Anda di halaman 1dari 31

IMPLEMENTASI MANAJEMEN KONSTRUKSI PADA

PROYEK KONSTRUKSI DRAINASE

PEMBANGUNAN PROYEK DRAINASE


LINGKUNGAN BR. BALER BALE AGUNG,
KABUPATEN JEMBRANA

OLEH:

ACHMAD SYELLO MARUTO 1605512010


MANAF BIMA ARI SANTOSO 1605512023
I GUSTI GDE MADE MAHENDRA 1605512024

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat–Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Teknik Sungai.
Selama penulisan tugas ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan
tugas tersebut, khususnya ditunjukkan sebagai berikut:
1. Ibu Dr. Mawiti Infantri Yekti, ST, MT. selaku dosen pengajar mata kuliah
Teknik Sungai di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Udayana
2. Pihak-pihak dan sumber pustaka yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas mata kuliah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar dapat tugas mata kuliah ini. Akhir kata, penulis
ucapkan terima kasih dan semoga proposal tugas akhir ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2019

Penulis

Implementasi Manajemen Konstruksi i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv

1 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 67
1.3 Tujuan .......................................................................................... 67
1.4 Manfaat ........................................................................................ 68
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 68

2.1 Umum .......................................................................................... 68


2.2 Jenis-jenis Sungai ........................................................................ 69
2.3 Debit Air Sungai .......................................................................... 71
2.3.1 Faktor-faktor Penentu Debit Air ............................................. 72
2.3.2 Pengukuran Debit Air Sungai ................................................. 74
2.3.3 Pengukuran Debit Air Sungai secara Langsung ..................... 74
2.3.4 Pengukuran Debit Air Sungai secara Tidak Langsung ........... 74
2.4 Daerah Aliran Sungai .................................................................. 75
2.4.1 Macam-Macam DAS .............................................................. 76
Bentuk-bentuk DAS ........................................................................... 76
2.5 Ekosistem Air Sungai .................................................................. 78
2.6 Permasalahan Sungai ................................................................... 78
2.6.1 Banjir ...................................................................................... 79
3 BAB III PEMBAHASAN ................................................................... 82

3.1 Gambaran Umum Banjir yang terjadi di Lingkungan Br. Baler


Bale Agung, Kabupaten Jembrana. ........................................................... 82
3.1.2 Lokasi Yang di tinjau ............................................................. 83
3.2 Penyebab Banjir .......................................................................... 84

Implementasi Manajemen Konstruksi ii


3.3 Debit Banjir ................................................................................. 84
3.4 Keadaan Saluran Drainase Sebelum direkontruksi ..................... 87
3.5 Upaya yang di lakukan ................................................................ 88
4 BAB IV PENUTUP ............................................................................ 66

4.1 Simpulan...................................................................................... 66
4.2 Saran ............................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67

Implementasi Manajemen Konstruksi iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Siklus suatu proyek .................. Error! Bookmark not defined.


Gambar 2. 2 Bentuk Struktur Organisasi GarisError! Bookmark not
defined.
Gambar 2. 3 Bentuk Organisasi garis dan StaffError! Bookmark not
defined.
Gambar 2. 4 Bentuk Struktur Organisasi fungsionalError! Bookmark not
defined.
Gambar 2. 5 Bentuk Organisasi Panitia........ Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 6 Bentuk Organisasi Matrik ........ Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 7 Hubungan Kerja Proyek........... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 8 Hubungan Badan – Badan Pengelola ProyekError! Bookmark
not defined.
Gambar 2. 9 Proses dan Tata Cara Pembuatan RABError! Bookmark not
defined.
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Genangan Air Pada Perumahan Br.Bale Agung . 82
Gambar 3. 2 Peta Lokasi Pekerjaan ............................................................. 83
Gambar 3. 3 Struktur Organisasi .................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. 4 Pembersihan dan finishing di ruas jalan Flamboyan .............. 89
Gambar 3. 5 U-Ditch siap terpasang di lokasi ............................................. 89
Gambar 3. 6 Cover 80.80 terpasang di ruas Flamboyan kiri ....................... 89

