Anda di halaman 1dari 40

MANFAAT PEMBERIAN KOMPRES DINGIN (ES) DALAM

MENURUNKAN RASA NYERI PADA PASIEN APENDIKSITIS DIRUANG

BEDAH RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

OLEH

SEPTIANUS HANJUNG

NIM : 010030215B

PROGRAM SUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2001
DAFTAR ISI

I. BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………
II. Latar Belakang..…………………………………………..........
……………….
1. Perumusan masalah..............................................................................................
2. kahApa kompres dingin (es) bermanfaat dalam menurunkan rasa nyeri……….
3. Apakah kompres dingin (es) bermanfaat dalam memberikan rasa nyaman……
4. Apakahb kompres dingin (es) bermanfaat dalam menghambat stimulus nyeri...
5. Tujuan Penelitian. ……………………………………………………..............
III. Tujuan Umum…………………………………………………...
IV. Tujuan Khusus…………………………………………………...
V. Mengidentifikasi manfaat kompres dingin (es) dalam menurunkan rasa
nyeri..
6. Mengidentifikasi manfaat kompres dingin (es) dalam memberikan rasa
nyaman……………………………...................................................................
7. Mengidentifikasi mannfaat kompres dingin (es) dalam menghambat stimulus
nyeri………………………………………………………………………........
8. Manfaat Penelitian……………………………………………………....……..
9. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang manfaat kompres
dingin (es) dalam menurunkan rasa nyeri…….
10. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukkan bagi tempat pelayanan
guna meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan…………………………...
11. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kompres dingin (es) dan nyeri....
VI. Relevansi ………………………………………………………………..
12. BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………
13. Konsep dasar nyeri pada apendisitis……………………………………...……
14. Definisi konsep dasar apendisitis meliputi……………………......................…
15. Pengertian Apendisitis……………………………………….............................
16. Tanda dan gejala……………………………………………..............................
17. Patofisiogi……………………………………………………............................
18. Konsep Dasar Nyeri…………………………………………………........……
19. Definisi konsep dasar nyeri kemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :....
20. Fisiologi Nyeri………………………………………………............................
21. Respon Fisiologi Terhadap Nyeri. ……………………….................................
22. Klasifikasi Nyeri…………………………………………….............................
23. Kompres Dingin (es) ………………………………………………………..…
24. Pengertian kompres dingin (es).………………………………………..
25. Pengaruh kompres dingin (es).………………………………………….
26. Tujuan kompres dingin (es).…………………………………………….
27. Metode kompres dingin (es).……………………………………………
28. Hal-hal yang diperhatikan meliputi :..…………………………………
29. Pengaruh kompres dingin (es) terhadap nyeri…………………...
30. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri…………………………….
31. Arti nyeri terhadap individu……………………………………..
32. Toleransi individu terhadap nyeri……………………………….
33. Ambang nyeri………………………………………………………………
34. Lingkungan…………………………………………………………………
35. Usia…………………………………………………………………………...
36. Kebudayaan…………………………………………………………………
37. Kepercayaan religius……………………………………………………...
38. Kecemasan dan stress…………………………………………………….
39. BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………………
40. Desain Penelitian………………………………………………………………
41. Populasi Sampel dan Sampling…………………………………………………
42. Populasi……………………………………………………………………...
43. Sampel……………………………………………………………………….
44. Sampling…………………………………………………………………….
45. ntivikasi Variabel………………………………………………………………
46. Variabel independen………………………………………………………
47. Variabel dependen………………………………………………………...
48. Definisi Operasional……………………………………………………………
49. Pengumpulan dan Pengolahan Data…………………………………………….
50. Masalah Etika…………………………………………………………………
51. Keterbatasan……………………………………………………………………
52. DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………
(1) Lampiran I……………………………………………………………
GAMBAR. 1.JALUR – JALUR PENYALURAN NYERI KE DAN DARI

KORTEKS (LONG C.B, 1996 ; 221)


BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang.

Apenditis merupakan kasus gawat abdomen yang paling sering terjadi

menurut Sabiston (1992 ; 2) berpendapat bahwa apendisitis adalah suatu

penyakit prototipe yang berlangsung melalui peradangan akibat obstruksi dan

iskhemia dalam rangka waktu bervariasi dimana gejala pasien mencerminkan

keadaan penyakit dalam waktu penyakit.

Pada kasus apendisitis hampir 97 – 100 % kasus disertai dengan

keluhan awal berupa sakit atau nyeri yang merupakan keluhan utama

dibandingkan keluhan lain yang menyertai. (Suparman, 1995 ; 178).

Kebutuhann rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat

seseorang merasa nyaman, terlidung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa

sakit terutama nyeri. Perubahan rasa nyaman akan menimbulkan perasaan

yang tidak enak atau tidak nyaman dalam berespon terhadap stimulus yang

berbahaya (Capernito, 1995 ; 210). Proses dalam memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, terutama akibat nyeri merupakan hal yang harus diatasi secepatnya

karena dapat menimbulkan respon sakit berupa perubahan pisik dan psikis

seseorang.(Koizier dkk, 1995 ; 981). Penggunaan suhu rendah (es) dalam

pemberian kompres dingin (es) dapat dipercaya memberi perasaan nyaman

untuk sementara akibat nyeri (Black, MJ. 1997 ; 371).

