1
ISSN 1693-1831
Abstrak: Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan metabolik akibat defek pada sekresi insulin, aksi
insulin, atau keduanya. Jumlah penderita DM akan meningkat apabila tidak disusun strategi pencegahan
dan pengontrolan DM secara tepat. Edukasi terbukti penting dalam meningkatkan pengetahuan, kepatuhan,
dan kontrol glikemik pada pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil edukasi farmasis
terhadap tingkat pengetahuan, tingkat kepatuhan pengobatan dan diet, serta terhadap nilai A1C pasien DM
tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan
menggunakan rancangan Non-randomized Concurrent Control Trial secara prospektif. Banyaknya subyek
yang direkrut didasarkan atas waktu yaitu selama tiga bulan dan subyek diambil dengan metode consecutive
sampling. Dua kelompok penelitian yaitu kelompok intervensi yang mendapatkan edukasi selama 3 bulan
dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan edukasi. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif
menggunakan uji t independen dan berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien kelompok
kontrol dengan sendirinya mengalami kenaikan pada tingkat pengetahuan dan kepatuhan. Selain itu
pasien kelompok tersebut juga mengalami penurunan nilai A1C, namun penurunan tersebut tidak sebesar
pasien pada kelompok intervensi. Kepatuhan pasien terhadap diet tidak mengalami perbaikan baik pada
kelompok kontrol maupun intervensi. Dapat disimpulkan bahwa edukasi farmasis dapat meningkatkan
pengetahuan dan kepatuhan pengobatan, serta menurunkan nilai A1C pasien DM tipe 2.
Abstract: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disorder caused by a defect in insulin secretion or
insulin action. Number of diabetic patients will increase if strategies are not prepared for preventing and
controlling diabetes. This study aimed to evaluate the outcome of pharmacist education on the level of
knowledge, level of medication adherence and diet, as well as the A1C value of type 2 diabetic patients
in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. This research was conducted prospectively using Nonrandomized
Concurrent Control Trial. The number of subjects recruited were based on a three-months period and
subjects were taken by consecutive sampling method. There were two groups: one group received
education intervention for 3 months, and the other group as control did not receive education. Data were
analyzed descriptively and quantitatively using Independent T and T-Paired test. The results showed that
patients in the control group have developed an increase in the level of knowledge and adherence by
themself, on the other hand patients in this group showed a decrease in A1C values, but the decrease was
not as big as patients in the intervention group. Patient’s adherence to diet did not improve in either control
nor intervention group. It can be concluded that education given by pharmacist can increase knowledge
and adherence towards medication and decrease the A1C values of DM type-2 patients.
mengisi kuesioner kembali. Edukasi diberikan oleh digunakan dalam penelitian ini adalah 40 pasien, yang
farmasis sebanyak dua kali dengan durasi kurang lebih kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 20 pasien
30 menit. Edukasi diberikan dengan menggunakan kelompok kontrol dan 20 pasien kelompok intervensi.
metode dialog dan diskusi serta informasi tertulis Karakteristik pasien dalam penelitian ini disajikan
mengenai obat-obatan yang diperoleh pasien. Pasien pada Tabel 1 di bawah ini. Dari Tabel tersebut
juga diberi motivasi untuk mengatur diet sesuai dengan dapat dilihat bahwa antara pasien kelompok kontrol
petunjuk dari ahli gizi. Farmasis juga melakukan dan kelompok intervensi tidak terdapat perbedaan
monitoring terhadap kondisi pasien melalui telepon. karakteristik yang signifikan kecuali pada jenis
Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dengan pekerjaan. Pasien kelompok kontrol umumnya sudah
menggunakan program SPSS 17. Uji t independen pensiun, sedangkan kelompok intervensi umumnya
dan t berpasangan dilakukan untuk melihat perbedaan masih aktif bekerja sebagai pegawai. Tidak terdapatnya
nilai rata-rata variabel penelitian sebelum dan setelah perbedaan karakteristik yang signifikan menunjukkan
perlakuan antara pasien kelompok kontrol dengan bahwa pasien kelompok kontrol maupun kelompok
pasien kelompok intervensi. Analisis data secara intervensi memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda.
