NIM : 007402482018
KELAS : MH 6
FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan Ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
bimbinggan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya juga berterimahkasih
kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun makalah ini
dengan baik.
Saya sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu dengan rendah hati
saya memohon maaaf apabila ada salah dalam penulisan makalah ini. Sekian dan
Terimah Kasih.
Daftar Isi
Halaman Judul .........................................................................................................................i
PENDAHULUAN
Hukum Lingkungan dapat dimasukkan kedalam berbagai aspek hukum yang ada,
sehingga HukumL ingkungan tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu bidang
hukum berdasarkan pada pembagian hukum klasik yang ada. Sebagai Hukum yang
multidisipliner, maka ada 3 aspek di dalam Hukum Lingkungan, yaitu : Aspek
Perdata, Aspek Pidana dan aspek Administrasi. Pembahasan Hukum Lingkungan
dimulai dengan sejarah perkembangannya yang dimulai dari Revolusi Industri 1899
dengan berbagai peraturan yang ada setelah lahirnya revolusi tersebut ,yang dalam
sejarahnya mempunyai andil yang sangat besar bagi perkembangan Hukum
Lingkungan itu sendiri, yang kemudian dilanjutkan dengan sejarah perkembangan
Hukum Lingkungan Regional yang berkembang cukup berarti, kemudian dilanjutkan dengan
tonggak yang bersejarah di abad XX, yaitu dengan tercetusnya gagasan cemerlang
dari masyarakat Internasional yang diprakasai oleh United Nations
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan dan pembahasan dalam makalah ini agar kita dapat
mengetahui lebih dalam tentang perkembangan dan sejarah hukum lingkungan di
negara kita¸dan bagai mana kita menyikapinya.
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
perkembangan dan sjarah tentang hukum lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang
paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu
saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk
mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri,
karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup
pula hukum lingkungan didalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum
lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana
manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia serta jasad-jasad hidup lainnya.
Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada
lingkungan atau Environment-Oriented Law,sedang hukum lingkungan yang secara klasik
lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.Hukum
Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan
terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya
lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil
semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum
Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusuma
atmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus
diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara
tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum
lingkungan di Indonesia. Drup steen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan
(Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk
milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan
ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah,
maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan
(bestuursrecht). Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-
norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi
sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern
berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan
watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada
ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern
memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam
dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Hukum Lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum
lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali
dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan.
Kemudian, jika kita lihat dari penjabaran pasal per pasal maka hal-hal yang
disampaikan oleh bagian penjelasan UU No 32 Tahun 2009 tersebut,a kan terlihat
lebih jelas dan gamblang. Diantaranya hal tersebut adalah :
Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman
maksimum. Pada UU No 23 tahun 1997,ketentuan pidana dimuat dalam Bab IX
tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari 8 pasal, dimulai dari pasal 41 – 48. Pada
pasal-pasal tersebut hanya mengatur mengenai ancaman hukuman maksimum, ini
berbeda dengan UU No 32 Tahun 2009 yang juga memperkenalkan ancaman
hukuman minimum disamping maksimum yang tercantum pada Bab XV Ketentuan
Pidana. Dengan demikian diharapkan, pada semua tindakan, usaha, dan kegiatan
yang melanggar daripada Undang-undang ini diharapkan ada acuan dalam
pemberian hukuman oleh hakim dan bisa menghindari berbagai bentuk putusan
bebas ataupun putusan pengadilan yang tidak maksimal.
Perluasan alat bukti. Dari berbagai fakta sejarah yang berkembang, modus-
modus kejahatan dilakukan dengan berbagai cara dan tindakan yang selalu
berubah-ubah guna mengelabui proses penyidikan. Alat bukti yang diatur pada pasal
184 KUHAP belum mewadahi mengenai berbagai pendukung alat bukti semisal
contoh melalui data elektronik. Dalam berbagai contoh kasus, bentuk data elektronik
seperti print out dan call data record ,tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu alat
bukti. Sehingga UU No 32 Tahun 2009 pada pasal 96 huruf (f) mengatur mengenai
alat bukti lain yang meliputi informasi yang diucapkan ,dikirimkan, diterima atau
disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan itu;
dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat dan
didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan status sarana,
baik yang tertuang diatas kertas,benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam
secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan,
foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau perporasi yang memiliki
makna atau yang dapat dipahami atau dibaca.
Penerapan asas Ultimum Remedium.Pada UU No 23 Tahun 1997 dikenal
konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan
apabila sangsi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,
dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat
kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau
perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan pada asas ultimum
remedium dikatakan bahwa mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana
sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum admnistrasi dianggap
tidak berhasil. Kaitan dengan hal ini, terlihat jelas bahwa pada UU No 23 Tahun
1997 memiliki berbagai macam rintangan guna mencapai kepada penegakan hukum
secara pidana, akan tetapi hal ini di persempit ruang geraknya melalui penerapan
asas Ultimum Remedium pada UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan dengan
keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap
pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup dapat ditegakan dengan seadil-
adilnya.
Sekurangnya terdapat 23 pasal yang mengatur mengenai AMDAL, tetapi pengertian
dari AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997,yakni
hilangnya ”dampak besar”. Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada
undang-undang terbaru ini antara lain: AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
1. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
2. Komisi penilai AMDAL pusat, Provinsi, maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi
AMDAL;
3. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
4. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubenur, Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada pengaturan yang tegas dan
tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan
sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan
sanksi tersebut berupa :
· Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
· Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
· Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hukum Lingkungan di Indonesia merupakan Hukum Lingkungan Modern yan gmemiliki sifat
utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan
wataknya yang luwes, memperhatikan hak asasi manusia dan peran serta mayarakat termasuk
lingkungan hidup itu sendiri, yang seiring dengan perkembangan hukum lingkungan hidup
Internasional.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu
hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata, yang sebagian besar terdiri atas
Hukum Pemerintahan (bestuur srecht). Hukum Lingkungan di Indonesia pada prakteknya
belum dapat diterapkan secara optimal, hal ini disebabkan Lingkungan Hidup di Indonesia
sangat dipengaruhi banyak kepentingan, khususnya kepentingan ekonomi (sektor:
pertambangan, pertanian, perkebunan, industri dan permukiman) baik berskala lokal, nasional
maupun internasional4.
Dengan telah diberikan dasar hukum yang kuat atas peran serta masyarakat dan
hak asasi manusia, sebagai warga negara Indonesia diharapkan masyarakat mampu
memanfaatkan secara maksimal kekuatan tersebut, sehingga pengaruh yang menjadi faktor
penyebab kurang optimal praktek penegakan hukum lingkungan di Indonesia dapat diatasi,
dan keberadaan lingkungan hidup bagi kesejahteraan dan keamanan kehidupan manusia dan
pelestarian lingkungan itu sendiri dapat lebih terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
1. J.B. Daliyo, S.H, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT.
Prenhallindo, Jakarta, Tahun 2001.
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Citra Umbara Bandung, Cetakan:
Nopember 2009,
3. http://blognyayuwwdi.blogspot.com/2011/12/perkembangan-hukum-lingkungan-
di.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.p
hp/bidang-hukum-kemitraan/subid-penataan-hukum-lingkungan/125-hukum
5. Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP
6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
7. Modul Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007
8. Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32 /2007
9. Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup.