PENDAHULUAN
Gagal jantung (heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis yang kompleks
Angka kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data
WHO tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal
jantung dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit per tahun.
Faktor resiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75%
pasien yang dirawat dengan gagal jantung berusia 65-75 tahun. Terdapat 2 juta
kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita gagal jantung (Oktafany,
Djausal,A, 2016).
beberapa diantaranya dispnea, ortopnea, dan gejala yang paling sering dijumpai
adalah paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari,
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan
salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada
aktivitas, dyspnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur
(Doengoes, 1999, dalam Melanie 2014). Dr. Susan dari Case Western Reserve,
yang merupakan salah seorang peneliti senior, mengatakan bahwa dokter ahli
1
gangguan tidur, karena gangguan tidur dianggap sebagai salah satu faktor risiko
hipertensi, baik pada pasien dewasa maupun pada pasien anak dan remaja.
penting bagi perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor
yang mempengaruhi tidur dan kebiasaan tidur pasien untuk membantu pasien
mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat (Perry &Potter, 2005, dalam Melanie
2014). Tanpa istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi,
memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih. Beberapa
ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih dengan kualitas tidur yang baik
tidur. Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh penyakit yang dideritanya,
lingkungan unit perawatan intensif, stress psikologis dan efek dari berbagai obat
Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien
dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang
Tindakan keperawatan yang tepat dapat mengatasi gangguan tidur jangka pendek
dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien
2
Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk menurunkan
konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang maksimal, serta untuk
kualitas tidur terbaik adalah penting untuk peningkatan kesehatan yang baik dan
pemulihan pasien yang sakit. Gangguan istirahat tidur pada pasien gagal jantung
terutama terjadi pada malam hari karena sesak napas sangat mengganggu kualitas
tidur klien. Kualitas tidur merupakan aspek dari tidur yang meliputi lama tertidur,
waktu bangun dan kenyenyakan dalam tidur. Pasien yang sakit seringkali
membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat daripada pasien yang sehat.
Kualitas tidur yang buruk pada pasien dengan gangguan penyakit jantung dapat
disebabkan oleh dyspnea, disritmia dan batuk (Rahayu, 2009, dalam Melanie
2014). Kualitas tidur yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien
sakit.
Tidur Pada Pasien Gagal Jantung di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto”.
1.2 Tujuan
3
2. Mendeskripsikan tentang posisi Semi Fowler pada pasien gagal jantung
1.3 Manfaat
1. Sebagai masukan untuk RSUD Dr. M.M Dunda Limboto untuk menetapkan
kardiovaskuler.
4
BAB II
METODOLOGI
merupakan uraian analisa kritis mengenai teori, temuan, dan bahan penelitian
lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan
penelitian dalam menyusun kerangka pikir yang jelas dari perumusan masalah
Adapun salah satu penelitian yang diangkat menjadi acuan untuk dijadikan
landasan literature review adalah penelitian yang dilakukan oleh Ritha Melanie
PSQI (The Pittburgh Sleep Quality Index), selanjutnya dianalisis dengan uji
review berbasis journal, dengan beberapa tahap yakni; penentuan topik besar,
screenning journal, coding journal, dan menentukan tema dari referensi jurnal
yang didapatkan, dengan hasil tema dari literature review ini adalah “Pemberian
Posisi Semi Fowler Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal Jantung di RSUD
5
2.3 Lokasi dan Waktu
Dr. MM. Dunda Limboto. Waktu yang digunakan adalah selama stase
keperawatan gawat darurat mulai tangal 3 Juli 2017 s/d tanggal Agustus 2017.
Adapun lokasi penelitian yang dilakukan oleh Ritha Melanie (2014) yang
menjadi acuan untuk dijadikan landasan literature review adalah di RSUP Dr.
dan interpretasi.
digunakan adalah kualitas tidur, posisi semi fowler, gagal jantung. Artikel full text
dan abstrak yang diperoleh, direview untuk memilih artikel yang sesuai dengan
diidentifikasi. Hasil penelitian dari 1 artikel utama dan empat artikel yang sesuai
6
Tahun
No Nama Jurnal Penulis
Penerbitan
Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Dan Tanda Vital
1. Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif Ritha Melanie 2014
7
BAB III
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak nafas dan fatik (saat istrahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebakan oleh
4.1.1 Etiologi
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
2. Aterosklerosis koroner
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
gilirannya juga turut mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut
8
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
menurun.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup
ventrikel.
jam.
