KELOMPOK 1
HYGIENE INDUSTRI
Disusun oleh :
1. Andhika Rezky B. 030.12.016
2. Adinda Ratna Putri 030.12.025
3. Amabel Karamina 030.12.011
4. Amelia Ananda Syam P. 030.12.012
5. Amelia Fadhila H. 030.12.013
6. Angeline 030.12.021
7. Anindhita Athaya P. 030.12.025
8. Army Setia Kusuma 030.12.034
9. Arnita Ilanur 030.12.035
10. Ayang Rashelda 030.12.042
11. Bernio Yustindra P. 030.12.048
12. Wanda Junita Safitri 030.12.278
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan Walk
Through Survey sebagaimana mestinya. Laporan ini disusun untuk melengkapi
rangkaian kegiatan Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan
pada periode 5 Maret 2018 – 12 Maret 2018.
Laporan ini memaparkan mengenai Higiene Industri pada perusahaan PT.
Jakarta Cakratunggal Steel Mills. Dalam usaha penyelesaian laporan ini, kami
banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritikan yang membangun guna perbaikan kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 32
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 32
5.2 Saran ................................................................................................. 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene
Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higien Perusahan dan
Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Hygiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik,
kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Upaya ini terutama
dilakukan dalam hal pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan
melaksanakan pengawasan terhadap segla kemungkinan gangguan kesehatan
tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka
perlu dilakukan pengkajian terhadap faktor-faktor potensi bahaya yang
mempengaruhi di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills mengenai permasalahan
yang ditimbulkan serta usaha-usaha yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
2
1.3 Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan higiene
industri antara lain sebagai berikut.
1. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konferensi ILO No. 120
Mengetahui Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor.
2. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
3. UU No. 10 Tahun 1977 Tentang Ketenaganukliran.
4. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
5. Peraturan menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
6. PP 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Kemanfaatan
Radiasi Pengion.
7. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja.
8. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/Bw/Bk/1984 Tentang
Pengesahan Alat Pelindung Diri.
9. Permenakertrans No. 01/Men/1981 Tentang Penyakit Akibat Kerja.
10. Peratutan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 187/Men/1999 Tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
3
besi beton berkualitas tinggi berinisial “CS” sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia dan juga standar
internasional seperti American Standard Testing and Material (ASTM),
Japanese Industrial Standard (JIS) dan British Standards (BS).
Dalam mendukung komitmen tersebut, PT. JCSM telah menerapkan
Sistim Manajemen Mutu ISO 9001 yang disertifikasi sejak 1995, dan dalam
kontribusinya terhadap penyusunan Standar SNI untuk produk Besi Beton
dan keikut sertaan secara konsisten melakukan edukasi bagi masyarakat
konsumen untuk ikut peduli terhadap pemilihan bahan-bahan berkualitas
dan memenuhi standar, PT. JCSM mendapatkan penghargaan “SNI Award”
pada tahun 2008. Menyusul pada saat ini PT. JCSM sedang menggarap
untuk pencapaian “Green Steel Manufacturer” dengan menerapkan Sistim
Quality, Health, Safety and Environment secara ter integrasi. Melalui
pengembangan-pengembangan terakhir yang dilakukan oleh PT. JCSM,
inovasi-inovasi terkait perkembangan tehnologi terus diaplikasikan guna
mendukung kebutuhan serta kepuasan pelanggan. Hingga saat ini PT. JCSM
memiliki tenaga kerja berkisar 800-1.000 orang. Selain itu untuk menjaga
kelangsungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerjanya, PT.
JCSM juga memiliki P2K3.
4
c. Alur Produksi
1. Electric Arc Furnace
Merupakan tempat peleburan untuk menghasilkan baja cair dari
bahan baku berupa besi spons (sponge iron), iron scrap dan kapur
(lime) untuk mengontrol kandungan fosfor dan sulfur.
