Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus karena preeklamsia adalah penyebab kematian ibu hamil dan perinatal yang tinggi
terutama di negara berkembang. Sampai saat ini preeklamsia dan eklamsia masih merupakan
”the disease of theories”, karena angka kejadian preeklampsia-eklampsia tetap tinggi dan
mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang tinggi.
Prevalensi preeklamsia dan eklamsia adalah 2,8% dari kehamilan di negara
berkembang, dan 0,6% dari kehamilan di negara maju (WHO, 2005). Insiden hipertensi saat
kehamilan pada populasi ibu hamil dari tahun 1997 hingga 2007 di Australia, Kanada,
Denmark, Norwegia, Skotlandia, Swedia dan Amerika berkisar antara 3,6% hingga 9,1%,
preeklamsia 1,4% hingga 4,0%,dan tanda awal preeklamsia sebanyak 0,3% hingga 0,7%
(Roberts, 2011).
Selain itu insiden kejadian preeklamsia di dunia meningkat sebanyak 25% dari tahun
1987-1988 hingga 2003-2004 9IM, 2009). Penelitian yang dilakukan di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa prevalensi preeklamsia pada tahun
2007–2009 adalah 118 kasus (3,9%) dari total persalinan (3036 persalinan).
Di Indonesia, pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh
eklamsia dan preeklamsia adalah sebanyak 5,8% (Depkes,2007). Jika dilihat dari golongan
sebab sakit, persentase eklamsia dan preeklamsia memang lebih rendah dibanding data di
dunia, namun jika dilihat dari Case Fatality Rate (CFR), penyebab kematian terbesar adalah
eklamsia dan preeklamsi dengan CFR 2,1%. Pada tahun 2011 eklamsia menempati urutan
kedua sebagai penyebab kematian pada ibu melahirkan yaitu sebanyak 24% (Depkes, 2012).
Preeklamsia eklamsia merupakan merupakan penyebab utama kematian perinatal dan
dapat mengakibatkan retardasi mental pada anak. Selain itu preeklamsia dapat
mengakibatkan kematian ibu, terjadinya prematuritas, serta dapat mengakibatkan Intra
Uterin Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran mati karena pada preeklamsia-eklamsia
akan terjadi perkapuran di plasenta yang menyebabkan makanan dan oksigen yang masuk ke
janin berkurang.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal.
1.2.2 Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui definisi preeklampsia
b. Untuk mengetahui faktor resiko preeklampsia
c. Untuk mengetahui patofisiologi preeklampsia
d. Untuk mengetahui perubahan sistem dan organ pada preeklampsia
e. Untuk mengetahui definisi eklampsi
f. Untuk mengetahui patologi eklampsi
g. Untuk mengetahui diagnosis eklampsi
h. Untuk mengetahui prognosis eklampsi
i. Untuk mengetahui pengobatan medicinal eklampsi
j. Untuk mengetahui Pengelolaan obsetrik eklampsi

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah :
a. Diketahuinya definisi preeklampsia
b. Diketahuinya faktor resiko preeklampsia
c. Diketahuinya patofisiologi preeklampsia
d. Diketahuinya perubahan sistem dan organ pada preeklampsia
e. Diketahuinya definisi eklampsi
f. Diketahuinya patologi eklampsi
g. Diketahuinya diagnosis eklampsi
h. Diketahuinya prognosis eklampsi
i. Diketahuinya pengobatan medicinal eklampsi
j. Diketahuinya Pengelolaan obsetrik eklampsi

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik
baik di pusat maupun di daerah.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Prgram working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun
2001 ialah :

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pascapersalinan
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur kehamilan 20 minggu disertai
dengan proteinuria
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-
tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria
dan hipertensi menghilang sebelum 12 minggu pascapersalinan.

2.3 Faktor Resiko


Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, diantaranya
sebagai berikut.

1. Primigravida, primipaternitas

3
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun
teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus mimetrium
berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri
spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada
daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasma
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan

4
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeclampsia rata-rata 200 mikron.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan radikal bebas.
Salah satu radikal bebas yang dihasilkan adalah radikal hidroksil yang sangat toksik,
khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membrane sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein
sel endotel.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel,
maka akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungis sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakanà Agregasi
sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi ini memproduksi tromboksan ( TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Pada preeclampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

5
3) Perubahan khas pada endotel kapilar glomerulus
4) Peningkatan permeabilitas kapilar
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin
6) Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G)
yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel Natural Killer ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
HLA-G juga merangsang produksi sitikon , sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan mempunyai kecenderungan terjadi
preklampsia karena mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding
normotensif.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor. Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.