1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan konstruksi di Indonesia saat ini berkembang pesat, seiring
dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pelaksanaan proyek konstruksi
merupakan rangkaian dari kegiatan yang saling bergantung antara satu pekerjaan
dengan pekerjaan yang lainya. Semakin besar suatu proyek, menyebabkan semakin
banyak juga masalah yang ada dan harus dihadapi. Mulai dari permasalahan banjir

Implementasi Manajemen Konstruksi iv


terhadap suatu daerah dan lain sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak ditangani
dengan teliti, berbagai masalah akan muncul seperti, banjir yang tidak kunjung
surut, dan kerugian material dan moril yang terjadi karena banjir.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat banjir, maka
diperlukan pendalaman yang lebih lanjut terhadap mata kuliah teknik sungai.
Seperti
Tujuan mata kuliah Teknik Sungai adalah mendidik mahasiswa untuk mampu
memahami pengelolaan fungsi drainase atau menghitung debit banjir yang terjadi
sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil perhitungan yang akurat sehingga,
kejadian seperti banjir yang terjadi tidak terulang kembali atau meminimalisirkan
dampak banjir yang terjadi. Untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu
diperhatikan pula mengenai penyebab terjadinya banjir.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka perlu disusun
makalah yang membahas implementasi teknik sungai , sehingga dapat menjadi
acuan mahasiswa untuk mendalami mata kuliah teknik sungai di bangku
perkuliahan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan diantaranya:
1. Bagaimana gambaran umum banjir yang terjadi di Lingkungan Br. Baler
Bale Agung, Kabupaten Jembrana?
2. Apa saja yang menyebabkan banjir pada Lingkungan Br. Baler Bale Agung,
Kabupaten Jembrana?
3. Bagaimana cara menghitung Debit banjir
4. Bagaimana keadaan Drainase sebelum direkrontruksi di Lingkungan Br.
Baler Bale Agung, Kabupaten Jembrana?
5. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menangani banjir yang terjadi di
Lingkungan Br. Baler Bale Agung, Kabupaten Jembrana?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan tugas ini adalah:

Teknik Sungai 67
1. Untuk mengetahui gambaran umum banjir yang terjadi pada Lingkungan Br.
Baler Bale Agung, Kabupaten Jembrana.
2. Untuk mengetahui penyebab banjir pada Lingkungan Br. Baler Bale Agung,
Kabupaten Jembrana.
3. Untuk mengetahui Debit banjir pada Lingkungan Br. Baler Bale Agung,
Kabupaten Jembrana.
4. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani banjir di
Lingkungan Br. Baler Bale Agung, Kabupaten Jembrana.
5. Untuk mengetahui keadaan drainase pada Lingkungan Br. Baler Bale Agung,
Kabupaten Jembrana.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dengan adanya makalah ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu memahami penerapan Hidraulika dan Drainase
2. Melatih mahasiswa untuk mampu menggali informasi mengenai penanganan
Banjir

2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara
terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Ada juga sungai yang
terletak di bawah tanah, disebut sebagai "underground river". Misalnya sungai
bawah tanah di Gua Hang Soon Dong di Vietnam, sungai bawah tanah di Yucatan
(Meksiko), sungai bawah tanah di Gua Pindul (Filipina).

Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke


dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Air hujan yang turun di daratan

Teknik Sungai 68
untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau membutuhkan
sungai untuk tempat alirannya. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari
mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung
untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran
dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Pengujung sungai di mana sungai
bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai
umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan
bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju.
Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

2.2 Jenis-jenis Sungai

Menurut jumlah airnya

1. Sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito, dan
Mahakam di Kalimantan, Sungai Musi dan Sungai Indragiri di Sumatra.
2. Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit. Contoh sungai jenis ini
banyak terdapat di Pulau Jawa, misalnya Bengawan Solo dan Sungai Opak
di Jawa Tengah, Sungai Progo dan Sungai Code di Daerah Istimewa
Yogyakarta, serta Sungai Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang mengalirkan
airnya pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau airnya
kering. Contoh sungai jenis ini adalah Sungai Kalada di Pulau Sumba dan
Sungai Batanghari di Sumatra.
4. Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim
hujan. Pada hakekatnya, sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik,
hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Menurut genetiknya

