Anda di halaman 1dari 69

PRAKTIK KLINIK SANITASI PUSKESMAS

DI UPT PUSKESMAS KAMPUNG DALAM


KECAMATAN PONTIANAK TIMUR

Dosen Pengampu:
Dr. Sunarsieh, M.Kes
Bambang Prayitno, S.T., M.T

Disusun Oleh:
1. FIQIH ADJITIA WIBOWO
2. MITHA ADZURA
3. U. M. FEBRYAN GAEN FITRAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktik Klinik Sanitasi


UPT Puskesmas Kampung Dalam Kelurahan Dalam Bugis
Kota Pontianak Tahun 2019

Disusun oleh:
Fiqih Adjitia Wibowo : 20161313006
Mitha Adzura : 20161321017
Uray Muhammad Febryan Gaen Fitrah : 20161313033

Pontianak, 15 April 2019

Mengetahui,

Ketua Prodi D-IV Kepala Klinik Sanitasi


Kesehatan Lingkungan UPT Puskesmas Kampung Dalam

Zainal Akhmadi, S.H., M.Kes Husnawati, S.K.M


NIDN. 401705603 NIP. 198612172010012013

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat
menyusun laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini membahas tentang Klinik
Sanitasi di Puskesmas Kampung Dalam.
Terimakasih kami ucapkan kepada:
1. Ibu Nurul Amaliyah, S.K.M., M.Sc selaku Ketua Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontiank.
2. Bapak Zainal Akhmadi, S.H., M. Kes selaku Ketua Program Studi D-IV
Jurusan Kesehatan Lingkungan.
3. Ibu Syarifah Latifah, S.K.M selaku Kepala Puskesmas Kampung Dalam.
4. Ibu Husnawati, S.K.M dan Bapak M. Qurata Ayun, S.ST selaku Pembimbing
Kegiatan Sanitasi/HS.
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Klinik Sanitasi.
Penulis mencoba memberikan suatu pemahaman yang berguna untuk para
pembaca. Serta mengembangkan minat untuk mempelajarinya.
Proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai sumber dan referensi,
akhirnya tantangan itu bisa teratasi dengan baik dan lancar. Oleh karna itu saya
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pontianak, 15 April 2019


Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................................... 2
C. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
A. Pengertian-Pengertian ............................................................................................. 3
B. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan ........................................................... 4
C. Alur Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas ................................ 4
D. Konseling ................................................................................................................ 6
E. Inspeksi Kesehatan Lingkungan ........................................................................... 12
F. Intervensi Kesehatan Lingkungan ......................................................................... 17
G. Pemantauan dan Evaluasi...................................................................................... 19
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 21
A. Gambaran Umum Puskesmas ............................................................................... 21
B. Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas ........................................................ 24
C. Hasil Kegiatan Praktik .......................................................................................... 25
D. Pembahasan........................................................................................................... 36
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 42
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 42
B. Saran ..................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45
LAMPIRAN...................................................................................................................... 46
A. Peta Letak Puskesmas ........................................................................................... 46
B. Struktur Organisasi ............................................................................................... 47
C. 10 Besar Penyakit yang ada di Puskesmas ............................................................ 48
D. 10 Besar Penyakit Berbasis Lingkungan .............................................................. 49
E. Formulir Kegiatan ................................................................................................. 50
F. Daftar Hadir .......................................................................................................... 51
G. Klinik Sanitasi ....................................................................................................... 52
H. Dokumentasi ......................................................................................................... 57

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut ahli kesehatan H.L Bloom, derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan. Sampai saat ini diketahui bahwa permasalahan
penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah kerja puskesmas didominasi oleh
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan.
Disamping itu, upaya pengobatan penyakit dan upaya perbaikan lingkungan
dikerjakan secara terpisah dan belum terintegrasi dengan upaya terkaitainnya.
Petugas paramedis/medis mengupayakan pengobatan upaya terkait lainnya.
Petugas paramedis/medis mengupayakan pengobatan tanpa memperhatikan
kondisi lingkungan perumahan/pemukiman pasien, disisi lain petugas
kesehatan lingkungan mengupayakan kesehatan lingkungan tanpa
memperhatikan permasalahan penyakitnya.
Upaya petugas sanitarian agar lebih maksimal dalam pencegahan
penyakit ada di masyarakat, maka perlu dilaksanakan kegiatan klinik sanitasi.
Klinik sanitasi merupakan suatu wahana untuk mengatasi masalah kesehatan
masyarakat melalui upaya terintegrasi antara kesehatan lingkungan dan
pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis
dari petugas puskesmas.
Klinik sanitasi/klinik pelayanan kesehatan lingkungan bukan sebagai
unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan
puskesmas, bekerjasama dengan program yang lain dari sektor terkait di
wilayah kerja puskesmas. Pasien yang menderita penyakit dan diduga berkaitan
dengan kesehatan lingkungan (penyakit berbasis lingkungan) dirujuk oleh
petugas medis ke ruang klinik sanitasi/pelayanan kesling. Namun demikian,
masyarakat umum bukan penderita yang datang ke puskesmas dapat juga
berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan di
klinik sanitasi/pelayanan kesehatan lingkungan.

1
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan latihan kerja di tempat praktik
untuk meningkatkan pengetahuan dan membentuk sikap serta keterampilan
kerja dibidang Klinik Sanitasi/pelayanan kesehatan lingkungan.
2. Khusus
2. Mahasiswa mendapatkan gambaran nyata tentang Klinik Sanitasi
3. Mahasiswa mendapatkan pemahaman, penghayatan dan keterampilan
kerja dibidang klinik sanitasi
4. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan membentuk sikap serta
yketerampilan profesional dalam praktik klinik sanitasi secara nyata
5. Mahasiswa terampil dalam mengidentifikasi masalah kesehatan berbasis
lingkungan
6. Mahasiswa dapat memberikan alternatif masalah pemecahan masalah
yang sedang dihadapi pasien dan/atau klien

C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang klinik sanitasi
b. Terpapar dengan sesungguhnya dan pengalaman di instansi kesehatan
dalam hal ini puskesmas
c. Mendapatkan bahan untuk penulisan skripsi
2. Bagi institusi tempat magang (Puskesmas)
a. Dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian
tugas klinik sanitasi
b. Mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah dikenal mutu dan
kredibilitasnya
c. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
antara puskesmas dan Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes
Kemenkes Pontianak

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-Pengertian
1. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyakarat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan
upaya kuratif dan rehabilitatif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan.
3. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung di Puskesmas.
4. Faktor Risiko Lingkungan adalah hal, keadaan, atau peristiwa yang
berkaitan dengan kualitas media lingkungan yang mempengaruhi atau
berkontribusi terhadap terjadinya penyakit dan/atau gangguan kesehatan.
5. Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan
Lingkungan dengan pasien yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
6. Inspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan
pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka
pengawasan berdasarkan standar, norma, dan baku mutu yang berlaku untuk
meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat.
7. Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah tindakan penyehatan, pengamanan,
dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik
dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.

3
8. Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah setiap orang yang telah lulus
pendidikan minimal Diploma Tiga di bidang kesehatan lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

B. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan


Kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan di dalam gedung dan luar
gedung Puskesmas, meliputi:
1. Konseling;
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan; dan/atau
3. Intervensi Kesehatan Lingkungan.

C. Alur Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas


Alur kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas dapat
dilihat pada skema dengan uraian berikut:
1. Pelayanan Pasien yang menderita penyakit dan/atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh Faktor Risiko Lingkungan
a. Pasien mendaftar di ruang pendaftaran.
b. Petugas pendaftaran mencatat/mengisi kartu status.
c. Petugas pendaftaran mengantarkan kartu status tersebut ke petugas ruang
pemeriksaan umum.
d. Petugas di ruang pemeriksaan umum Puskesmas (Dokter, Bidan,
Perawat) melakukan pemeriksaan terhadap Pasien.
e. Pasien selanjutnya menuju Ruang Promosi Kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan Konseling.
f. Untuk melaksanakan Konseling tersebut, Tenaga Kesehatan Lingkungan
mengacu pada Contoh Bagan dan Daftar Pertanyaan Konseling
(terlampir).
g. Hasil Konseling dicatat dalam formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan dan selanjutnya Tenaga Kesehatan Lingkungan memberikan

4
lembar saran/tindak lanjut dan formulir tindak lanjut Konseling kepada
Pasien.
h. Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut
Konseling.
i. Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau hasil
surveilans kesehatan menunjukkan kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan, Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.
j. Setelah Konseling di Ruang Promosi Kesehatan, Pasien dapat mengambil
obat di Ruang Farmasi dan selanjutnya Pasien pulang.
2. Pelayanan Pasien yang datang untuk berkonsultasi masalah kesehatan
lingkungan (dapat disebut Klien)
a. Pasien mendaftar di Ruang Pendaftaran.
b. Petugas pendaftaran memberikan kartu pengantar dan meminta Pasien
menuju ke Ruang Promosi Kesehatan.
c. Pasien melakukan konsultasi terkait masalah kesehatan lingkungan atau
penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor
Risiko Lingkungan.
d. Tenaga Kesehatan Lingkungan mencatat hasil Konseling dalam formulir
pencatatan status kesehatan lingkungan, dan selanjutnya memberikan
lembar saran atau rekomendasi dan formulir tindak lanjut Konseling
untuk ditindak lanjuti oleh Pasien.
e. Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut
Konseling.
f. Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau
kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit atau kejadian
kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan membuat janji dengan Pasien untuk dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan dan selanjutnya Pasien dapat pulang.

