Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat. Potret kondisi masyarakat tercermin dari keadaan yang
muncul dari keluarga. Semakin baik kondisi keluarga semakin baik juga masyarakatnya.
Awal mula manusia berinteraksi dan bersosialisasi adalah dari rumah. Dari rumahlah diajarkan segala
aturan, hak dan juga kewajiban setiap individu. Segala proses pendidikan juga berawal dari sini. Tidaklah
mengherankan bila keluarga memegang peranan penting dalam pondasi masyarakat.
Permasalahan sosial yang terjadi pada saat ini salah satu penyebabnya adalah akibat merenggang dan
hancurnya sistem dalam keluarga baik sistem nilai maupun sistem aturan hak dan kewajiban.
Mengetahui hak dan kewajiban di dalam keluarga merupakan bagian dari realisasi keimanan dan adab
kita sebagai seorang muslim. Perhatian yang besar ini merupakan aplikasi dari nilai-nilai Islam yang telah
kita serap dan kita pahami bersama. Dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing di
dalam rumah, pertikaian dan ketidakharmonisan akan hilang dengan sendirinya.
Hak kerabat dan sanak saudara merupakan hal yang ditegaskan secara tegas oleh Rasulullah SAW.
Sabdanya: “Berbuat baiklah kepada ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu,
kemudian orang yang paling dekat denganmu kemudian seterusnya.” (HR. Nasa’i, Ahmad dan Al Hakim)
Rasulullah SAW bersabda: “Allah berfirman Aku adalah Tuhan Yang maha Rahman dan ini adalah rahim
(sanak keluarga), Aku ambilkan namanya dari nama-Ku; Barang siapa yang menyambungnya maka Aku
pasti menyambungnya dan barang siapa memutuskannya maka Aku akan menghancurkannya”. (Hadits
qudsi, HR. Bukhari Muslim)
Ditanyakan kepada Rasulullah SAW: “Siapakah orang yang paling utama?” Nabi SAW bersabda, “Orang
yang paling bertaqwa kepada Allah, paling banyak menyambung kerabatnya, paling banyak
memerintahkan yang ma’ruf dan paling banyak mencegah yang munkar” (HR. Ahmad dan Thabrani).
1). Mendapat nama yang baik dan mengaqiqahkannya. Untuk perempuan satu ekor kambing dan untuk
laki-laki dua ekor kambing.
Dalil hadits: “Setiap bayi tergadaikan oleh aqiqahnya, disembelihkan kambing untuknya pada hari ke
tujuh dan dicukur rambutnya.” (HR. Muslim)
2). Bersikap lemah lembut dan sayang pada anak, tidak berbeda apakah itu anak perempuan ataupun
anak laki-laki.
Dalil hadits: Aqra bin Habis melihat melihat Rasulullah SAW mencium cucunya Hasan, lalu Aqra berkata:
“Sesungguhnya aku punya sepuluh anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun diantara
mereka” Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.” (HR.
Bukhari)
5). Dipisahkan ruang tidur anak laki-laki dengan anak perempuan bila sudah beranjak besar (Aqil Baligh).
Bagi sesama anak yang lebih tua menyayangi yang lebih muda dan yang lebih muda menghormati yang
lebih tua. Saling menolong diantara mereka. Menjaga aib saudaranya dan juga menasihatinya bila
melakukan kekhilafan.
1). Dikunjungi/silaturahim
Dalil hadits: “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya maka hendaklah dia takut
kepada Allah dan bersilaturahim kepada kerabat.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)
2). Selamat dari tangan dan lisannya. Maksudnya adalah tidak digunjingkan dan dianiaya.
3). Bersedekah/memberi hadiah
“Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memutuskan kekerabatan.” (HR. Ahmad,
Thabrani dan Baihaqi)
2. Hak terhadap tetangga
Selama ini, banyak yang belum mengetahui ternyata tetangga juga memiliki hak yang harus ditunaikan.
Ketidak tahuan ini membuat kehidupan bertetangga sering berjalan kurang harmonis. Dengan
mengetahui hak tetangga, keharmonisan masyarakat terwujud sehingga tercipta lingkungan yang
nyaman, tenteram, dan terhindar dari musibah.
2. Menjawab panggilannya
Jangan melengos atau pura-pura tidak tahu ketika bertemu tetangga karena akan mendatangkan
permusuhan. Sapalah lebih dulu untuk menunjukkan keramahan kita.
