Disusun oleh :
Ala Ahdiyani 3311171003
Anita Yulianti Karini 3311171004
Gita Aisha Puspita 3311171010
Bella Dewinta S. 3311171012
Fikri Muhammad Pratama 3311171030
Ranti Indah Hastuti 3311171041
No. Telp :089673980600
Farmasi A 2017
Kelompok 1
Jam Praktikum 10.00 - 13.00
Asisten Pembimbing :
Ririn Puspadewi, S.Si., M.Si., Apt
FAKULTAS FARMASI
CIMAHI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Perhitungan Rf
Nilai Rf eluen A
2,9
Sampel 1 : = 0,52
5,5
4,2
Sampel 2 : = 0,76
5,5
2,2
Pembanding 1 : = 0,4
5,5
4,1
Pembanding 2 : = 0,74
5,5
3,5
Pembanding 3 : = 0,63
5,5
Nilai Rf eluen B
0,5
Sampel 1 : = 0,09
5,5
0,4
Pembanding 1 : = 0,07
5,5
0,9
Pembanding 2 : = 0,16
5,5
0,7
Pembanding 3 : = 0,12
5,5
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa apa saja yang
terkandung pada obat tradisional dan dapat memilih fase gerak yang sesuai untuk pemisahan
senyawa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi
merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa menjadi beberapa
komponen dengan menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Pada KLT,
digunakan fase diam berupa lapisan tipis yang berada pada permukaan datar diatas pendukung
yang sesuai, biasanya digunakan silika yang mana sifatnya polar, sedangkan pada fase gerak
berupa cairan yang mana akan menaiki fase diam.
Pada praktikum yang kami lakukan, kami menganilisis sampel x dengan menggunakan
pembanding berupa Sulfadiazin, Sulfametoksazol, dan Sulfadimidin. Fase gerak yang digunakan
berupa Eluen A ( kloroform : n-heksane : butanol) (1:1:1) dan Eluen B (kloroform dan metanol) (5:95),
digunakan campuran dua pelarut organik karena campuran dari kedua pelarut ini mempunyai daya elusi
yang mudah diatur. Eluen A dan Eluen B dijenuhkan selama 30 menit sehingga didapatkan
pemisahan yang optimal. Fasa diam yg berupa Plat KLT di beri tanda garis awal setinggi 1 cm dari
bawah permukaan plat KLT dan garis akhir pada atas permukaan plat KLT setinggi 0,5 cm.
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam
larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa
a. Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar
b. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada
Setelah Eluen A dan Eluen B jenuh, dilakukan penotolan pada plat KLT sesuai pada titik yg
sudah di tandai (sampel, pembanding I, pembanding II, pembanding III), dilakukan pentolan
masing masing zat sebanyak 2-3 totol. Saat melakukan penotolan di pastikan secepat mungkin
pipa kapiler menyentuh plat KLT, agar dimeter noda tidak lebih dari 3,3 mm. Kemudian
dikibas kibas kan agar zat cepat kering. Plat KLT kemudian di masukkan ke dalam chamber
berisi Eluen A dan Chamber yg berisi Eluen B. Saat elusi terjadi perbedaan kecepatan pada
plat dengan perbedaan pada eluen yang digunakan hal ini disebabkan adanya perbedaan
kepolaran yang ada pada Eluen A dan Eluen B. Eluen B lebih cepat mengelusi plat
Kromatogram karena lebih polar sedangkan Eluen A sedikit lebih lambat mengelusi plat
Dilakukan pengamatan proses elusi yg terjadi, setelah terelusi plat kromatogram di angkat dan
diamati bercak dan fluorosensi di bawah sinar Uv 254 nm Terlihat noda pada plat kromatogram
dan memberikan fluorosensi. Perubahan warna yang terjadi adalah pada saat diberi sinar UV.
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yg ditambahkan
kedalamnya supaya menghasilkan pendaran flour ketika di berikan sinar UV . Sehingga pada
saat dilihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm terdapat beberapa spot yang
berfluorosensi dan sampel terpisah pada plat kromatogram yang di elusi menggunakan Eluen
A. Sampel dapat terpisah dikarenakan eluen A memiliki daya nonpolar sehingga elusi yang
terjadi sangat optimal. Terdapat fluorosensi hijau kekuningan pada bercak sampel dan bercak
pembanding II. Sedangkan pada Eluen B sampel tidak terpisah dan jarak spot dengan garis
awal sangat dekat. Dikarenakan eluen B bersifat sedikit polar. Setelah itu di beri tanda spot
komponen dalam fase diam. Nilai Rf yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut
memiliki daya pisah zat terhadap solvent pada kondisi maksimum, sedangkan nilai Rf
yang kecil menandakan bahwa solvent memiliki daya pisah zat yang minimum. Bila
nilai Rf sama maka senyawa tersebut memiliki ciri yang sama, sedangkan jika nilai Rf
Sampel 1 = 0,52
Sampel 2. = 0,76
Pembanding 1= 0,4
Pembanding 2= 0,74
Pembanding 3= 0,63
Dapat di lihat bahwa nilai Rf yg di miliki sampel 2 dan pembanding 2 hampir mendekati sama.
Bisa disimpulkan bahwa kemungkinan sampel x mengandung zat yang ada pada pembanding
2 yaitu sulfametoksazol.
Di hitung juga nilai Rf pada plat kromatogram B
Sampel 1 = 0,09
Pembanding 1 = 0,07
Pembanding 2= 0,16
Pembanding 3 = 0,12
Dapat dilihat bahwa nilai Rf pada plat kromatogram tidak ada yg memiliki kesamaan, jadi sulit
di simpulkan bahwa sampel mengandung zat apa.
Oleh karena itu untuk memastikan sampel mengandung zat apa dapat di lihat juga dari nilai
Rg, nilai Rg tidak boleh lebih dari 1
Nilai Rg sampel 1 eluen A
Pembanding 1 = 1,30
Pembanding 2= 0,70
Pembanding 3 = 0,82
Nilai Rg sampel 2 eluen A
Pembanding 1 = 1,9
Pembanding 2= 1,02
Pembanding 3 = 1,2
Nilai Rg sampel 1 eluen B
Pembanding 1 = 0,12
Pembanding 2 = 0,56
Pembanding 3 = 0,75
Dapat disimpulkan bahwa nilai Rg yg mendekati 1 ada pada pembanding 2 dan pembanding 3,
maka dari itu sampel di duga mengandung senyawa sulfametoksazol dan sulfadimidin.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Kromatografi dapat diartikan sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Kromatografi
lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin
dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran.
2. Kromatografi lapis tipis dapat diterapkan untuk menganalisis adanya senyawa
campuran golongan sulfonamida.
3. Hasil yang didapat setelah melakukan praktikum yaitu sampel nomer 2 mengandung
sulfametoksazol dan sulfadimidin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Organik, Fakultas Farmasi Universitas Muslim
Indonesia : Makassar.
Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga
Krisan(Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida.
FMIPA. Semarang.
Khopkar, S,M. 2009. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah
denganMetoda Uji Brine Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository.
LAMPIRAN