Teknik Sungai 69
1. Sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan
kemiringan lereng.
2. Sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai
konsekwen.
3. Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan
arah dengan sungai konsekwen.
4. Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh
lereng daratan.
5. Sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah
dengan sungai konsekwen.
6. Sungai andesen yaitu sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya mampu
mengimbangi pengangkatan lapisan batuan yang dilalui.
7. Sungai anaklinal yaitu sungai yang arah alirannya mengalami perubahan
karena tidak mampu mengimbangi pengangkatan lapisan batuan.

Menurut sumber airnya

1. Sungai hujan yaitu sungai yang berasal dari air hujan. Banyak dijumpai di
Pulau Jawa dan kawasan Nusa Tenggara.
2. Sungai gletser yaitu sungai yang berasal dari melelehnya es. Banyak
dijumpai di negara-negara yang beriklim dingin, seperti Sungai Gangga di
India dan Sungai Rhein di Jerman.
3. Sungai campuran yaitu sungai yang berasal dari air hujan dan lelehan es.
Dapat dijumpai di Papua, contohnya Sungai Digul dan Sungai Mamberamo.

Sungai juga mempunyai pola aliran yang dipengaruhi oleh struktur geologi
dan permukaan daerah yang dilalui. Macam pola aliran sungai sebagai berikut.
1. Radial
adalah pola aliran sungai menyebar (sentripetal) yang terletak di daerah
dataran tinggi.
2. Pinante
adalah pola aliran sungai yang muara anak sungainya berbentuk sudut lancip.
3. Anular

Teknik Sungai 70
adalah pola aliran sungai semula radial sentrifugal, kemudian timbul sungai-
sungai subsekuen yang sejajar kontur. Biasanya terdapat di daerah dome stadium
dewasa.
4. Dendritik
merupakan pola sungai yang arah alirannya tidak teratur biasanya terdapat di
daerah pantai.
5. Rectangular
merupakan pola sungai yang aliran sungainya melalui daerah patahan yang
membentuk sudut siku-siku.
6. Trellis
adalah pola aliran sungai yang menyirip daun dan mempunyai kombinasi
antara sungai resekuen, obsekuen, dan konsekuen.

2.3 Debit Air Sungai

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dt).
Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di
ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air
hujan sangat banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung,
lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui
bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air.

Selanjutnya, air itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang


paling rendah, mungkin mula mula merata, namun karena ada bagian- bagian
dipermukaan tanah yg tidak begitu keras, maka mudahlah terkikis, sehingga
menjadi alur alur yang tercipta makin hari makin panjang, seiring dengan makin
deras dan makin seringnya air mengalir di alur itu.

Teknik Sungai 71
Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok atau bercabang,
demikian juga dengan sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang
mengalir dari atas, kemudian menemukan bagian-bagian yang dapat di tembus ke
bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yang rendah, lama
kelamaan sungai itu akan semakin lebar.

2.3.1 Faktor-faktor Penentu Debit Air


Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu
DAS. Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga kestabilan debit air
yang ada di DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air
tanah serta dalam proses Evaporasi dan Transpirasi. Juga pengendali terjadinya
longsor yang mengakibatkan permukaan sungai menjadi dangkal, jika terjadi
pendangkalan maka debit air sungai akan ikut berkurang. Selain menjaga
pelestarian hutan, juga yang tidak kalah pentingnya yaitu tingkah laku manusia
terhadap DAS, seperti pembuangan sampah sembarangan.
Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air:
1. Intensitas hujan.
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki
komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan
siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau
pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek). Yang menyebabkan
bertambahnya debit air.

2. Pengundulan Hutan
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai
penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang
jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk
selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan
cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga
dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber
air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi
malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air

Teknik Sungai 72
hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang
kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran
permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah
longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.