Di dalam Islam, guru merupakan orang berilmu yang harus benar-benar dihormati selagi apa yang
disampaikannya merupakan kebenaran dan sesuai dengan yang Rasulullah ajarkan. Karena darinya, kita
dapat memperoleh ilmu yang tak terbatas. Dulu bahkan, demi memperoleh sepotong hadits atau mencari
ilmu lain, orang-orang rela melakukan perjalanan jauh demi dapat duduk di majlis ilmu dan mendengarkan
apa yang disampaikan oleh gurunya. Berbeda dengan sekarang yang dapat dengan dalam menuntut ilmu.
Inilah adab-adab terhadap guru yang perlu kita terapkan ketika menuntut ilmu:
Balaslah kebaikan dengan kebaikan pula. Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk membalas kebaikan
guru adalah dengan mendoakannya. Jika bukan karena ilmu yang disampaikan oleh guru, mungkin kita
masih dalam keadaan bodoh dan tidak tahu banyak hal.
Rasulullah bersabda: “Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang
setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah
mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.” (HR Bukhari)
Bagaimana rasanya ketika kita sedang berdiri menyampaikan sesuatu namun orang yang kita ajak
berbicara malah mengobrol sendiri? Tidak enak bukan? Pun begitu dengan guru. Ketika mereka sedang
menyampaikan sesuatu, maka dengarkanlah dengan seksama.
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun
dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Guru juga memiliki hak-hak dalam mengajar, maka hargailah hak guru tersebut.“Bukanlah termasuk
golongan kami, orang yang tidak menghormati orang yang tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak
mengerti hak ulama kami.” (HR. Al-Bazzar 2718, Ahmad 5/323, lafadz milik Al-Bazzar. Dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117)
4). Merendahkan diri di hadapan guru
Rendah dirilah di hadapan guru, sebab orang yang sombong biasanya akan sulit menerima apa yang
disampaikan oleh orang lain.
Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah dirinya
kepada seorang guru adalah kemuliaan, dan tunduknya adalah kebanggaan.” (Tadzkirah Sami’ hal. 88)
Di dalam majlis ilmu, lakukan segala sesuatunya dengan baik. Misalkan ingin bertanya, maka memohonlah
ijin dengan sopan dan tidak menyelanya ketika berbicara.
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang
terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan
mendengarkannya.”
Guru juga memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang dengan lemah lembut, juga ada guru yang
memiliki cara mengajar yang keras. Ketika sudah berniat untuk menuntut ilmu, maka sudah seharusnya
kita bersabar dalam berjuang di dalamnya, termasuk bersabar terhadap guru kita. Jangan malah marah
atau malas karena tidak ingin bertemu dengan guru yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan, “Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Kewajiban menuntut ilmu tidak akan berhenti sampai kita mati. Maka pahamilah bagaimana adab yang
seharusnya dilakukan terhadap guru. Agar ilmu yang kita peroleh menjadi berkah dan bermanfaat. (SH/RI)
Ingatlah wahai saudaraku -semoga Allah menunujuki kita untuk taat kepada-Nya-, bahwa tujuan kita
bersahabat adalah senantiasa untuk mengaharap ridho Allah Ta’ala. Dan janganlah sekali-kali
persahabatan tersebut dijadikan untuk mendapatkan kepentingan dunia semata.
Persahabatan yang dilandaskan saling cinta karena Allah itulah yang akan mendapatkan manisnya iman,
sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Ada tiga perkara yang
apabila seseorang memilikinya akan mendapatkan manisnya iman, yaitu Allah dan Rosul-Nya lebih dia
cintai daripada selain keduanya, dia mencintai seseorang tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah,
dan dia tidak suka kembali kepada kekufuran setelah Allah membebaskan darinya sebagaimana ia tidak
suka dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari)
Di samping itu, persahabatan seperti inilah yang akan kekal hingga hari kiamat nanti, sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Teman-teman akrab pada hari (kiamat) nanti sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”(QS. Az Zukhruf : 67).