5
D. Konseling
1. Pengertian konseling
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan
Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab
Pasien. Pada waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi
langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan
(komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan.
Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan
hubungan dengan Pasien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan
melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi

6
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog,
melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu
mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
2. Ciri-ciri Konseling meliputi :
Konseling sebagai proses yang dapat membantu Pasien dalam:
a. Memperoleh informasi tentang masalah kesehatan keluarga yang benar;
b. Memahami dirinya dengan lebih baik;
c. Menghadapi masalah-masalahnya sehubungan dengan masalah kesehatan
keluarga yang dihadapinya;
d. Mengutarakan isi hatinya terutama hal-hal yang bersifat sensitif dan
sangat pribadi;
e. Mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan kapasitas merubah
perilaku;
f. Meningkatkan dan memperkuat motivasi untuk merubah perilakunya;
dan/atau
g. Menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan dengan masalah
kesehatan keluarganya.
Konseling bukan percakapan tanpa tujuan. Konseling diadakan
untuk mencapai tujuan tertentu antara lain membantu Pasien untuk berani
mengambil keputusan dalam memecahkan masalahnya. Konseling bukan
berarti memberi nasihat atau instruksi pada Pasien untuk sesuatu sesuai
kehendak Tenaga Kesehatan Lingkungan.
Konseling berbeda dengan konsultasi maupun penyuluhan. Dalam
konsultasi, pemberi nasehat memberikan nasehat seakan-akan dia seorang
“ahli" dan memikul tanggung jawab yang lebih besar terhadap tingkah laku
atau tindakan Pasien, serta yang dihadapi adalah masalah. Sedangkan
penyuluhan merupakan proses penyampaian informasi kepada kelompok
sasaran dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat.

7
3. Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada permasalahan
kesehatan yang dihadapi Pasien. Langkah-langkah kegiatan Konseling
sebagai berikut:
a. Persiapan (P1)
1) Menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
2) Menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan;
3) Menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan seperti
poster, lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban sehat, dan
lain-lain) serta alat peraga lainnya.
b. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan menggali
data/informasi kepada Pasien atau keluarganya, sebagai berikut:
1) Umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2) Khusus, meliputi:
a) Identifikasi prilaku/kebiasaan;
b) Identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c) Dugaan penyebab; dan
d) Saran dan rencana tindak lanjut.
Ada enam langkah dalam melaksanakan Konseling yang biasa
disingkat dengan "SATU TUJU" yaitu :
1. SA = Salam, Sambut:

8
a. Beri salam, sambut Pasien dengan hangat.
b. Tunjukkan bahwa Anda memperhatikannya, mengerti keadaan dan
keperluannya, bersedia menolongnya dan mau meluangkan waktu.
c. Tunjukkan sikap ramah.
d. Perkenalkan diri dan tugas Anda.
e. Yakinkan dia, bahwa Anda bisa dipercaya dan akan menjaga
kerahasiaan percakapan anda dengan Pasien.
f. Tumbuhkan keberaniannya untuk dapat mengungkapkan diri.
2. T - tanyakan :

a. Tanyakan bagaimana keadaan atau minta Pasien untuk menyampaikan


masalahnya pada Anda.
b. Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c. Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d. Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e. Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk menolong
mencari cara pemecahan masalah yang terbaik bagi Pasien.
3. U-Uraikan :

9
Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda
menganggap perlu diketahuinya agar lebih memahami dirinya, keadaan
dan kebutuhannya untuk memecahkan masalah. Dalam menguraikan
anda bisa menggunakan media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
(KIE) supaya lebih mudah dipahami.
4. TU – Bantu :

Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan berbagai


kemungkinan yang bisa dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya atau
mengatasi masalahnya.

5. J - Jelaskan :

Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara mengatasi


permasalahan yang dihadapi Pasien dari segi positif dan negatif serta
diskusikan upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi.
Jelaskan berbagai pelayanan yang dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah tersebut.

10
6. U - Ulangi:

Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya.


Yakinkan bahwa anda selalu bersedia membantunya. Kalau Pasien
memerlukan percakapan lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda siap
menerimanya.
Setelah proses SATU TUJU dilaksanakan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan menindaklanjuti dengan:
a. Melakukan penilaian terhadap komitmen Pasien (Formulir tindak
lanjut konseling) yang telah diisi dan ditandatangani untuk mengambil
keputusan yang disarankan, dan besaran masalah yang dihadapi;
b. Menyusun rencana kunjungan untuk Inspeksi Kesehatan Lingkungan
sesuai hasil Konseling; dan
c. Menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.
Dalam melaksanakan Konseling kepada Pasien, Tenaga
Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Konseling sebagaimana
contoh bagan dan daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan terhadap Pasien
dengan diagnosis penyakit lain atau sesuai kebutuhan. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dalam memberikan saran tindak lanjut sesuai dengan
permasalahan kesehatan lingkungan yang dihadapi berdasarkan pedoman
teknis yang berlaku.

11
E. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan
pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka
pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk
meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan berdasarkan hasil
Konseling terhadap Pasien dan/atau kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit dan/atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan. Inspeksi Kesehatan Lingkungan juga dilakukan secara berkala,
dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan program kesehatan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
1. Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan oleh Tenaga
Kesehatan Lingkungan (sanitarian, entomolog dan mikrobiolog) yang
membawa surat tugas dari Kepala Puskesmas dengan rincian tugas yang
lengkap.
Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tenaga
Kesehatan Lingkungan sedapat mungkin mengikutsertakan petugas
Puskesmas yang menangani program terkait atau mengajak serta petugas
dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes, atau Bidan di desa. Terkait hal ini
Lintas Program Puskesmas berperan dalam:
1) Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif,
preventif dan kuratif dapat terintegrasi.
2) Membantu melakukan Konseling dan pada waktu kunjungan rumah
dan lingkungan.
3) Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena Faktor
Risiko Lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini
Puskesmas, untuk diketahui dan ditindaklanjuti.

12
2. Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Waktu pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai
tindak lanjut hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga
Kesehatan Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan paling
lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah Konseling.
3. Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan dengan cara/metode
sebagai berikut:
1) Pengamatan fisik media lingkungan;
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap media air,
udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang
pembawa penyakit. Dalam pelaksanaannya mengacu pada pedoman
pengawasan kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Secara garis besar, pengamatan fisik terhadap media
lingkungan dilakukan sebagai berikut:
a) Air
(1) Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air minum
dan air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur gali/sumur
pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air hujan).
(2) Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa, berwarna,
atau berbau.
(3) Mengetahui kepemilikan sarana penyediaan air minum dan air
untuk keperluan higiene sanitasi, apakah milik sendiri atau
bersama.
b) Udara
(1) Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan ventilasi.
(2) Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10% dari luas
lantai), khusus ventilasi dapur minimal 20% dari luas lantai
dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan ada
exhaust fan atau peralatan lain.