9
2. Gagal jantung kronik
1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau
secara adekuat. Penyebab gagal jantung kanan kanan yang paling sering
terjadi adalah gagal jantung kiri, tetapi gagal jantung kanan dapat terjadi
gagal jantung kiri. GJ kanan dapat juga disebabkan oleh penyakit paru dan
1. Derajat 1 : Tanpa keluhan. Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-
nafas, tetapi jika aktifitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan
10
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart association
(NYHA) :
1. Kelas I
Tidak ada keterbatasan aktifitas fisik. Aktifitas fisik biasa tidak menyebabkan
2. Kelas II
Sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktifitas fisik
3. Kelas III
Keterbatasan nyata aktifitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan saat
4. Kelas IV
Tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan
1. Kriteria Major
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
f. Gallop S3
h. Refluks hepatojugular
11
2. Kriteria Minor
a. Edema ekstremitas
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Takikardia (>120/menit)
Diagnose gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
1. Elektrokardiogram (EKG)
2. Uji Stress
3. Ekokardiografi
4. Kateterisasi Jantung
5. Radiografi Dada
6. Elektrolit
7. Oksimetri Nadi
4.1.5 Penatalaksanaan
12
1. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain perubahan gaya hidup, monitoring
2. Terapi Farmakologi
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat
tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini untuk mempertahankan kenyamanan
2014).
Posisi semi fowler adalah posisi yang bertujuan untuk meningkatkan curah
jantung dan ventilasi serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih, dalam
posisi ini tempat tidur ditinggikan 45-60° dan lutut klien agak diangkat agar tidak
ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas (Perry dan Grifin, 2005, dalam
Febraska,A, 2014).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah
yang masuk dalam jantung setiap menitnya tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh akan oksigen dan nutrisi. Pada klien dengan penyakit gagal jantung akan
perubahan posisi tidur dimana klien akan mengeluh kesulitan bernapas. Hal ini
disebabkan karena gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi dan memompa
13
darah dari paru, akibatnya terjadi penumpukan darah di paru (edema paru) dan
menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Maka fungsi paru
terjadi serangan sesak biasanya klien merasa sesak dan tidak dapat tidur dengan
posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk
meredakan penyempitan jalan napas dan memenuhi O2 dalam darah. Posisi semi
alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi
sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya
adalah posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan dengan derajat
apabila tempat tidur orthopedik tidak ada di ruangan, perawat dapat menggunakan
bantal yang cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi
kenyamanan saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien
14
4.2.2 SOP Pemberian Posisi Semi Fowler
a. Bantal
b. Gulungan handuk
c. Sarung tangan
2. Prosedur
d. Persiapkan alat-alat
e. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila diperlukan untuk menurunkan
transmisi mikroorganisme
j. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangga kurva
k. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit, untuk
15
l. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut yang berada dalam
dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot
kebawah
lutut dan oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat
plantar fleksi
o. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien
memiliki kelemahan pada kedua lengan tersebut. Hal ini dilakukan untuk
tangan.
q. Dokumentasikan tindakan
16
Gambar 3.1
masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang
lainnya (Guyton & Hall, 1997, dalam Sagala,V, 2011). Tidur adalah suatu proses
perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter &
Perry, 2005).
Menurut Chopra (2003) dalam Sagala,V (2011), tidur merupakan dua keadaan
yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas
metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi
bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus
17
layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya
manusia dan binatang pada siang hari dan tidurnya mereka pada malam hari.
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang
tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang
. Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular
activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak
pada batang otak. RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan
kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak
dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau
Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non
Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri
dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga
dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM. Fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam (Potter & Perry, 2005).
18
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat
terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap
pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat
dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010 dalam Sagala,V, 2011). Pada
tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti (Patlak, 2005 dalam Sagala,V,
2011).
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya (Ganong, 1998 dalam
Sagala,V, 2011). Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika
terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering
merasa bingung selama beberapa menit (Smith & Segal, 2010 dalam Sagala,V,
2011).
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat
lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan
sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat
dan energik di siang hari (Patlak, 2005 dalam Sagala,V, 2011). Fase tidur NREM
ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih
19
cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun
Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak
mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan
dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat (Patlak, 2005 dalam Sagala,V,
2011).
Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari
tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi
memori jangka panjang (Potter & Perry, 2005 dalam Sagala,V, 2011).
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan
NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup
bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang
20
Gambar 3.2. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005 dalam Sagala,V,
2011)
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan
siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga
merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan
psikologis dapat terganggu (Potter & Perry, 2005 dalam Sagala,V, 2011).
