Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pencernaan (gastrointestinal) memiliki fungsi utama untuk
memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari makan yang dikomsumsi ke
dalam lingkungan internal tubuh. Makanan yang dicerna merupakan sumber
energi, atau bahan bakar, yang esensial. Sistem pencernaan terdiri dari traktus
digestivus dan organ pencernaan tambahan. Salah satu organ dalam sistem
pencernaan adalah lambung atau gaster (Sherwood,2014).
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar
terletak di bagian atas abdomen (Snell,2011). Fungsi utama gaster adalah
menyimpan makanan yang masuk hingga makanan dapat disalurkan ke usus
halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang
optimal. Sehingga, jika terjadi gangguan pada gaster dapat menggangu proses
pencernaan dan penyerapan nutrisi, air dan elektrolit ke dalam tubuh
(Sherwood,2014).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) bahwa
Indonesia berada pada urutan keempat menurut banyaknya jumlah penderita
gastritis setelah Amerika Serikat, Inggris dan Bangladesh dengan jumlah 430
juta penderita gastritis (Depkes RI, 2004). Di Negara-Negara Asia, Indonesia
berada pada urutan ke tiga setelah negara India dan Thailand yaitu berjumlah
123 ribu penderita. Sedangkan di Indonesia sendiri kota yang penduduknya
paling banyak menderita penyakit gastritis adalah Kota Jakarta yaitu 25 ribu
penduduk. Pemicu dari penyakit gastritis di Jakarta yaitu dipengaruhi oleh
jumlah penduduk yang padat dan berpotensi gila kerja sehingga
mengakibatkan makan menjadi tidak teratur dan banyak menderita penyakit
gastritis ini (Profil Dinkes, 2004). Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup
tinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka

1
kejadian gastritis dibeberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai
91,6% yaitu di Kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya
31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,5%,
Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan
yang tidak sehat (Rial, 2010).
Selain gastritis, Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) yaitu ulkus
gaster (tukak lambung) dan ulkus duodenum (tukak duodenum) merupakan
penyakit yang masih banyak ditemukan terutama dalam kelompok umur di
atas 45 tahun. Prevalensi tukak peptik di Indonesia pada beberapa penelitian
ditemukan antara 6-15 % terutama pada usia 20-50 tahun (Nasif, 2007).
Secara klinis ulkus duodenum lebih sering dijumpai dari pada ulkus gaster
(Tarigan, 2014).
Oleh karena itu, pada blok XI ini penulis melaksanakan Tugas
Pengenalan Profesi dengan mengangkat tema gastrointestinal yang berjudul
“Observasi pasien dengan Gangguan pada Gaster di masyarakat”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis-jenis kasus gangguan pada gaster di lingkungan
masyarakat?
2. Bagaimana manifestasi klinis dari gangguan pada gaster tersebut?
3. Apa saja faktor resiko pada kasus-kasus gangguan pada gaster?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita
gangguan gaster?
5. Apa saja tatalaksana yang diberikan pada penderita gangguan gaster?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui jenis – jenis gangguan pada gaster di
masyarakat

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari gangguan pada gaster
di masyarakat
2. Untuk mengetahui faktor resiko pada kasus-kasus gangguan
pada gaster di masyarakat
3. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada penderita gangguan gaster
4. Untuk mengetahui tatalaksana yang diberikan pada penderita
gangguan gaster

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui jenis – jenis gangguan pada gaster di masyarakat
2. Dapat mengetahui manifestasi klinis dari gangguan pada gaster di
masyarakat
3. Dapat mengetahui faktor resiko pada kasus-kasus gangguan pada gaster di
masyarakat
4. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita
gangguan gaster
5. Dapat mengetahui tatalaksana yang diberikan pada penderita gangguan
gaster

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gaster
2.1.1 Anatomi Gaster

Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar


terletak di bagian atas abdomen. Secara kasar lambung berbentuk seperti huruf J
dan mempunyai dua lubang (ostium cardiacum dan ostium pyloricum) dan dua
curvatura (curvatura major dan curvatura minor) serta dua permukaan (facies
anterior dan facies posterior) (Snell, 2011, p. 671).

Gambar 2.1. Susunan umum viscera abdomen

4
Gambar 2.2 Gaster dan bagian-bagiannya

Curvatura minor membentuk pinggir kanan gaster dan dihubungkan ke


hepar oleh omentum minus. Curvatura major jauh lebih panjang dari curvatura
minor dan terbentang dari kiri ostium cardiacum, melalui kubah fundus, dan
sepanjang pinggir kiri gaster. Omentum (ligamentum) gastrolienale terbentang
dari bagian atas curvatura major sampai ke lien. Omentum majus terbentang dari
bagian bawah curvatura major sampai ke colon transversum (Snell, 2011, p.
672).