Imam Ibnu Katsir rohimahulloh mengatakan bahwa setiap persahabatan yang dilandasi cinta karena selain
Allah, maka pada hari kiamat nanti akan kembali dalam keadaan saling bermusuhan. Kecuali
persahabatannya dilandasi cinta karena Allah ‘azza wa jalla, inilah yang kekal selamanya. (Tafsir Ibnu
Katsir)
Maka perhatikanlah wahai saudaraku, sudah benarkah niat kita dalam bersahabat?! Apakah persahabatan
tersebut hanya untuk menyelesaikan urusan duniawi semata?!! Setelah urusan tersebut selesai, kita
meninggalkan sahabat kita!! Ingatlah, persahabatan yang benar adalah persahabatan yang dilandasi cinta
karena Allah, yaitu seseorang mencintai sahabatnya karena tauhid yang dia miliki, pengagungan dia
kepada Allah, dan semangatnya dalam mengikuti sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Di antara hak terhadap sesama yang dianjurkan adalah mendahulukan sahabatnya dalam segala
keperluan (baca : itsar) dan perbuatan ini dianjurkan (mustahab).
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala yang artinya,”Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin),
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan” (QS. Al Hasyr : 9).
Kaum Anshor yang terlebih dahulu menempati kota Madinah, mereka mendahulukan saudara mereka
dari kaum Muhajirin dalam segala keperluan, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Sungguh sangat menakjubkan, seorang sahabat Anshor yang memiliki dua istri ingin menceraikan salah
satu istrinya. Kemudian setelah masa ‘iddahnya berakhir dia ingin menikahkannya dengan sahabatnya
dari kaum muhajirin. Adakah bentuk itsar yang lebih daripada ini?!! (Aysarut Tafaasir, Syaikh Abu Bakr
Jabir Al Jazairi)
Perbuatan itsar ini hanya berlaku untuk urusan duniawi (seperti mendahulukan saudara kita dalam makan
dan minum). Sedangkan dalam masalah ketaatan (perkara ibadah), perbuatan ini terlarang. Karena
maksud dari ibadah adalah pengagungan kepada Allah Ta’ala. Maka barangsiapa yang mendahulukan
saudaranya dalam hal ini, berarti dia telah meninggalkan pengagungan terhadap Allah Ta’ala yang dia
sembah. Oleh karena itu, kita tidak diperbolehkan mendahulukan saudara kita (itsar) untuk menempati
shaf pertama dalam sholat berjama’ah, sedangkan kita di shaf belakang. (Lihat Al Wajiz fii Iidhohi Qowa’id
Al Fiqhi Al Kulliyati)
Misalnya ada saudara kita yang membutuhkan bantuan pinjaman uang. Maka berusahalah untuk
menolongnya dengan memberi pinjaman hutang padanya. Karena pemberian hutang yang pertama kali
merupakan kebaikan. Sedangkan pemberian hutang kedua kalinya adalah sedekah. Sebagaimana dalam
hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Barangsiapa
yang memberi hutang kepada saudaranya kedua kalinya, maka dia seperti bersedekah padanya.”
Di antara bentuk menjaga kehormatan saudara kita adalah menjaga rahasianya yang khusus diceritakan
pada kita. Rahasia tersebut adalah amanah dan kita diperintahkan oleh Allah untuk selalu menjaga
amanah. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Apabila seseorang
membicarakan sesuatu padamu, kemudian dia menoleh kanan kiri, maka itu adalah amanah.“ (HR.
Abu Daud dalam sunannya). Perbuatan seperti ini saja dilarang, apalagi jika sahabatmu tersebut
memintamu untuk tidak menceritakannya pada orang lain. Maka yang demikian jelas lebih terlarang.
(Huququl Ukhuwah, Syaikh Sholeh Alu Syaikh).
Semoga dengan mengamalkan hak-hak ini, kita akan menjadi orang-orang yang akan mendapatkan
naungan Allah di akherat kelak, di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
Akhlaq yang di perintahkan oleh Islam dalam menghormati seseorang yang lebih tua adalah,
1). Penghormatan
Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bukanlah dari kami siapa yang tidak menghormati
yang tua, dan tidak menyanyangi yang muda” .(Hr. Tirmdizi).
Di dalam hadist ini terdapat kalimat yang besar maknanya dimana orang tua harus di hormati dan
disayangi, karena menghormati orang yang lebih tua adalah hak mereka . Dan penghormatan yang lebih
muda terhadap yang lebih tua adalah akhlak yang paling di tekankan dalam hal ini.
2). Memuliakan
Nabi Shallahu alai wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk dalam penganggungan terhadap Allah
adalah memuliakan seorang muslim yang telah tua”. (HR. Abu Dawud, di hasankan oleh Sheikh Al Albani)
Kata “memuliakan” disini maknanya adalah berbicara dengan baik dan sopan kepadanya, juga
memperlembut muamalah terhadapnya, dan akhlak akhlak baik lainnya yang patut di berikan kepada yang
lebih tua.