Menurut Syamsuhidajat (1996 ; 866) alasan utama seseorang yang


diduga apendisitis adalah akibat respon sakit yang mereka rasakan. Insiden

apendisitis dinegara maju lebih tinggi dari pada di negara berkembang dan

dalam tiga – empat dasa warsa terakhir menurun secara bermakna,dengan

perbandingan antara pria dan wanita pada umumnya sama kecuali pada umur

20 – 30 tahun insiden pria lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan data

nasional menunjukkan prognosis pada pasien apendisitis dengan kematian 0

– 3 % dengan apendisistis sederhana dan 2 % atau lebih, pada kasus yang

mengalami perforasi, pada anak dan orang tua perforasi menyebabkan

kematian berkisar 10 – 15 % diakibatkan pasien terlambat memeriksakan diri

dan keterlambatan dokter dan ahli bedah yang bersangkutan untuk

memberikan pertolongan (Soelarto, 1995 ; 109).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya pada Ruang Bedah ditemukan data tentang jumlah pasien

apendisitis dengan nyeri dari bulan januari –juni 2001 mencapai jumlah 58

orang dari 490 pasien diruang bedah berkisar kurang lebih 12%, yang

diantaranya 60% dari 35 orang laki-laki dan 40% dari 23 orang perempuan.

Nyeri merupakan perasaan yang sangat subyektif dan paling

ditakutkan banyak orang. Menurut Selye (Long 1996; 130) rasa nyeri

merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana

individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan

respon fisik dan psikis. Respon pisik meliputi perubahan keadaan umum,

wajah, denyut nadi, pernafasan,suhu badan, sikap badan,dan apabila nafas

makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan


respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat

mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan

respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri

(Corwin, JE. 1997,227). Sehingga individu dituntut untuk beradaptasi baik

secara biologi, psikologi, dan sosial dalam mengembangkan coping yang

efektif, menghindari perilaku yang mal adatif, mencapai fungsi optimal

(Long, 1996 ; 130).

Saat orang dibawah kerumah sakit karena diduga apendisitis akan

menjalani observasi dan bedrest serta prosedur – prosedur diagnostik yang

diperlukan dalam upaya menentukan terapi dan tindakan selanjutnya. Selama

masa menunggu keluhan nyeri harus diminimalkan sekecil mungkin (Long

1996 ; 229). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk

menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan

diagnosa (Sjamsuhidajat. 1996 ; 866). Perawat berperan dalam

mengidentifikasikan kebutuhan – kebutuhan klien dan membantu serta

menolong klien dalam memenuhi kebutuhan tersebut ( Husin, M. 1992 ; 30).

Menurut Bouwhuizen, M (1996 ; 193) untuk mengurangi atau

menurunkan perasaan nyeri dapat diberikan kompres dingin (es).

Pengetahuan dan teknologi yang mempelajari efek suhu rendah pada bidang

biologi dan kedokteran sudah lama dikenal, salah satunya efek kompres

dingin (es) adalah efek anestesi berupa hilangnya sensasi nyeri dan dapat

digunakan pula pada pengobatan nyeri dan bengkak yang lokal (Gabriel, F.J.

1988 ; 135 – 136) Berdasarkan pengalaman dilapangan pemberian kompres


dingin (es) mendapatkan hasil yang cukup baik.

Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui

seberapa jauh manfaat pemberian kompres dingin (es) dalam menurunkan

rasa nyeri pada pasien apendisitis. Sehingga hasil penelitian ini dapat

memberikan masukan kepada perawat khususnya dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien dengan keluhan nyeri apendisitis dan masyarakat

pada umumnya.

I.2. Perumusan masalah.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan

permasalah sebagai berikut :

I.2.1. Apakah kompres dingin (es) bermanfaat dalam menurunkan rasa

nyeri.

I.2.2. Apakah kompres dingin (es) bermanfaat dalam memberikan rasa

nyaman.

I.2.3. Apakah kompres dingin (es) bermanfaat dalam menghambat stimulus

nyeri.

I.3. Tujuan Penelitian.

2. Tujuan Umum

Untuk mempelajari manfaat kompres dingin (es) dalam menurunkan

rasa nyeri.

(a) Tujuan Khusus


b) Mengidentifikasi manfaat kompres dingin (es) dalam
menurunkan rasa nyeri

I.3.2.1. Mengidentifikasi manfaat kompres dingin (es) dalam

memberikan rasa nyaman.

I.3.2.2. Mengidentifikasi mannfaat kompres dingin (es) dalam

menghambat stimulus nyeri.

I.4. Manfaat Penelitian.

I.4.1. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang manfaat

kompres dingin (es) dalam menurunkan rasa nyeri.

I.4.2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukkan bagi tempat

pelayanan guna meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.

I.4.3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kompres

dingin (es) dan nyeri.

(i) Relevansi
Pada pasien apendisitis sensasi nyeri merupakan keluhan utama yang

sangat ditakuti oleh semua orang yang merupakan yang merupakan suatu

ancaman baik pisik maupun psikologis dimana akan berpengaruh rasa

nyaman seseorang. Salah satu upaya untuk memberikan rasa nyaman dengan

menurunkan rasa nyeri dan penyebaran infeksi dengan kompres dingin (es).