6
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang hingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan
yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20
minggu.5
5. Teori Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya
8% anak menantu mengalami preeclampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi ( Teori Diet )
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati
halibut dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak
tak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan
hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeclampsia/eklampsia.Penelitian dilakukan di
Negara Equador andes dengan metode uji klinik ganda tersamar, dengan membandingkan
pemberian kalsium dan placebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedangkan yang
diberi glukosa 17%.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda
dengan reaksi apoptosis pada preeclampsia di mana pada preeclampsia terjadi peningkatan
stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar , pada hamil ganda, maka

7
reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh
lebih besar dibandingkan reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula sehingga
terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeclampsia.

2.5 Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia


1. Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat ( hipervolemia ). Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu.
Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preeclampsia terjadi penurunan volume plasma
antara 30%-40% dibanding hamil normal ( disebut hipovolemia).
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat
dan banyak. Demikian sebaliknya preeclampsia sangat peka terhadap kehilangan darah
waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.
2. Hipertensi
Pada preeclampsia peningkatan reaktivitas vaskuler dimulai umur kehamilan 20
minggu, tetapi hipertensi umumnya dideteksi pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi
pada preeclampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal.
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma ,
resistensi perifer, dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme
menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥ 140/90 mmHg selang 6 jam. Dipilihnya tekanan
diastolic 90mmHg sebagai batas hipertensi karena batas tekanan diastolic 90mmHg yang
disertai proteinuri mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi. Mengingat
proteinuria berkorelasi dengan nilai absolute tekanan darah diastolik maka kenaikan tekanan
darah tidak dipakai sebagai criteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.
3. Fungsi ginjal
a. Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut.
b. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.

8
c. Terjadi glomerular capillary endothelius akibat sel endotel glomerular membengkak
disertai deposit fibril.
d. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat
irreversible.
e. Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.
Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
4. Proteinuria
Bila proteinuria timbul :
a. Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal
b. Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan
c. Tanpa kenaikan tekanan darah diastolic ≥90mmHg umumnya ditemukan pada infeksi
saluran kencing atau anemia.
d. Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan urin dipstick : 100mg/l atau +1
sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin secara acak selang 6 jam dan pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Dapat dianggap patologis bila besaran proteinuria ≥300
mg/24 jam.
5. Asam urat serum : umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc.
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia yang menimbulkan menurunnya aliran darah
ginjal dan mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga sekresi asam urat.
Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat iskemia jaringan.
6. Kreatinin
Kadar kreatinin plasma pada preeclampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan
oleh hipovolemia maka aliran darah ginjal menurun mengakibatkan menurunnya filtrasi
glomerulus sehingga menurunnya sekresi kreatinin disertai peningkatan kreatinin plasma.
Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥1 mg/cc dan biasanya terjadi preeclampsia berat
dengan penyulit pada ginjal.
7. Oligouria dan Anuria
Oligouria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal
menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oligouria ) bahkan dapat terjadi
anuria.

9
8. Elektrolit
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun,
disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbondioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeclampsia sama dengan kadar hamil normal
yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium
tidak berubah pada preeclampsia maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini
berarti pada preeclampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.
9. Tekanan osmotic koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu.
Pada preeclampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vaskuler.
10. Koagulasi dan fibrinolisis
Pada preeclampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan anti thrombin III, dan
peningkatan fibronektin.
11. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro : fibrinogen dan
hematokrit. Pada preeclampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan resistensi
perifer meningkat dan menurunnya aliran darah ke organ.
12. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeclampsia
hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeclampsia.
13. Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema
yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan atau edema
generalisata dan biasanya disertai kenaikan berat badan yang cepat.
14. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriol dan akibat kerusakan
endotel arteriol.Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat

10
hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis
mikroangiopatik.
15. Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini meluas hingga di bawah kapsula hepar dan
disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di
daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu pembedahan.
16. Neurologik
a. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
b. Akibat spasme arteri retina dan edema retina, dapat terjadi gangguan penglihatan.
c. Hiperrefleksia sering dijumpai pada preeclampsia berat tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia
d. Dapat timbul kejang eklamptik. Faktor- faktor yang menimbulkan kejang eklamptik
ialah edema serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri
e. Perdarahan intracranial meskipun jarang dapat terjadi pada preeclampsia berat dan
eklampsia.
17. Kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan kardiak preload akibat hipovolemia.
18. Paru-paru
Penderita preeclampsia berat mempunyai resiko terjadinya edema paru. Edema
paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapilar paru, dan menurunnya dieresis.

