Anda di halaman 1dari 18

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Thalasemia merupakan kelainan genetik autosom resusif yang
mengakibatkan kurangnya produksi hemoglobin. Jika anemia defisiensi
besi mengganggu sintesis hema, thalasemia mengganggu sitesis
globin.(Joyce M. Black 2014).
Thalasemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik
herediter yang ditandai dengan penurunan kecepatan sintesis satu rantai
polipeptida hemoglobin atau lebih, diklasifikasikan menurut rantai yang
terkena(α β)dua kategori mayor adalah α dan β. Thalasemia yang
disebabkan oleh berkurangnya sintesis rantai alfa hemoglobin
(Dorland,2014)
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari
sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan
mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering
lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang
(NUCLEUS PRECISE, 2010)

B. Klasifikasi
1. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu
1) Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai
dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat
pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun
di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti
jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies
cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus.
Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup.
Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa
sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti,
semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita
harus menjalani transfusi darah.
2) Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen
penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah
dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah
ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya

C. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis
yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler.
Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
D. Pathway

Thalasemia Kelainan genetik: Rantai βdalam molekul Hb


gangguan rantai peptide,
Kesalahan letak asam
amino polipeptida Kotrpenzator ra α pada rantai α

Ketidakseimbangan Hb defektife β produksi secara terus-menerus


polipeptida

Pembentukan eritrosit oleh


Eritrosit tidak stabil Hemolisis Anemia sumsung tulang dan di suplai
berat dari tranfusi

Suplai O2 kerja berkurang


Fe
Ketidakseimbangan antara Ketidakseimbangan
suplai O2 dan kebutuhan perfusi jaringan
Hemosiderosis

kelemahan Kulit menjadi


endokrin hati kelabu
keletihan anoreksia
jantung limpa
Pertumbuhan
Ketidakseimbangan nutrisi: dan
kurang dari kebutuhan tubuh perkembangan Gagal jantung splenomegali
terganggu
hematomegali
Risiko keterlambatan Kerusakan
perkembangan integritas kulit
pertumbuhan tidak
proposional
E. Manifestasi Klinis
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus,
bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan
(Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah
kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami
anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom
yang baru ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia
hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot:
anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β
intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir
merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α,
bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah
rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa
sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait
(Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot
(hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β
mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan
pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang
lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok),
batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu
berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan
tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat
besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat
besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada
akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu
setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh
dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat
hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid
akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang
panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-
kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan
batu empedu.

F. Komplikasi
Bagi thalasemia mayor memerlukan transfuse darah seumur
hidup. Pada thalasemia mayor komplikasi lebih sering didapatkan dari
thalasemia intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi.
Biasanya pasien terlambat berjalan. Sindrom nerupati juga mungkin
terjadi dengan kelemahan otot –otot proksimal. Terutama ekstermitas
bawah akibat iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologic
fokal ringan, gangguan pendengaran mungkin juga terjadi seperti ada
kebanyakan anemia hemolitik atau diseritropotik lain ada peningkatan
kecendurangan untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung
empedu. Serangan piral sekunder dapat timbul akibat cepatnya trun over
sel dalam sumsum tulang hemosiderosis akibat transfuse yang berulang
– ulang atau salah pemberian obat – obat yang mengandung besi.
Pencegahan untuk ini adalah dengan selatin azen misalnya desferal.
Hepatitis paska transfuse bisa dijumpai terutama bila darah transfusi
atau komponennya tidak diperiksa dahulu terhadap adanya keadaan
pathogen seperti HbsAg dan anti HCV. Penyakit AIDs atau HIV dan
penyakit Creutzfedlet Jacob (Analog penyakit sapi gila=mad cow, pada
sapi) dapat pula ditularkan melalui transfusi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui
sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali
Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan
fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis
bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai
alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand.
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat
dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan
hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai
jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F
2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia
mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak
terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa
Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam
mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan
saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit,
2007).

H. Pencegahan Thalasemia
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya,
maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding
pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa
strategi, yakni
1) Penapisan (Skrining) pembawa sifat dapat dilakukan
secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif
berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia
langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan
secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat
melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia
(family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan
informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan
masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik
untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu
dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-
negara sedang berkembang, karena pendekatan
prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu
harus dibedakan antara usaha program pencegahan di
negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan
di negara berkembang daripada program prospektif.
2) Konsultasi genetik meiputi skirining pasangan yang
akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada
pasangan yang bersiko tinggi diberikan informasi dan
nasihat tentang keadaannya dan kemungkinan bila
mempunyai anak.
3) Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retropektif dan
prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan
diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai
anak thalasemia dan sekarang sementara hamil.
Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang
bersiko tinggi yaitu mereka keduanya membawa sifat
dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini
dialkukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan
ari-ari) untuk keperluan dianalisis DNA.
4) Dalam rangka pencegahan penyakit thalasemia ada
beberapa masalah pokok yang harus disampaikan antara
lain bahwa pembawa sifat thalasemia itu tidak
merupakan masalah baginya, bentuk thalasemia mayor
mempunyai dampak mediko-sosial yang besar,
penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri
kematian, kelahiran bayi thalasemia dapat dihindarkan.
5) Karena penyakit ini menurun maka kemungkinan
penderitanya akan bertambah dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu pemeriksaan kesehatan sebelum menikah
sangat penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya
penderita thalasemia ini. Sebaiknya semua orang
Indonesia dalam masa usia subur diperikasa
kemungkinan membawa sifat thalasemia.
6) Pemeriksaan akan sangat dianjurkan bila terdapat
riwayat ada saudara sedarah yang menderita thalasemia,
kadar Hb relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun
sudah minum obat penambah darah seperti zat besi,
ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun
keadaan Hb normal.

I. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus
a) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali
(kurang dari 6 gr %) atau anak terlihat lemah dan tidak ada
nafsu makan.
b) Splenektomi dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2
tahun dan bila limfa terlalu besar sehingga resiko trauma
yang berakibat perdarahan yang cukup besar.
c) Pemberian Roborantia. Hindari preparat yang mengandung
zatbesi.
d) Pemberian desferioqxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk
mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
e) Transplantasi sum-sum tulang (bon marrow) untuk anak
yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia hal ini
masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan
sarananya belum memadai.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas,
gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun,
sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke
RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia
mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan
adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor,
sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. 22Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga
BB rendah dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak
lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya,
maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin
sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak
lain yang seusia.
b) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka
mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak
mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan.
d) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena
adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia
kronik.
f) Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa
dan hati (hepatospek nomegali).
g) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai
usia, BB di bawah normal.
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh
rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya
anemia kronik.
i) Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah
sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi
kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen selular yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
4. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (anemia)
5. Risiko pertumbuhan tidak proposional berhubungan dengan
gangguan genetik
C. Intervensi
NO Diagnosa Tujuan dan Indikator NOC NIC dan
Aktivitasnya
1. Ketidakefektifan perfusi NOC : Perfusi Jaringan NIC : Perawatan
jaringan perifer Perifer sirkulasi
berhubungan dengan 1. Edema perifer insufisiensi arteri
kurang pengetahuan 12345 1.1Memonitor
tentang faktor pemberat 2. Nekrosis jumlah cairan yang
(mis:merokok,gaya hidup 12345 masuk dan yang
menoton,trauma,obesitas, 3. Muka pucat keluar
asupan garam 12345 1.2Melakukan
tinggi,imobilitas) 4. Kelemahan otot pemeriksaan fisik
12345 sistem
5. Rubor kardiovaskuler atau
1 2345 penilaian yang
komperenhensif
pada sirkulasi
perifer(misalnya,
memeriksa denyut
nadi perifer,
edema, waktu
pengisian kapiler,
warna, dan suhu).

1.3Megintruksikan
pasien mengenai
faktor-faktor yang
mengganggu
sirkulasi darah
(misalnya,
merokok,pakaian
ketat,terlalu lama
didalam suhu
dingin,dan
menyilangkan
kaki)

1.4Memberikan
obat antiplatet
2. Ketidakseimbangan NOC : Status Nutrisi asupan NIC : Manajemen

nutrisi kurang dari Makanan & Intake cairan Gangguan Makan

kebutuhan tubuh 1. Asupan makanan 2.1Memonitor

berhubungan dengan secara oral asupan kalori


ketidakmampuan 12345 makanan harian
mencerna makanan. 2. Asupan makanan
2.1Menimbang
secara tube
berat badan klien
feeding
secara rutin (pada
12345
hari yang sama dan
3. Asupan cairan
setelah BAB/BAK)
secara oral
12345 2.3Mengajarkan

4. Asupan cairan dan dukung konsep


intravena nutrisi yang baik

12345 dengan klien

5. Asupan cairan 2.4Berkolaborasi


parenteral dengan tim
12345 kesehatan lain
untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya
dengan tepat.

3.

4.
5.

D. Evaluasi
1. Dx 1 : menunjukan perfusi adekuat misalnya tanda vital stabil,
membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik,
haluaran urine adekuat, mental seperti biasa.
2. Dx 2 : menunjukan peningkatan berat badan atau berat badan stabil
dengan nilai laboratorium normal
3. Dx 3 : menunjukkan perbaikan integritas kulit dengan keadaan kulit
yang lembab dan halus tidak adanya masalah
4. Dx 4: menunjukkan tidak adanya keletihan seperti mampu
beraktivitas secara mandiri
5. Dx 5: menunjukkan pertumbuhan yang proposional sesuai usia dan
perkembangan sesuai tahap dan usianya
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc,dkk,2015, NANDA Internasional


Inc. Diagnosa Keperawata:Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10 Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Gloria M. Bulechek,dkk,2016 Nursing Intervention Classification (NIC).


6nd Edition. Elsevier Singapore Pte Ltd

Sue Moorhead,dkk,2016 Nursing Outcome Classifications (NOC. 5nd Edition.


Elsevier Singapore Pte Ltd

Joyce M. Black and Jane hokanson hawks. Keperawatan medical bedah:elseiver


edisi 8 salemba medika(2014)

Wong dona L 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta:EGC

Kirk,P.roughton, M,Porter, J.B, walker, J.M(2009). Magnetic Rensonance for


Prediction of Cardiac Complication in Thalasemia Major.

Anda mungkin juga menyukai