Pentingnya pengaruh kompres dingin (es) pada dunia keperawatan akan

memberikan motivasi pada dunia keperawatan untuk lebih meningkatkan

pelayanan, khususnya dalam mengatasi keluhan nyeri pada pasien


apendisitis. Permasalah ini sangat relevan dengan masih tingginya angka

kesakitan akibat nyeri di Indonesia, sehingga dengan pemberian kompres

dingin (es) akan menambah menurunkan angka kesakitan akibat nyeri baik

itu dipelayanan kesehatan khususnya dan Indonesia pada umumnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini disajikan tentang konsep dasar nyeri pada pasien apendisitis,

manfaat kompres dingin (es) dan faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri

Pertama konsep dasar nyeri pada apendisitis tetapi atas dua yaitu konsep dasar

apendisitis pada umumnya meliputi pengertian, tanda dan gejala serta

patofisiologi dan konsep dasar nyeri, khususnya meliputi pengertian fisiologis

nyeri, respon nyeri, klasifikasi nyeri.

Kedua tentang manfaat kompres dingin (es) yang meliputi pengertian

kompres dingin (es), tujuan kompres dingin (es), metode dan pengaruh kompres

dingin (es), terhadap nyeri.

Ketiga tebntang faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri antara lain :

arti nyeri, toleransi nyeri, ambang nyeri pada seseorang, lingkungan, usia,

kebudayaan, kepercayaan, religius, kecemasan, dan stress.

2.1. Konsep dasar nyeri pada apendisitis.

2.1.1. Definisi konsep dasar apendisitis meliputi :

2.1.1.1. Pengertian Apendisitis

Menurut Purnaman, dkk. (1992 ; 62)

mengemukakan bahwa apendisitis adalah peradangan yang

terjadi pada apendik atau umbai cacing

Sabiston (1992 ; 2) berpendapat bahwa apendisitis


adalah suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui

peradangan, obstruksi, dan iskhemia didalam rangka waktu

penyakit dalam perjalanan waktu penyakit.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan apendisitis

adalah peradangan yang terjadi pada apendisitis atau umbai

cacing yang disebabkan obstruksi dan infeksi yang

berlangsung dalam tahapan yang bervariasi dalam gejala

yang berbeda.

2.1.1.2. Tanda dan gejala.

Menurut Gibson J. (1992 ; 90) tanda dan gejala

yang sering timbul pada pasien apendisitis meliputi rasa

sakit didaerah epigastrium, daerah periumbilikus atau

daerah mc -Burney (daerah sepertiga jarak antara pusat dan

spina iliaka anterior superior kanan). Terlihat pasien

tampak sakit dan menghindari pergerakan di perut yang

nyeri, adanya nyeri tekan pada tempat yang sakit, mual dan

muntah serta suhu badan dan denyut nadi meningkat.

2.1.1.3. Patofisiogi.

Sabiston (1992 ; 2) mengemukakan bahwa proses


peradangan dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh 4

(empat) faktor yaitu :

(1). Adanya isi lumen.

(2). Derajat sumbatan yang terus menerus,

(3). Sekresi mulut yang terus menerus.

(4). Sifat yang inelaktis atau tidak lentur dari mukosa

apendiks.

Soelarto Reksoprodjo, dkk (1995 ; 109)

berpendapat dasar terjadinya apendisitis mula – mula

disebabkan sumbatan dan obstruksi apendiks,

menyebabkan mukus yang diproduksi secara terus –

menerus sehingga semakin lama mukus yang terbendung

makin banyak dan menumpuk, dalam lumen meningkat,

dan selanjutnya dengan invasi dari bakteri yang virulen

akan menyebabkan mukus menjadi pus, adanya sekresi

mukosa yang terus menerus dan sifat tidak elatisnya, atau

in elastis dari jaringan serosa menyebabkan tekanan dalam

lumen makin meninggi, sehingga tekanan yang tinggi ini

mengganggu aliran knife mengakibatkan edema pada

apendisitis yang tersebut fase fokal apendisitif akut.

Keluhan timbul biasanya sakit viseral hal ini

karena persyaratan apendiks sama dengan usus yaitu nurvus

torakalis x, persyaratan para simpatis berasal dari cabang


nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan

arteri apendikularis sedangkan simpatis berasal dari nervus

torakalis x . (Syamsuhidajat, 1996 ; 866). Biasanya fase ini

disertai rasa mual dan muntah.

Tingkat selanjutnya akibat peningkatan tekanan

lumen. Akibat sekresi yang terus menerus mengakibatkan

terganggunya aliran linfe menimbulkan gangguan yaitu

penyumbatan vena sehingga terjadinya trombosit dan

iskhemia fase ini disebut apendisitis superatif akut.

Setelah mukosa tervena, menyusul serosa juga

terinvasi mengakibatkan iritasi, akan merangsangg

peritoniumm pariental sehingga pasien mengalami

perpindahan nyeri somatis yang khas untuk apendisitis

yaitu nyeri di perut kanan bawah dititik MC. Burney.