13
c) Tanah
Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi sebagai
media penularan penyakit, antara lain tanah bekas Tempat
Pembuangan Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah banjir,
bantaran sungai/aliran sungai/longsor, dan bekas lokasi
pertambangan.
d) Pangan
Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang memenuhi
prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan mulai
dari pemilihan dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan,
dan penyajian makanan.
e) Sarana dan Bangunan
Mengamati dan memeriksa kondisi kualitas bangunan dan
sarana pada rumah/tempat tinggal Pasien, seperti atap, langit-langit,
dinding, lantai, jendela, pencahayaan, jamban, sarana pembuangan
air limbah, dan sarana pembuangan sampah.
f) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Mengamati adanya tanda-tanda kehidupan vektor dan
binatang pembawa penyakit, antara lain tempat berkembang
biaknya jentik, nyamuk, dan jejak tikus.
2) Pengukuran media lingkungan di tempat;
Pengukuran media lingkungan di tempat dilakukan dengan
menggunakan alat in situ untuk mengetahui kualitas media lingkungan
yang hasilnya langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran
media lingkungan, jika diperlukan juga dapat dilakukan pengambilan
sampel yang diperuntukkan untuk pemeriksaan lanjutan di
laboratorium.
3) Uji laboratorium; dan/atau
Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan penegasan lebih
lanjut, dilakukan uji laboratorium. Uji laboratorium dilaksanakan di

14
laboratorium yang terakreditasi sesuai parameternya. Apabila
diperlukan, uji laboratorium dapat dilengkapi dengan pengambilan
spesimen biomarker pada manusia, fauna, dan flora.
4) Analisis risiko kesehatan lingkungan.
Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan pendekatan
dengan mengkaji atau menelaah secara mendalam untuk mengenal,
memahami dan memprediksi kondisi dan karakterisktik lingkungan
yang berpotensi terhadap timbulnya risiko kesehatan, dengan
mengembangkan tata laksana terhadap sumber perubahan media
lingkungan, masyarakat terpajan dan dampak kesehatan yang terjadi.
Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan untuk
mencermati besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskrisikan
masalah kesehatan lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan
penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan
masalah kesehatan lingkungan yang bersangkutan.
Analisis risiko kesehatan lingkungan dilakukan melalui:
a) Identifikasi bahaya
Mengenal dampak buruk kesehatan yang disebabkan oleh
pemajanan suatu bahan dan memastikan mutu serta kekuatan bukti
yang mendukungnya.
b) Evaluasi dosis respon
Melihat daya racun yang terkandung dalam suatu bahan
atau untuk menjelaskan bagaimana suatu kondisi pemajanan (cara,
dosis, frekuensi, dan durasi) oleh suatu bahan yang berdampak
terhadap kesehatan.
c) Pengukuran pemajanan
Perkiraan besaran, frekuensi dan lamanya pemajanan pada
manusia oleh suatu bahan melalui semua jalur dan menghasilkan
perkiraan pemajanan.

15
d) Penetapan Risiko
Mengintegrasikan daya racun dan pemajanan kedalam
“perkiraan batas atas” risiko kesehatan yang terkandung dalam
suatu bahan. Hasil analisis risiko kesehatan lingkungan
ditindaklanjuti dengan komunikasi risiko dan pengelolaan risiko
dalam rencana tindak lanjut yang berupa Intervensi Kesehatan
Lingkungan.
2. Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan
1. Persiapan:
1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji kunjungan rumah dan
lingkungannya dengan Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan
lapangan yang diperlukan (formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan,
formulir pencatatan status kesehatan lingkungan, media penyuluhan,
alat pengukur parameter kualitas lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan (kepala
desa/lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT) dan petugas
kesehatan/bidan di desa.
2. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji laboratorium,
dan analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga pasien dan
keluarga sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa Intervensi
Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran tindak lanjut
disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan, efektifitas dan biaya.
Dalam melaksanakan Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Tenaga
Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Inspeksi Kesehatan

16
Lingkungan berupa bagan dan daftar pertanyaan untuk setiap penyakit
sebagaimana contoh daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan tersebut sesuai
kebutuhan. Hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilanjutkan dengan
rencana tindak lanjut berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

F. Intervensi Kesehatan Lingkungan


Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah tindakan penyehatan,
pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial, yang dapat berupa:
1. Komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
penggerakan/pemberdayaan masyarakat;
Pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan prilaku masyarakat
terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat
mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan akibat Faktor Risiko
Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar masyarakat umum
mengenal lebih dulu, kemudian menjadi mengetahui, setelah itu mau
melakukan dengan pilihan/opsi yang sudah disepakati bersama.
Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan
untuk memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja
bersama (gotong royong) melibatkan semua unsur masyarakat termasuk
perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara berkala.
Contoh: Pemasangan dan/atau penayangan media promosi kesehatan
lingkungan pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat dan
fasilitas umum; Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan
mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian vektor;
Pemicuan, pendampingan, dan percontohan untuk menuju Sanitasi Total
pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat/STBM;Gerakan
bersih desa.

17
2. Perbaikan dan pembangunan sarana;
Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada hasil
Inspeksi Kesehatan Lingkungan menunjukkan adanya Faktor Risiko
Lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada
lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan dan pembangunan sarana
dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum, sanitasi, sarana
perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana
kesehatan lingkungan lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan
kesehatan lingkungan.
Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk
perbaikan dan pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan
standar atau persyaratan kesehatan lingkungan, dengan mengutamakan
material lokal.
Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut:
penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu; pembuatan saringan
air sederhana; pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk
mencegah kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor; pemasangan
genteng kaca untuk pencahayaan ruangan; pembuatan tangki septik,
pembuatan ventilasi, plesteran semen pada lantai tanah, dan pembuatan
sarana air bersih yang tertutup.
3. Pengembangan teknologi tepat guna
Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif
untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit
dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna
dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan
ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya yang
ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis dan mudah
diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta mudah
dikembangkan.

18
Contoh: pembuatan saringan pasir cepat/lambat untuk mengurangi
kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air; pembuatan kompos
dari sampah organik; pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak
ikan;
4. Rekayasa lingkungan
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media
lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit
baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta gangguan dari vektor
dan binatang pembawa penyakit.
Contoh rekayasa lingkungan: menanam tanaman anti nyamuk dan
anti tikus; pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy; pemberian bubuk
larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup; membuat
saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan salinitas.
Dalam pelaksanaannya Intervensi Kesehatan Lingkungan harus
mempertimbangkan tingkat risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan
Lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan Intervensi Kesehatan Lingkungan
dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan Intervensi Kesehatan
Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan bersama
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat/swasta.

G. Pemantauan dan Evaluasi


Untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kesehatan Lingkungan, setiap
Puskesmas harus melakukan pemantauan dan evaluasi Pelayanan Kesehatan
Lingkungan. Pemantauan dan evaluasi mencakup Pelayanan Kesehatan
Lingkungan Puskesmas dan pelaksanaan pengawasan kualitas media
lingkungan dalam rangka program kesehatan. Hasil pemantauan dan evaluasi
digunakan untuk mengukur kinerja Pelayanan Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas yang sekaligus menjadi indikator dalam penilaian akreditasi
Puskesmas.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memperoleh gambaran hasil
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas terhadap akses masyarakat

19
untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan, kualitas Pelayanan
Kesehatan Lingkungan Puskesmas, masalah yang dihadapi, dan dampak
kesehatan masyarakat.
Indikator pemantauan dan evaluasi kinerja Puskesmas meliputi:
1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
4. Dampak yang dapat terjadi.
Cara mengukur indikator tersebut dapat menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Jumlah Pasien yang mendapat Pelayanan Kesehatan Lingkungan
dibanding Pasien yang membutuhkan Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi Konseling
dibanding jumlah seluruh Pasien yang melakukan Konseling.
Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi Inspeksi
Kesehatan Lingkungan dibanding jumlah seluruh Pasien yang dikunjungi.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Hasil penilaian akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan
Kesehatan Lingkungan dikurangi Hasil penilaian kualitas Pelayanan
Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
4. Dampak yang dapat terjadi
Peningkatan atau penurunan insidens dan prevalensi penyakit
dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan Faktor Risiko Lingkungan.

20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Puskesmas


1. Letak Wilayah
UPK puskesmas kampung dalam merupakan salah satu puskesmas
yang terletak di kecamatan pontianak timur, dengan luas wilayah yang
menjadi binaan puskesmas kampung dalam yang luasnya 283,50 Km2.
Wilayah binaan upk puskesmas kampung dalam meliputi 2 kelurahan yaitu
kelurahan dalam bugis dan kelurahan tanjung hilir.
Wilayah binaan upk puskesmas kampung dalam terbagi atas
kelurahan dalam bugis yang memiliki 16 RW dan terdiri dari 78 RT dengan
luas wilayah 198 km2 sedangkan kelurahan tanjung hilir memiliki 10 RW
dan 40 RT dengan luas wilayah 85,50 Km2.
Batas - batas wilayah kerja upk puskesmas kampung dalam
selengkapnya sebagai berikut :
Utara : Kelurahan Tanjung Hulu
Selatan : Sungai Kapuas
Timur : Sungai Landak
Barat : Kelurahan Tambelan Sampit
2. Demografi
Jumlah penduduk diwilayah kerja UPK Puskesmas Kampung Dalam
pada tahun 2018 sebanyak 32.318 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki
sebanyak 16.515 jiwa ( 51,10 % ) dan penduduk perempuan berjumlah
15.803 jiwa ( 48,89 % ) dengan rasio jenis kelamin 104,51 serta kepadatan
penduduk 114,00 jiwa/km2.
3. Ketenagaan / Fungsional
Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan berjalan dengan baik
jika tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang kesehatan, yang diharapkan

21
mampu bekerja secara profesional dan selalu berusaha untuk
mengembangkan kemampuan secara keilmuan dan keterampilannya dalam
rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Gambaran
SDM di UPK Puskesmas Kampung Dalam sebagai berikut:
Data Sumber Daya (PNS) UPK Puskesmas Kampung Dalam Tahun 2018

