Anda di halaman 1dari 12

Fraktur Tertutup pada Femur 1/3 Proximal

Inggumi Beatrix Fransina Wakum


Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: wakuminggumi@gmail.com
Abstract

Bone is a body part and parcel of human life , because by coordinating with the
muscles , bones become passive locomotor and participate in the movement of everyday people .
One cord injury are at high risk of bone fracture or fractures . Fractures Bone fractures can be
open or closed fractures . Here will be discussed on a closed fracture of the femur proximal 1/3 ,
and how to maintain
Keywords: fracture, bone, femur

Abstrak

Tulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena
dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan ikut berpartisipasi dalam
pergerakan sehari-hari manusia. Salah satu cidera tulang yang memiliki risiko tinggi ialah fraktur
tulang atau patah tulang. Fraktur tulang dapat berupa fraktur tulang terbuka ataupun fraktur
tulang tertutup. Disini akan dibahas mengenai fraktur tertutup pada femur 1/3 proksimal, juga
bagaimana cara perawatannya.

Kata Kunci: fraktur, tulang, femur

Pendahuluan

Tulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena
dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan ikut berpartisipasi dalam
pergerakan sehari-hari manusia. Kelainan atau adanya cidera pada tulang tentu akan menganggu
aktivitas sehari-hari dan membuat produktivitas manusia menurun.

Salah satu cidera tulang yang memiliki risiko tinggi ialah fraktur tulang atau patah tulang.
Fraktur tulang dapat berupa fraktur tulang terbuka ataupun fraktur tulang tertutup. Pada makalah
ini, saya akan lebih memperdalam mengenai fraktur tulang terbuka. Fraktur sendiri, memiliki
definisi putusnya kesinambungan suatu tulang atau terputusnya kontinuitas tulang.

Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana),
sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur
terbuka.1

Anamnesis

Anamnesis meliputi: identitas pasien, keluhan utama (pada umumnya keluhan utama
pada kasus fraktur adalah rasa nyeri), Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat Psikososial.2

1. Apakah ada riwayat trauma/ cidera?


2. Bila ada trauma, trauma seperti apa? Misalnya tauma akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olahraga
3. Kapan waktu terjadinya?
4. Arah posisi trauma/ jatuh? Misalnya: Terduduk, tengkurap, terlentang, menyamping
5. Ada nyeri atau tidak? Lokal nyeri dimana?
6. Dapatkah pasien berjalan atau tidak setelah mengalami trauma?
Pada kasus scenario dari hasil anamnesa didapatkan “Seorang Perempuan berusis 60
tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri pada panggul kanan, setelah jatuh
dikamar mandi 2 jam yang lalu. Pasien jatuh terpeleset sehingga terjatuh menyampimg ke kiri
dan pangkal paha kanannya membentur lantai. Setelah terjatuh pasien tidak dapat bangun”.

Beberapa hal yang baisa di tanyakan :


1. Identitas: Wanita berusia 60 Tahun
2. Keluhan utama: sakit pada panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang
lalu
3. Riwayat penyakit sekarang: tanda-tanda vital dalam batas normal, edema pada
panggul kanan, ekstremitas bawah memendek dan posisi eksternal rotasi, nyeri saat
palpasi, tidak dapat digerakkan aktif atau pasif.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik


pemeriksaan secara alami bervariasi, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan rutin/
baku. Yang dilakukan adalah pemeriksaan status generalis dan status lokalis (mencakup inspeksi,
palpasi, kekuatan otot, gerakan sendi, auskultasi).1,2

 Inspeksi (Look)
Arti inspeksi adalah dilihat. Dilihat secara anterior, posterior dan lateral dari frakturnya
dengan melihat bagian yang dikeluhkan oleh pasien tersebut apakah ada pembengkakan,
memar dan deformitas. Apakah ada hal lain yang abnormal. Hal lain yang juga penting
adalah jika kulit tersebut robek atau tidak. Serta luka yang memiliki hubungan dengan
fraktur tersebut.
 Palpasi (Feel)
Palpasi adalah meraba, jika ada nyeri tekan ditempat fraktur tersebut. Perlu juga
memeriksa nadi/ pulsasi apakah lemah atau kuat di tempat tersebut. Bisa saja terjadi
cedera pembuluh darah yang menunjukan keadaan darurat yang perlu pembedahan.
 Pergerakan (Movement)
Pada pergerakan dapat ditemukan gerakan abnormal seperti krepitasi atau bunyi “kretek-
kretek” pada sendi yang terdapat fraktur terutama pada sendi lutut dengan. Tapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi di bagian yang
mengalami cedera jika pasien tersebut masih dalam keadaan sadar.1

Hasil pemeriksaan fisik menunjukan:

 TTV: dalam batas normal


 Look: Tampak edema pada panggul kanan, ekstermitas bawah sebelah kanan
tampak memendek dan berda diposisi eksternal rotasi
 Feel: Nyeri (+)
 Move: Gerak aktif (-) dan pasif (-)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi
anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior,
kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu
ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Foto Rontgen

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted,
untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk
bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris
dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser
(stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang
bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.1,3

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam
pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan
setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya
pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.3,4

Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan
lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut
Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika
tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.4

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24
jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai
garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah
studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto
rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan
akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.3
Working Diagnosis

Fraktur Femur Dextra 1/3 Proximal

Klasifikasi fraktur femur

Klasifikasi fraktur femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :1,4

 Tertutup
 Fraktur femur terbuka
a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat
(menurut R. Gustillo) yaitu:

Derajat I:
 Luka <1cm
 Tidak kotor
 Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan.