Adapun urutan dalam EAF yaitu :
1. Preparasi (pengecekan/persiapan bahan-bahan sebelum di lebur)
2. Charging (Charging adalah proses pemasukan bahan baku yang
telah disiapkan dalam bucket kedalam dapur listrik.
3. Melting (proses peleburan,Setelah bahan baku masuk kedalam
dapur, proses peleburan siap dilaksanakan. Proses peleburan adalah
proses mencairkan logam dari bahan baku menjadi cair dengan
menggunakan elektroda yang dimasukan kedalam dapur.
2. Proses Ladle Furnace
Adalah proses pemurnian baja cair yang dilakukan di Ladle
Furnace (LF) untuk melayani dapur listrik proses dan menyediakan
bahan baku baja cair ke mesin pengecoran kontinyu (CCM). Di dalam
LF baja cair di tambah dengan bahan tambah lain nya seperti
Almunium, FeMn, FeSi dll.
Aktivitas utama di dalam ladle furnace adalah:
• Mengatur temperatur baja cair yang akurat sebagai bahan baku untuk
pengecoran.
• Peningkatan kebersihan baja melalui deoksidasi dan desulfurisasi
• Homogenisasi temperatur dan komposisi kimia dengan
menggunakan gas Argon; dan
• Menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan.
• Mengendalikan slag dan steel
Proses yang terlibat adalah
a. Slag treatment
b. Proses pemurnian dan reaksi kimia dalam pembuatan baja
c. RH vacuum degasing
5
3. Proses Continous Casting Machine
Continuous Casting Machine (CCM) adalah proses pengecoran
logam ke dalam mould dari ladle sehingga terbentuk slab baja secara
kontinyu. Baja slab diperoleh dari proses pencetakan kontinyu
(continuous casting) dimana perlindungan menggunakan gas argon
diperlukan antara ladle dan tundish. Ukuran slab yang dihasilkan
mempunyai ketebalan 200 mm, lebar 880-2080 mm dan panjang
maksimum 12000 mm.
4. Uji Tarik dan Uji Tekuk
Uji tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling
mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah
mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan
ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan
kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi
terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Bila kita terus menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu logam)
sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang
berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 1. Kurva ini
menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.
Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
6
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan
maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini
umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS,
dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.
Uji lengkung (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian
untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending
digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan
kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ. Dalam
pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa factor
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik (Tensile Strength)
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh (yield).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi
2, yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
5. Uji Spektro
Pengujian Optical Emision Spectroscopy (OES) dilakukan untuk
mengetahui persentase komposisi unsur kimia dalam spesimen uji.
Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM A571 yang berisi
tentang metode analisis komposisi kimia untuk baja, baja tahan karat, dan
baja paduan lain. Preparasi spesimen dilakukan dengan mengamplas
permukaan agar permukaan menjadi rata dan bersih.
7
Pada emission spectroscopy, energi yang diperoleh dari atom yang
mengemisikan radiasi elektromagnetik dikumpulkan dan dianalisis oleh
spektometer. Gambar 2 menunjukkan skema ilustrasi OES. Emisi yang
terbentuk pada frekuensi tertentu dapat digunakan untuk mengidentifikasi
jenis unsur pada spesimen uji. Berdasarkan teori kuantum, elektron
menempati level energi yang terendah saat kondisi normal (ground state).
Namun, ketika atom diberi energi potensial dari luar maka elektron dapat
tereksitasi keluar kulit menempati tingkat energi yang lebih tinggi. Kondisi
tersebut dinamakan kondisi tereksitasi. Elektron yang keluar ditangkap
oleh detektor dan sistem komputer akan mengenalinya melalui konfigurasi
energi dari elektronnya. Jadi unsur yang terdapat pada spesimen dapat
ketahui baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
d. Jam Kerja
Jam kerja untuk para pekerja sekitar 8 jam setiap hari sehingga
terdapat 3 shift. Dimulai dari pukul 07.00-15.00, 15.00-23.00, 23.00-
07.00. Proses pembuatan baja dilakukan pada malam hari.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
2.3 Faktor-faktor Lingkungan Kerja
Berdasarkan dengan Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976,
seorang dokter perusahaan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang
ilmu higiene industri. Faktor-faktor sumber bahaya yang dapat diidentifikasi
dalam lingkup higiene industri adalah faktor fisik, faktor kimia, dan faktor
biologi, faktor fisiologi/ergonomi, dan faktor psikologi. Dalam tulisan ini,
akan dibahas terutama pada faktor fisik, faktor biologi, dan faktor kimia.