3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian


Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama
besarnya dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat
terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat
tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari
sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan
meningkatnya kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan
hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas
25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti
pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.

4. Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas
permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan
kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang
bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan
dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada
sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan
demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam
penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang
sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian
dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai
contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

Teknik Sungai 73
5. Evaporasi dan Transpirasi
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok
yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa
dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini
dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air,
tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di
udara dengan adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan
tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga.

2.3.2 Pengukuran Debit Air Sungai


Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran aliran
dan cara analisis. Pelaksanaan pengukuran debit sungai dapat dilakukan secara
langsung dan cara tidak langsung, yaitu dengan melakukan pendataan terhadap
parameter alur sungai dan tanda bekas banjir. Dalam hidrologi masalah penentuan
debit sungai dengan cara pengukuran termasuk dalam bidang hidrometri, yaitu ilmu
yang mempelajari masalah pengukuran air atau pengumpulan data dasar untuk
analisis mencakup data tinggi muka air, debit dan sedimentasi.

2.3.3 Pengukuran Debit Air Sungai secara Langsung


Besamya aliran tiap waktu atau disebut dengan debit, akan tergantung pada
luas tampang aliran dan kecepatan aliran rerata. Pendekatan nilai debit dapat
dilakukan dengan cara mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan aliran
tersebut. Cara ini merupakan prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara
langsung. Pengukuran luas tampang aliran dilakukan dengan mengukur tinggi
muka air dan lebar dasar alur sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti,
pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan pada beberapa titik pada sepanjang
tampang aliran. Selanjutnya debit aliran dihitung sebagai penjumlahan dan semua
luasan pias tampang aliran yang terukur. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan
dengan alat ukur kecepatan arus. Salah satu cara pengukuran kecepatan arus aliran
sungai yang banyak digunakan adalah sebagai berikut ini.

2.3.4 Pengukuran Debit Air Sungai secara Tidak Langsung


Dalam hal tertentu pengukuran debit secara tidak langsung
seringkali diperlukan. Pengukuran dengan cara ini dapat dilaksanakan

Teknik Sungai 74
apabila pengukuran secara langsung sulit dilaksanakan karena faktor kondisi
atau permasalahan sebagai berikut:
a. pengukuran debit secara langsung berbahaya bagi keselamatan petugas
dan peralatan yang digunakan,
b. sifat perubahan debit banjir relatif singkat waktunya dan saat kejadiannya
sulit diramalkan,
c. selama suatu pengukuran dilakukan, kadang-kadang banjir tidak terjadi,
sehingga diperlukan cara lain untuk memperkirakan debit banjir tersebut,
d. kadang-kadang pengukuran debit banjir untuk beberapa tempat sulit
dilaksanakan pada saat yang bersamaan, padahal datanya sangat diperlukan.

Pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan dua cara,
yaitu cara luas kemiringan dan cara ambang.

2.4 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai disingkat DAS ialah suatu kawasan yang dibatasi oleh
titik-titik tinggi di mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam
kawasan tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan
air hujan yang jatuh di atasnya melalui sungai.

Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu
kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air
hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut.

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara
alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari
permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut
yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di
sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia
atau makhluk hidup.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
(terserap) ke dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam

Teknik Sungai 75
tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah
(surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat
yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan
tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk
kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka
air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal)
untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah
(subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.

Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi


di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain.

2.4.1 Macam-Macam DAS

DAS dibedakan menjadi dua, yakni:

1. DAS gemuk: DAS jenis ini memiliki daya tampung yang besar, adapun
sungai yang memiliki DAS seperti ini cenderung mengalami luapan air yang
besar apabila terjadinya hujan di daerah hulu.
2. DAS kurus: DAS jenis ini bentuknya sempit, sehingga daya tampungnya
pun kecil. Manakala hujan turun di daerah hulu, tidak terjadi luapan air yang
tidak terlalu hebat.