Nyeri somatis yang terlokalisasi merupakan suatu

ancaman bila tidak dilakukan pengobatan, arteri bisa

terjadi nevrosis, dan bila nevrosis disertai pembentukan

nanah yang berlebihan dan kemudian diikuuti terjadinya

gangguan yangg disebut fase apendisitis ganggrenosa. Pada

fase ini dapat timbul komplikasi dimana dinding apendiks

menjadi rapuh dan pecah sehigga terjadi perforasi, dan bila

tidak diketemukan timbul masa lokal tersebut berisi nanah

disebut apendisitis abses dan apabila gejala hilang timbul


dikemudian hari akan berakibat terjadinya apendisitis

kronik.

2.1.2. Konsep Dasar Nyeri

2.1.2.1. Definisi konsep dasar nyeri kemukakan oleh

beberapa ahli sebagai berikut :

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman

biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau potensial (Carwin J.E. 1997 ; 222).

Menurut Howe LG (1992 ; 3) nyeri adalah gangguan

sensasi yang mengakibatkan atau menekan perasaan.

Nyeri adalah sensasi sensorik, akibat stimulus elektrik,

termal, kimia dan mekanisme pada organ-organ yang

menimbulkan impuls atau gelombang rangsang pada

serabut syaraf (Ganong, 1989 ; 135).

Black, M.J, (1997 ; 342) menyatakan nyeri adalah

gangguan phenomena multidimensi yang sulit dijelaskan

dan merupakan pengalaman subyektif dan tidak dapat

diukur secara obyektif.

Menurut Long (1996 ; 220) nyeri adalah perasaan tidak

nyaman yang betul-betul subyektif dan tidak dapat

diukur secara subyektif dan tidak dapat diukur secara

obyektif.
2.1.2.2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri disebut nociceptor, nociceptor mencakup

ujung-ujung syaraf bebas yang berespon terhadap

rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformitas, suhu

yang ekstrim dan berbagai bahan kimia. Pada

rangsangan yang intensif akan dikirim sebagai informasi

yang dipersepsikan sebagai nyeri (Corwin, J.E. 1997;

223)

Menurut Long (1996 ; 220) nociceptor –

nociceptor terbesar luas dikulit, mukosa, serta struktur –

struktur yang lebih dalam seperti viseral, pembuluh

arteri, hati dan kandung empedu. Ketika suatu jaringan

mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan

dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus

reseptor nyeri seperti serotinin, histamin, ion kalium,

bradikinin, prostaglandine , dan substansi P yang akan

mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk. 1995 ; 978).

Nyeri juga dapat disebabkan stimulus

mekanik seperti opembengkakan jaringan yang menekan

pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk, 1997 ; 1104)


Ganong, (1998 ; 134), mengemukakan proses

penghantaran transmisi Nyeri yang disalurkan ke

susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut)

antara lain :

(1). Serabut A – delta (A() Bermielin dengan garis

tengah 2 – 5 (m yang menghantar dengan kecepatan

12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test

pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu

detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas

dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat

permukaan kulit.

(2). Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin

dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga

nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau

lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau

terbakar.

Transmisi nyeri dibawah oleh serabut A – delta

maupun serabut C diteruskan ke korda spinalis, serabut

– serabut syaraf aferen masuk kedalam spinal lewat

dorsal “root” dan sinap dorsal “ horn” yang terdiri dari

lapisan (laminae) yang saling berkaitan II dan III

membentuk
daerah substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai

nurotransmiter utama dari inpuls nyeri dilepas oleh sinap

dari substansia gelatinosa. Impuls – impuls nyeri

menyebrang sum – sum tulang belakang diteruskan

kejalur spinalis asendens yang utama adalah

spinothalamic traet (STT) atau spinothalamus dan

spinoroticuler traet (SRT) yang menunjukkan sistem

diskriminatif dan membawa informasi mengenai sital

dan lokasi dari stimulus ke talamus kemudian kemudian

diteruskan kekorteks untuk di interprestasikan,

sedangkan impuls yangg melewati SRT, diteruskan

kebatang otak mengaktifkan respon outonomik dari

limbic (motivational affektive) effective yang dimotivasi

(Long, 1296 ; 220).

2.1.2.3. Respon Fisiologi Terhadap Nyeri.

Kozier, dkk. (1995 ; 981) mengatakan bahwa

nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek

pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom

(simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri

seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut

nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan

otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan


respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat ,

berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan

muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J,

dkk, 1997 ; 765)

Pada nyeri yang parah dan serangan yang

mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi

manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari

stressor yang mengancam dan menganggap

keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus

nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui

sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan

mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan

fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga

menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan

mekanisme kortek adrenal hopfise untuk

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan

menyediakan energi kondisi emergency untuk

mempercepat penyembuhan (Long C.B. 1996 ; 134).

Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor

(nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti

turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat

penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok

ataupun perilaku yang meladaptif (Corwin, J.E. 1997 ;


227).

2.1.2.4. Klasifikasi Nyeri

Menurut Long C.B (1996 ; 226 – 227) mengklasifikasi

nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :

(1). Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi

enam bulan, serangan mendadak dari sebab yang

sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah

diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan

otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan

persepsi nyeri.

(2). Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan

atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak

bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan

timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997 ; 224) mengklasifikasikan nyeri

berdasarkan sumbernya meliputi :

(1) Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau

jaringan subkutis, misalnya nyeri ketika tertusuk

jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu

dermatum.

(2) Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari

tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh


darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.

(3) Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau

torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa

dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya

parah.