10
2) Getaran
Getaran adalah gerakan bolak balik linear (atas-bawah, maju-
mundur, kiri-kanan) yang berlangsung dengan cepat dari suatu objek
terhadap suatu titik. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan
dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
Jenis getaran yang terjadi sebagai faktor fisika :
- Getaran seluruh tubuh : dapat terjadi bila seluruh tubuh dirambati
oleh getaran. Mempunyai frekuensi 1-80 Hz
- Vibrasi segmental : bagian tubuh yang terpapar adalah lengan dan
tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 – 1500 Hz.
3) Iklim dan Suhu
Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan
produktif bila lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu nyaman bagi
orang Indonesia adalah 24°C-26°C. Bila iklim kerja panas dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan gangguan kesehatan.
4) Pencahayaan:
Jenis sumber pencahayaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pencahayaan alami (berasal dari cahaya matahari), dan pencahayaan
buatan (berupa lampu).
Sifat-sifat pencahayaan yang baik meliputi:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan
- Pencegahan kesilauan
- Arah sinar
- Warna
- Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan
Berdasarkan PMP No. 7 tahun 1964 mengenai pencahayaan
terdapat pada pasal sebagai berikut :
Pasal 10
1. Jarak antara gedung-gedung atau bangunan-bangunan lainnya harus
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu masuknya cahaya siang
ke tempat kerja.
11
2. Setiap tempat kerja harus mendapat penerangan yang cukup untuk
melakukan pekerjaan.
Pasal 11
1. Jendela-jendela, lobang-lobang atau dinding gelas yang dimaksudkan
untuk memasukkan cahaaya harus selalu bersih dan luas seluruhnya
harus 1/6 dari pada luas lantai ternpat kerja.
2. Dalam hal yang memaksa luas yang dimaksud dalam ayat (1) dapat
dikurangkan sampai paling sedikit 1/10 x luas lantai.
3. Jendela-jendela, lobang-lobang atau dinding gelas harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya yang
merata.
4. Bila ada penyinaran matahari langsung menimpa para pekerja, maka
harus diadakan tindakan- tindakan untuk menghalang-halanginya
5. Apabila jendela hanya satu-satunya jalan cahaya matahari, maka jarak
antara jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 meter.
6. Jendela-jendela itu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja yang
terletak di seberang.
Pasal 12
1. Di dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau tidak dapat
dipergunakan harus diadakan penerangan dengan jalan lain sebagai
tambahan atau pengganti cahaya matahari.
2. Untuk pekerjaan.yang dilakukan pada malam hari harus diadakan
penerangan buatan yang aman dan cukup intensitetnya.
3. Penerangan dengan jalan lain itu tidak boleh menyebabkan panas yang
berlebih-lebihan atau merusak susunan udara.
4. Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu dalam tempat
keria maka suhu itu tidak boleh naik melebihi 32 Celcius. Dalam hal
itu harus dilakukan tindakantindakan lain untuk mengurangi pengaruh
kenaikan suhu tersebut (peredaran angin, dll).
12
5. Sumber penerangan yang menimbulkan asap atau gas sisa sedapat
mungkin dihindarkan dari semua tempat kerja. Sumber penerangan
semacam ini hanya dipergunakan dalam keadaan darurat.
6. Sumber cahaya yang dipergunakan harus menghasilkan kadar
penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh
berkedip-kedip.
7. Sumber cahaya yang dipergunakan tidak boleh menyebabkan sinar
yang menyilaukan atau bayangan atau contrast yang mengganggu
pekerjaan.