NO JENIS TENAGA JUMLAH


1 Kepala Puskesmas 1 orang
2 Dokter Umum 2 orang
3 Sarjana kesehatan Masyarakat 2 orang
4 Bidan 11 orang
5 Perawat 3 orang
6 Perawat Gigi 1 orang
7 Sanitarian 1 orang
8 Nutrisionis 2 orang
9 Analis Kesehatan 2 orang
10 Farmasi 1 orang
11 Fungsional Umum 1 orang
12 Pengelola Administrasi Umum 4 orang
Total 31 orang

Data Jumlah Peran Serta Masyarakat

PERAN SERTA MASYARAKAT


RW DUKUN
POSYANDU KADER TOMA KET
BAYI
I
Adinda 5 5 -
(Dalam Bugis) 3
II
Adinda 4 5 - 5
(Dalam Bugis)
III
(Dalam Bugis) - - - 3

IV - - - 4

22
(Dalam Bugis)
V
Adinda 2 5 1 6
(Dalam Bugis)
VI
Adinda 3 7 - 7
(Dalam Bugis)
VII
Mekar Sari 5 - 5
(Dalam Bugis)
VIII
Masita 5 - 4
(Dalam Bugis)
IX
- - -
(Dalam Bugis)
X
- - -
(Dalam Bugis)
XI
Nusa Indah 5 - 5
(Dalam Bugis)
XII
Adinda 1 5 - 5
(Dalam Bugis)
XIII
Teratai 3 -
(Dalam Bugis)
XIV
Berkah 5 -
(Dalam Bugis)
XV
Pelangi 6 - 8
(Dalam Bugis)
XVI
Seruni 6 1 8
(Dalam Bugis)
I
- - - 4
(T. Hilir)
II Kartini
4 - 5
(T. Hilir) Madu
III Aster 5 1 6

23
(T. Hilir)
IV
Mawar 5 1 4
(T. Hilir)
V
- - 1 3
(T. Hilir)
VI Bunga
5 - 4
(T. Hilir) Tanjung
VII
- - - 4
(T. Hilir)
VIII
- - - 3
(T. Hilir)
IX
- - 1 3
(T. Hilir)
X
Kenanga 5 - 4
(T. Hilir)

B. Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas


1. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan cara PJB (Pemantauan Jentik
Berkala) dan fogging (jika ada kasus).
2. Inspeksi Sanitasi Tempat-Tempat Umum (TTU)
3. Inspeksi Sanitasi TPM (Tempat Pengolahan Makanan)
4. Inspeksi Sanitasi DAMIU (Depot Air Minum Isi Ulang)
5. Klinik Sanitasi
6. Inspeksi Sanitasi air bersih
7. Inspeksi Sanitasi air minum
8. Inspeksi jamban sehat

24
C. Hasil Kegiatan Praktik
1. Klinik Sanitasi
a. Berikut hasil observasi distribusi frekuensi kasus berdasarkan jenis
penyakit yang ada di klinik sanitasi UPT Puskesmas Kampung Dalam
No. Nama Penyakit Interval Frekuensi
1. ISPA 10 35,71
2. Diare 5 17,85
3. Kulit 5 17,85
4. DBD 7 25
5. Kecacingan 1 3,57
TOTAL 28 99,98
Jadi, jenis penyakit yang memiliki frekuensi tertinggi di klinik
sanitasi UPT Puskesmas Kampung Dalam adalah ISPA (35,71).

b. Berikut hasil observasi distribusi frekuensi kasus berdasarkan jenis


kelamin yang ada di klinik sanitasi UPT Puskesmas Kampung Dalam
No. Jenis Kelamin Interval Frekuensi
1. Laki-laki 12 42,85
2. Perempuan 16 57,14
TOTAL 28 99,99
Jadi, jenis kelamin yang memiliki frekuensi tertinggi di klinik
sanitasi UPT Puskesmas Kampung Dalam adalah Perempuan (57,14).

c. Berikut hasil observasi distribusi frekuensi kasus berdasarkan umur yang


ada di klinik sanitasi UPT Puskesmas Kampung Dalam
No. Umur Interval Frekuensi
1. 1-10 Tahun 7 25
2. 11 - 20 Tahun 5 17,85
3. 21 - 30 Tahun 3 10,71
4. 31 - 40 Tahun 6 21,42
5. 41 - 50 Tahun 4 14,28

25
6. 51 - 60 Tahun 1 3,57
7. 61 – 70 Tahun 2 7,14
TOTAL 28 99,97
Jadi, umur yang memiliki frekuensi tertinggi di klinik sanitasi
UPT Puskesmas Kampung Dalam adalah 1-10 Tahun (25).

2. PSN
a. Tabel Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik pada Surveilans di RT 01/
RW 06 Tahun 2019 di Kecamatan Pontianak Timur
Keberadaan Jentik
Total
No Jenis TPA Positif Negatif
f % f % f %
1. Bak Mandi 5 12,5 35 87,5 40 21,05
2. Bak wc 1 4 24 96 25 13,15
3. Tempayan/Drum 14 12,28 100 87,71 114 60
4. Ban Bekas 1 100 0 0 1 0,52
5. Ember 7 100 0 0 7 3,68
6. Kaleng/Botol bekas 0 0 1 100 1 0,52
7. Dll 0 0 2 100 2 1,05
TOTAL 190 99,97
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, keberadaan jentik
tertinggi yaitu pada tempayan/drum sebanyak 14 buah dengan frekuensi
sebesar 12,28%.

26
b. Tabel Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik pada Surveilans di RT
02/RW 06 Tahun 2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Keberadaan Jentik
Total
No Jenis TPA Positif Negatif
f % f % f %
1. Bak Mandi 2 5 38 95 40 21,27
2. Bak wc 0 0 22 100 22 11,70
3. Tempayan/Drum 15 14,70 87 85,29 102 54,25
4. Ban Bekas 0 0 0 0 0 0
5. Ember 0 0 23 100 23 12,23
6. Kaleng/Botol bekas 0 0 0 0 0 0
7. Dll 0 0 1 100 1 0,53
TOTAL 188 99,98
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, keberadaan jentik
tertinggi yaitu pada tempayan/drum sebanyak 15 buah dengan frekuensi
sebesar 14,70%.

c. Tabel Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Pada Surveilans di RT


03/RW 06 Tahun 2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Keberadaan Jentik
Total
No Jenis TPA Positif Negatif
f % f % f %
1. Bak Mandi 1 2,70 36 97,29 37 22,83
2. Bak wc 2 22,22 7 77,77 9 5,55
3. Tempayan/Drum 9 9,57 85 90,42 94 58,02
4. Ban Bekas 0 0 0 0 0 0
5. Ember 0 0 22 100 22 13,58
6. Kaleng/Botol bekas 0 0 0 0 0 0
7. Dll 0 0 0 0 0 0

27
TOTAL 162 99,98
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, keberadaan jentik
tertinggi yaitu pada tempayan/drum sebanyak 9 buah dengan frekuensi
sebesar 9,57%.

d. Tabel Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik pada Surveilans di RT


04/RW 06 Tahun 2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Keberadaan Jentik
Total
No Jenis TPA Positif Negatif
f % f % f %
1. Bak Mandi 0 0 15 100 15 35
2. Bak wc 0 0 15 100 15 35
3. Tempayan/Drum 3 10,34 26 89,65 29 48,33
4. Ban Bekas 0 0 0 0 0 0
5. Ember 0 0 1 100 1 1,67
6. Kaleng/Botol bekas 0 0 0 100 0 0
7. Dll 0 0 0 100 0 0
TOTAL 60 120
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, keberadaan jentik
tertinggi yaitu pada tempayan/drum sebanyak 3 buah dengan frekuensi
sebesar 10,34%.

e. Tabel Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik pada surveilans di RT


05/RW 06 Tahun 2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Keberadaan Jentik
Total
No Jenis TPA Positif Negatif
f % f % f %
1. Bak Mandi 0 0 29 100 29 16,67
2. Bak wc 0 0 29 100 29 16,67

28
3. Tempayan/Drum 6 5,45 104 94,54 110 63,21
4. Ban Bekas 0 0 1 100 1 0,57
5. Ember 0 0 2 100 2 1,14
6. Kaleng/Botol bekas 0 0 2 100 2 1,14
7. Dll 0 0 1 100 1 0,57
TOTAL 174 99,97
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, keberadaan jentik
tertinggi yaitu pada tempayan/drum sebanyak 6 buah dengan frekuensi
sebesar 5,45%.

3. Akses Air Bersih


a. Tabel Distribusi Frekuensi Akses Air Bersih di RT 01/RW 06 Tahun
2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Akses Air Bersih
f %
1. Ledeng (PDAM) 8 14,28
2. Sumur Gali 2 3,57
3. PAH (Air Hujan) 31 55,35
4. Dll (sungai, parit) 15 26,78
TOTAL 56 99,98
Jadi, sarana air bersih yang paling banyak digunakan yaitu Air
Hujan (55,35%) dan yang paling sedikit digunakan yaitu Sumur Gali
(3,57%).