5
Gambar 2.3 Penampang sagital abdomen perempuan memperlihatkan
susunan peritoneum.

6
Gambar 2.4 Penampang transversal bursa omentalis memperlihatkan
susunan peritoneum di dalam pembentukan omentum minus, omentum
gastrolienale, dan ligamen lienorenale.

Oesophagus memasuki gaster di ostium cardiacum. Walaupun secara


anatomis tidaka da sphincter, tetapi terdapat mekanisme fisiologis yang
mencegah regurgitasi isi lambung ke dalam oesophagus.

Ostium pyloricum dibentuk oleh canalis pyloricus. Tunica muscularis statum


circulare yang meliputi gaster jauh lebih tebal di daerah ini dan membentuk
sphincter pylorium secara anatomis dan fisiologis (Snell, 2011, p. 672).

Gaster dibagi dalam bagian-bagian berikut:

 Fundus: berbentuk kubah, menonjol ke atas, dan terletak di sebelah


kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus penuh dengan udara.
 Corpus: terbentang dari ostium cardiacum sampai incisura angularis
(lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura minor).
 Antrum pyloricum: terbentang dari incisura angularis sampai
pylorus.
 Pylorus: merupakan bagian lambung yang terbentuk paling tubular.
Dinding ototnya yang tebal membentuk sphincter pyloricus, dan
rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus
(Snell, 2011, p. 671).

Batas-Batas Gaster
Ke anterior: Arcus costalis sinister, dinding anterior abdomen, diaphragm,
pleura sinistra, basis pulmonalis sinistrae, pericardium, lobus quadratus dan lobus
hepatis sinister.

7
Ke posterior: Omentum minus, pancreas (corpus dan cauda), arteria
lienalis, diaphragma, glandula suprarenalis sinistra, bagian atas ren sinister, dan
mesocolon transversum (Snell, 2011, p. 674).

Gambar 2.5 Organ-organ abdomen in situ. Perhatikan bahwa omentum


majus tergantung di depan intestinum tenue dan intestinum crassum.

8
Gambar 2.6 Struktur-struktur yang terdapat pada dinding posterior
abdomen di belakang gaster.

Pendarahan
Arteria gastrica dextra dan sinistra mendarahi curvatura minor. Arteria
gastroepiploica dextra dan sinistra mendarahi curvatura major. Arteriae gastricae
breves berasal dari arteria lienalis mendarahi fundus.
Vena-vena mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica
dextra dan sinistra bermuara ke vena porta. Vena gastrica brevis dan vena
gastroepiploica sinistra bermuara ke dalam vena lienalis, dan vena
gastroepiploica dextra bermuara ke dalam vena mesenterica superior.

Pembuluh-pembuluh limfe mengikuti perjalanan arteri menuju ke nodi


gastrici sinistri dan dextri, nodi gastroepiploico sinistri dan dextri, serta nodi

9
gastrici breves. Semua cairan limfe dari gaster akhirnya berjalan ke nodi coeliaci
(Snell, 2011, p. 674).

Gambar 2.7 Arteri-arteri yang mendarahi gaster.

10
Gambar 2.8 Aliran limfe gaster. Perhatikan semua limfe akhirnya berjalan
melalui nodi coeliaci.

Persarafan

Persarafan serabut simpatik berasal dari plexus coeliacus, dan serabut


parasimpatik dari nervi vagi (Snell, 2011, p. 675).

11
Gambar 2.9 Distribusi truncus vagalis anterior dan posterior di dalam
abdomen.
2.1.2 Fisiologi Gaster

Fungsi motorik gaster terdiri atas:

1. Fungsi menampung: menyimpan makanan sampai makanan tersebut


sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos, diperantarai oleh nervus vagus dan
dirangsang oleh gastrin.
2. Fungsi mencampur: memecahkan makanan menjadi partikel-partikel
kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot
yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu
irama listrik intrinsik dasar.
3. Fungsi pengosongan lambung: Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus
yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas

12
osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga.
Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal seperti
kolesistokinin.

Fungsi pencernaan dan sekresi:

1. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai di lambung,


pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam
lambung kecil perannya.
2. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
3. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus
halus bagian distal.
4. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
5. Sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus tampaknya
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price & Wilson,
2005, p. 420).

2.1.2.1 Fisiologi Sekresi Getah Lambung


Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung.
Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di
lapisan mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi
menjadi dua bagian terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi
fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik yang melapisi
bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung
(gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan
luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi
ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin
(Sherwood, 2010).