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006 dalam Sagala,V, 2011). Kualitas tidur,
lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan
21
aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse,
1998 dalam Sagala,V, 2011). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat
bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan
untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan
bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985;
Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998 dalam Sagala,V, 2011). Di
sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) dalam Sagala,V (2011) menyebutkan
tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan
kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat
memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh
gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan
yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari
permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas
listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat
eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit
lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa,
betha, tetha dan delta (Guyyton & Hall, 1997 dalam Sagala,V, 2011).
Selain itu, menurut Hidayat (2006 dalam Sagala,V, 2011), kualitas tidur
tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur
22
dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan
1. Tanda fisik
konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering
2. Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas
berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan
menurun.
4.4 Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Pemberian Posisi Semi Fowler
terhadap kualitas tidur dan tanda vital pasien gagal jantung. Penelitian ini
data untuk kualitas tidur dilakukan dengan menggunakan instrumen PSQI (The
antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung (p: 0,034).
23
Dari hasil analisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur
diperoleh hasil bahwa pasien dengan sudut posisi tidur 30° memiliki rata-rata skor
kualitas tidur yang lebih rendah dibandingkan dengan skor kualitas tidur pasien
gagal jantung dengan sudut posisi tidur 45˚. Berdasarkan perhitungan statistik
diperoleh nilai p=0,034 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha=5%
terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur yang bermakna antara dua intervensi
adanya gangguan tidur dan sekitar 17 % mengalami gangguan tidur yang serius.
Orang dewasa atau usia lanjut yang sudah di diagnosis depresi, stroke, penyakit
jantung, penyakit paru, diabetes, artritis atau hipertensi sering melaporkan bahwa
kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang (Amir, 2008 dalam Melanie,
2014).
Menurut penelitian Julie (2004) dalam Melanie (2014) bahwa posisi tidur
penelitian ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur
kurang lebih 45 derajat akan mempertahankan curah jantung sehingga sesak nafas
24
kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran
alveolus. Dengan posisi semi-fowler, sesak napas berkurang dan sekaligus akan
Menurut peneliti kelas fungsional gagal jantung yang lebih berat (NYHA
f.c III dan NYHA f.c IV) akan mempengaruhi rata-rata kualitas tidurnya, karena
pada kelas fungsional tersebut diatas pasien biasanya sudah mengalami sesak
nafas saat berbaring di tempat tidur karena aliran balik ke jantung yang cepat.
Disamping itu pada gagal jantung kongestif, paroxysmal nocturnal dyspnea pada
umumnya terjadi setelah beberapa jam pasien tidur berbaring (fallen a sleep) dan
akan berkurang bila pasien duduk atau posisi tidur semi fowler.
Demikian juga gejala orthopnea, terjadi pada saat berbaring (lying flat)
yang menyebabkan pasien terganggu tidurnya dan pasien langsung bangun atau
duduk di kursi untuk mengatasi sesaknya. Pada umumnya jumlah bantal yang
(Allen, 2008 dalam Melanie, 2014). Dengan kondisi ini, mengatur posisi tidur
bahwa total durasi tidur pasien gagal jantung kongestif sangat pendek dan adanya
kualitas tidur yang buruk akibat dari faktor lingkungan selain akibat dari faktor
fisiologis, seperti pencahayaan yang terlalu terang, suara berisik, posisi tempat
25
tidur yang terlalu dekat dengan pintu, tindakan perawatan yang dilakukan pada
malam hari, dan terlalu banyak orang dalam ruangan. Sejumlah faktor
mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur dan seringkali faktor tunggal tidak
lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Lingkungan fisik tempat
seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap
tertidur seperti ventilasi yang baik, ukuran, posisi tidur, suara yang tenang dan
tidur 45° pada asuhan keperawatan Ny.s dengan Congestive Heart Failure (CHF)
di ruang intensive care unit RSUD Sukoharjo. Hasil analisa pada kasus Ny.s
dengan Congestive Heart Failure (CHF) data subjektif pasien mengatakan sesak
susah tidur karena situasi lingkungan rumah sakit dan sesak nafas yang masih
dirasakan, data objektif mata pasien tampak cekung, pasien sering menguap.