29
b. Tabel Distribusi Frekuensi Akses Air Bersih di RT 02/RW 06 Tahun
2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Akses Air Bersih
f %
1. Ledeng (PDAM) 8 11,11
2. Sumur Gali 5 6,94
3. PAH (Air Hujan) 35 48,61
4. Dll (sungai, parit) 24 33,33
TOTAL 72 99,99
Jadi, sarana air bersih yang paling banyak digunakan yaitu Air
Hujan (48,61) dan yang paling sedikit digunakan yaitu Sumur Gali
(6,94%).

c. Tabel Distribusi Frekuensi Akses Air Bersih di RT 03/RW 06 Tahun


2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Akses Air Bersih
f %
1. Ledeng (PDAM) 21 28,76
2. Sumur Gali 0 0
3. PAH (Air Hujan) 33 45,20
4. Dll (sungai, parit) 19 26,02
TOTAL 73 99,98
Jadi, sarana air bersih yang paling banyak digunakan yaitu Air
Hujan (45,20%) dan yang paling sedikit digunakan yaitu Sumur Gali
(0%).

30
d. Tabel Distribusi Frekuensi Akses Air Bersih di RT 04/RW 06 Tahun
2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Akses Air Bersih
f %
1. Ledeng (PDAM) 15 44,11
2. Sumur Gali 5 14,70
3. PAH (Air Hujan) 14 41,17
4. Dll (sungai, parit) 0 0
TOTAL 34 99,98
Jadi, sarana air bersih yang paling banyak digunakan yaitu PDAM
(44,11%) dan yang paling sedikit digunakan yaitu DLL “sungai dan
parit” (0%).

e. Tabel Distribusi Frekuensi Akses Air Bersih di RT 05/RW 06 Tahun


2019 di Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Akses Air Bersih
f %
1. Ledeng (PDAM) 12 21,81
2. Sumur Gali 0 0
3. PAH (Air Hujan) 25 45,45
4. Dll (sungai, parit) 18 32,72
TOTAL 55 99,98
Jadi, sarana air bersih yang paling banyak digunakan yaitu Air
Hujan (45,45%) dan yang paling sedikit digunakan yaitu Sumur Gali
(0%).

31
4. Jamban Sehat
a. Tabel Distribusi Frekuensi Jamban Sehat di RT 01/RW 06 Tahun 2019 di
Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Jamban Sehat
f %
1. Komunal (Bersama) 0 0
2. Leher Angsa dengan
25 60,97
Tangki Septik
3. Leher Angsa dengan
11 26,82
Cubluk (gorong-gorong)
4. Leher Angsa tanpa Tangki
5 12,19
(sungai/parit)
TOTAL 41 99,98

Jadi, jenis jamban yang paling banyak digunakan yaitu Leher


Angsa dengan Tangki Septik (60,97%) dan yang paling sedikit
digunakan yaitu Komunal “bersama” (0%).

b. Tabel Distribusi Frekuensi Jamban Sehat di RT 02/RW 06 Tahun 2019 di


Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Jamban Sehat
f %
1. Komunal (Bersama) 0 0
2. Leher Angsa dengan
37 94,87
Tangki Septik
3. Leher Angsa dengan
1 2,56
Cubluk (gorong-gorong)
4. Leher Angsa tanpa Tangki 1 2,56

32
(sungai/parit)
TOTAL 39 99,99

Jadi, jenis jamban yang paling banyak digunakan yaitu Leher


Angsa dengan Tangki Septik (94,87%) dan yang paling sedikit
digunakan yaitu Komunal “bersama” (0%).

c. Tabel Distribusi Frekuensi Jamban Sehat di RT 03/RW 06 Tahun 2019 di


Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Jamban Sehat
f %
1. Komunal (Bersama) 0 0
2. Leher Angsa dengan
5 13,15
Tangki Septik
3. Leher Angsa dengan
33 86,84
Cubluk (gorong-gorong)
4. Leher Angsa tanpa Tangki
0 0
(sungai/parit)
TOTAL 38 99,99

Jadi, jenis jamban yang paling banyak digunakan yaitu Leher


Angsa dengan Cubluk (86,84%) dan yang paling sedikit digunakan yaitu
Leher Angsa tanpa Tangki (0%).

d. Tabel Distribusi Frekuensi Jamban Sehat di RT 04/RW 06 Tahun 2019 di


Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Jamban Sehat
f %
1. Komunal (Bersama) 0 0

33
2. Leher Angsa dengan
19 19
Tangki Septik
3. Leher Angsa dengan
0 0
Cubluk (gorong-gorong)
4. Leher Angsa tanpa Tangki
0 0
(sungai/parit)
TOTAL 19 100
Jadi, jenis jamban yang paling banyak digunakan yaitu Leher
Angsa dengan Tangki Septik (100%).

e. Tabel Distribusi Frekuensi Jamban Sehat di RT 05/RW 06 Tahun 2019 di


Kecamatan Pontianak Timur

Total
No Jamban Sehat
f %
1. Komunal (Bersama) 0 0
2. Leher Angsa dengan
27 100
Tangki Septik
3. Leher Angsa dengan
0 0
Cubluk (gorong-gorong)
4. Leher Angsa tanpa Tangki
0 0
(sungai/parit)
TOTAL 27 100
Jadi, jenis jamban yang paling banyak digunakan yaitu Leher
Angsa dengan Tangki Septik (100%).

5. TTU (Tempat-Tempat Umum)


a. Data umum
1) Nama pasar : Pasar Kenanga
2) Alamat : Jl. Tanjung Raya 1

34
3) Nama pengelola pasar : Syarif Abu Bakar
4) Provinsi : Kalimantan Barat
5) Kabupaten/Kota : Kota Pontianak
6) Kecamatan : Pontianak Timur
7) Puskesmas : Kampung Dalam
Berdasarkan, hasil inspeksi kesehatan lingkungan yang telah
dilakukan maka didapat skor sebesar 3.131. Yang artinya, pasar tersebut
tidak memenuhi syarat pada batas minimum yang telah ditentukan (harus
>8.100 atau 75% dari nilai maksimum, yaitu 10.800).

6. Inspeksi TPM (Tempat Pengolahan Makanan)


a. Ombak Pasia
1) Data umum
Nama Rumah Makan/Restoran : Rumah Makan Ombak Pasia
Penanggung Jawab : Devi
Alamat : Jl. Panglima ‘Aim
Tanggal Inspeksi : 19 Maret 2019
Petugas Inspeksi : Amalia Ardhanty
Berdasarkan, hasil inspeksi kesehatan lingkungan yang telah
dilakukan maka didapat skor sebesar 96 atau hanya 74%. Yang artinya,
rumah makan tersebut tidak memenuhi syarat pada batas minimum yang
telah ditentukan (jawaban “ya” harus >104 atau 80% dari nilai
maksimum, yaitu 130).

b. Mie Ayam Solo


1) Data umum
Nama Rumah Makan/Restoran : Mie Ayam Solo
Penanggung Jawab : Agus Sholeh
Alamat : Jl. Panglima ‘Aim
Tanggal Inspeksi : 19 Maret 2019
Petugas Inspeksi : Amalia Ardhanty

35
Berdasarkan, hasil inspeksi kesehatan lingkungan yang telah
dilakukan maka didapat skor sebesar 98 atau hanya 75%. Yang artinya,
rumah makan tersebut tidak memenuhi syarat pada batas minimum yang
telah ditentukan (jawaban “ya” harus >104 atau 80% dari nilai
maksimum, yaitu 130).

D. Pembahasan
Menurut ahli kesehatan H.L Bloom, derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan. Sampai saat ini diketahui bahwa permasalahan
penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah kerja puskesmas didominasi oleh
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan.
Disamping itu, upaya pengobatan penyakit dan upaya perbaikan lingkungan
dikerjakan secara terpisah dan belum terintegrasi dengan upaya terkaitainnya.
Petugas paramedis/medis mengupayakan pengobatan upaya terkait lainnya.
Petugas paramedis/medis mengupayakan pengobatan tanpa memperhatikan
kondisi lingkungan perumahan/pemukiman pasien, disisi lain petugas
kesehatan lingkungan mengupayakan kesehatan lingkungan tanpa
memperhatikan permasalahan penyakitnya.
Klinik sanitasi/klinik pelayanan kesehatan lingkungan bukan sebagai
unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan
puskesmas, bekerjasama dengan program yang lain dari sektor terkait di
wilayah kerja puskesmas. Pasien yang menderita penyakit dan diduga berkaitan
dengan kesehatan lingkungan (penyakit berbasis lingkungan) dirujuk oleh
petugas medis ke ruang klinik sanitasi/pelayanan kesling. Namun demikian,
masyarakat umum bukan penderita yang datang ke puskesmas dapat juga
berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan di
klinik sanitasi/pelayanan kesehatan lingkungan.
Kelompok kami yang beranggotakan Fiqih Adjitia Wibowo, Mitha
Adzura dan Uray Muhammad Gaen Fitrah melakukan praktikum pada mata
kuliah Klinik Sanitasi yang berlokasi di Puskesmas Kampung Dalam, Jl.