Bentuk-bentuk DAS

Bentuk DAS ada tiga jenis, yaitu:

1. Bentuk Bulu Ayam: DAS bentuk bulu ayam memiliki debit banjir
sekuensial dan berurutan. Memerlukan waktu yang lebih pendek untuk
mencapai mainstream. Memiliki topografi yang lebih curam daripada
bentuk lainnya.
2. Bentuk Kipas: DAS berbentuk kipas memiliki debit banjir yang
terakumulasi dari berbagai arah sungai dan memiliki waktu yang lebih lama
daripada bentuk bulu ayam untuk mencapai mainstream. Memiliki topografi
yang relatif landai daripada bulu ayam.

Teknik Sungai 76
3. Bentuk parallel / Kombinasi: DAS bentuk kombinasi memiliki debit banjir
yang terakumulasi dari berbagai arah sungai di bagian hilir. Sedangkan di
bagian hulu sekuensial dan berurutan.

Gambar : Daerah Aliran Sungai

Pada Umumnya badan sungai dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
 Bagian Hulu Sungai (terletak di sekitar gunung)

Ciri-ciri dari sungai bagian hulu, antara lain:


1. Kemiringan sungainya sangat besar.
2. Aliran sungai deras dan banyak ditemukan jeram (air terjun).
3. Erosi sungai sangat aktif.
4. Erosinya kearah vertical (ke arah dasar sungai).
5. Lembah sungainya berbentuk V.
 Bagian Tengah Sungai

Ciri-ciri dari sungai bagian tengah, antara lain:


1. Kemiringan sungai sudah berkurang.
2. Aliran sungai tidak seberapa deras dan jarang dijumpai jeram.
3. Erosi sungai agak berkurang dan sudah ada sedimentasi.
4. Erosi sungai berjalan secara vertical dan horizontal.
5. Lembah sungainya berbentuk U.

 Bagian Hilir Sungai (terletak di daerah muara sungai)

Ciri-ciri dari sungai bagian hilir, antara lain:


1. Kemiringan sungai sangat landai.

Teknik Sungai 77
2. Aliran sungai berjalan sangat lamban.
3. Erosi sungai sudah tidak ada yang ada adalah sedimentasi.
4. Sedimentasi membentuk daratan banjir dengan tanggul alam.
5. Lembah sungai berbentuk huruf U.

2.5 Ekosistem Air Sungai


Ekosistem sungai adalah salah satu jenis ekositem air tawar yang memiliki
ciri khas berupa aliran air searah yang membuat perubahan fisik dan kimia di
dalamnya berlangsung secara terus menerus.Di Indonesia sendiri, ekosistem sungai
banyak kita temukan hampir di seluruh wilayah daratan, dengan beberapa sungai
yang terkenal misalnya sungai Mahakam, sungai Kapuas, sungai Musi, sungai
Begawan Solo, sungai Barito, dan lain sebagainya. Yang menarik dari ekosistem
ini ada 2 hal, yaitu kehidupan biotanya yang beragam dan perubahan fisik kimianya
yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

2.6 Permasalahan Sungai

Daerah Aliran Sungai di Indonesia semakin mengalami kerusakan


lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) meliputi kerusakan pada aspek biofisik ataupun kualitas air.

Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai.
Dari 5,5 ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai
fungsi hidrologis, sungai juga mempunyai peran dalam menjaga
keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, pariwisata dan
lainnya.

Saat ini sebagian Daerah Aliran Sungai di Indonesia mengalami kerusakan


sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk
serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS.
Gejala Kerusakan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat dari

Teknik Sungai 78
penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar
Daerah Aliran Sungai.

Dampak Kerusakan DAS. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang


terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif
antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air
serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian
adalah terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) pun mengakibatkan menurunnya


kualitas air sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh erosi dari
lahan kritis, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian (perkebunan)
dan limbah pertambangan. Pencemaran air sungai di Indonesia juga telah menjadi
masalah tersendiri yang sangat serius. Dan berbagai contoh permasalahan tersebut
adalah Banjir.