8. Apabila bahan dan alat dipergunakan menyebabkan sinar yang
menyilaukan atau berkedip-kedip, maka harus diadakan tindakan-
tindakan untuk melenyapkan sinar yang mengganggu tersebut atau
mengurangkan pengaruhnya terhadap mata.
13
4) Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern)
dan hewan invertebrata (protozoa, Ascaris);
Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:
1) Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2) Ingesti/ saluran pencernaan
3) Kontak dengan kulit
4) Kontak dengan mata, hidung, mulut
Menurut CDC faktor biologi diklasifikasikan 4 level yaitu:
1) Bio Safety Level I, kurang bahaya (minimal hazard):
a. Tidak bahaya
b. Bacillus subtilis, canine hepatitis, E.coli, varicella
c. Cuci tangan dengan sabun, gunakan sarung tangan
d. Letakkan buangan material yang mengandung faktor biologi ke
dalam wadah khusus
2. Bio Safety Level II, lebih bahaya (ordinary risk):
a. Lebih berbahaya dari BSL – 1
b. Hepatitis, influenza A, HIV AIDS, Salmonella
c. Diperlukan safety precaution
3. Bio Safety Level III, beresiko tinggi dan infeksius (higher risk and
infectious):
a. Dapat menyebabkan kematian
b. Anthrax, SARS virus, TBC, typhus yellow fever, malaria
c. Laboratorium harus ditutup rapat
4. Bio Safety Level IV, sangat bahaya (extremely hazardous):
a. Sangat berbahaya, dapat membunuh banyak orang, sulit diterapi
b. Ebola virus, marburg virus, lassa virus
c. Harus sangat hati – hati dalam penanganannya dan wajib
menggunakan APD khusus.
14
dan campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu
terdapat di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu
di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam
jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di
tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek
toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat
dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data
Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia dan MSDS, Ahli K3 harus
memberikan promosi kesehatan dan preventif pencegahan PAK (penyakit
akibat kerja).
1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):
a. Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya
sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai
suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0,02-500 µm. Variasi
bentuk partikulat di antaranya sebagai berikut.
Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara.
Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti
pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran,
pemecahan, dan penghancuran material batu, biji besi, batubara,
biji-bijian. Ukuran debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat
terlihat dengan mata telanjang (50µm) sampai dengan yang
tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm
dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan
masuk ke dalam paru-paru, dan yang berukuran 0,5 – 4 µm
dapat terdeposit pada alveolus paru, seperti debu kapas, silika,
dan asbes.
Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi
bahan-bahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah
penguapan dari logam cair. Uap dari logam cair terkondensasi
menjadi partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair
tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau
15
peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam
seperti ZnO dan PbO.
Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara
sebagai hasil proses kondensasi / pengembunan dari bentuk uap
atau gas melalui proses electroplanting dan penyemprotan di
mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih
yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama
operasi memotong dan gerinda.
Asap (smoke): adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai
ukuran kurang dari 0,5 µm dan bercampur dengan senyawa
hidrokarbon sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari
bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara.
Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di
udara. Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
b. Non Partikulat
Variasi bentuk partikulat di antaranya sebagai berikut.
Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang
tertutup dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat
dengan pengaruh dari gabungan kenaikan tekanan dan
pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar
atau menyebar. Contoh: bahan seperti oksigen, nitrogen, atau
karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan
normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi
penurunan suhu dan penambahan tekanan.
Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan
normal berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan
ruang. Uap dapat dirubah kembali menjadi padat atau cair
dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu. Bahan-bahan
yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap
dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk
uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen.
16
2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia
a. Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan
iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan
bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan
saluran pernapasan.
- Iritasi melalui kulit : apabila terjadi kontak antara bahan kimia
tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang
berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis
(peradangan kulit).
- Iritasi melalui mata : kontak yang terjadi antara bahan-bahan
kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang
ringan sampai kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan : oleh karena bahan-bahan kimia
berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa
terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian
atas (hidung dan kerongkongan).
b. Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan
dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga
menimbulkan sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian.