kualitatif (deskriptif) juga dilakukan dalam penelitian Pengaruh edukasi farmasis. Peran farmasis dalam
ini. memberikan edukasi adalah untuk mengukur seberapa
besar pemahaman, pengetahuan dan keterampilan
HASIL DAN PEMBAHASAN pasien untuk menjalankan regimen terapi dan rencana
monitoring. Peran pasien dalam edukasi adalah untuk
Karakteristik pasien. Jumlah total pasien DM tipe 2 patuh terhadap regimen terapi, ikut memonitor efek
yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini samping obat, aktif dalam mencari informasi dan
adalah 43 pasien, akan tetapi tiga pasien mengundurkan membagi pengalaman dalam menjalankan terapi
diri. Dengan demikian jumlah pasien DM tipe 2 yang kepada farmasis. Dari penelitian diketahui bahwa
edukasi farmasis memberikan pengaruh terhadap tentang obat lebih banyak daripada jumlah pasien yang
tingkat pengetahuan, kepatuhan, dan kadar A1C pada jawabannya “tahu semua” tentang obat yang mereka
pasien. Glikohemoglobin atau A1C memberikan peroleh sehingga mengindikasikan bahwa secara umum
gambaran rata-rata gula darah selama periode pengetahuan pasien mengenai obat masih rendah.
waktu enam sampai dua belas minggu ke belakang. Sesudah tiga bulan, jumlah pasien kelompok kontrol
Pengetahuan pasien yang diperoleh dalam penelitian yang jawabannya “tahu semua” tentang obat mengalami
ini berupa pengetahuan mengenai penggunaan obat peningkatan, terutama mengenai waktu minum obat,
secara praktis yang diukur menggunakan kuesioner dosis obat dan nama obat yang diperoleh. Sedangkan
Medication Knowledge Survey (MKS). Kuesioner ini jumlah pasien kelompok intervensi yang jawabannya
menggali informasi dari pasien mengenai nama obat, “tahu semua” tentang obat (setelah mendapatkan
alasan penggunaan obat, dosis obat, waktu minum edukasi) mengalami peningkatan yang lebih besar
obat, efek positif dan efek negatif dari obat dan tempat daripada kelompok kontrol, terutama mengenai waktu
penyimpanan obat. minum obat, alasan penggunaan obat, nama obat dan
Pengetahuan pasien mengenai obat secara praktis dosis obat yang diperoleh. Hasil ini menunjukkan
sangatlah penting untuk diketahui. Walaupun telah bahwa edukasi farmasis dapat meningkatkan jumlah
dijelaskan oleh tenaga kesehatan, akan tetapi pada pasien yang jawabannya “tahu semua” tentang obat.
kenyataannya secara praktis pengetahuan pasien Beberapa penyebab mengenai ketidaktahuan
berbeda-beda tergantung pada bagaimana pasien pasien terhadap obat-obatan yang mereka peroleh
menyerap informasi yang diperoleh. Sedangkan adalah tidak diketahuinya nama obat yang disebabkan
kepatuhan pasien diukur dengan menggunakan karena kesulitan pasien untuk menghafalkan nama obat
Modified Morisky Scale (MMS). Data hasil pengukuran tersebut, jumlah obat yang diperoleh pasien cukup
pengetahuan pasien mengenai obat dengan MKS banyak dan nama dagang obat yang sering berubah-
disajikan pada Tabel 2. ubah walaupun sebenarnya isinya sama. Banyak pasien
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada keadaan awal tidak mengetahui alasan kenapa mendapatkan obat. Hal
penelitian, jumlah pasien kelompok kontrol maupun ini disebabkan setelah diperiksa oleh dokter, pasien
kelompok intervensi yang jawabannya “tahu sebagian” tidak bertanya mengenai alasan mendapatkan obat
Tabel 2. Persentase pasien kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang memiliki pengetahuan tentang obat pada awal
penelitian dan sesudah tiga bulan.
dan manfaatnya dan ketika mengambil obat di apotek, kolesterol. Pasien diminta untuk mengisi catatan harian
pasien hanya diberi penjelasan mengenai aturan pakai. mengenai apa yang dikonsumsi setiap hari selama satu
Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian minggu karena diharapkan informasi yang diperoleh
besar pasien mengkonsumsi obat dan menyuntikkan ini dapat mencerminkan bagaimana pola makan pasien
insulin setelah makan. Obat diabetes memiliki onset selama satu bulan. Kuesioner MMS dan catatan harian
kerja, puncak kerja dan durasi kerja yang berbeda-beda. diisi tiap bulan selama 3 bulan. Rerata kepatuhan
Ada obat diabetes oral yang harus dikonsumsi sebelum, pasien disajikan pada Tabel 3.