2.6 Eklamsia
Eklamsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam persalinan atau masa nifas
yang disertai gejala-gejala (hipertensi,edema, dan/ atau proteinuria).
Menurut saat terjadinya, eklamsia dapat dibedakan atas :
1. Eklamsia antepartum-terjadi sebelum persalinan
2. Eklamsia intrapartum- terjadi sewaktu persalinan

11
3. Eklamsia pascasalin- terjadi setelah persalinan. Eklamsia pasca salin dapat terjadi segera
(early postpartum, setelah 24 jam sampai 7 hari pasca salin) atau lambat ( late
postpartum setelah 7 hari pascasalin selama masa nifas), eklamsia pascasalin lambat
jarang terjadi.
Serangan kejang eklamsia dapat dibagi kedalam 4 tingkat :
1. Tingkat invasi (tingkat permulaan) – mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu sisi, muka
memperlihatkan kejang-kejang halus. Tingkat ini berlangsung beberapa detik
2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)- seluruh badan kaku kadang-kadang terjadi
opistotonus. Lamanya 15-20 detik.
3. Tingkat konvulsi ( tingkat kejang klonis)- kejang hilang timbul, rahang membuka dan
menutup begitu pula mata. Otot-otot muka dan otot berkontaksi dan berelaksasi berulang.
Kejang sangat kuat sampai-sampai ludah berbuih bercampur darah keluar dari mulut,
mata merah dan biru. Kejang berangsur –angsur berkurang dan akhirnya berhenti, lama
kejang lebih kurang 1 menit.
4. Tingkat koma- setelah kejang klonis penderita mengalami koma lamanya bervariasi
mulai dari beberapa menit sampai berjam jam. Bila sadar kembali penderita tidak ingat
sama sekali apa yang telah terjadi (amnesia retrograd) setalah beberapa waktu dapat
terjadi serangan seperti yang dilukiskan diatas, terkadang berulang sampai 10-20 kali.
Peyebab kematian pada eklamsia adalah edema paru, opopleksia dan asidosis
penderita dapat juga meninggal dunia setelah beberapa hari akibat pneumonia aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang eklamsia timbul tanpa kejang,
gejala yang menonjol ialah koma. Eklamsia semacam ini disebut ‘eclamsi sine eclamsi’,
yang membuat rusak berat. Oleh karena kejang merupakan gejala khas eklamsia, eklamsi
sine sering dimasukkan ke dalam preeklamsi berat.
Pada eklamsia tekanan darah biasanya tinggi sekitar 180/110 mmHg denyut nadi
masih kuat dan berisi, kecuali dalam keadaan yang sudah buruk ketika nadi mengecil dan
cepat. Demam tinggi menunjukkan prognosis agaknya demam ini disebabkan oleh faktor
serebral. Nafas biasanya cepat berbunyi. Pada keadaan berat dapat terjadi sianosis.Proteinuria
hampir selalu ada bahkan kadang sangat tinggi, edema biasanya ada.

12
Eklamsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu
kemudian. Namun demikian, penderita juga dapat berangsur tidak kejang lagi, kemudian
sadar, sementara kehamilannya terus berlangsung.
Eklamsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut intercum eklamsia.
Dalam keadaan ini, penderita dianggap belum sembuh tetapi memberi ke tingkat yang lebih
ringan (dari eklamsia ke preeklamsia). Penderita mungkin terserang eklamsia sebelum
persalinan terjadi. Oleh sebab itu, kasus eklamsia harus segera diakhiri dengan terminasi
kehamilan.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur membaik kira-kira dalam 24 jam.
Keparahan penyakit juga berkurang dalam kasus persalinan janin yang sudah mati intauterin.
Proteinuria menghilang 4-5 hari sedangkan tekanan darah normal kembali lebih kurang 2
minggu kemudian.
Tidak jarang penderita pasca eklamsia menjadi psikotik, biasanya dalam hari kedua
atau ketiga pascasalin. Keadaan ini dapat berlangsung selama 2-3 minggu prognosisnya
umumnya baik.Penyulit lainnya adalah hemiplegia dan gangguan penglihatan atau kebutaan
akibat edema retina.

2.7 Patologi Eklamsia


Dalam tubuh penderita yang meninggal dunia akibat eklamsia dapat ditemukan kelainan-
kelainan hati, ginjal, otak, paru dan jantung. Umumnya terdapat tanda-tanda nekrosis,
pendarahan, edema, hyperemia atau iskemia dan thrombosis.
Di plasenta dapat ditemukan infark akibat degenerasi lapisan trofoblas. Perubahan lain
yang dapat dijumpai antara lain retensi air dan natrium, hemokonsentrasi, dan terkadang asidosis.