Terdapat dua jenis asfiksia, yakni:
- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan
dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida,
ethana, hidrogen atau helium yang kadar tertentu
mempengaruhi kelangsungan hidup.
- Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan
kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat
mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk
mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah
karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan metana.
17
c. Bahan kimia bersifat zat pembius dapat menghilangkan kesadaran
dan mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari
bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic
alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene
hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan
saraf pusat.
d. Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam
konsentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia
atau bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem
yang kompleks. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi
dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan
kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar ke
seluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida,
benzene, dan sianida.
e. Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu
bisa menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali,
menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen.
Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun
bervariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti
arsenik, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru.
f. Bahan kimia fibrotik merupakan bahan kimia yang bila masuk ke
dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik,
seperti pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah suatu keadaan
yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus
daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari
jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-
bahan yang menyebabkan pneumokoniosis adalah crystalline
silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium.
3) Pengukuran: Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan
kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian
terhadap faktor kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara
pengambilan sample yang selanjutnya akan dianalisis. Dalam
18
melakukan pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan
pengambilan sampel yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam
kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8
jam kerja. Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional
Indonesia (SNI), NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrumen
analisis yang digunakan dalam pengujian faktor kimia adalah AAS
untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar hidrokarbon,
spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organik, dan X-Ray
defractometer.
19
Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di
lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni:
1) Pengenalan lingkungan kerja dengan cara melihat dan mengenal (walk
through inspection)
2) Evaluasi lingkungan kerja untuk menilai karakteristik dan besarnya
potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk
menentukan pripritas dalam mengatasi permasalahan
3) Pengendalian lingkungan kerja untuk mengurangi atau menghilangkan
pajanan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja.
Dari ketiga langkah di atas, langkah pertama dan kedua saja tidak
dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Lingkungan kerja
yang sehat hanya dapat dicapai dengan teknologi pegendalian yang kuat
untuk mencegah efek kesehatan yang meugikan di kalangan para pekerja.
Pengendalian terhadap lingkungan kerja dapat dilakukan berupa
pengendalian terhadap lingkungan kerja maupun pengendalian perorangan.
1) Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures)
- Desain dan tata letak yang adekuat
- Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya
2) Pengendalian perorangan (Personal Control Measures)
- Penggunaan alat pelindung perorangan
- Pembatasan waktu pajanan faktor bahaya untuk pekerja
- Kebersihan perorangan
20
4) Pemisahan/isolasi:menghilangkan sumber bahaya dengan cara
menempatkannya jauh dari pekerja lainnya
5) Engineering control: mengendalikan bahaya dengan memodifikasi
lingkungan kerja (Penyediaan alat keselamatan, penyediaan alat
peringatan)
6) Administration control: mengendalikan bahaya dengan melakukan
modifikasiinteraksi pekerja dengan lingkungan kerjanya.
7) Penyediaan alat pelindung diri (APD)
21
Tata cara pelaksanaan:
1) Limbah padat
a. Membersihkan ruang dan lingkungan perkantoran minimal 2 kali
sehari
b. Mengumpulkan sampah kering dan basah pada tempat yang
berlainan dengan menggunakan kantong plastik warna hitam.
c. Mengamankan limbah padat sisa kegiatan perkantoran.
2) Limbah cair
a. Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat
mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau.
b. Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan lebih
dahulusebelum dibuang ke lingkungan minimal dengan tangki
septik.
22
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata
menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa
dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah ke
dalam reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi
yang sangat tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme
dimasukkan kedalam beberapa media.
Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan
dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses
alami dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
mikrobial aktif dalam lapisan sludge.