13
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding
kantung dan kelenjar oksintik mukosa lambung (Gambar 2.3), yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang
menyekresikan mukus yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell)
dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim
pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik.
Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan
sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.

Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan


mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice )
(Sherwood, 2010).
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel
induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang
dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk
menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk
menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh
mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).

Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama


mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda
dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya
adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel
enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan
gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan
berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G

14
yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan
sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam (Sherwood,
2010).

Gambar 2.10 Kelenjar oksintik di lambung ( Harrison, 2008 )

2.1.2.2 Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida


Sel parietal lambung secara aktif menyekresi H+ dan Cl-
melalui kerja dua pompa terpisah. Ion hidrogen disekresikan ke dalam
lumen oleh pompa transpor-aktif H+-K+ ATPase primer di membran
luminal sel parietal. K+ yang dipindahkan ke dalam sel oleh pompa ini
segera keluar melalui saluran K+ di membran luminal sehingga ion ini
mengalami daur ulang antar sel dan lumen. H+ yang disekresikan berasal
dari penguraian H2O menjadi H+ dan OH-. Dengan dikatalisis oleh
karbonat anhidrase, OH- bergabung dengan CO2 untuk membentuk HCO3-
. Klorida disekresikanoleh transpor aktif sekunder. Dengan didorong oleh

15
gradien konsentrasi HCO3-, antiporter Cl-- HCO3- di membran basolateral
memindahkan HCO3- menuruni gradien konsentrasinya ke dalam plasma
dan secara bersamaan memindahkan Cl- ke dalam sel parietal melawan
gradien konsentrasinya. Sekresi klorida tuntas ketika Cl- yang masuk dari
plasma berdifusi keluar sel menuruni gradien elektrokimiawinya melalui
saluran Cl- di membran luminal menuju lumen lambung (Sherwood,2014).

Gambar 2.11 Mekanisme Sekresi HCl


(Sherwood, 2010)

Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut :

1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi


enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam

16
yang optimal untuk aktivitas pepsin.
2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat,
sehingga partikel makanan berukuran besar dapat
dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil.
3. Menyebabkan denaturasi protein, yaitu menguraikan
protein dari bentuk akhirnya yang sangat berlipat
sehingga ikatan peptida lebih terpajan ke enzim
4. Bersama lisozim liur, HCl mematikan sebagian besar
mikroorganisme yang tertelan bersama makanan,
meskipun sebagian tetap lolos dan terus tumbuh dan
bermultiplikasi di usus besar (Sherwood,2010).

2.1.2.3 Sistem Pertahanan Mukosa Lambung

Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan


faktor eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen
adalah asam hidroklorida (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam
empedu, sedangkan contoh substansi eksogen yang dapat
menyebabkan kerusakan mukosa lambung adalah seperti obat,
alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang kompleks dibentuk untuk
menyediakan pertahanan dari kerusakan mukosa dan untuk
memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi (Kasper, Hauser,
Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008, p. 287).
Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar
yang terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel. Pertahanan lini
pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai
sawar psikokemikal terhadap beberapa molekul termasuk ion
hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel permukaan lambung.

17
Mukus tersebut terdiri dari air (95%) dan pencampuran dari lemak
dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel mukus adalah sebagai lapisan
yang tidak dapat dilewati air dan menghalangi difusi ion dan
molekul seperti pepsin. Bikarbonat, dikeluarkan sebagai regulasi
di bagian sel epitel dari mukosa lambung dan membentuk gradien
derajat keasaman (pH) yang berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan
lumen dan mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel
(Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium,
2008, p. 287).
Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya
melalui beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel
epitel ionik yang mengatur pH intraselular dan produksi bikarbonat
dan taut erat intraselular. Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel
gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi untuk
mengembalikan daerah yang telah dirusak restitution). Proses
ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan
membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH
alkaline di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan
(growth factor) termasuk epidermal growth factor ( EGF),
transforming growth factor (TGF)α dan basic fibroblast growth
factor (FGF), memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang
lebih besar yang tidak secara efektif diperbaiki oleh proses
perbaikan (restitution), tetapi membutuhkan proliferasi sel.
Regenerasi sel epitel diregulasi oleh prostaglandin dan (faktor
pertumbuhan (growth factor) seperti EGF dan TGF α. Bersamaan
dengan pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh
darah baru (angiogenesis) juga terjadi pada kerusakan
mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF dan VEGF penting untuk