3). Memulai mengucapkan salam kepadanya
Rasulullah bersabda,
الكبي عىل الصغي يسلم، الماش عىل الراكب و. البخاري رواه
“Yang lebih kecil memberikan salam kepada yang lebih tua, dan orang yang memakai kendaraan
memberikan salam kepada yang berjalan kaki”. (HR. Bukhari).
Maka jika kamu bertemu seorang yang lebih tua darimu maka janganlah menunggu mereka memberi
salam kepadamu, justru yang lebih muda harus segera memberikan salam kepadanya dengan penuh
penghormatan, adab yang baik, serta kelembutan.
Juga seorang yang lebih muda harus bisa melihat kondisi seseorang yang lebih tua darinya, jika orangtua
ini mempunyai pendengaran yang baik maka ucapkanlah salam dengan suara yang dapat dia dengar tanpa
menganggunya, dan jika orangtua tersebut telah lemah pendengarannya maka seseorang yang lebih
muda harus memberikan salam sesuai dengan kondisi orang tua tersebut.
4). Jika engkau berbicara kepadanya maka panggilah dengan panggilan yang lembut.
Panggilah orang yang lebih tua darimu dengan sebut sebutan yang sopan, seperti Paman, Kakak, Abang
atau yang semisalnya, dalam rangka penghormatan terhadap mereka.
Di riwayatkan dari Abi Umamah bin Sahl, dia berkata, “ Kami pernah sholat dzuhur bersama Umar bin
Abdul Aziz kemudian kami keluar, kemudian kami masuk lagi kedalam masjid,lalu kami melihat Anas bin
Malik sedang sholat asar, maka aku berkata, “ Wahai Paman, Shlolat apa yang kau kerjakan?”, dia berkata,
“ Sholat Asar, dan ini adalah sholatnya Rasulullah yang dulu kami sholat bersamanya”. (HR. Bukhari)
Di riwayatkan dari jalan Abdurahman bin Auf, dia berkata, “ Aku pernah berdiri di barisan pada saat perang
badr, kemudian aku melihat sebelah ke kanan dan kiriku, aku mendapati ada dua orang anak kecil dari
kaum Ansor, Mereka masih sangat muda, dan aku berharap bisa lebih kuat dari mereka, lalu satu dari
mereka memanggilku, “ Wahai Paman, apakah engkau tahu yang mana Abu Jahl?”, Aku berkata, “iya, aku
tahu apa yang kau inginkan darinya?”, anak itu berkata, “Aku di kabarkan bahwa dia menghina Rasulullah,
Aku bersumpah dengan Dzat yang jiwa aku ada ditanganNya, jika aku bertemu dengannya maka aku tidak
akan melepaskannya samapai ada di salah satu dari kami yang mati dahulu”. (HR. Bukhari)
Dari dua hadist diatas, kita dapatkan bahwa yang lebih muda memanggil orang yang lebih tua darinya
dengan sebutan yang baik dan sopan.
5). Mendahuluinya di segala hal yang baik
Termasuk akhlaq yang baik adalah mendahulukan orangtua dalam berbicara, memberikan tempat
kepadanya di dalam majelis, mendahulukan memberi makan kepada orangtua, dan ini termasuk hak hak
mereka.
Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitabnya, bahwasanya Abdurahman bin Sahl serta
Muhiyisoh dan Huwayisoh pergi menemui Nabi Shallahu Alaihi wa sallam, kemudian setelah sampai ke
pada Nabi, berbicaralah yang paling muda diantara mereka yaitu Abdurahman bin Sahl, , maka Nabi
Muhammad Shallahu Alahi wa Sallam memotong perkataanya seraya berkata, “yang tua dulu yang
berbicara”, maksudnya adalah Muhiyisoh dan Huwayisoh.
6). Merawatnya
Sudah kita ketahui bahwa seseorang yang telah tua, maka akan lemah badannya, akan lemah
penglihatannya serta pendengarannya dan lain lain. Oleh sebab itu kita harus selalu benar benar merawat
mereka, karena kelak kitapun akan berada di masa yang mereka rasakan sekarang.