setelah ataupun saat makan. Hal ini akan berpengaruh Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah tiga bulan,
terhadap efektivitas kerja obat. Misalnya sulfonilurea pasien kelompok kontrol maupun kelompok intervensi
golongan I & II (tolbutamid, glipizid, glikuidon, mengalami perbaikan pada tingkat kepatuhan.
kecuali glibenklamid) yang harus dikonsumsi 15-30 Signifikansi perbedaan rerata kepatuhan pengobatan
menit sebelum makan karena absorpsi obat terjadi pada diuji dengan metode uji t independen dan uji t
sistem peptik sehingga, dengan adanya makanan akan berpasangan. Hasil uji t independen menunjukkan
menunda absorpsi obat tersebut. Begitu pula dengan bahwa pada keadaan awal penelitian tidak terdapat
insulin, ada insulin yang harus digunakan sebelum perbedaan rerata yang signifikan antara kepatuhan
makan atau 15-30 setelah makan, tergantung pada pengobatan pasien kelompok intervensi dan kelompok
cara kerja insulin. kontrol (Sig. 0,508), namun sesudah tiga bulan, antara
Pasien kelompok kontrol dan kelompok intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol memiliki
mengetahui sedikit mengenai efek positif obat (efek perbedaan yang signifikan pada rerata kepatuhan
obat yang menguntungkan) dan efek negatif obat (efek pengobatan (Sig. 0,000). Perbedaan ini menunjukkan
samping obat yang merugikan). Efek positif maupun bahwa edukasi farmasis memberikan pengaruh
efek negatif dari obat-obatan ini sebenarnya sangat terhadap kepatuhan pasien.
penting untuk diketahui oleh pasien. Obat antidiabetes Hasil uji t berpasangan menunjukkan adanya
seperti metformin selain dapat menurunkan gula darah, perbedaan rerata kepatuhan yang signifikan, baik
dapat juga menurunkan trigliserida dan kolesterol total pada pasien kelompok intervensi (Sig. 0,000) maupun
sehingga akan sangat merugikan apabila pasien tidak kelompok kontrol (Sig. 0,001) pada awal dan sesudah
mengetahui efek samping ini, terutama bagi pasien tiga bulan. Kepatuhan pasien dalam kelompok kontrol
yang kadar trigliserida/kolesterolnya tinggi dan tidak mengalami perbaikan diduga karena kesadaran
patuh dalam menggunakan obat. Sebesar 70% pasien pasien meningkat akibat keterlibatan mereka di
yang mendapatkan akarbose pasti mengalami efek dalam penelitian yang sedang dilakukan. Edukasi
samping seperti diare, mual, dan flatulen. Apabila farmasis pada kelompok intervensi ditunjukkan dapat
pasien tidak mengetahui efek samping obat maka meningkatkan kepatuhan dengan persentase yang jauh
kemungkinan pasien akan berhenti menggunakan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini
obat apabila efek samping tersebut muncul, terutama sesuai dengan pernyataan Chumney & Robinson(11)
jika efek samping tersebut mengganggu kenyamanan bahwa intervensi farmasis berupa edukasi dan follow
pasien dalam beraktivitas. up dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan.
Selain mengukur pengetahuan pasien mengenai Walaupun tingkat kepatuhan pasien pada kelompok
pengobatan yang diperoleh, pasien juga diakses kontrol maupun kelompok intervensi mengalami
kepatuhannya dalam menggunakan obat dan dalam perbaikan, namun nilai kepatuhan 100% belum
mengkonsumsi makanan. Kepatuhan menggunakan tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
obat diukur dengan MMS sedangkan kepatuhan diet pasien yang tidak patuh. Ketidakpatuhan pasien
diperoleh dengan bantuan ahli gizi yang menghitung terhadap pengobatan disebabkan oleh berbagai hal.
persentase konsumsi protein, lemak, karbohidrat dan Pada Tabel 4 dapat dilihat berbagai alasan tersebut.
Tabel 3. Rerata kepatuhan pengobatan dan diet pasien kelompok intervensi dan kontrol sebelum dan sesudah tiga bulan.