(4) Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari

pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada

fisik (Long, 1989 ; 229).

(5) Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang

dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas

yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

2.2. Kompres Dingin (es)

2.2.1 Pengertian kompres dingin (es)

Pengertian kompres dingin (es) menurut Bouwhuizen M (1996 ; 194)

adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah setempat yang

dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Kompres dingin (es)

dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan bengkak yang lokal, serta

dapat memberikan efek anastesi, dimana hilangnya sensasi termasuk

sakit, sentuhan dan persepsi temperatur. (Gabriel, F.J. 1998 ; 134-

135). Penggunaan es dipercaya dapat menyebabkan anestesi lokal

dengan mengurangi atau menurunkan kecepatan hantaran dari

reseptor nyeri yang memberi perasaan nyaman terhadap nyeri. (Black


M.J, 1997 ; 371).

2.2.2 Pengaruh kompres dingin (es)

Menurut carpenito, (1995, 17) efek terapeutik dari kompres dingin

(es) meliputi :

(1) Menurunkan diameter konduksi saraf sehingga menurunkan

persepsi nyeri.

(2) Mengurangi respon peradangan pada jaringan.

(3) Mengurangi aliran darah.

(4) Mengurangi udema.

(5) Efek lain kompres dingin (es) adalah memberikan perasaan

nyaman sementara terhadap nyeri (Kozier, dkk. 1995 ; 1002).

(6) Black M.J (1997 ; 3710), menyatakan bahwa kompres dingin

(es) mempunyai efek anesthesi lokal.

2.2.3 Tujuan Kompres Dingin (es)

(1) Menurunkan suhu.

(2) Mencegah perluasan infeksi.

(3) Mengurangi perasaan yang dalam dan memberikan rasa nyaman.

(4) Menghentikan perdarahan.

2.2.4 Metode Kompres Dingin (es)

(1) Kedalam sebuah baskom kita masukkan sebuah bongkahan es


yang besar atau beberapa bongkah es yang berukuran kecil-kecil.

(2) Gunakan dua kompres dengan menggunakan sarung tangan

pengusap badan yang basah diatas bongkahan es tersebut.

(3) Letakkan sarung tangan pengusap badan yang basah diatas

bongkahan es tersebut.

(4) Tempatkan kompres dingin (es) pada tempat yang dirasakan

nyeri secara bergantian dan mendinginkan secara beurutan

dengan cepat.

(5) Pemberian pendinginan setempat dapat dilakukan dalam waktu <

5menit, 5 – 10 menit dan 20 – 30 menit.

(6) Setelah yang satu kering pada tubuh diganti dengan kompres

dingin (es) yang baru.

(7) Pemberian kompres dingin (es) tidak terlalu basah sehingga air

menetes.

2.2.5 Hal-Hal Yang Diperhatikan Meliputi :

(1) Perhatikan kulit pasien, kalau kulit pasien berwarna merah jambu

masih bisa dilakukan pengopresan, tapi kalau kulit pasien

berwarna merah gelap metode ini tidak dapat dilakukan.

(Bouwheizen 1996 ; 194).

(2) Pemberian metode ini tidak diberikan kepada pasien nyeri yang

mempunyai alergi dingin serta aversi dingin. (Leo, MJ. 1990 ).

(3) Pengaruh kompres dingin (es) terhadap nyeri


Secara fisiologis pada dasarnya teori “gate control” oleh

Mellzack dan Wall, 1965. Menjelaskan bagaimana impuls rasa

sakit/nyeri termodulasi dimana aliran impuls rasa nyeri aferen dapat

dihambat atau diteruskan dalam substansi gelatinosa dikorda spinalis

atau nukleus sehingga impuls yang menimbulkan berbagai sensasi

dapat ditransmisikan bersama, dimodifikasikan dan dihambat. Teori

gate control menyatakan bahwa sel-sel perantara berfungsi sebagai

pintu gerbang dan tiap sel transmisi dan biasanya akan menghambat

aktivitas sel-sel perantara dipengaruhi oleh keseimbangan antara

impuls aferen dan yang dibawa pada akson serabut A dan B yang

tebal dan bermielin dengan serabut (yang tipis non meilinisasi yang

berkonduksi lambat. Serabut A dan B mentransmisikan impuls yang

membawa sensasi umum dan bersifat sebagai penghambat, sedangkan

serabut C mentransmisikan impuls yang berhubungan dengan rasa

sakit dan menghilangkan efek hambatan dari sel-sel perantara. Disini

dianggap bahwa pintu gerbang juga dipengaruhi oleh serabut

desenders pada sistem aktivitas retikuler dan bahwa ini merupakan

mekanisme dimana masukan sensoeik alternatif dapat menurunkan

atau menghilangkan persepsi rasa sakit (Howe, CG. 1997 ; 56).

Berdasarkan penulisan diatas ada beberapa metode alternatif

yang dapat digunakan sebagai stimulus untuk menghilangkan sensasi

sementara. Menurut Long (1996 ; 226) kompres dingin (es)

merupakan suatu stimulus pada kulit dengan tujuan innervasi serabut-


serabut A delta besar guna memblok stimulus nyeri yang melewati

fiber C kecil. Dalam rangka mengurangi maupun meredakan rangsang

pada ujung saraf atau memblokir arah berjalannya impuls nyeri yang

menuju keotak. Kompres dingin (es) dipercaya dapat menghasilkan

atau keluarnya endorphin yang berguna memblok stimulus hantaran

nyeri. Dan kompres dingin (es) dipercaya dapat memberikan perasaan

nyaman sementara terhadap nyeri serta mengalihkan fokus perhatian

pada stimulus yang diberikan (Kozier dkk, 1995 ; 1002).