2.6.1 Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang
berlebihan merendam daratan. Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan
banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang
biasanya tidak terendam air. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat
berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu
badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau melimpah dari
bendungan sehingga air keluar dari sungai itu.
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan
curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi
tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia
seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi
kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering
mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di
dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat
dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain,

Teknik Sungai 79
orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan
memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang
lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir
adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya
kerusakan akibat banjir periodik.
Sungai
 Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas
saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi tropis,
angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju. Rintangan drainase
tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat
mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
 Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai
petir besar) atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di
belakang bendungan, tanah longsor, atau gletser.

Muara
 Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin
badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk dalam
kategori ini.

Pantai
 Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau
hurikan. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk
dalam kategori ini.
Bencana Tak Terduga
 Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau
bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Akibat Manusia
 Kerusakan tak disengaja oleh pekerja terowongan atau pipa.

Teknik Sungai 80
 Pengelolaan tata ruang yang salah. Hal ini menyebabkan air tidak mudah
terserap atau lambat mengalirnya, sehingga debit air cepat meningkat atau
lebih banyak yang tertahan daripada yang tersalurkan ataupun yang
terserap.
Lumpur
 Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian.
Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap
atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui ketika
mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses lembah
bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan
massal.
Lainnya
 Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya
akibat hujan) dan tidak dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau
penguapan rendah).
 Rangkaian badai yang bergerak ke daerah yang sama.
Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri wilayah perkotaan
dan pedesaan rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan besar.

Teknik Sungai 81
3 BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Banjir yang terjadi di Lingkungan Br. Baler Bale
Agung, Kabupaten Jembrana.

Berdasarkan hasil studi dan pengamatan di lapangan, masyarakat tidak secara


rutin melakukan pembersihan sampah dan sedimen di saluran air yang berakibat
mempersempit kapasitas saluran dan pembuangan akhir. Dengan kata lain elevasi
kali lebih tinggi sehingga pada saat terjadi hujan besar volume air di kali meluap
yang mengakibatkan aliran air di saluran tidak lancar karena menunggu air di kali
surut.
Perubahan fungsi dan tata guna lahan menimbulkan dampak negatif yaitu
berkurangnya daya serap tanah, meningkatnya limpasan permukaan dan
mengakibatkan daerah resapan menjadi berkurang serta sistem drainase yang telah
ada tidak mampu lagi menampung debit air yang semakin tinggi, mengakibatkan
timbulnya kawasan-kawasan rawan genangan air.

Gambar 3. 1 Peta Lokasi Genangan Air Pada Perumahan Br.Bale Agung

Penanganan drainase secara parsial kurang efektif karena memindahkan


kawasan genangan dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu penanganan
drainase secara terintegrasi perlu dilakukan segera, dengan memperhatikan

Teknik Sungai 82
perubahan fungsi dan tata guna lahan. Jika sistem drainase tidak ditangani secara
optimal berpotensi menimbulkan genangan air serta menurunkan derajat kesehatan
lingkungan dan masyarakat.
Memperhatikan permasalahan tersebut di atas, maka kami memberi solusi
yaitu dengan cara membuat saluran drainase pada saluran tersebut, guna
mengurangi banjir dan dampak banjir yang terjadi di Lingkungan Br. Baler Bale
Agung, Kabupaten Jembrana.

3.1.2 Lokasi Yang di tinjau


Lokasi Pekerjaan Pembangunan Drainase Lingkungan berada di Kelurahan
Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali.

Berikut adalah Peta Lokasi Pekerjaan:

Gambar 3. 2 Peta Lokasi Pekerjaan

Teknik Sungai 83
3.2 Penyebab Banjir
Ada pun hal-hal yang menyebabkan banjir pada daerah di Lingkungan Baler
Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Yaitu :
1. Kurangnya kesadaran Masyarakat untuk membuang sampah di saluran
drainase.

2. Dimensi saluran drainase yang mengecil akibat sampah menyebabkan air


yang mengalir pada drainase meluap saat hujan.
3. Akibat Intensitas hujan yang tinggi di daerah ini juga menyebabkan banjir.