Maka dari itu Ny. S diberikan teknik pemberian sudut posisi tidur 45°. Ny.S
mengalami sesak nafas sehingga mengakibatkan gangguan pola tidur dan setelah
diberikan terapi teknik pemberian sudut posisi tidur 45° selama 2 hari pengelolaan
dengan waktu ±10 menit di awal jam awal shift dan hasilnya sesak nafas
berkurang mejadi 24 kali permenit dan kualitas tidur pasien teratasi, dimana sesak
26
4.4.3 Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sulistyowati (2015)
berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien CHF yang dirawat di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang
Quality Index(PSQI).
responden memiliki kualitas tidur yang tidak baik yaitu sebanyak 20 responden
(62,5 %). Kualitas tidur responden yang tidak baik disebabkan oleh beberapa
alasan, seperti sesak napas yang dirasakan saat berbaring, nyeri dada, lingkungan
yang tidak nyaman, dan kecemasan. Kualitas tidur yang tidak baik ini ditandai
dengan lamanya waktu untuk tertidur, beberapa kali terbangun ditengah malam
bahkan ada laporan responden yang menyatakan tidak tidur selama satu malam.
responden (56,3 %). Kejadian PND dialami responden setelah beberapa jam
tertidur. PND dapat terjadi 1-2 kali dalam satu malam sehingga pasien yang baru
mulai terlelap dapat terbangun lagi yang mengakibatkan gangguan kualitas tidur
NREM.
27
prospective studies of incident heart failure menunjukkan bahwa ortopnea lebih
banyak dilaporkan daripada PND. PND paling sering disebabkan oleh edema paru
akibat gagal jantung kongestif. Serangan sering disertai batuk, perasaan sesak
napas, keringat dingin, dan takikardia dengan irama gallop. Upaya-upaya yang
dapat dilakukan pasien CHF untuk mengurangi sesak akibat PND salah satunya
adalah pengaturan posisi yang baik dan benar. Posisi yang dapat mengurangi PND
yaitu dengan meninggikan bagian kepala menggunakan bantal atau posisi tempat
PND dengan kualitas tidur pasien CHF ρ value = 0,008 < α (0,05).
fowler dengan kualitas tidur pada klien gagal jantung. Penelitian ini menggunakan
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dengan PSQI (The
Pittburg Sleep Quality Indeks) dengan sedikit modifikasi instrumen dari peneliti.
Hasil uji coba instrumen menghasilkan validitas dan reliabilitas instrumen dengan
Hasil uji hubungan proporsi didapatkan p value 0,032 pada alpha 0,05
artinya ada hubungan yang signifikan antara posisi tidur semi fowler dengan
kualitas tidur klien gagal jantung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa posisi
28
semi fowler yang tepat akan mempengaruhi kualitas tidur klien. Hasil penelitian
patients with congestive heart failure and their conception of their sleep situation
pendek dan adanya gangguan struktur tidur menimbulkan perubahan stase tidur.
return ke jantung tidak terjadi secara cepat (Tjokronegoro, 1998; Smeltzer, 2005;
Sudoyo, et al, 2006, dalam Supadi 2008). Venous return yang lambat maka
peneliti klien gagal jantung dengan cardiac output yang sudah menurun akan
dan H20. Dengan retensi tersebut maka akan terjadi peningkatan preload dan
Commented [H1]: Ini sdah bagus. Akan lebih bagus lagi jika di
akhiir pembahsan kelompok ini bisa menambhakn kesimpulan.
Bahwa berdasarkan hail literature atau kajian pustakan mana yang
lebih baik posisi 35 atau 45 atau bahkan 90 ?
Mungkin penjelasanya bisa lebih diulas
Misanya
“berdasarkan hasil kajian pustaka kami menilai bahwa pasien
dengan CHF NYHA 4 lebih efektif menggunakn posisi 30
dikarenakan bla, bla, bla
Sedangkan posisi 45 itu digunakn untuk pasien NYHA 2 Dan 3
dikarenakan bla, bla,
Jika pasien CHF Nyha 1 Maka posisi tiddur yang baik 90 misalnya ?
Di sini kami berkesimpulan bwah posisi tidur pasien CHF
disesuaikan dengan jensi CHF nya, dikarenakan bla, bla, bla
Okm ??
29
BAB IV
4.1 Kesimpulan
diantaranya dispnea atau sesak nafas. Sesak yang paling sering dijumpai adalah
paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari, yang
kebutuhan istirahat tidur pasien terganggu dan kualitas tidur pasien pun terganggu.
Saat terjadi serangan sesak klien tidak dapat tidur dengan posisi berbaring
melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk (semi fowler). Posisi
alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi
sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang yang pada
4.2 Saran
Diharapkan laporan jurnal ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam
2. Bagi Perawat
Diharapkan laporan jurnal ini dapat dijadikan salah satu acuan bagi
30
memberikan intervensi keperawatan yang mandiri khususnya terhadap pasien
dalam hal pengelolaan pasien gagal jantung untuk meningkatkan kualitas tidur
31