Carol T. dkk (1997 ; 1125) mengemukakan bahwa kompres dingin

(es) merupakan salah satu tehnik stimulus kulit yang berhubungan

dengan teori “gate control” yang dipercaya memberikan stimulus

guna mengatur penutupan mekanisme pintu gerbang untuk

menurunkan impuls nyeri keotak.

2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.

2.3.1 Arti nyeri terhadap individu

Setiap individu mempunyai arti yang berbeda memandang respon

nyeri, baik pada waktu yang berbeda pada individu yang sama

maupun keluhan yang sama. Ada sebagian individu memandang nyeri

sebagai respon positip dan juga sebagian individu memandang

mereka terhadap nyeri (Long, 1996 ; 222).

2.3.2 Toleransi individu terhadap nyeri

Toleransi nyeri adalah toleransi seseorang dalam berhubungan dengan


intensitas nyeri di mana individu dapat merespon nyeri lebih baik atau

sebaliknya. (Howe, C. 1997 ; 5 – 6)

2.3.3 Ambang nyeri

Ambang nyeri adalah suatu batas kemampuan seseorang untuk mau

berespon terhadap nyeri dimana mempengaruhi prilaku seseorang

(Kozier dkk, 1995 ; 982).

2.3.4 Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi tingkat respon individu terhadap

nyeri keadaan lingkungan yang tidak baik atau tidak nyaman meliputi

keadaan ribut dan ramai akan meningkatkan intensitas nyeri individu

ke suatu yang lebih berat.

2.3.5 Usia

Perbedaan usia seseorang mempunyai pengaruh yang bermacam-

macam dalam memandang suatu rasa nyeri. Pada usia dewasa

biasanya lebih dapat mentoleri rasa sakit dengan baik, tapi sebaliknya

anak-anak mempunyai ambang atas batas rasa nyeri yan rendah untuk

meembedakan antara rasa sakit dan tekanan, pada orang yang berusia

lanjut mengalami kegagalan dalam merasakan kerusakan jaringan,

akibat perubahan degeneratif pada jalur syarat nyeri .(Long, 1996 ;

223).
2.3.6 Kebudayaan

Norma atau aturan pada suatu kebudayaan didalam suatu lingkungan

tenpat seseorang bertempat tinggal dan hidup dapat menumbuhkan

prilaku seseorang dalam memandang dan berasumsi terhadap / apa

yang seseorang rasakan termasuk nyeri. (Kozier, dkk. 1995 ; 982).

2.3.7 Kepercayaan religius

Kepercayaan agama merupakan suatu keeyakinan yang merupakan

suatu kekuatan untuk mempengaruhi pandangan seseorang terhadap

nyeri. Ada beberapa keyakinan yang memandang bahwa nyeri adalah

suatu penyucian atau pembersihan dan hukuman atas dosa mereka

terhadap Tuhan, mereka memandang Tuhan adalah sumber kekuatan.

(Carol, 1997 ; 112).

2.3.8 Kecemasan dan stress

Kecemasan adalah suatu keadaan yang akan dapat memperbesar dan

meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri.Tingkat kecemasan

yang tinggi akan meningkatkan pula respon atau prilaku individu

terhadap nyeri. (Black ,M.J. 1997 ; 350).


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan secara rinci desain penelitian kerangka konsep,

populasi, sampel dan sampling variabel definisi operasional pengolahan data

analisa data, etika penulisan dan keterbatasan.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan

data, dan mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir

pengumpulan data, dan mendefinisikan struktur dimana penelitian

dilaksanakan (Nursalam, 2000). Dalam penelitian ini menggunakan “Quasy

experimental” yang mencari hubungan sebab akibat antara kompres dingin

(es) terhadap penurunan rasa nyeri, peneliti melakukan intervensi pada

sampel dengan dua pengamatan yaitu sebelum dan sesudah perlakuan.

Kerangka konsep :
Faktor Akibat

Pasien nyeri Kompres dingin Rasa nyeri menurun


apenditis Lama atau hilang
Frekwensi

Faktor yang mempengaruhi :


Arti nyeri bagi individu
Toleransi individu terhadap nyeri
Ambang nyeri
Lingkungan
Keterangan :
Usia
: Diteliti Kebudayaan
: Tidak diteliti Kepercayaan agama
Kecemasan dan stress
Kerangka konsep : Manfaat kompres dingin (es) dalam menurunkan nyeri.

3.2 Populasi Sampel dan Sampling

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah keseluruhan dari obyek atau subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang akan diteliti

(Sugiyono, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah paien

apendisitis diruang bedah dan unit gawat darurat RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.
3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik obyek yang

diteliti dan mewakili seluruh populasi (Sugiyono, 1998)

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan

atau layak untuk diteliti.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini :

- Pasien yang berumur 17 – 50 tahun.

- Pasien yang bersedia diteliti.