23
BAB 3
HASIL PENGAMATAN
2. Pencahayaan
24
Menurut hasil pengamatan di PT. Cakra Steel menggunakan
sumber sinar matahari dan sumber buatan (lampu) sebagai sumber
penerangan. Sumber sinar matahari melalui jendela-jendela dan ventilasi
udara di sekitar gedung. Penerangan buatan menggunakan lampu neon
berwarna putih dan kuning. Pada ruangan produksi tampak digunakan
warna putih terang pada dinding dan langit-langit. Pada ruangan kantor
terlihat bagian lorong kantor yang menggunakan lampu dengan bohlam
berwarna kuning dan kurang menerangi seisi lorong. pada bagian dalam
ruangan kantor disesuaikan dengan luas tiap ruangan kerja dan aktivitas
yang dilakukan pada ruangan tersebut. Secara umum penerangan pada
bagian kantor belum dievaluasi dengan baik dan belum dilakukan
pengukuran dengan luxmeter secara berkala.
4. Radioaktif
25
PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills menggunakan mesin yang
menghasilkan radioaktif yaitu pada steel meting. Namun bahan
radioaktif yang dimaksud tidak diketahui. Pada pekerja tidak dibekali
alat pengukur radiasi.
26
Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai bahan
bakar, penyebaran gas SOx, ke lingkungan juga tergantung dari keadaan
meteorology dan geografi setempat. Kelembaban udara mempengaruhi
kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun asam sulfit yang
akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai hujan
asam. SO2 pada konsentrasi 6-12 ppm dapat menyebabkan iritasi pada
hidung dan tenggorokan, peradangan lensa mata (pada konsentrasi 20
ppm), pembengkakan paru-paru/celah suara.
5. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila
tercampur dengan gas CO2, SO2, maka akan memberikan pengaruh yang
membahayakan seperti yang telah diuraikan diatas.
6. Fosfor, digunakan dalam pembuatan besi baja pada tahap pemadatan
baja. Hasil buangan akhir dari proses tersebut adalah terbentuknya
beberapa senyawa fosfat. Terlalu banyak fosfat dapat menyebabkan
masalah, seperti kerusakan ginjal dan osteoporosis.
27
3.4 Sanitasi Lingkungan Industri
Berdasarkan pengamatan selama di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills
ditemukan kebersihan umum perusahaan terjaga dengan baik ditinjau dari interior
maupun eksterior bangunan perusahaan. Pemeliharaan fasilitas industri rutin
dilakukan untuk menjaga kebersihan umum dari perusahaan tersebut.
Namun dari bagian belakang perusahaan ditemukan beberapa tumpukan
sampah yang tidak terjaga dengan baik. Pada bagian dinding terlihat kotor dan
berdebu. Kebersihan di dalam perusahaan seperti dinding, lantai, dan atap tampak
berdebu dan kotor. Daerah kerja tampak berdebu dan lantai kotor karena hasil dari
mesin. Petugas kebersihan berjumlah 28 orang, terbagi dalam 2 shift. Sampah
dibuang ke tempat pembuangan sampah dan di ambil oleh pihak kedua untuk
dibuang ke tempat pembuangan akhir setiap 90 hari.
Tampak terdapat beberapa tempat sampah namun tidak di setiap ruangan.
Di dalam ruangan terdapat toilet umum yang lantai, dinding, kloset duduk terjaga
dengan baik dan bersih. Pada toilet ditemukan adanya sabun maupun tisu.
Ventilasi di lingkungan kerja kurang baik terdapat beberapa jendela di beberapa
bagian ruangan. Jumlah toilet pada pabrik ini tidak sebanding dengan jumlah
pekerja yang berjumlah >200 orang. Jumlah pekerja saat ini berkisar 800-1.000
orang.
Berdasarkan informasi dari narasumber, penyediaan kebutuhan air untuk
proses produksi, menggunakan air PAM dan air dari sumur bor. Sedangkan untuk
minum air didapat dari air galon.
Pada perusahaan tersebut setiap karyawan diberikan makanan seperti
makanan catering pada saat siang hari, dan disediakannya ruangan tempat makan
didalam perusahaan tersebut.