3.3 Debit Banjir


Ada pun cara mencari debit banjir di Lingkngan Baler Bale Agung, Kecamatan
Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, yaitu dengan Dalam melakukan
perhitungan debit rencana, data atau informasi dasar yang minimal harus ada dan
sangat dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, kelembapan dan
temperatur dari stasiun BMKG terdekat. Data tersebut minimal data dalan kurun
waktu 10 tahun terakhir.

Teknik Sungai 84
b Data hidrologi, seperti karakteristik daerah aliran, debit sungai, laju
sedimentasi, frekuensi banjir, dll.
c Peta-peta yang representatif, seperti peta tata guna lahan, peta topografi,
peta sistem jaringan jalan, peta sistem drainase, dll.
Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam menghitung atau
memperkirakan besarnya debit rencana, seperti Metode Rasional, Melchior,
Weduwen, Haspers, dll. Namun kali ini yang akan dibahas hanyalah langkah-
langkah perhitungan debit rencana secara garis besar dengan Metode Rasional.
Metode Rasional dapat digunakan untuk menghitung debit puncak sungai atau
saluran, namun dengan daerah pengaliran yang terbatas.
Rumus umum dari Metode Rasional adalah :
Q = 0,278 x C x I x A ............................... (I)
Keterangan :
Q = debit puncak limpasan permukaan (m3/det).
C = angka pengaliran (tanpa dimensi)
A = luas daerah pengaliran (Km2)
I = intensitas curah hujan (mm/jam).

Jika persamaan diatas digunakan untuk menghitung debit rencana dengan


periode ulang tertentu, maka persamaan tersebut menjadi :
QT= 0,278 x C x IT x A ................................... (II)

Keterangan :
QT = debit puncak limpasan permukaan dengan periode ulang T tahun (m3/det).
C = angka pengaliran (tanpa dimensi)
A = luas daerah pengaliran (Km2)

Dengan melihat kenyataan di lapangan dimana sangat sulit menemukan daerah


pengaliran yang homogen (tidak melulu aspal semua atau hutan semua, pasti
merupakan gabungan atau heterogen), nilai C dapat dihitung dengan persamaan
berikut :

Teknik Sungai 85
............................................ (III)

Cara lain menghitung debit rencana adalah mensubtitusikan persamaan II dan III
sehingga menjadi seperti ini :
Q = 0,278 x IT x (Σ Ai x Ci) ....................................... (IV)

Keterangan :
Ci = Koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke i
Ai = luas sub daerah pengaliran ke i
n = jumlah sub daerah pengaliran

Metode Rasional bisa dikembangkan dengan asumsi sebagai berikut :


a Hujan yang terjadi mempunyai intensitas yang seragam dan merata di
seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc)
daerah pengaliran.
b Periode ulang debit sama dengan periode ulang hujan.
c Koefisien pengaliran dari daerah pengaliran yang sama adalah tetap untuk
berbagai periode ulang.

Selanjutnya langkah-langkah perhitungan debit rencana adalah sebagai berikut :


1 Jika koefisien limpasan dari suatu daerah pengaliran atau daerah aliran
sungai (DAS) adalah tidak seragam maka daerah pengaliran atau DAS tersebut
dibagi-bagi terlebih dahulu menjadi sub DAS (Ai) sesuai dengan tata guna lahan
(Ci).
2 Ukur tiap-tiap luas Ai

Teknik Sungai 86
3 Hitung C Rata-rata pakai persamaan III
4 Hitung Σ Ai Ci
5 Hitung waktu konsentrasi menggunakan rumus Kirpich

.................................. (V)

Keterangan :
Tc = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km).
S = Kemiringan rata-rata daerah lintasan air

6 Hitung intensitas hujan (I)


Jika data hujan yang tersedia adalah data harian maka hitung dengan
menggunakan metode Mononobe :

Rumus Mononobe :

............................................................. (VI)

7 Setelah poin 1-6 hasilnya telah didapat, masukan dalam rumus untuk
mendapatkan debit rencana (Qt).

3.4 Keadaan Saluran Drainase Sebelum direkontruksi


Keadaan saluran drainase sebelum direkontruksi pada Lingkungan Baler Bale
Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana,

Teknik Sungai 87
3.5 Upaya yang di lakukan
Upaya yang sudah dilakukan pada Lingkungan Baler Bale Agung, Kecamatan
Negara, Kabupaten Jembrana, ialah memperbaiki/ merekrontruksi saluran drainase
dan memperbesar dimensi saluran drainanse. Memberi sosialisasi pada masyarakat
agar tidak membuang sampah pada saluran drainase, karena dapat menyebabkan
banjir. Adapun dimensi saluran drainase yang direncanakan :
1. Precast U-Ditch 500x600x1200 K-350
2. Precast U-Ditch 600x800x1200 K-350
3. Precast U-Ditch 800x800x1200 K-350
4. Precast U-Ditch 1000x1200x1200 K-350
5. Precast Cover U-Ditch 500x600x1200 K-350
6. Precast Cover U-Ditch 600x800x1200 K-350
7. Precast Cover U-Ditch 800x800x1200 K-350
8. Precast Cover U-Ditch 1000x1200x1200 K-350
9. Precast Box Culvert 800x800x1200 K-350
10. Precast Box Culvert 1000x1000x1200 K-350
11. Precast Box Culvert 1500x1500x1200 K-350

Teknik Sungai 88
Gambar 3. 3 Pembersihan dan finishing di ruas Flamboyan
Sumber : doc.pribadi

Gambar 3. 4 U-Ditch siap terpasang di lokasi


Sumber : doc Pribadi

Gambar 3. 5 Cover 80.80 terpasang di ruas Flamboyan kiri


Sumber : doc pribadi

Teknik Sungai 89
Berikut adalah gambar dari lokasi drainase yang direncanakan untuk
meminamlisir banjir di daerah Lingkungan berada di Kelurahan Baler Bale
Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.

Gambar 3. 7 perencanaan drainase


Sumber : doc pribadi

Teknik Sungai 90
4 BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Penyebab banjir dari Lingkungan berada di Kelurahan Baler Bale Agung,


Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana ialah terjadinya penimbunan
sampah pada saluran drainase yang disebabkan oleh masyarakat. Intensitas
curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya banjir.

2. Cara menghitung debit banjir dengan cara


 Metode Rasional
 Periode ulang waktu

3. Keadaan saluran drainase sebelum direkontruksi terdapat sampah yang


menyumbat saluran drainase sehingga menyebabkan banjir
4. Upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah setempat ialah dengan
memperbaiki saluran dan memberi sosialisasi pada masyarakat agar tidak
membuang sampah pada saluran drainase

4.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini,
adapun saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu:
 Perlu adanya bimbingan dengan dosen pengampu/ahli teknik sungai agar
makalah ini tersaji lebih baik.
 Perlu adanya kunjungan lokasi proyek minimal 2 kali untuk
menyempurnakan isi materi bahasan makalah ini.
 Perlu adanya sumber-sumber ilmiah terbaru sehingga makalah memiliki
kesan menyesuaikan perkembangan jaman.

Teknik Sungai 66
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Manajemen Konstruksi.


Ervianto, Wulfram I. 2002. Manajemen Proyek Konstruksi. CV. Andi Offset,
Yogyakarta.
Husen, Abrar. 2010. Manajemen Proyek. CV Andi Offset, Yogyakarta.
Karaini, A.A. Pengantar Manajemen Proyek. Diktat Kuliah. Universitas
Gunadarma.
Nugraha, P., Natan, I., Sutjipto, R. 1985. Manajemen Proyek Konstruksi 1. Kartika
Yudha, Surabaya.
Suardi, Rudi. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Panduan Penerapan Berdasarkan OHSAS 18001 dan ISO 14001. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Suharto, 2002. Manajemen Proyek Konstruksi.
Widiasanti, I., Lenggogeni. 2013. Manajemen Konstruksi. PT. Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung.

Teknik Sungai 67

Anda mungkin juga menyukai