- Pasien sadar

- Pasien yang belum diterapi obat anti nyeri.

- Pasien yang mengalami nyeri.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

- Pasien yang berumur < 17 tahun.

- Pasien yang tidak bersedia diteliti.

- Pasien yang tidak mengalami nyeri.

- Pasien yang mempunyai kelainan penyakit dan alergi dingin.

Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki

peneliti, oleh karena itu peneliti hanya mengambil sampel sebanyak

30 orang.

3.2.3 Sampling

Sampling adalah cara atau metode dalam pengambilan sampel

(Nursalam, 2000). Peneliti dalam penelitian ini menggunakan


“Consecutive Sampling”. Pada sampling ini setiap responden yang

memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai batas

waktu tertentu sehingga jumlah responden terpenuhi. (Nursalam,

2000).

3.3 Identivikasi Variabel

3.3.1 Variabel independen

Variabel independen adalah suatu stimulus untuk menciptakan

suatu dampak pada dependen variabel. (Nursalam, 2000).

Variabel independen adalah kompres dingin (es), yang dimaksud

dengan kompres dingin (es) adalah suatu metode dalam pengunaan

suhu rendah setempat, berupa bahan dasar es yang dapat

menimbulkan efek fisiologis dan patologis. (Bouwhizen, M. 1996 ;

194).

Variabel independen kompres dingin (es) meliputi :

1) Lama kompres dingin (es) :

(1) < 5 menit kompres.

(2) 5 – 10 menit kompres.

(3) 20 – 30 menit kompres.

(4) > 30 menit kompres.

2) Frekwensi kompres dingin (es) :

(1) 2 kali kompres.

(2) 3 – 5 kali kompres.


(3) 5 – 10 kali kompres.

(4) > 10 kali kompres.

3.3.2 Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel respon atau output akibat

dipengaruhi oleh variabel independen. (Nursalam, 2000)

Variebel dependennya adalah :

1) Penurunan intensitas nyeri.

(1) Tidak nyeri : klien mengungkapkan tidak nyeri, klien

dapat tertawa, tersenyum serta dapat

diajak bicara.

(2) Nyeri ringan : klien megungkapkan rasa nyeri tetapi

masih bisa diajak bicara dan masih bisa

tersenyum.

(3) Nyeri sedang : klien mengungkapkan rasa nyeri dengan

wajah cemberut dan memicingkan mata,

serta dahi berkerut menahan sakit dan

tidak dapat diajak bicara banyak.

(4) Nyeri berat : klien mengungkapkan sangat nyeri,

wajah cemberut, menangis dan berteriak

dan klien dama sekali tidak bisa diajak

bicara.
3.4 Definisi Operasional

Kompres dingin (es) adalah suatu metode dalam penggunaan

suhu yang sangat rendah berupa air yang sudah membeku menjadi es

yang digunakan sebagai kompres dingin (es) yang dapat memberikan

efek fisiologis dan patologis parameter yang digunakan lama dan

frekwensi lamanya. Pemberian kompres dingin adalah waktu dalam

pemberian kompres dingin (es) terhadap pasien lamanya meliputi :

(1) < 5 menit per kompres diberi nilai (1)

(2) 5 – 10 menit per kompres diberi nilai (2)

(3) 20 – 30 menit per kompres diberi nilai (3)

(4) > 30 menit per kompres diberi nilai (4)

Frekwensi kompres dingin (es adalah jumlah untuk pelaksanaan

pemberian kompres dingin (es) terhadap pasien.

Frekwensinya meliputi :

(1) 2 kali per kompres diberi nilai (1)

(2) 3 – 4 kali per kompres diberi nilai (2)

(3) 5 – 10 kali per kompres diberi nilai (3)

(4) > 10 kali per kompres diberi nilai (4)

Alat ukur yang digunakan observasi dan pengamatan dengan skala

pengukuran ordinal yang diberi nilai 1 – 4 dengan perincian sebagai

berikut:

(1) Nilai 1 sangat baik.

(2) Nilai 2 baik.


(3) Nilai 3 cukup baik.

(4) Nilai 4 kurang.

Menghitung prosentasi nilai dengan kriteria sebagai berikut :

(1) 76 % - 100 % baik

(2) 50 % - 75 % cukup baik

(3) 40 % - 57 % kurang baik

(4) < 40 % tidak baik

(2) Rasa nyeri adalah suatu respon sakit yang subyektif yang

dirasakan tidak nyaman dan tidak enak parameter yang digunakan

tingkat penurunan nyeri alat ukur yang dipakai observasi, wawancara,

Quesioner dengan data ordinal skala pengukuran menggunakan skala

nyeri didasarkan observasi dan pengamatan meliputi :

(1) Tidak nyeri diberi nilai (0)

(2) Sedikit nyeri diberi nilai (1)

(3) Nyeri sedang diberi nilai (2)

(4) Nyeri parah diberi nilai (3)

(i) Skala pengukuran menggunakan skala nyeri berdasarkan wawancara

(1) Tidak mengganggu diberi nilai (0)

(2) Sedikit mengganggu diberi nilai (1)

(3) Tidak nyaman diberi nilai (2)

(4) Mengganggu diberi nilai (3)

(5) Sangat mengganggu diberi nilai (4)