Kepatuhan diet:
14,04%
a. Konsumsi protein 13,40% 13,48% 14,46%
28,07%
b. Konsumsi karbohidrat 28,23% 28,38% 29,54%
57,86%
c. Konsumsi lemak 58,41% 58,15% 56,03%
302 mg
d. Konsumsi kolesterol 176,74mg 170,09 mg 184,51 mg
50 KEBAN ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia
kelompok intervensi tampak bahwa jumlah lemak pilihan makanan yang tepat telah diperoleh pasien
yang dikonsumsi melebihi batas maksimal yang pada saat awal terdiagnosis penyakit diabetes, namun
diperbolehkan yaitu 20%. Hal ini berarti bahwa demikian ternyata hasilnya tidak terlihat. Ini berarti
pasien pada kedua kelompok tidak patuh dalam bahwa memberikan motivasi saja tidak cukup untuk
mengkonsumsi lemak. merubah pola makan pasien, tetapi pasien juga perlu
Sesudah tiga bulan, perbandingan komposisi mendapatkan edukasi lanjutan mengenai makanan dan
makanan yang dikonsumsi pasien kelompok kontrol diet oleh ahli gizi. Pengaruh edukasi terhadap kadar
dan kelompok intervensi juga hampir sama dengan A1C disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.
keadaan sebelumnya, kecuali untuk kolesterol. Hal Pada awal penelitian rerata A1C pasien paling
ini menunjukkan bahwa pola makan pasien kedua rendah terdapat pada kelompok kontrol, dan paling
kelompok ini masih sama (kecuali kolesterol). Setelah tinggi terdapat pada kelompok intervensi. Sesudah
mendapatkan edukasi, pasien kelompok intervensi tiga bulan, rerata A1C pasien kelompok intervensi
menjadi patuh dalam mengkonsumsi kolesterol, di berubah menjadi paling rendah dan kelompok
mana sebelumnya pasien mengkonsumsi kolesterol kontrol menjadi paling tinggi. Hal ini menunjukkan
dalam jumlah yang sedikit berlebihan. Dalam bahwa setelah mendapatkan edukasi farmasis, pasien
mengkonsumsi lemak, pasien kelompok kontrol kelompok intervensi mengalami penurunan nilai A1C
maupun kelompok intervensi masih tetap tidak patuh. dibandingkan keadaan sebelumnya.
Pasien kelompok kontrol maupun kelompok Uji t independen menunjukkan bahwa pada
intervensi ketika diwawancara mengenai pola keadaan awal antara kelompok kontrol dan kelompok
makannya, mengakui bahwa tidak membatasi intervensi tidak terdapat perbedaan rerata A1C yang
jenis makanan yang dikonsumsi, melainkan hanya signifikan, yang menunjukkan bahwa pasien memiliki
membatasi jumlahnya. Pasien sulit untuk merubah pola rerata nilai A1C yang tidak jauh berbeda. Sesudah tiga
makan karena sudah bertahun-tahun pasien memiliki bulan, perbedaan rerata nilai A1C antara kelompok
pola makan yang seperti ini. Selain itu terdapat banyak kontrol dan kelompok intervensi juga memberikan
tantangan dalam diet yang tidak dapat di atasi pasien hasil yang tidak signifikan, yang berarti bahwa dengan
seperti acara di luar rumah yang menyebabkan pasien berjalannya waktu, nilai A1C pasien pada kelompok
sulit untuk mengatur makan. Hal ini sesuai dengan kontrol maupun kelompok intervensi mengalami
pendapat Yannakoulia(14) yang mengatakan bahwa perubahan yang sama atau hampir sama.
pasien seringkali menghadapi tantangan dalam diet, Uji t berpasangan menunjukkan terjadinya
sehingga pasien tidak dapat menjaga dan mengontrol perbedaan yang signifikan pada nilai rerata A1C pada
pola makannya. Tantangan tersebut adalah kebiasaan kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa selama 3 bulan,
makan di luar (jajan), adanya kegiatan atau acara di pasien kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
luar rumah (rapat, pernikahan), penyangkalan pasien perlakuan (edukasi) mengalami penurunan nilai A1C.
terhadap kondisi kesehatannya (penyakit), kurangnya Perubahan nilai A1C diperkirakan terjadi karena
pemahaman pasien mengenai diet dan penyakit, pasien mendapatkan terapi insulin tunggal maupun
informasi yang salah mengenai diet dan penyakit, dan kombinasi dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
kurangnya dukungan sosial dari teman dan keluarga. yang dapat menurunkan nilai A1C lebih cepat daripada
Farmasis tidak memberikan edukasi mengenai OHO tunggal.