Allah berfirman,
يم َو هه َو َي َش هاء َما َيخ ُل هق َو َشي َبة َضعفا هقوة َبعد من َج َع َل هثم هقوة َضعف َبعد من َج َع َل هثم َضعف من َخ َل َق ُكم ّالذي ّ ه
َلل الروم( ْال َقدير ْال َعل ه:54)
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
(QS. Ar- Rum 54)
Juga Allah berfirman,
Dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya
sampai pikun. (QS. Al Haj:5)
Dari ayat tadi kita dapatkan bahwa merupakan hak orangtua atas yang lebih muda adalah mengetahui
tentang kesehatannya, kemudian merawatnya. Bahkan sebagian orangtua karena badannya yang
melemah, serta kemampuan otaknya pun menurun akhirnya menjadikan dia seperti anak yang masih
kecil.
Maka jika seseorang tidak mengetahui tentang masalah kesehatan dan lemahnya seseorang yang telah
tua maka dia akan tidak sabar dalam mengurusnya, akan buruk muamalahnya, dikarena dia tidak
merasakan apa yang dialami seorang yang telah menua. Lain halnya jika seseorang merasakan atau
membayangkan dirinya seperti orangtua yang lemah, serta mengetahui bahwa merawatnya adalah hak
mereka atas kita, maka diapun akan mengurusnya dengan sebaik baiknya.
Dan juga yang menjadi perhatian,adalah seorang anak yang awalnya selalu berbuat baik kepada orangtua
serta menjaganya kemudian berubah menjadi buruk muamalahnya, tak sabar menjaga orangtuanya,
bahkan sampai mengirim orangtuanya ke panti jompo, bahkan mungkin sampai tidak
menjenguknya walaupun sekali, walaupun di hari hari lebaran.
Jika anak ini di tanya apakah dia ingin diperlakukan seperti itu oleh anaknya pada saat dia tua nanti, tentu
jawabannya tidak, tidak ada manusia yang ridho diperlakukan seperti itu.
Rasulullah bersabda,
َ َ َ َ َ ْ ََْْ ه ه ه ْ َ ْ َْ َ ّ َ ه َ َ ه
الل هيؤ ِم هن َوه َو َم ِنيته فلتأ ِت ِه ال َجنة َو هيدخ َل النار َعن هي َزح َز َح أن أ َحب ف َمن
ِ ِإلي ِه يؤت أن ي ِحب ال ِذي الناس ِإل خ ِآلرول َيأ ِت ا وال َيو ِم ِب
“Barang siapa ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah saat kematian
mendatanginya ia dalam keadaan beriman kepada Allahl dan hari akhir, hendaknya pula dia mempergauli
manusia dengan sikap yang dia senang untuk diperlakukan terhadap dirinya.” (HR. Muslim)
7). Mendoakannya
Mendokan orang tua, untuk dipanjangkan umurnya dalam ketaatan kepada Allah, juga doakan mereka di
beri taufiq dalam beramal sholih, serta senantiasa dalam naungan Allah, juga meminta kepada Allah agar
mereka dipakaikan pakain kesehatan, diberikan husnul khotimah, dan dijadikan golongan orang yang
berada di dalam hadist Nabi ,
“Sebaik baiknya manusia adalah yang panjang umurnya serta baik amalnya” (HR. Ahmad)
Diceritakan bahwa Sulaiman bin Abdul Malik menemui orang tua yang ada di dalam masjid, kemudian
bertanya kepadanya, “Wahai Fulan, sekarang kau sudah tua, apakah kau ingin mati saja?, Orang tua itu
menjawab, “Tidak”, Kenapa? Tanya Sulaiman. “Telah pergi masa mudaku dan keburukan di dalamnya, dan
datang masa tua dan kebaikannya, aku jika ingin bangun dari tempat dudukku, aku berkata Bismillah, jika
aku duduk aku katakan Alhamdulillah, maka aku lebih suka keadaan seperti ini”.
Orang tua ini lebih ingin kehidupannya berlangsung seperti masa tuanya yang di penuhi dzikir dan syukur,
dari pada masa muda yang banyak akan syahwat dan buang buang waktu.
Sumber :
https://materitarbiyah.wordpress.com/2008/02/01/hak-dan-kewajiban-dalam-keluarga/
https://satujam.com/10-hak-tetangga-yang-wajib-kita-ketahui/
https://izi.or.id/adab-terhadap-guru/
https://remajaislam.com/57-hak-sesama-sahabat.html
https://medicalzone.org/akhlak-terhadap-orang-yang-lebih-tua/