36
Tanjung Raya 1 Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.
Praktikum dilaksanakan dalam 2 minggu, yaitu terhitung dari hari Senin (18
Maret 2019) hingga hari Sabtu (30 Maret 2019). Adapun kegiatan yang kami
lakukan selama 2 minggu, khususnya di dalam gedung yaitu kegiatan klinik
sanitasi (konseling) dan penyuluhan, dan di luar gedung yaitu kegiatan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk), melakukan pendataan fasilitas SAB (Sarana
Air Bersih) dan Jamban Sehat, Inspeksi TTU (Tempat-Tempat Umum) dan
Inspeksi TPM (Tempat Pengolahan Makanan).
Kegiatan pertama yang kami lakukan selama 2 minggu di Puskesmas
Kampung Dalam, yaitu klinik sanitasi (konseling). Pada klinik sanitasi, kami
mendapatkan bahwa sebagian besar masyarakat sekitar menderita berbagai
penyakit berbasis lingkungan seperti diare, skabies (kulit), gejala DBD, ISPA
dll. Jumlah total masyarakat yang melakukan konseling pada klinik sanitasi,
yaitu sebanyak 28 orang. Adapun penyakit berbasis lingkungan yang paling
sering atau banyak diderita oleh penderita di puskesmas adalah ISPA dengan
jumlah sebanyak 10 orang dengan frekuensinya sebesar 35,71%. Rata-rata
penderita mengeluhkan bahwa penyakit ISPA berasal dari mereka yang
perokok aktif maupun pasif. Masalah selanjutnya yaitu ventilasi mereka yang
kurang memadai, sehingga tidak terjadinya proses pertukaran udara di dalam
rumah mereka secara masimal dan juga pada malam hari mereka menggunakan
obat anti nyamuk dengan cara dibakar sehingga memungkinkan asap dari obat
anti nyamuk tersebut terhirup oleh mereka yang sedang istirahat.
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu hindari atau menjaga jarak
dengan orang-orang yang sedang merokok dan memperbaiki ventilasi mereka
yang kurang memadai. Dan bila penderita mengalami batuk, kami juga
menyarankan agar penderita menggunakan masker atau menutup mulut mereka
ketika batuk dan mengganti obat anti nyamuk mereka dengan cara oles atau
semprot (tanpa bakar). Sedangkan penyakit berbasis lingkungan yang paling
sedikit diderita oleh penderita di puskesmas adalah kecacingan dengan jumlah
penderita sebanyak 1 orang dengan frekuensinya sebesar 3,57%. Masalah yang
penderita alami yaitu karena sebelum makan maupun sesudah BAB tidak

37
mencuci tangannya dengan menggunakan sabun pada air yang mengalir.
Dikarenakan penderita adalah seorang anak kecil, dia selalu bermain keluar
rumah tanpa menggunakan alas kaki, sehingga memungkinkan telur cacing
yang berada di tanah dapat masuk ke pori-pori kulit anak kecil tersebut.
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu selalu mencuci tangan pakai
sabun pada air yang mengalir sebelum makan maupun sesudah BAB dan juga
selalu menggunakan alas kaki (sendal) ketika bermain diluar.
Kami juga melakukan observasi distribusi frekuensi kasus penyakit
berbasis lingkungan berdasarkan pada jenis kelamin dan umur di UPT
Puskesmas Kampung Dalam. Pada jenis kelamin dapat diketahui bahwa jenis
kelamin yang memiliki frekuensi tertinggi adalah perempuan (57,14%) dengan
jumlah penderita sebanyak 16 orang. Hal ini dikarenakan Dan pada jenis
kelamin laki-laki memiliki frekuensi 42,85% dengan jumlah penderita
sebanyak 12 orang. Dan pada umur yang memiliki penderita terbanyak yaitu
pada umur 1-10 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 7 orang dengan
frekuensi 25%. Hal ini dikarenakan, Lalu, pada umur yang memiliki penderita
terendah yaitu pada umur 51-60 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 1
orang dengan frekuensi 3,57%.
Selanjutnya, kami melakukan pendataan sarana air bersih ke rumah
warga. Adapun lokasi/tempat yang kami lakukan pendataan yaitu di RT 01, 02,
03, 04 dan 05 khususnya pada RW 06 Kecamatan Pontianak Timur, Kelurahan
Dalam Bugis. Setelah melakukan pendataan, hasil yang kami dapat yaitu
sarana air bersih yang paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat
adalah air hujan. Hal ini dikarenakan, masyarakat memanfaatkan air hujan
sebagai kebutuhan dan prioritas yang lebih diutamakan untuk kebutuhan
sehari-hari dalam rumah tangga, seperti memasak, mencuci baju maupun
peralatan makan, serta mandi. Selain itu, air hujan juga didapat dengan cara
menampung saat hujan turun. Mereka juga menganggap bahwa air yang
didapat bersumber dari hujan lebih bersih daripada sumber air lainnya seperti
parit, sungai, waduk, sumur dll. Salah satu contohnya pada RT 01/RW 06 yang
sebagian besar warganya menggunakan telah menggunakan air hujan sebanyak

38
31 rumah (55,35%). Akan tetapi, jika musim kemarau telah tiba maka air hujan
akan sulit didapat sehingga masyarakat akan memilih alternatif lain untuk
mendapatkan air dan warga beralih ke sarana air bersih yang bersumber dari
Sungai Kapuas dan parit di sekitar rumah mereka.
Setelah itu, kami melakukan pemantauan jentik ke rumah warga.
Adapun lokasi/tempat yang kami lakukan pemantauan jentik yaitu di RT 01,
02, 03, 04, dan 05 khususnya pada RW 06 Kecamatan Pontianak Timur,
Kelurahan Dalam Bugis. Setelah melakukan pemantauan jentik, hasil yang
kami dapati yaitu sebagian besar keberadaan jentik terdapat di tempayan/drum
yang berada di rumah warga. Salah satu contohnya yaitu pada RT 01 yang
keberadaan jentiknya pada tempayan/drum sebanyak 14 buah dengan frekuensi
sebesar 12,28%. Sedangkan pada bak mandi hanya sebanyak 5 buah dengan
frekuensi 8,4% dan pada bak WC sebanyak 1 buah dengan frekuensi 12,5%.
Hal ini dikarenakan untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada
tempat penampungan air yang berwarna gelap, terbuka dan terutama yang
terletak di tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari.
Kemudian, kami juga melakukan pendataan jamban sehat ke rumah
warga. Adapun lokasi/tempat yang kami lakukan pendataan yaitu di RT 01, 02,
03, 04, dan 05 khususnya pada RW 06 Kecamatan Pontianak Timur, Kelurahan
Dalam Bugis. Setelah melakukan pendataan, hasil yang kami dapat yaitu jenis
jamban yang paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat adalah
jamban leher angsa yang dilengkapi dengan tangki septik. Hal ini menunjukkan
bahwa fasilitas sanitasi khususnya penggunaan jamban di 5 RT tersebut sudah
memadai. Dengan adanya penggunakan tangki septik pada jamban, maka risiko
pencemaran air, tanah dan udara dapat terminimalisir. Selain itu, penyebaran
penyakit yang dilakukan oleh vektor (seperti tikus, kecoa, lalat) juga dapat
diminimalisasir, sehingga penyakit berbasis lingkungan dapat berkurang.
Setelah itu, kami melakukan inspeksi lingkungan ke salah satu tempat
umum yang berada di Kecamatan Pontianak Timur, Kelurahan Dalam Bugis.
Tempat umum tersebut adalah pasar Kenanga, yang beralamat di Jalan Tanjung
Raya 1. Nama penanggung jawab dari pasar tersebut adalah Syarif Abu Bakar.