nutrisi kepada pasien kelompok intervensi selama Kelompok intervensi juga menunjukkan terjadinya
tiga bulan. Farmasis hanya memberikan informasi perbedaan yang signifikan pada nilai rerata A1C. Jadi
mengenai pengaruh makanan terhadap gula darah pasien kelompok kontrol dan kelompok intervensi
dan memberikan dukungan untuk meningkatkan sama-sama memiliki perbedaan rerata nilai A1C
motivasi pasien dan kesadaran mengenai pentingnya (pada keadaan awal dan sesudah tiga bulan) yang
mengatur diet dan pola makan. Pengetahuan mengenai signifikan. Namun demikian, bila dilihat nilai
Tabel 5. Rerata dan hasil uji t independen dan berpasangan A1C pasien kelompok kontrol dan intervensi
pada awal penelitian dan sesudah tiga bulan.
Rerata (%) Uji t independen Uji t berpasangan
Variabel Kelompok
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum & sesudah
Kontrol 9,89±2,43 8,72±2,26 - - 0,046
signifikansinya ternyata kelompok intervensi memiliki Diabetes UK. Diabetic Medicine Journal. 2000.17:
nilai signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan 528-31.
kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa kelompok 6. American Pharmacist Association. Principles of practice
intervensi yang mendapatkan edukasi mengalami for pharmaceutical care. 2012. Diambil dari http://www.
penurunan nilai A1C yang lebih besar dibandingkan pharmacist.com/principles-practice-pharmaceutical-
care. Diakses ulang tanggal 1 April 2013.
kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan penemuan
7. Ragucci KR. Effectiveness of pharmacist-administered
Jenhani et al.(10) yang menyatakan bahwa edukasi
diabetes mellitus education and management services.
farmasis dapat meningkatkan kontrol glikemik (A1C) Pharmacotherapy. 2005.25(12):1809-1816.
pada pasien yang mendapatkan terapi insulin. 8. Rantucci MJ. Pharmacists talking with patients : A
guide to patient counseling. 2nd Ed. Maryland: Williams
SIMPULAN & Wilkins; 2007. 14-21.
9. Noris SL, Nichols PJ, Casperson CJ, Glasglow RE,
Evaluasi hasil edukasi farmasis menyimpulkan Engelgau MM, Jack L, Snyder SR, Carande-Kullis VG,
bahwa edukasi dapat meningkatkan pengetahuan dan Isham G, Garfield S, Briss P, McCulloch D. Increasing
kepatuhan serta menurunkan nilai A1C pasien DM diabetes self-management education in community
settings. American Journal of Preventive Medicine.
tipe 2 di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.
2002. 22(45):39.
10. Jenhani M, Gaha K, Nabouli R, Gheidra A, Abdelaiz
DAFTAR PUSTAKA AB. Effectiveness of patient education on glycemic
control in insulin treated patients in general practice.
1. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas: The Diabetes and Metabolisme. 2005.31(4):376-381.
global burden. 2012. Diambil dari http://www.idf.org/ 11. Chumney EC, Robinson LC. The effects of pharmacist
diabetesatlas/5e/the-global-burden. Diakses ulang interventions on patients with polypharmacy. Pharmacy
tanggal 1 April 2013. Practice. 2006.4(3):103-109.
2. American Pharmaceutical Association. APhA special 12. Krueger KP, Berger BA, Felkey B. Theories used in
report- A continuing education program for pharmacists: adherence research and practice. Medication adherence
New approaches to insulin therapy for diabetes. 2001. and persistence. In: National Quality Forum. Improving
Diambil dari http://www.aphanet.org. Diakses tanggal Use of Prescription Medications: A National Action
10 Desember 2008. Plan. Washington DC: National Quality Forum
3. Panja S, Starr B, Colleren KM. Patient knowledge D-A1-A8; 2005.
improves glycemic control: Is it time to go back to the 13. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus
classroom? Journal of Investigation Medicine. 2005. pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
5(5):264-6. Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2011. 15-18.
4. Uddin I, Ahmad TJ, Kurkuman RA, Iftikhar R. Diabetes 14. Yannakoulia M. Eating behavior among type 2 diabetic
education: It’s effects on glycemic control. Annals of patients: A poorly recognized aspect in a poorly
Saudi Medicine. 2001.21:1200-20. controlled disease. The Review of Diabetic Study.
5. Browne DL, Averyt L, Turner C, Kerr D, Cavan DA. 2006. 3(1):11-16.
What do patients with diabetes know about their tablets.