Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

NAMA : LAODE MUH. JEFRY HAMZAH, S.Tr.K

NIM : 007402482018

KELAS : MH 6

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan Ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
bimbinggan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya juga berterimahkasih
kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun makalah ini
dengan baik.

Makalah ini memuat tentang permasalahan yang berkaitan dengan Masalah


Lingkungan yang akhir-akhir ini telah menjadi sebuah Problem yang belum bisa
diselesaikan dengan baik. Pertumbuhan manusia yang semakin pesat berdampak
pada kwalitas dari lingkungan hidup sendiri. Saya berharap dengan meyelesaikan
makalah ini pemahaman kita semua terutama saya sendiri sebagai salah satu
makluk hidup yang berakal budi semakin sadar dan mau lagi untuk menjaga
lingkungan hidup untuk keberlangsungan hidup bangsa dan bumi di masa depan.
Saya juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama
rekan semahasiswa saya untuk lebih menambah wawasan dan ssarana Informasi
yang memberi gambaran tentang lingkungan dan permasalahan yang dihdapi oleh
lingkungan hidup sekeliling kita.

Saya sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu dengan rendah hati
saya memohon maaaf apabila ada salah dalam penulisan makalah ini. Sekian dan
Terimah Kasih.
Daftar Isi
Halaman Judul .........................................................................................................................i

Kata Pengantar ........................................................................................................................ii

Daftar Isi .............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHALUAN .......................................................................................................4

1.1Latar Belakang ..............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................7

2.1 Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia ........................................................7

2.2 Perbandingan UU No. 23/1997 dengan UU No.32/2009 ................................................... 11


BAB III PENUTUP .......................................................................................................14

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Lingkungan adalah merupakan satu bidang ilmu yang relatif baru
berkembang, di Universitas Muslim Indonesia Mata Kuliah Hukum Lingkungan ini
baru diberikan pada Tahun l995 / l996. Hukum Lingkungan merupakan bidang Study yang
terus berkembang, yang mengkuti perkembangan masyarakat dan obyek yang dipelajari
pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu, baik dalam scope Nasional,
Regional maupun Global, dan semua itu menuntut pembaharuan di dalam berbagai
peraturannya yang tentunya semakin rumit. Disamping itu materi Hukum Lingkungan
merupakan disiplin ilmu yang menarik, meskipun baru, dan sangat penting sekali,
mengingat peranannya dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan
dan pencemaran lingkungan yang semakin parah.Hukum Lingkungan adalah
merupakan disiplin ilmu hukum yang mempunyai ruangl ingkup yang sangat
komplek,artinya pengkajian hukum Lingkungan pendekatannya tidak cukup
dilakukan melalui satu aspek hukum saja, melainkan dengan multi diplinner.

Hukum Lingkungan dapat dimasukkan kedalam berbagai aspek hukum yang ada,
sehingga HukumL ingkungan tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu bidang
hukum berdasarkan pada pembagian hukum klasik yang ada. Sebagai Hukum yang
multidisipliner, maka ada 3 aspek di dalam Hukum Lingkungan, yaitu : Aspek
Perdata, Aspek Pidana dan aspek Administrasi. Pembahasan Hukum Lingkungan
dimulai dengan sejarah perkembangannya yang dimulai dari Revolusi Industri 1899
dengan berbagai peraturan yang ada setelah lahirnya revolusi tersebut ,yang dalam
sejarahnya mempunyai andil yang sangat besar bagi perkembangan Hukum
Lingkungan itu sendiri, yang kemudian dilanjutkan dengan sejarah perkembangan
Hukum Lingkungan Regional yang berkembang cukup berarti, kemudian dilanjutkan dengan
tonggak yang bersejarah di abad XX, yaitu dengan tercetusnya gagasan cemerlang
dari masyarakat Internasional yang diprakasai oleh United Nations

Apabila dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur


berbagai aspek lingkungan, maka panjang atau pendeknya sejarah tentang
peraturan tersebut tergantung dari apa yang dipandang sebagai environmental
concern. Didalamnya juga akan dibhas juga adanya kaitan erat atau adanya
hubungan yang erat antara Hukum Lingkungan dengan Hukum Adminsitrasi Negara,
terutama di dalam masalah Perizinan .
1.2 Perumusan Masalah
Melalui pembahasan singkat di Bab Pendahuluan mengenai sejarah
Lingkungan maka penulis mencoba mengambil dua hal yang sekira nya menjadi
permasalahan dan memerlukan pembahasan dalam makalah kali ini, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan hukum lingkungan di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hukum lingkungan di Indonesia?
3. bagaimana perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No. 32/2009?