39
Setelah kami melakukan inspeksi lingkungan di pasar tersebut, maka dapat
diketahui bahwa pasar Kenanga tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan
skor yang dimiliki oleh pasar Kenanga 3.131 dari total skor yaitu 10.800. Salah
satu faktor yang menjadikan pasar Kenanga tidak memenuhi syarat (memiliki
nilai yang rendah) contohnya pada variabel tempat penjualan makanan
matang/siap saji, khususnya pada komponen yang dinilai yaitu tempat cuci
tangan tidak dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir. Kemudian, pada
komponen tempat cuci peralatan tidak tersedia tempat yang khusus, sehingga
para penjual makanan matang mencuci peralatan makanan matang dicuci di
ember. Dan juga tempat penjualanan makanan matang/siap saji di pasar
Kenanga tidak memiliki IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) sendiri dan
hal ini sehingga mengkhawatirkan akan terjadinya pencemaran air, tanah
maupun udara di sekitar pasar tersebut.
Dan yang terakhir adalah kami melakukan inspeksi Tempat Pengolahan
Makanan ke beberapa rumah makan yang berada di Kecamatan Pontianak
Timur, Kelurahan Tanjung Hilir. Rumah makan tersebut adalah Rumah Makan
Ombak Pasia dan Mie Ayam Solo yang beralamat di Jalan Tanjung Raya 1.
Inspeksi TPM pertama yang kami lakukan yaitu di Rumah Makan Ombak
Pasia dengan penanggung jawab atas nama Devi. Setelah kami melakukan
inspeksi lingkungan di pasar tersebut, maka dapat diketahui bahwa Rumah
Makan Ombak Pasia tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan skor yang
dimiliki oleh Rumah Makan Ombak Pasia hanya sebesar 74%, sedangkan
standar untuk memenuhi syarat yaitu 80%. Salah satu variabel yang
menjadikan rumah makan tersebut tidak memenuhi syarat yaitu pada ventilasi.
Ventilasi rumah makan tersebut tidak berfungsi dengan baik, sehingga tidak
terjadinya proses pertukaran udara yang baik dan mengakibatkan timbulnya
bau yang tidak enak serta akan mengurangi rasa nyaman pengunjung. Serta
pada tempat pencucian tangannya tidak memiliki sabun dan para pekerja tidak
melakukan check up kesehatan secara rutin di puskesmas maupun RS terdekat,
tidak pernah divaksin chotypha/thypoid dan melakukan check up penyakit
khusus (seperti hepatitis).

40
Lalu, pada Mie Ayam Solo dengan penanggung jawab Agus Sholeh
juga tidak memenuhi persyaratan kesehatan pada rumah makan. Setelah
dilakukan inspeksi, didapati hasil bahwa pada Mie Ayam Solo memiliki skor
75% sedangkan standar yang telah ditetapkan untuk memenuhi persyaratan
tersebut sebesar 80%. Hal ini dikarenakan, ventilasi rumah makan tersebut
tidak berfungsi dengan baik, sehingga tidak terjadinya proses pertukaran udara
yang baik dan mengakibatkan timbulnya bau yang tidak enak serta akan
mengurangi rasa nyaman pengunjung. Dan juga ventilasinya tidak dilengkapi
dengan kawat kasa, sehingga tidak mencegah keluar masuknya serangga
maupun tikus. pada tempat pencucian tangannya juga tidak dilengkapi dengan
sabun dan para pekerja tidak melakukan check up kesehatan secara rutin di
puskesmas maupun RS terdekat, tidak pernah divaksin chotypha/thypoid dan
melakukan check up penyakit khusus (seperti hepatitis).
Hasil pengamatan kami sebagian besar belum sesuai dengan standar
kesehatan, ini akan menimbulkan berbagai dampak terhadap kesehatan
pendudk sekitar, terutama terhadap penyakit yang berbasis lingkungan. Faktor
yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan lintas
program yang belum berjalan secara optimal.

41
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada klinik sanitasi, kami mendapatkan bahwa sebagian besar
masyarakat sekitar menderita berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti
diare, skabies (kulit), gejala DBD, ISPA dll.
Jumlah total masyarakat yang melakukan konseling pada klinik
sanitasi, yaitu sebanyak 28 orang. Adapun penyakit berbasis lingkungan yang
paling sering atau banyak diderita oleh penderita di puskesmas adalah ISPA
dengan jumlah sebanyak 10 orang dengan frekuensinya sebesar 35,71%.
Pada observasi distribusi frekuensi kasus penyakit berbasis
lingkungan berdasarkan pada jenis kelamin dan umur di UPT Puskesmas
Kampung Dalam. Pada jenis kelamin dapat diketahui bahwa jenis kelamin
yang memiliki frekuensi tertinggi adalah perempuan (57,14%) dengan jumlah
penderita sebanyak 16 orang. Dan pada umur yang memiliki penderita
terbanyak yaitu pada umur 1-10 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 7
orang dengan frekuensi 25%.
Pada sarana air bersih yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
setempat adalah air hujan. Hal ini dikarenakan, masyarakat memanfaatkan air
hujan sebagai kebutuhan dan prioritas yang lebih diutamakan untuk kebutuhan
sehari-hari dalam rumah tangga, seperti memasak, mencuci baju maupun
peralatan makan, serta mandi.
Pada pemantauan jentik, hasil yang kami dapati yaitu sebagian besar
keberadaan jentik terdapat di tempayan/drum yang berada di rumah warga.
Salah satu contohnya yaitu pada RT 01 yang keberadaan jentiknya pada
tempayan/drum sebanyak 14 buah dengan frekuensi sebesar 12,28%.
Sedangkan pada bak mandi hanya sebanyak 5 buah dengan frekuensi 8,4% dan
pada bak WC sebanyak 1 buah dengan frekuensi 12,5%.
Pada jamban sehat, hasil yang kami dapat yaitu jenis jamban yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat adalah jamban leher angsa

42
yang dilengkapi dengan tangki septik. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas
sanitasi khususnya penggunaan jamban di 5 RT tersebut sudah memadai.
Pada inspeksi Tempat-Tempat Umum (TTU) yang berlokasi di pasar
Kenanga, tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan skor yang dimiliki oleh
pasar Kenanga 3.131 dari total skor yaitu 10.800. Salah satu faktor yang
menjadikan pasar Kenanga tidak memenuhi syarat (memiliki nilai yang
rendah) contohnya pada variabel tempat penjualan makanan matang/siap saji,
khususnya pada komponen yang dinilai yaitu tempat cuci tangan tidak
dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir.
Pada inspeksi Tempat Pengolahan Makanan (TPM)) di Ombak Pasia
dan Mie Ayam Solo yang beralamat di Jalan Tanjung Raya 1, dapat diketahui
bahwa Rumah Makan Ombak Pasia tidak memenuhi syarat. Hal ini
dikarenakan skor yang dimiliki oleh Rumah Makan Ombak Pasia hanya
sebesar 74%, sedangkan standar untuk memenuhi syarat yaitu 80% sedangkan
untuk Mie Ayam Solo didapati skor 75% sedangkan standar yang telah
ditetapkan untuk memenuhi persyaratan tersebut sebesar 80%.

B. Saran
Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan terutama masalah yang
menimpa sekelompok keluarga atau masyarakat dapat dilaksanakan secara
musyawarah dan gotong royong oleh masyarakat dengan bimbingan teknis dari
petugas sanitasi dan lintas sektor terkait. Apabila dengan cara demikian tidak
tuntas dan atau untuk perbaikannya memerlukan pembiayaan yang cukup besar
maka penyelesaiannya dianjurkan untuk mengikuti mekanisme perencanaan
yang ada, mulai perencanaan tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat
kabupaten/kota. Petugas sanitasi juga dapat membantu mengusulkan kegiatan
perbaikan kesehatan lingkungan tersebut kepada sektor terkait. Keberhasilan
klinik sanitasi di lapangan sangat tergantung pada kemauan, pengetahuan dan
keterampilan petugas klinik sanitasi dalam menggali, merumuskan dan
memberikan saran tindak lanjut perbaikan lingkungan dan perilaku secara
cepat, tepat dan akurat.