Berdasarkan pengamatan, ditemukan kebersihan umum perusahaan kurang
terjaga ditinjau dari interior maupun exterior bangunan pabrik. Pemeliharaan
fasilitas industri dilakukan secara berkala setiap satu bulan sekali.
Kebersihan di dalam perusahaan seperti dinding, lantai, dan atap tampak
terawat dengan baik. Daerah kerja tampak bersih dari sampah. PT. Jakarta
Cakratunggal Steel Mills juga memiliki cleaning service yang selalu
membersihkan daerah pabrik sebelum dan setelah waktu bekerja.
28
3.5 Proses Pengolahan Limbah
Proses pengolahan limbah PT. Cakratunggal Steel sudah cukup baik.
Sebagian besar limbah pada produksi baja adalah limbah padat dan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
29
pembuangan air yang kemudian akan mengalir ke parit yang terletak di
sekitar gedung perusahaan atau digunakan kembali.
30
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
31
4.4 Bagian Pembuangan Limbah
32
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di PT. Jakarta
Cakratunggal Steel Mills, terdapat beberapa faktor lingkungan yang perlu
diperhatikan:
1. Faktor fisik
a. Kebisingan: terdapat bising yang ditimbulkan oleh mesin
steel melting yaitu EAF (Electric Arc Furnace) dan mesin
quality control yaitu yang menguji dimensi, uji tarik dan uji
tekuk. Keadaan bising di lokasi pabrik ini dianggap tidak
dievaluasi dengan baik sehinga menyebabkan
ketidaknyamanan pekerja dan dapat mengakibatkan
gangguan pendengaran.
b. Pencahayaan: menggunakan sumber sinar matahari dan
sumber buatan (lampu) sebagai sumber penerangan. Secara
umum penerangan pada bagian kantor belum dievaluasi
dengan baik dan belum dilakukan pengukuran dengan
luxmeter secara berkala.
c. Iklim dan suhu: Mesin-mesin yang digunakan untuk proses
produksi menghasilkan suhu yang sangat panas sehingga
menyebabkan paparan panas berlebihan, cipratan cairan dari
TCM, dan kepulan asap billet.
2. Faktor kimia
a. Limbah: Peleburan kembali produk sisa berisiko
mengeluarkan fume, asap, dan debu yang dapat berpengaruh
pada kesehatan tenaga kerja.
33
3. Faktor biologi
a. Genangan air dan lumut di area pengolahan sampah yang
belum dikelola dengan baik sehingga berpotensi menjadi
tempat berkembangnya vector-vektor penyakit.
b. Tumpukan barang-barang dan sampah belum dikelola dengan
baik juga berpotensi menjadi tempat berkembangnya vektor
penyakit.
1.2. Saran
1. Dilakukan pemeriksaan secara berkala dengan menggunakan
luxmeter, sehingga sumber cahaya buatan yang mulai menurun
kualitasnya atau redup, dapat segera diganti, diharapkan ruangan-
ruangan kerja tetap mendapatkan pencahayaan yang sesuai.
2. Pembagian shift kerja pada pekerja yang terpapar bunyi bising.
3. Dilakukan pemeriksaan sound level dan noise dosimeter secara
berkala.
4. Pemeriksaan audiometri secara berkala bagi pekerja yang terpapar.
5. Penggunaan ear plug atau ear muff .
6. Melakukan pemeriksaan ISBB pada setiap ruangan kerja.
7. Menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan tempat kerjanya,
misalnya sarung tangan dan sepatu khusus yang sesuai dengan tempat
kerjanya.
8. Penanganan limbah diolah dan ditangani dengan benar yakni
dikumpulkan dan ditaruh diwadah yang tertutup (untuk siap dijual)
9. Pengalasan lantai
10. Alat Pelindung Diri (APD) : Masker, sarung tangan
11. Dilakukan pengendalian vektor yang dapat menyebabkan penyakit
salah satunya dengan menghilangkan adanya genangan air, lumut, dan
tumpukan barang serta sampah.
34
BAB 6
PENUTUP
35
REFERENSI
36