Derajat II :
 Laserasi 1- 10cm
 Luka sedikit kotor
 Kerusakan jaringan tendon (sedikit)
 Fraktur kominutif sedang

Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
a. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak oto rusak, kulit masih dapat
menutup luka.
b. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss)
c. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf)

Pemeriksaan klinik

Daerah yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functiolaesa. Nyeri
tekan, nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior, rotasi.
Tungkai bawah, ditemukan adanya perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada
pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya
ligament dari daerah lutut.4

Diferential Diagnosis
a. Fraktur Caput Femur
b. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi disebelah proksimal linea
intertrochanter pada daerah intrakapsular sendi panggul yang termasuk kolum femur
dimulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal
dari intertrokanter.1,5
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu
karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur collum
femur (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulangnya sudah
mengalami osteoporosis. Trauma yang biasa dialami seperti jatuh terpelest dikamar
mandi.1,5
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan riwayat trauma, pada penderita
muda ditemukan riwayat kecelakaan. Pada penderita tua biasanya trauma ringan (jatuh
terpelest dikamar mandi). Penderita tidak dapat berdiri karena sakit sekali di panggul
terutama daerah inguinal depan. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi
pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas
tidak jelas terlihat.

Gambar 1. Fraktur Collum1

c. Fraktur Intertochanter Femur


Fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor.
Mekanisme Cedera Fraktur intertrokanter bisa terjadi secara langsung yaitu bila pasien
terjatuh dan langsung mengenai trokanter mayor, sementara tidak langsung terjadi
karena pemulintiran. Retak berada di antara trokanter mayor dan trokanter minor dengan
fragmen proksimal cenderung bergeser dalam varus.5
d. Fraktur Subtrochanter
Fraktur subtrochanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi pada
orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan. Dan pada orang muda biasanya
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Pemeriksaan fisik : tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi eksternal
di daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.5
Gejala

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna kulit. Setelah terjadi fraktur,
bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. Pada fraktur panjang, terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. Pembengkakan dan perubahan warna
lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut
terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau
fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).5,6

Etiologi

Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.1,5
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik1,5
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan
berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan5
Disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.6

Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah
putih.7

Penatalaksanaan

 Non Medika Mentosa


Pasien dengan fraktur membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan tulang dan
sendi- sendi disekitarnya. Pasien harus terus memantau perkembangan pasca operasi, dan
harus merehabilitasi kaki yang dioperasi supaya bisa kembali berjalan.
 Medika Mentosa
Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500mg hingga
dosis maksimum 3000mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan kodein
10mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAID seperti ibuprofen
400mg 3 kali sehari.8
 Tindakan Pembedahan9

Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan


pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangatlah
penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Sebelum
mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4 atau prinsip
4R:

o Recognition
Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan
menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta radiiologis.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin
terjadi setelah pengobatan.
o Reduction
Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula
agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan
reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi normal. Tidak
hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah komplikasi seperti
kekakuan, dan deformitas.
o Retaining
Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit
tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini wanita tersebut berarti harus
istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada femurnya.
o Rehabilitation
Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat
gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih berjalan
misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa berfungsi dengan
baik.

Komplikasi

a. Komplikasi dini10,11
Kerusakan arteri. Insiden kerusakan arteri memang jarang, tapi juga harus diwaspadai.
Contohnya seperti kerusakan arteri poplitea setelah trauma. Hal ini terjadi karena
kumpulan vaskular terhambat. Serta bisa juga karena laserasi langsung.
b. Komplikasi lanjut10,11
o Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tidak dapat dihindari, karena itu diperlukan
banyak latihan.
o Non-union yaitu fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu. Hal ini dapat
disertai kekakuan lutut dan mungkin diakibatkan oleh gerakan lutut yang
dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan kecuali kalau dilakukan dengan
hati- hati.
o Mal-union yaitu bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi,
perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal. Fiksasi internal sangat sulit
dan malunion kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien yang masih
melakukan aktivitas fisik untuk melakukan koreksi terhadap malunion yang
terjadi.

Prognosis

Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur.
Semakin kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi yang
sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien.

Kesimpulan

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian),

Pasien pada kasus di atas mengalami fraktura femur dextra 1/3 proksimal. Fraktur ini
merupakan jenis fraktur traumatik, dimana penyebab fraktur ini pasien tersebut jatuh dengan
posisi menyamping dan pangkal paha yang membentur lantai. Diagnosis ini dapat ditegakkan
dengan pasti melalui gejala-gejala yang ditimbulkan dari pasien tersebut dan hasil pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen yang mendukung diagnosis pasti.

Daftar Pustaka

1. Thomas MA. Terapi dan rehabilitas fraktur. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2011.h. 245, 262, 276.
2. Gleadle J. At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical Series.
Jakarta, 2005. h. 106.

3. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. h.31.

4. Patel P R. Lecture notes radiologi. Erlangga medical series. Edisi ke-2. Jakarta, 2007. h.
222-3
5. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.h. 503-12, 537-43.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. h. 904-6
7. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3rd Ed. Australia :
McGraw-Hill. 2005. h. 303-6.
8. Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.Volume2.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
9. Gunawan, Sulitia G. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2008. h. 57-89.
10. Sabiston. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta, 1994. h.
380-3.
11. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. h. 346-8.

Anda mungkin juga menyukai