43
Selain itu dukungan kepala Puskesmas, petugas kesehatan lain, lintas
sektor dan masyarakat terutama dalam penyelesaian masalah kesehatan
lingkungan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan pelaksanaan klinik sanitasi.
Untuk itu dalam pelaksanaan klinik sanitasi harus dilakukan secara terintegrasi
dan didukung pengetahuan dan keterampilan di bidang lainnya seperti teknik
komunikasi, konseling dan lain-lain Masalah penyakit lingkungan berbasis
wilayah meliputi penyakit New Emerging Infectious Disease (NEID) dan Re
Emerging Infectious Disease (REID) merupakan ancaman kesehatan serius
masyarakat yang harus diantisipasi, karena berpotensi terjadinya Kejadian Luar
Biasa (KLB), menyebar dalam tempo singkat dan menimbulkan dampak luar
biasa terhadap kehidupan masyarakat serta merupakan salah satu ancaman
serius di masa mendatang. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, lintas
program maupun lintas negara dalam manajemen penanggulangannya,
termasuk keterlibatan aktif lembaga pendidikan kesehatan

44
DAFTAR PUSTAKA

Mawal, A. 2014. “Laporan Praktek Lapangan Klinik Sanitasi”. Diakses pada


https://arpiljumawal.blogspot.com/2014/12/laporan-praktek-lapangan-
kliniksanita si.html

Murningsih, H. 2015. “Klinik Sanitasi”. Diakses pada http://hetimurningsih.blog


spot.com/2015/02/klinik-sanitasi.html

Oktami, R. 2018. “Gambaran Pelayanan Klinik Sanitasi Terhadap Pasien Penyakit


Berbasis Lingkungan (PBL) di Puskesmas Gucialit dan Puskesmas
Gambut”. Diakses pada http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id:81/index.
php/hsr/article/view/ 638

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan


Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas

Sangatta, P. 2010. “Klinik Sanitasi Integrasi Menangani Penyakit Berbasis


Lingkungan”. Diakses pada https://puskesmassangatta.wordpress.com/t
ag/klinik-sanitasi/

Wardana. 2012. “Tinjauan Pustaka Klinik Sanitasi”. Diakses pada http://wardana-


sl.blogspot.com/2012/07/tinjauan-pustaka-klinik-sanitasi.html

45
LAMPIRAN

A. Peta Letak Puskesmas

46
B. Struktur Organisasi

47
C. 10 Besar Penyakit yang ada di Puskesmas

48
D. 10 Besar Penyakit Berbasis Lingkungan
1. ISPA
2. Diare
3. Kulit
4. DBD
5. Kecacingan
6. TB Paru
7. Keracunan Makanan
8. Flu Burung
9. Keracuna Pestisida
10. Chikungunya

49
E. Formulir Kegiatan

50
F. Daftar Hadir

51
G. Klinik Sanitasi

No. Nama Penderita Umur Alamat Diagnosa Saran


Senin, 18 Maret 2019
- - - - - -
Selasa, 19 Maret 2019
 Pakai masker

1. Ade Al-Roman 15 Pesantren Kampung Arab ISPA  Buang dahak pada tempat
yang tertutup
 Makan makanan yang
bergizi
Kulit
2. Junaidi 15 Pesantren Kampung Arab
(Skabies)  Tidak menggunakan
handuk secara bergantian
Rabu, 20 Maret 2019
 Tidak gunakan obat anti
nyamuk bakar

1. Fianisa 7 Gang Amal ISPA  Selalu membuka pintu dan


jendela pagi hari
 Menutup mulut bila batuk
 Cuci tangan sebelum makan
dan sesudah BAB
 Cuci tangan menggunakan
2. Jaka 10 Jl. Kampung Arab Diare
sabun
 Jangan makan makanan
yang kurang bersih
Kamis, 21 Maret 2019
 Menaburkan bubuk abate
Gejala pada tempayan yang jarang
1. Koko 13 Jl. Kampung Arab
DBD
dikuras
Jum’at, 22 Maret 2019
 Cuci tangan sebelum makan
1. Berliana 17 Gang Ampar Diare
dan sesudah BAB

52
 Cuci tangan menggunakan
sabun
 Tutup makanan dengan
tudung saji
 Melipat dan menurunkan
Gejala kain/baju yang diletakkan
2. Fitriyah 30 Tanjung Hilir I
DBD
bergantungan
 Gunakan air dari sumber
Tanjung Raya I (Dalam Kulit terlindung
3. Sutieh 60
Bugis) (Skabies)
 Peralatan tidur dijemur
 Cuci tangan pakai sabun
sebelum makan dan setelah
Kecacinga
4. Rama 10 Gang Kelontan
n BAB
 Gunakan selalu alas kaki
 Menutup tempat
penampungan air
 Menaburkan bubuk abate
Gejala pada tempayan yang jarang
5. Siti Mayam 43 Gang Askot
DBD
dikuras
 Memelihara ikan pemakan
jentik
 Menutup (TPA) atau tempat
Gejala
6. Nurhayati 48 Jl. Kampung Arab
DBD penampungan air
 Menguras bak mandi 1
minggu sekali
Gejala
7. Anis Hidayatullah 8 Jl. Kampung Arab
DBD  Melipat baju/menurunkan
baju yang bergantungan
 Menimbun ban, kaleng dan
Gejala botol/gelas bekas
8. Desy 70 Dalam Bugis
DBD
 Menaburkan bubuk abate

53
pada tempat penampungan
air yang jarang dikuras
 Melipat dan menurnkan
kain/baju yang diletakkan
bergantungan
Sabtu, 23 Maret 2019
 Makan buah pisang
 Konsumsi minuman hangat
Gang Permata Jaya Gejala
1. Nina 32
(Tanjung Raya 2) DBD dan makanan yang lunak
 Istirahat yang cukup
 Tutup makanan dengan
tudung saji
2. Laila Fitri 29 Kompleks Keraton Diare
 CTPS sebelum makan
maupun sesudah BAB
 Gunakan masker
3. Sakinah 40 Kompleks Keraton ISPA
 Istirahat yang cukup
Libur
Senin, 25 Maret 2019
 Jangan makan jajanan yang
kurang bersih
1. Ridho Maulana 8 Jl. Tritura, Gang Harmonis Diare
 CTPS sebelum makan dan
sesudah BAB
 Mandi 2 kali sehari dan
menggunakan sabun
Kulit
2. Dian Devi 12 Tanjung Raya I
(Skabies)  Ctps
 Peralatan tidur di jemur
 Selalu menggunakan

3. Usman 40 Jl. Kampung Arab ISPA masker


 Menutup mulut bila batuk
Selasa, 26 Maret 2019 (Praktek HACCP)
Rabu, 27 Maret 2019

54
 Gunakan air dari sumber
Kulit terlindung
1. Azril 3 Gang Bersama I
(Skabies)
 Peralatan tidur di jemur
 Gunakan air dari sumber
terlindung
 Jangan makan jajanan yang
2. Abdussomad 4 Gang Dasadarma Diare
kurang bersih
 CTPS sebelum makan dan
sesudah BAB
 Tutup mulut bila batuk
3. Norma 50 Gang Mulya ISPA
 Gunakan masker
 Tutup mulut bila batuk
 Gunakan masker
4. Jihan Safira 20 Tanjung Raya I ISPA
 Buang ludah pada
tempatnya
 Tutup mulut bila batuk
 Gunakan masker
5. Fatimah 37 Tanjung Hilir ISPA
 Buang ludah pada
tempatnya
Kamis, 28 Maret 2019
 Tutup mulut bila batuk
 Gunakan masker

1. Alex 32 Tanjung Hilir ISPA  Buang ludah pada


tempatnya
 Konsumsi air putih
 Tutup mulut bila batuk
 Gunakan masker

2. Abdul Kadir 68 Jalan Tritura, Gang Askot ISPA  Buang ludah pada
tempatnya
 Konsumsi air putih

55
 Jaga pola makan
 Tutup mulut bila batuk
 Gunakan masker
Tanjung Kulau, Dalam  Buang ludah pada
3. Suryati 45 ISPA
Bugis
tempatnya
 Konsumsi air putih
 Peralatan tidur dijemur
Kulit  Gunakan air dari sumber
4. Maulidia 26 Tanjung Hilir
(Skabies)
terlindung
Jum’at, 29 Maret 2019
- - - - - -
Sabtu, 30 Maret 2019
 Pintu dan jendela di buka

1. Susanti 37 Tanjung Hilir ISPA setiap pagi


 Istirahat yang cukup

56
H. Dokumentasi
Hari/Tanggal Gambar Keterangan

 Melakukan kegiatan PSN bersama kader


Senin, 18 Maret 2019
setempat

Selasa, 19 Maret 2019  Melakukan praktikum di Pizza Hut

 Melakukan Penyuluhan di dalam gedung


Rabu, 20 Maret 2019
 Melakukan Klinik Sanitasi

57
 Melakukan Klinik Sanitasi
Kamis, 21 Maret 2019
 Melakukan PSN ke rumah warga

58
 Melakukan pendataan jamban sehat dan
Jum’at, 22 Maret 2019
pemantaua jentik berkala

 Melakukan pendataan jamban sehat dan


Sabtu, 23 Maret 2019
pemantauan jentik berkala

59
 Melakukan pendataan Program

Senin, 25 Maret 2019 Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga

60
 Melakukan praktikum ke Catering
Selasa, 26 Maret 2019
Nadira

 Melakukan pendataan Program

Rabu, 27 Maret 2019 Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga

61
 Melakukan Konseling (Klinik Sanitasi)
Kamis, 28 Maret 2019
 Memasukkan abate ke dalam clip

62
 Memasukkan abate ke dalam clip untuk
kebutuhan PSN
Jumat, 29 Maret 2019
 Melakukan inspeksi Sanitasi Tempat-
Tempat Umum (STTU)

63
 Melakukan Fogging (pengasapan) di

Sabtu, 30 Maret 2019 Sekolah Dasar Negeri dan Madrasah


Ibtidayah

64
65

Anda mungkin juga menyukai