Karet alam adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia. Perkebunan karet tersebar di banyak daerah di Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas bekerja di sektor agraris, baik itu perkebunan dan pertanian. Perkebunan karet di Indonesia memiliki luas yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan jumlah produksi yang semakin meningkat juga. Statistika ini dapat dilihat dari tahun data tahun 2015-2017, luas area perkebunan karet di Indonesia mengalami peningkatan dari 3.621.102-3.672.123 Ha dengan produksi karet juga mengalami peningkatan 3.145.38-3.229.861 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017). Indonesia adalah eksportir kedua terbesar di dunia, menurut data dari Food and Agriculture Organization of the United States (FAO) (2017), produsen utama karet dunia adalah Thailand, Indonesia, Vietnam, China, dan Malaysia. Peman- faatan karet alam domestik sendiri masih tergolong rendah, yaitu 16%. Rendahnya pemanfaatan karet ini perlu ditingkatkan dengan cara mengembangkan teknologi barang jadi karet sehingga penyerapan karet mentah domestik dapat sebanding dengan ekspor karet mentah yang dilakukan oleh Indonesia. Karet alam Indonesia berasal dari pohon tanaman Hevea brasiliensis yang mampu menghasilkan getah karet alam dalam jumlah yang banyak. Latex adalah koloid encer dari karet alam, yang diperoleh dengan cara menyadap kulit karet dan mengumpulkannya ke dalam wadah cangkir. Latex mengandung berat 30-40% karet kering (Simpson, 2002). Karet alam memiliki rantai polimer cis-1,4- polyisoprene dengan berat molekul 200.000-500.000, dan mengandung sebagian kecil bahan bukan karet seperti protein, gula, asam lemak, dan beberapa mineral seperti potassium, mangan, fosfor dan besi. Karet alam memiliki berbagai kelebihan diantaranya adalah daya pegas, tensile strength tinggi, kelekatan elastisitas, karet alam juga mudah robek, tidak tahan panas, dan minyak. Sehingga perlu dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan sebelum digunakan. berbagai teknik modifikasi secara kimia yang digunakan untuk memodifikasi sifat karet alam berupa clorination, epoxidation, hidrogenation, dan grafting. Dibanding teknik modifikasi polimer karet secara kimia yang lain, metode grafting merupakan metode yang paling baik (Dung dkk, 2017). Chemical grafting adalah metode pencakokan yang digunakan melalui pembangkitan radikal bebas, metode pembangkitan ionik, dan melalui proses polimerisasi. Proses grafting secara kimia, dengan cara inisiator akan mengaktifkan radikal bebas, kemudian radikal bebas di reaksikan dengan polimer yang ingin dicangkokkan (Koshy, 2016). Keuntungan utama dari polistirena adalah transparency-nya yang baik, kekentalan yang tinggi, processibility yang baik, dan dielectric yang baik (Zhang dkk, 2012). Keuntungan utama styrene natural rubber adalah meningkatkan tensile strength yang dimiliki oleh karet dan memperpanjang rantai putus polimer, namun penggunaan polistirena mengurangi modulus young karet alam (Arifin, 2010). Penelitian terdahulu tentang proses kopolimerisasi natural rubber dengan monomer stirena dilakukan oleh pukkate (2007), mekanisme graft kopolimerisasi stirena dengan menggunakan tert-butyl hydroperoxide/ tetraethylenepentamine sebagai inisiator. Konsentrasi inisiator dan monomer terbukti memainkan peran penting dalam konversi dan efisiensi grafting stirena kopolimerisasi karet alam. Penelitian Puspitasari dkk (2016) tentang kopolimerisasi kimiawi cangkok monomer vinil (metil metakrilat dan stirena) terhadap deproteinized natural rubber (DPNR) dengan menggunakan inisiator persulfate berupa senyawa ammonium peroksidisulfat (APS). Ikhsan dan azizia (2019) dalam penelitiannya tentang kopolimerisasi karet alam dengan menggunakan monomer stirena. Inisiator yang digunakan adalah kalium persulfate (K2S2O8) yang penggunaannya menaikan efisiensi grafting dibanding inisiator ammonium peroksidisulfat. Hasil uji struktur permukaan crepe hasil kopolimerisasi masih lunak, sehingga diindikasikan bahwa monomer stirena tidak ter-grafting pada lateks dengan sempurna. Hasil ini dikarenakan kualitas karet alam yang tidak sesuai nilai Plasticity Retention Index (PRI) menurut SNI 1903- 2017. Indikasi lainnya adalah immiscibility antara partikel polistirena dan karet alam, yang pada reaksi kopolimerisasinya monomer stirena saling berikatan membentuk polistirena dan sedikit yang berikatan dengan karet alam. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan memperbaiki hasil penelitian sebelumnya kopolimerisasi karet alam dengan menggunakan monomer stirena sehingga didapat hasil yang sesuai dengan harapan yang diinginkan yaitu menghasilkan lateks dengan sifat unggul polistirena sehingga meningkatkan kualitas karet alam sebagai produk jadi karet.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh rasio polimer stirena dan natural rubber terhadap keberhasilan proses grafting natural rubber latex dengan polimer stirena? 2. Bagaimana karakterisasi dari hasil kopolimerisasi grafting stirena dengan natural rubber latex? 3. Bagaimana pengaruh variasi persen inisiator terhadap sifat kopolimerisasi polimer stirena dengan natural rubber latex? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh rasio polimer styrene dan natural rubber terhadap keberhasilan proses grafting natural rubber latex dengan menggunakan polimer stirena.
2. Mengetahui karakterisasi dari hasil kopolimerisasi grafting stirena dengan
natural rubber latex.
3. Mengetahui pengaruh variasi persen inisiator terhadap sifat kopolimerisasi
polimer stirena dengan natural rubber latex.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memperluas pengetahuan mengenai pengolahan di bidang karet 2. Sebagai bahan refrensi atau informasi untuk proses perbaikan sifat karet yang di aplikasikan untuk aspal karet kedepannya.
1.5. Ruang Lingkup
1. Waktu reaksi grafting yang dilakukan selama 6 jam.