(ii) Perhitungan skor dengan kriteria prosentase

(1) 76 % - 100 % baik

(2) 50 % - 75 % cukup baik

(3) 40 % - 57 % kurang baik

(4) < 40 % tidak baik

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi dan

wawancara pada responden yang diteliti. Responden yang diintervensi

sebelumnya diukur tingkat nyerinya dan diukur kembali tingkat nyerinya

setelah dilakukan pemberian kompres dingin (es). Data yang diperoleh

dimasukkan dalam lembar observassi. Setelah data terkumpul dilakukan

penyuntingan. Data yang terkumpul kemudian diolah yang meliputi

identivikasi masalah penelitian, kemudian pengujian masalah penelitian

dengan mengikuti rancangan one group pretest post test. Pada uji

statiistik Wilcoxon Sign Test. Untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan dependen dengan tingkat kemakmuran P ( 0,05.

Selanjutnya mengamati sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin

(es) pada sampel yang telah dipilih. Menentukan apakah Ho akan

diterima atau ditolak \. Ho ditolak bila nilai T < nilai kritis. Berarti ada

perbedaan yang bermakna antara sebelum pemberian kompres dingin

(es) dan setelah diberikan kompres dingin (es).


3.6 Masalah Etika

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat rekomendasi dari

PSIK FK Unair dan permintaan ijin ke Direktur RSUD Dr. Soetomo

Surabaya yang tembusannya disampaikan ke bidang Diklat RSUD Dr.

Soetomo dan Ruang Bedah serta Ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

(1) Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang

mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika pasien

bersedia diteliti, maka mereka harus mendatangi lembar persetujuan

tersebut, jika pasien menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

(2) Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan pasien apenditisitis. Peneliti tidak akan

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan

memberi nomer kode pada masing-masing lembar tersebut.

(3) Confidentiallity (kerahasian)

Kerahasiaan informasi pasien apendisitis dijamin oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu saja akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

riset.

3.7 Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burn &

Grove, 1991 : 121).

Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah :

(1) Sampel yang digunakan terbatas pada pasien ependisitis yang berusia 17

– 50 tahun yang mengalami nyeri di Ruang Bedah dan Instalasi Rawat

Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya saja sehingga kurang refrensetatif

untuk mewakili pasien apendisitis.

(2) Instrumen pengumpulan data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa

melakukan uji coba, oleh karena itu validitas dan reabilitasnya masih

perlu diuji coba.

(3) Penelitian ini hanya dilakukan pada saat pasien apendisitis masuk RSUD

Dr. Soetomo dan belum diberi terapi obat anti nyeri, sehingga

memerlukan waktu yang sangat terbatas.


DAFTAR PUSTAKA

Black, M.J, Ester M & Jacobs. (1997). Medikal Surgical Nursing; Clinical
Management For Continvity of Care. WB Saunder Company. Tokyo

Bouwnuizen, M. (1996). Ilmu Keperawatan. Alih Bahasa Media Radja Siregar.


EGC. Jakarta.

Carpenito, J.L. (2000). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis


Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Carvin, J.G. (1997). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Ekosisilo, Madya & Bambang Triyanto (1999) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Penerbit Effhar. Semarang

ERB, Kozier, Blais & Wilkinson (1995) Fundamental Of Nursing ; Consepts,


Process, And Practice II, Addison Wesley Publishing Company.

Gabriel, F.J. (1998) Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Gibson, John (1992). Diagnosa Gejala Penyakit Untuk Perawat. Penerbit Yayasan
Essentia Media Yogyakarta.

Howe, L.G & F.I.H Whitehead. (1992). Lokal Anaesthesia In Dentistry. Alih
Bahasa Lilian Yuwono. Penerbit Hipokrates. Jakarta

Husin, Ma’riffin (1992). Perkembangan Keperawatan : Disampaikan Pada


Pelatihan Kemampuan Guru Diploma III Keperawatan Dan SPK Dalam
Pemberdayaan Laboratorium Keperawatan Instalasi Pendidikan Akper
Depkes. Bandung.

Junaidi, P (Et.Al). 1997. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius


FKUI. Jakarta

Lee, M.Jenifer (1990). Segi Praktis Fisioterapi. Binarupa Aksara. Jakarta

Long, C.B. (1996). Medikal Surgical Nursing. Alih Bahasa Oleh Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung

Nursalam (2000) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Penerbit


C.V. Infomedika. Jakarta.

Rekso Prodjo, S. (Et.Al). 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Staf
Pengajar FKUI. Jakarta

Sabiston (1992). Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sjamsuhidayat, R & Win D.J. (1996). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta

Soeparman & Sarwono W (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit Balai
Penerbit FKUI. Jakarta

Sugiyono (1998). Metode Penelitian Administrasi. Penerbit C.V Alfabeta.


Bandung

Taylor, C, Carol L & Pricilla.L. (1997). Fundamental Of Nursing ; The Art and
Science of Nursing. Lippicott Philadelphia.
Lampiran I

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk turut

berpartisipasi sebagai responden penelitaian yang dilakukan oleh Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya. Yang berjudul “Manfaat Pemberian Kompres Dingin (es) Dalam

Menurunkan Rasa Nyeri Pada Pasien Apendisitis” Di Ruang Bedah Dan Instalasi

Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan

memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Surabaya, Juli

2001

( Tanda tangan )

Anda mungkin juga menyukai