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan dan pembahasan dalam makalah ini agar kita dapat
mengetahui lebih dalam tentang perkembangan dan sejarah hukum lingkungan di
negara kita¸dan bagai mana kita menyikapinya.

1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
perkembangan dan sjarah tentang hukum lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang
paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu
saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk
mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri,
karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup
pula hukum lingkungan didalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum
lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana
manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia serta jasad-jasad hidup lainnya.
Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada
lingkungan atau Environment-Oriented Law,sedang hukum lingkungan yang secara klasik
lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.Hukum
Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan
terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya
lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil
semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum
Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusuma
atmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus
diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara
tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum
lingkungan di Indonesia. Drup steen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan
(Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk
milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan
ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah,
maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan
(bestuursrecht). Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-
norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi
sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern
berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan
watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada
ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern
memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam
dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Hukum Lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum
lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali
dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan.

2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA.


Peraturan-peraturan yang orientasinya menyangkut lingkungan, baik disadari
atau tidak sebenarnya telah hadir di masa abad sebelum Masehi, misalnya di dalam
Code of Hammurabi yang ada di dalamnya terdapat salah satu klausul yang
menyebutkan bahwa “sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia
membangun rumah dengan gegabahnya sehingga runtuh dan menyebabkan
lingkungan sekitar terganggu. Di Indonesia sendiri, organisasi yang berhubungan
dengan lingkungan hidup sudah dikenal lebih dari sepuluh abad yang lalu. Dari
prasasti Juruna tahun 876 Masehi diketahui ada jabatan ”Tuhalas” yakni pejabat
yang mengawasi hutan atau alas, yang kira-kira identik dengan jabatan petugas
Perlindungan Hutan Pelestarian Alam (PHPA). Kemudian prasasti Haliwang bang
pada tahun 877 Masehi menyebutkan adanya jabatan ”Tuhaburu” yakni pejabat
yang mengawasi masalah perburuan hewan di hutan.
Pertumbuhan kesadaran hukum lingkungan klasik menghebat, bermula pada
abad ke-18 di Inggris dengan kemunculan kerajaan mesin, dimana pekerjaan tangan
dicaplok oleh mekanisasi yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James
Watt. Dengan demikian terbukalah jaman tersebarnya perusahaan-perusahaan
besar dan meluapnya industri alisasi yang dinamakan ”revolusi industri”. Dengan
kepentingan untuk menopang laju pertumbuhan industri di negara-negara dunia
pertama atau negara-negara yang telah maju indstrinya, sementara persediaan
sumber daya alam di negara-negara dunia pertama semakin terbatas maka
diadakanlah penaklukan dan pengerukan sumber daya alam di negara-negara dunia
ketiga (Asia-Afrika).Pada masa itu negara-negara yang telah mengalami proses
industrialisasi telah banyak diadakan peraturan yang ditujukan kepada antisipasi
terhadap dikeluarkannya asap yang berlebihan baik dalam perundang-undangan
maupun berdasarkan keputusan-keputusan hakim. Selain itu dengan adanya
penemuan-penemuan baru dalam bidang medis, telah dikeluarkan pula peraturan-
peraturan tentang bagaimana memperkuat pengawasan terhadap epidemi untuk
mencegah menjalarnya penyakit di kota-kota yang mulai berkembang dengan pesat.
Namun demikian, sebagian besar dari hukum lingkungan klasik, baik berdasarkan
perundang-undangan maupun berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang
berkembang sebelum abad ke-20.
Hukum lingkungan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Namun, hukum lingkungan pada waktu itu hanya besifat pemakaian terhadap
lingkungan, belum diatur tentang pengelolaan atau perlindungan terhadap
lingkungan hidup. Seiring perjalanan waktu, pasca kemerdekaaan Indonesia, dan
dalam rangaka menyikapi lahirnya Deklarasi Stockholm pada tahun 1972 ( The
Stockholm Declaration of 1972) perkembangan hukum lingkungan di Indonesia
sangat pesat. Dari hukum yang berorientasi hanya pada pemakaian, menjadi hukum
lingkungan yang berorientasi pada perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Untuk pertama kalinya, di Indonesia pasca Deklarsi Stockholm 1972, masalah
lingkungan hidup dimasukan pada GBHN 1973-1978. Pada BAB III Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang menggariskan perlunya perlindungan lingkungan
dalam melaksanakan pembangunan. Pada waktu inilah konsep awal RUU tentanag
lingkungan hidup mulai dirumuskan oleh panitia yang dibentuk oleh pemerintah pada
waktu itu yang diberi nama Panitia Nasioanal Perumus Kebjakan di Bidang
Lingkungan Hidup.1[1]
Setelah melalui proses yag panjang, akhirnya RUU Tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup ini disahkan menkajdi Undang-Undang, pada tanggal 25 Februari
1982. Dengan disahkannya RUU Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, maka
Indonesia untuk pertamakalinya memiliki Undang-Undang Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang di undangakan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Undang-Undang ini kemudaian disebut sebagai payung hukum (Umbrella act)
bagi semua peaturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Namun,
dalam perjalanannya UUKPPLH ini menngalami banyak kendala, diantaranya
masalah regulasi, institusional, dan politis. Banyaknya kendala yang ditemukan
dalam UUKPPLH ini, maka atas dasar itulah pemerintah kemudian mengundangkan
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UUPLH ini dalam pejalanannya ternyata juga menemukan kendala, terutama dalam
hal pemberian sanksi pidana terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup. Sehigga UUPLH inipun akhrinya dilakukan perubahan dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1. Zaman Hindia Belanda.