2.8 Etiologi Eklamsia


Penyebab eklamsia belum diketahui benar oleh karena eklamsia merupakan kelanjutan
atau stadium akhir preeklamsia, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadiannya sama dengan
preeklamsia.

13
2.9 Diangnosis Eklamsia
Untuk menegakkan diagnosis eklamsia, keadaan-keadaan lain yang menyebabkan kejang
dan koma, seperti uremia, keracunan, tetanus, epilepsy, hysteria, ensefalitis, meningitis, tumor
otak, pecah aneurisma otak, dan atrofi kuning akut dan hati harus disingkirkan. Diagnosis
eklamsia yang terjadi lebih dari 24 jam pasca salin harus dicurigai namun demikian, semua ibu
dalam masa kehamilan dan masa yang mengalami kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai
penderi eklamsia sampai terbukti bukan.

2.10 Prognosis Eklamsia


Eklamsia sangatlah berbahaya karena prognosisnya kurang baik untuk ibu maupun anak.
Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan usia ibu (prognosis multipara lebih buruk), terutama
bila usia ibu melebihi 35 tahun) serta oleh keadaan sewaktu penderita masuk RS. Diuresis juga
memengaruhi prognosis. Jika produksi urin >800cc/24 jam atau 200cc/6jam, prognosis menjadi
lebih baik. Sebaiknya, oliguria dan anuria merupakan gejala-gejala yang memperparah
prognosis.
Gejala-gejala lain yang memberatkan prognosis telah dikemukakan oleh Eden, yaitu :
1. Koma yang lama
2. Nadi >120x/menit
3. Suhu >390 c
4. Tekanan darah >200mmhg
5. Kejang >10 kali serangan
6. Proteinuria >10gram perhari
7. Tidak ada edema
Edema paru dan apopeksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian

2.11 Pengobatan medicinal Eklamsia


1. Obat anti kejang- setelah pengalaman bertahun-tahun, disepakati bahwa obat pilihan
mengatasi kejang pada eklamsia adalah sulfas magnesitus (MgSo4). Cara pemberiannya
sama dengan preeklamsia berat
2. Obat suportif- antihipertensi, kardiotonik, antipiretik, antibiotic, anti nyeri, dan lain-lain.
Menurut indikasi seperti pada pengobatan preeklamsia.

14
3. Perawatan serangan kejang dan koma bersama bagian saraf, penderita dirawat dengan
rincian sbb:
a. Di kamar isolasi yang cukup terang dan tenang
b. Mulut penderita dipasangi sudit lidah
c. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap
d. Fiksasi badan ke tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur
e. Untuk mengatasi status konvulsifus, dapat dipertimbangkan suntikan
benzodizepin, fenitoin, atau diazepam
f. Untuk mengatasi edema otak dapat diberikan infus cairan manitol, gliserol, atau
dexametason.
g. Kesadaram dan kedalaman koma dipantau
h. Dukubitus dicegah
i. Nutrisi dapat diberikan melalui NGT

2.12 Pengelolaan Obsetrik


Sikap dasar pengelolaan obsetrik adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri
tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin. Waktu pengakhiran kehamilan ditetapkan
bila hemodinamika dan metabolism ibu sudah pulih dan stabil yakni 4-8 jam setelah salah satu
lebih dari keadaan-keadaan ini.
1. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
2. Setelah kejang terakhir
3. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
4. Pasien mulai sadar.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma.
Eklamsia atau preeklamsia berat merupakan salah satu dari tiga besar kematian
ibu di seluruh dunia bukan hanya di Indonesia, di Australia, Kanada, Denmark,
Norwegia, Skotlandia, Swedia dan Amerika berkisar antara 3,6% hingga 9,1%,
preeklamsia 1,4% hingga 4,0%,dan tanda awal preeklamsia sebanyak 0,3% hingga 0,7%

3.2 Saran
1. Untuk pemerintah hendaknya program untuk menurunkan angka kematian ibu benar-
benar dijalankan bukan hanya slogan saja
2. Perlu ditingkat promosi dan pendidikan KIA hingga tingkat rumah tangga
3. Program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu hendaknya dapat
menjangkau seluruh provinsi yang ada di Indonesia
4. Setiap wanita hamil hendaknya melakukan kunjungan antenatal untuk mencegah
komplikasi kehamilan secara dini

16

Anda mungkin juga menyukai