18
meregulasi angiogenesis di mukosa lambung
Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa
lambung adalah komponen utama dari pertahanan subepitel, yang
menyediakan HCO3¯, yang menetralisir asam yang dikeluarkan oleh
sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi menyediakan suplai
mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik (Kasper,
Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008, p.
287).
Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal
pertahanan mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung
banyak jumlah prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari
mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan
sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan dari sel
epitel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson
Epitelium,2008,p.287)

Gambar 2.12 Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa


lambung (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, &
Jameson, 2008)

19
Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa
kepada keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi.
Perubahan ini dapat terjadi sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis
mukus), pemaparan terhadap OAINS atau kerusakan akibat iskemia
(penurunan aliran darah submukosa) (Schmitz & Martin, 2008).

2.1.3 Histologi Lambung

Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama


halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi
tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan
serosa (Schmitz & Martin, 2008).
1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina
propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk
ke dalam lamina propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan
membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel
yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut
adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi
mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat
longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis
mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan
mengandung otot polos (Tortora & Derrickson, 2009).
2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah,
sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan
yaitu terdapat pleksus submukosa (Meissner) (Schmitz & Martin,
2008).
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1)

20
inner oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada
muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz
& Martin, 2008). Lapisan oblik terbatas pada bagian badan (body)
dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009).
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis
skuamos (mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora &
Derrickson, 2009). Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan
merupakan agian dari viseral peritoneum (Schmitz & Martin,
2008).

Gambar 2.13 Histologi dari lambung (Tortora & Derrickson,


2009)

2.2 Kasus – kasus Gangguan pada Gaster


2.2.1 Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau
pendarahan mukosa gaster yang dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi

21
adalah gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronis
(Prince&Wilson,2005).
A. Gastritis Superfisialis Akut
Gastritis jenis ini biasanya bersifat jinak yang merupakan
respons dari mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen
pencetus yang lazim. Infeksi H.pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut (Prince&Wilson,2005).
Manifestasi klinis gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan
abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, atau
mual, sampai gejala lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah,
perdarahan, dan hematemesis (Prince&Wilson,2005).
Gastritis superfisial akut biasanya mereda bila agen
penyebabnya dihilangkan, obat anti muntah dapat membantu
menghilangkan mual dan muntah. Bila penderita tetap muntah
maka perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
memberikan infus intravena. Penggunaan obat penghambat H2,
antasid, dan sukralfat dapat mempercepat penyembuhan
(Prince&Wilson,2005).
B. Gastritis Atrofik Kronis

2.2.2 Ulkus Peptikum

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Nama Kegiatan Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi dengan judul “Observasi Pasien dengan Gangguan
pada Gaster di Masyarakat”

3.2 TempatPelaksanaan

3.3 Waktu Pelaksanaan


TPP ini dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Lokasi :

3.4 Subjek Pelaksanaan


Subjek pada pelaksanaan TPP adalah.

3.5 Alat dan Bahan


1. Kamera
2. Alat perekam suara
3. Alat tulis
4. Checklist (berisi pertanyaan wawancara)

3.6 Metode Pelaksanaan

23
Metode pelaksanaan dilakukan dengan wawancara berdasarkan checklist
secara langsung pada pasien Gangguan Gastrointestinal.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Pengambilan data secara kumulatif dengan menggunakan daftar
pertanyaan wawancara terlampir dan kuesioner, melalui mekanisme:
1. Mengisi daftar pertanyaan wawancara terlampir yang telah dibuat
2. Mengumpulkan hasil data yang telah diisi

3.8 Langkah Kerja


1 Konsultasi kepada pembimbing
2 Membuat dan mengajukan proposal kepada pembimbing
3 Meminta surat persetujuan izin pelaksanaan TPP yang ditandatangani
pembimbing
4 Meminta surat pengantar TPP ketempat atau lokasi pada bagian akademik,
berdasarkan bukti surat persetujuan pembimbing
5 Melaksanakan TPP
6 Mencatat hasil TPP
7 Membuat laporan TPP dan meminta tanda tangan pembimbing untuk
persetujuan pelaksanaan pleno TPP

24
DAFTAR PUSTAKA

Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ dkk, 2008.
Peptic ulcer disease. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-
Hills.

Paul G. Schmitz, Kevin J. Martin,. 2008. Internal Medicine Just The Facts, The
McGraw-Hill Companies

Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC.

Sherwood, Lauralee. 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.

Tortora, G.J., Derrickson, B. 2009. Priciples Of Anatomy and Physiology. 12th ed.
USA: John Wiley&Sons, Inc.

25
26

Anda mungkin juga menyukai