Dalam sejarah peraturan perundang-undangan lingkungan terdapat peraturan-
peraturan sejak zaman Hindia belanda, sebagaimana dikemukakan oleh Prof.
Dr.Koesnadi Hardja soemantri, SH. ML. “Apabila diperhatikan peraturan perundang-
undangan pada waktu zaman Hindia Belanda sebagaimana tercantum dalam
Himpunan peraturan - Peraturan perundangan di Bidang Lingkungan Hidup yang
disusun oleh Panitia Perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang
Pengembangan Lingkungan hidup diterbitkan pada tanggal 15 Juni 1978, maka
dapatlah dikemukakan, bahwa pertama kalidiatur adalah mengenai Perikanan,
mutiara, dan perikanan bunga karang, yaitu Parelvisscherij, Sponserviss
cherijordonantie (Stb. 1916 No. 157) dikeluarkan di Bogoroleh Gubernur Jenderal
Indenburg pada tanggal 29 Januari 1916, dimana ordonansi penegakan hukum yang
diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan kerugian publik yang terjadi.
2.3 PERBANDINGAN UU NO 23/1997 DENGAN UU NO 32/2009
Seperti halnya yang kita ketahui bersama,Undang-undang Nomor 23 tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tercatat dalam Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 68 (TLN No 3699) dibuat untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12 dan TLN Nomor 3215.Pada
dasarnya,UU No 23 Tahun 1997 telah menggunakan prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dimana hal undang-undang ini
merupakan penyempurnaan terhadap undang-undang sebelumnya. Kemudian
pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan instrumen hukum yang baru
guna menggantikan UU No 23 tahun 1997 mengingat berbagai perubahan situasi
dan kondisi terkait permasalahan Lingkungan Hidup yang terjadi di Indonesia.
Karena itulah,perbedaan yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan
UU No 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang
prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan
pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan
dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan
Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian
aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.
Undang-undang 32 tahun 2009 ini jira kita lihat, memberikan kewenangan
yang luas lepada pemerintah dalam hal ini Menteri untuk melaksanakan seluruh
kewenangan pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup serta koordinasi dengan instansi lain. Hal ini tidak ditemukan pada UU No 23
Tahun 1997,sehingga jira kita cermati unsur pemerintahan daerah disini termasuk
meliputi kekayaan alam yang dimiliki dan berada pada statu daerah tertentu di
Indonesia (Rina Suliastini,2009:3).Selain itu pula, terkait dengan masalah otonomi
daerah, undang-undang ini juga memberikan kewenangan yang Sangay luas
kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah masing-masing. Selain itu pula seperti halnya yang
dijelaskan dalam bagian penjelasan atas UU No 32 tahun 2009 pada point 8 bagian
Pertama, dikatakan bahwa Undang-Undang ini juga mengatur :
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
5. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
6. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
7. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan
akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
8. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
9. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
lebih efektif dan responsif; dan
10. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai
negeri sipil lingkungan hidup.

