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Hubungan skala kekuatan batuan dengan spasi kekar, (Ritter 1986 )

SKALA KEKUATAN SPASI KEKAR (CM)


Sangat kuat >300
Kuat 300-100
Sedang 100-30
Lemah 30-5
Sangat lemah <5

Hasil pengukuran spasi kekar pada stasiun ini yakni diperoleh jarak

(5-10)cm, jika dihubungkan pada tabel 10 diatas maka termasuk dalam skala

lemah, dengan demikian spasi kekar pada stasiun 1 sangat mendukung

terjadinya longsor..

- Isian kekar; Kekar yang terisi oleh mineral lain dengan yang tidak memiliki

isian akan berbeda kualitas batuannya.Kekar yang mimiliki isian kualitas

batuannya akan semakin kuat, sedangkan kekar yang tidak memiliki isian

kualitas batuannya sangat lemah.


47

Hasil pengamatan kekar dilapangan diperoleh data kekar pada stasiun 1

tidak dijumpai adanya isian kekar, ini menunjukkan kondisi batuannya

sangat lemah sehingga mudah mengalami longsor.

- Bukaan kekar; Kekar yang memiliki bidang bukaan, batuannya lebih

lemah dibanding kekar yang tidak memiliki bukaan.

Hasil pengamatan dilapangan diperoleh data kekar dijumpai adanya bukaan

kekar rata-rata bidang bukaan kekar yakni 1mm-1cm.

Foto 10. Kenampakan kekar pada litologi tufa kasar pada


stasiun 1

Faktor lainnya yang di jumpai di lapangan adalah kedudukan batuan pada

tufa kasar yang memiliki kemiringan perlapisan batuan searah dengan

kemiringan lereng yakni N 700E/300 (Foto 11). Struktur perlapisan batuan dapat
48

Foto 11. Kondisi litologi tufa kasar pada stasiun 1 daerah


Arabika di foto ke arah N 3000 E

bertindak sebagai bidang gelincir sehingga kemiringan perlapisan batuan yang

searah dengan kemiringan lereng berpotensi mengalami gerakan tanah.

Faktor Pemicu

 Curah Hujan

Data curah hujan yang diambil pada Stasiun Klimatologi Kelas 1 Maros

sejak 3 tahun terakhir pada daerah Manipi (Tasililu) dapat dilihat pada tabel 11

berikut:
49

Tabel 11. Data Curah hujan bulanan daerah Manipi (Tasililu), Kecamatan Sinjai
Barat Kabupaten Sinjai

Bulan Curah Hujan


Januari 328
Februari 267
Maret 326
April 197
Mei 502
Juni 708
Juli 983
Agustus 217
September 303
Oktober 313
November 393
Desember 162
Rata-rata
2008 270
2009 136
2010 392

1200
1000
curah hujan( mm)

800
600
400
200
0
jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des Bulan

Gambar 10. Grafik curah hujan tahun 2010 daerah Manipi (Tasililu),
Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai yang di
peroleh dari (Stasiun Klimatologi Kelas I Maros, 2010)

Klasifikasi curah hujan harian menurut Badan Meteorologi dan Geofisika,

(2008) dapat dilihat pada tabel 2 klasifikasi curah hujan harian (Halaman 12,

Bab II).

Berdasarkan data grafik curah hujan di daerah Manipi (Tasililu) (gambar 10),

maka curah hujan tertinggi berada pada bulan Mei sampai bulan Juli dengan rata-rata

hujan 731 mm/bulan. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, (2008) bahwa
50

curah hujan kumulatif 400 mm/bulan atau >100mm/24jam di kategorikan lebat dan

mudah untuk terjadi tanah longsor.

4.1.2 Identifikasi Jenis Gerakan Tanah pada Stasiun 1

Identifikasi jenis gerakan tanah pada daerah penelitian mengacu pada

klasifikasi gerakan tanah menurut (Varnes, 1978 dalam Zakaria, 2009) di dasarkan

atas tipe gerakan, dan jenis material yang bergerak.

 Tipe gerakan

Jenis gerakan tanah pada stasiun 1 ini berupa gelinciran (slides) yakni debris

slump. dimana, morfologi lerengnya berbentuk melengkung. (Gambar 11)

 Jenis Material

Jenis material yang bergerak atau mengalami longsor pada stasiun ini

didominasi oleh tanah (soil) berbutir kasar yang berukuran kerikil sampai

bongkah.

300

Kedudukan batuan

Gambar 11. Sketsa jenis gerakan tanah pada stasiun 1 di


gambar kea rah N 3550E
51

4.2 Kondisi Gerakan Tanah pada Stasiun 2

Lokasi stasiun 2 berada pada daerah Kasuarang II dengan ketinggian 683

mdpl, dengan koordinat 50 12’ 57.1” LS dan 1200 00’ 51.7” BT. Lokasi ini terletak

di sebelah Timur laut Malino yang berjarak ±43 km, atau berjarak ±118 km + 30

berarah Timur laut dari Kota Makassar. Lokasi longsor berada pada tepi jalan poros

Malino-Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi selatan.

Luas gerakan tanah berdimensi 40 m x 15 m = 600 m2.

Foto 12. Kenampakan sudut lereng (±600) yang telah


mengalami longsor pada stasiun 2 daerah
Kasuarang II di foto ke arah N 150E

4.2.1 Faktor Penyebab Gerakan Tanah pada Stasiun 2

Faktor Pengontrol

 Kemiringan lereng (slope)

Kemiringan lereng di lokasi ini adalah tersayat tajam/terjal, dengan

sudut lereng 600 (Foto 14). Kemiringan lereng yang terjal akan melabilkan
52

material pada lereng, dan cenderung menaikkan gaya geser material untuk

bergerak ke bawah.

 Kondisi Geologi

Kondisi geologi pada stasiun 2 adalah di jumpai adanya kekar pada

litologi tufa kasar (foto 15). Adapun data pengukuran kekar di lapangan

disajikan pada (tabel 12)


Tabel 12. Data kekar pada stasiun 2
No Strike Dip Spasi Isian Bukaan Panjang
1 310 10 5 cm - 4 cm 80 cm
2 300 8 5 cm - 1 cm 10 cm
3 205 14 - 1 cm 20 cm
4 190 22 - 1 cm 15cm
5 200 15 - 1 cm 10 cm
6 240 8 - 3 cm 40 cm
7 255 7 4 cm - 3 cm 20 cm
8 260 9 - 2 cm 10 cm
9 210 11 - 1 cm 10 cm
10 170 15 - 1 cm 5 cm
11 280 25 - 1 cm 7 cm
12 283 10 - 1 cm 5 cm
13 286 10 4 cm - 1 cm 5 cm
14 277 9 - 1 cm 4 cm
15 250 15 - 1 cm 5 cm
16 275 14 - 1 cm 4 cm
17 300 14 5 cm - 1 cm 8 cm
18 320 10 - 1 cm 7 cm
19 290 15 - 1 cm 10 cm
20 288 10 4 cm - 1 cm 10 cm
21 310 20 5 cm - 1 cm 7 cm
22 300 15 5 cm - 1 cm 9 cm

Hasil pengukuran kekar di lapangan, dapat ditentukan nilai RQD (rock

quality designation) dari batuan. Dengan menggunakan rumus RQD menurut

(Hudson, 1979) = 100 (0.1 l + 1) e- 0.1 l.

Hasil perhitungan RQD pada stasiun ini adalah jumlah kekar yakni 22

kekar/meter. Berdasarkan perhitungan RQD batuan maka, nilai RQD pada


53

stasiun 2 ini adalah 35.98%, dengan demikian kualitas batuan pada stasiun ini

tergolong buruk.

Parameter lain yang dapat dilihat dalam pengamatan kekar di lapangan

yakni karakteristik bidang lemah pada sistem kekar seperti, spasi kekar, isian

kekar, dan bukaan kekar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

- Strike; Dari hasil pengukuran kekar di stasiun 2 diperoleh data kekar yakni

strike kekar relatif searah dengan kemiringan lereng sehingga mudah

mengalami longsor.

- Spasi kekar ; Hasil pengukuran spasi kekar pada stasiun 2 yakni diperoleh

nilai (4-5)cm, jika dihubungkan pada (tabel 10 halaman 46), maka termasuk

dalam skala sangat lemah, dengan demikian kondisi batuan pada stasiun ini

dikategorikan sangat mudah terjadi longsor.

- Isian kekar; Hasil pengamatan kekar di lapangan diperoleh data kekar pada

stasiun 2 tidak dijumpai adanya isian kekar, ini menunjukkan kondisi

batuannya sangat lemah sehingga mudah mengalami longsor.

- Bukaan kekar; Kekar yang memiliki bidang bukaan, batuannya lebih

lemah dibanding kekar yang tidak memiliki bukaan.

Hasil pengamatan dilapangan diperoleh data kekar dijumpai adanya bukaan

kekar rata-rata bidang bukaan kekar yakni 1cm-4cm.


54

Foto 13. Kenampakan kekar pada litologi tufa kasar di stasiun 2


daerah Kasuarang II

Faktor geologi lain yang dijumpai di lokasi ini adalah kondisi litologi pada

tufa kasar yang telah mengalami pelapukan tinggi yang di cirikan dengan

ketebalan soil mencapai ±5-10 meter.

Foto 14. Kenampakan litologi tufa kasar pada stasiun 2


55

Kondisi ini akan mempermudah masuknya air hujan kedalam pori

batuan yang retak, sehingga kondisi batuan akan semakin jenuh air akibatnya,

ketika material ini berada pada lereng yang terjal akan semakin mudah

bergerak menuju ke bawah.

Faktor Pemicu

 Curah Hujan

Data curah hujan yang diambil pada Stasiun Klimatologi Kelas 1

Maros sejak 3 tahun terakhir pada daerah Manipi (Tasililu) dapat dilihat pada

tabel 11 (halaman 49)

Berdasarkan data grafik curah hujan di daerah Manipi (Tasililu) gambar 10

(halaman 49), maka curah hujan tertinggi berada pada bulan Mei sampai

bulan Juli dengan rata-rata hujan 731 mm/bulan. Menurut Badan Meteorologi

dan Geofisika, (2008) bahwa curah hujan kumulatif 400 mm/bulan atau

>100mm/24jam di kategorikan lebat dan mudah untuk terjadi tanah longsor.

4.2.2 Jenis Gerakan Tanah Pada Stasiun 2

Identifikasi jenis gerakan tanah pada daerah penelitian mengacu pada

klasifikasi gerakan tanah menurut (Varnes, 1978 dalam Zakaria, 2009) di dasarkan

atas tipe gerakan, dan jenis material yang bergerak.

 Tipe gerakan

Jenis gerakan tanah pada stasiun 2 ini berupa runtuhan (fall) yakni debris fall.

dimana, besar kemiringan lerengnya adalag 600 . (Gambar 12)


56

 Jenis Material

Jenis material yang bergerak atau mengalami longsor pada stasiun ini

didominasi oleh tanah (soil) berbutir kasar yang berukuran kerikil sampai

bongkah.

Gambar 12. Sketsa jenis gerakan tanah pada stasiun 2


di gambar ke arah N 1450E

4.3 Kondisi Gerakan Tanah pada Stasiun 3

Lokasi stasiun 3 berada pada daerah Kasuarang II dengan ketinggian 665

mdpl, dengan koordinat 50 13’ 03.4” LS dan 1200 00’ 51.5” BT. Lokasi ini terletak di

sebelah Timur laut Malino yang berjarak ±44 km atau berjarak ±118 km berarah

Timur Laut dari Kota Makassar. Lokasi longsor berada pada tepi jalan poros Malino-

Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi selatan. Luas

gerakan tanah berdimensi 30 m x 10 m = 300 m2.


57

Foto 15. Kenampakan sudut lereng curam (450) yang telah mengalami
longsor pada stasiun 3 difoto pada arah N 350E.

4.3.1 Faktor penyebab gerakan tanah pada stasiun 3

Faktor Pengontrol

 Kemiringan lereng (slope)

Kemiringan lereng di lokasi ini adalah tersayat tajam/terjal, dengan

sudut lereng 450 (Foto 15). Kemiringan lereng yang terjal akan melabilkan

material pada lereng, dan cenderung menaikkan gaya geser material untuk

bergerak ke bawah.

 Kondisi Geologi

Kondisi geologi pada stasiun 3 adalah di jumpai adanya kekar pada

litologi tufa kasar (foto 18). Adapun data pengukuran kekar di lapangan

disajikan pada (tabel 13).


58

Tabel 13. Data kekar pada stasiun 3


No Strike Dip Spasi Isian Bukaan Panjang
1 330 11 2 cm - 1 cm 20 cm
2 70 24 - 1 mm 10 cm
3 315 15 - 1 mm 20 cm
4 140 14 5 cm - 1 cm 30 cm
5 130 17 3 cm - 1 cm 30 cm
6 325 21 - 1 mm 9 cm
7 65 23 - 1 mm 20 cm
8 245 27 20 cm - 1 cm 15 cm
9 75 10 - 1 mm 40 cm
10 255 20 10 cm - 1 mm 20 cm
11 100 15 - 1 mm 18 cm
12 310 9 - 1 mm 15 cm
13 135 25 2 cm - 1 cm 10 cm
14 60 32 10 cm - 1 cm 25 cm
15 240 10 10 cm - 1 cm 20 cm
16 55 7 - 1 mm 50 cm
17 270 30 - 1 mm 15 cm
18 88 25 - 1 mm 10 cm
19 255 5 - 1 mm 8 cm
20 280 8 - 1 mm 17 cm

Dari hasil pengukuran kekar di lapangan, dapat ditentukan nilai

RQD (rock quality designation) dari batuan. Dengan menggunakan rumus

RQD menurut (Hudson, 1979) : 100 (0.1 l + 1) e- 0.1 l.

Hasil perhitungan RQD pada stasiun ini adalah jumlah kekar yakni

20 kekar/meter. Berdasarkan perhitungan RQD batuan maka, nilai RQD

pada stasiun 2 ini adalah 40,60%, dengan demikian kualitas batuan pada

stasiun ini tergolong buruk.

Parameter lain yang dapat dilihat dalam pengamatan kekar di lapangan

yakni karakteristik bidang lemah pada sistem kekar seperti, spasi kekar, isian

kekar, dan bukaan kekar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:


59

- Strike; Dari hasil pengukuran kekar di stasiun 3 diperoleh data kekar yakni

strike kekar relatif searah dengan kemiringan lereng sehingga mudah

mengalami longsor.

- Spasi kekar ; Hasil pengukuran spasi kekar pada stasiun 2 yakni diperoleh

nilai (2-20)cm, jika dihubungkan pada (tabel 9 halaman 46), maka termasuk

dalam skala sangat lemah, dengan demikian kondisi batuan pada stasiun ini

dikategorikan sangat mudah terjadi longsor.

- Isian kekar; Hasil pengamatan kekar dilapangan diperoleh data kekar pada

stasiun ini tidak dijumpai adanya isian kekar, ini menunjukkan kondisi

batuannya sangat lemah sehingga mudah mengalami longsor.

- Bukaan kekar; Kekar yang memiliki bidang bukaan, batuannya lebih

lemah dibanding dengan kekar yang tidak memiliki bukaan.

Hasil pengamatan dilapangan diperoleh data kekar dijumpai adanya bukaan

kekar rata-rata bidang bukaan kekar yakni 1mm-1cm.

Foto 16. Kenampakan kekar pada stasiun 3 daerah Kasuarang II


60

Faktor geologi lain yang dijumpai di lokasi ini adalah kondisi litologi

pada tufa kasar yang telah mengalami pelapukan tinggi yang di cirikan dengan

ketebalan soil mencapai ± 10 meter. (foto 17)

Foto 17. Kenampakan litologi tufa kasar pada stasiun 3 daerah


Kasuarang II

Faktor Pemicu

 Curah Hujan

Data curah hujan yang di ambil pada Stasiun Klimatologi Kelas 1

Maros sejak 3 tahun terakhir pada daerah Manipi (Tasililu) dapat dilihat pada

tabel 11 (Halaman 49).

Berdasarkan data grafik curah hujan di daerah Manipi (Tasililu)

gambar 10 (halaman 49), maka curah hujan tertinggi berada pada bulan Mei

sampai bulan Juli dengan rata-rata hujan 731 mm/bulan. Menurut Badan
61

Meteorologi dan Geofisika, (2008) bahwa curah hujan kumulatif 400

mm/bulan atau >100mm/24jam di kategorikan lebat dan mudah untuk terjadi

tanah longsor.

 Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia yang memicu terjadinya gerakan tanah di lokasi ini

adalah pembukaan lahan pertanian pada tubuh lereng yang terjal.

4.3.2 Jenis Gerakan Tanah Pada Stasiun 3

Identifikasi jenis tanah longsor pada daerah penelitian mengacu pada

klasifikasi gerakan tanah menurut Varnes, ( 1978 dalam Zakaria, 2009) di dasarkan

atas tipe gerakan, dan jenis material yang bergerak.

 Tipe gerakan

Jenis gerakan tanah pada stasiun 3 ini berupa gelinciran (slides) yakni debris

slump. dimana, morfologi lerengnya berbentuk melengkung. (Gambar 13)

 Jenis Material

Jenis material yang bergerak atau mengalami longsor pada stasiun ini

didominasi oleh tanah (soil) berbutir kasar yang berukuran pasir sampai

kerikil.
62

Gambar 13. Sketsa jenis gerakan tanah pada stasiun 3 di


gambar ke arah N 1300E
. Hasil Pengamatan Longsor pada Poros Jalan Raya Daerah Manipi

No Stasiun Nama Daerah Kondisi Geologi Aktifitas Curah hujan Jenis longsoran
Litologi Morfologi Struktur geologi manusia
lereng
1 I Arabika Tufa Kemiringan Kedudukan batuan - Rata-rata hujan Debris Slump
kasar lereng 550 yang saerah dengan 731 mm/bulan
(persentase kemiringan lereng
kemiringan yakni N 700E/300 dan
lereng 142%) Kekar pada litologi
tufa kasar
2 II Kasuarang II Tufa Kemiringan Kekar pada litologi - Rata-rata hujan Debris fall
Kasar lereng 600 tufa kasar 731 mm/bulan
(persentase
kemiringan
lereng 173%)
3 III Kasuarang II Tufa Kemiringan Kekar pada litologi Lahan Rata-rata hujan Debris Slump
Kasar lereng 450 tufa kasar Pertanian 731 mm/bulan
(persentase
kemiringan
lereng 100%)

43

Anda mungkin juga menyukai