Kemudian, jika kita lihat dari penjabaran pasal per pasal maka hal-hal yang
disampaikan oleh bagian penjelasan UU No 32 Tahun 2009 tersebut,a kan terlihat
lebih jelas dan gamblang. Diantaranya hal tersebut adalah :
Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman
maksimum. Pada UU No 23 tahun 1997,ketentuan pidana dimuat dalam Bab IX
tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari 8 pasal, dimulai dari pasal 41 – 48. Pada
pasal-pasal tersebut hanya mengatur mengenai ancaman hukuman maksimum, ini
berbeda dengan UU No 32 Tahun 2009 yang juga memperkenalkan ancaman
hukuman minimum disamping maksimum yang tercantum pada Bab XV Ketentuan
Pidana. Dengan demikian diharapkan, pada semua tindakan, usaha, dan kegiatan
yang melanggar daripada Undang-undang ini diharapkan ada acuan dalam
pemberian hukuman oleh hakim dan bisa menghindari berbagai bentuk putusan
bebas ataupun putusan pengadilan yang tidak maksimal.
Perluasan alat bukti. Dari berbagai fakta sejarah yang berkembang, modus-
modus kejahatan dilakukan dengan berbagai cara dan tindakan yang selalu
berubah-ubah guna mengelabui proses penyidikan. Alat bukti yang diatur pada pasal
184 KUHAP belum mewadahi mengenai berbagai pendukung alat bukti semisal
contoh melalui data elektronik. Dalam berbagai contoh kasus, bentuk data elektronik
seperti print out dan call data record ,tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu alat
bukti. Sehingga UU No 32 Tahun 2009 pada pasal 96 huruf (f) mengatur mengenai
alat bukti lain yang meliputi informasi yang diucapkan ,dikirimkan, diterima atau
disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan itu;
dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat dan
didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan status sarana,
baik yang tertuang diatas kertas,benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam
secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan,
foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau perporasi yang memiliki
makna atau yang dapat dipahami atau dibaca.
Penerapan asas Ultimum Remedium.Pada UU No 23 Tahun 1997 dikenal
konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan
apabila sangsi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,
dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat
kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau
perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan pada asas ultimum
remedium dikatakan bahwa mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana
sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum admnistrasi dianggap
tidak berhasil. Kaitan dengan hal ini, terlihat jelas bahwa pada UU No 23 Tahun
1997 memiliki berbagai macam rintangan guna mencapai kepada penegakan hukum
secara pidana, akan tetapi hal ini di persempit ruang geraknya melalui penerapan
asas Ultimum Remedium pada UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan dengan
keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap
pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup dapat ditegakan dengan seadil-
adilnya.
Sekurangnya terdapat 23 pasal yang mengatur mengenai AMDAL, tetapi pengertian
dari AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997,yakni
hilangnya ”dampak besar”. Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada
undang-undang terbaru ini antara lain: AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
1. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
2. Komisi penilai AMDAL pusat, Provinsi, maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi
AMDAL;
3. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
4. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubenur, Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada pengaturan yang tegas dan
tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan
sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan
sanksi tersebut berupa :
· Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
· Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
· Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hukum Lingkungan di Indonesia merupakan Hukum Lingkungan Modern yan gmemiliki sifat
utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan
wataknya yang luwes, memperhatikan hak asasi manusia dan peran serta mayarakat termasuk
lingkungan hidup itu sendiri, yang seiring dengan perkembangan hukum lingkungan hidup
Internasional.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu
hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata, yang sebagian besar terdiri atas
Hukum Pemerintahan (bestuur srecht). Hukum Lingkungan di Indonesia pada prakteknya
belum dapat diterapkan secara optimal, hal ini disebabkan Lingkungan Hidup di Indonesia
sangat dipengaruhi banyak kepentingan, khususnya kepentingan ekonomi (sektor:
pertambangan, pertanian, perkebunan, industri dan permukiman) baik berskala lokal, nasional
maupun internasional4.
Dengan telah diberikan dasar hukum yang kuat atas peran serta masyarakat dan
hak asasi manusia, sebagai warga negara Indonesia diharapkan masyarakat mampu
memanfaatkan secara maksimal kekuatan tersebut, sehingga pengaruh yang menjadi faktor
penyebab kurang optimal praktek penegakan hukum lingkungan di Indonesia dapat diatasi,
dan keberadaan lingkungan hidup bagi kesejahteraan dan keamanan kehidupan manusia dan
pelestarian lingkungan itu sendiri dapat lebih terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

1. J.B. Daliyo, S.H, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT.
Prenhallindo, Jakarta, Tahun 2001.
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Citra Umbara Bandung, Cetakan:
Nopember 2009,
3. http://blognyayuwwdi.blogspot.com/2011/12/perkembangan-hukum-lingkungan-
di.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.p
hp/bidang-hukum-kemitraan/subid-penataan-hukum-lingkungan/125-hukum
5. Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP
6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
7. Modul Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007
8. Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32 /2007
9. Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai