E
POST LAPARATOMI EKSPLORASI AI HERNIA UMBILICAL + CKD ON HD
DI RUANG HIGH CARE UNIT RSUD Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Disusun Oleh
Angga Bahtera Dewa 4006180037 Anggota Tim
Azka Fadilla. R 4006180050 Anggota Tim
Cahya Fitri 4006180023 Anggota Tim
Clara Yollanda. R 4006180011 Anggota Tim
Enggartia Lukita 4006180025 Anggota Tim
Ganesh Virel Bravelba 4006180002 Anggota Tim
Hasby Sopiandi. R 4006180020 Anggota Tim
Nadia Ima Mustika 4006180043 Anggota Tim
Nely Ismayanti 4006180054 Anggota Tim
Setiawan Ramdhani 4006180036 Anggota Tim
Yovie Antia 4006180026 Anggota Tim
Pembimbing Klinik
( )
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan kenaikan dan tingkat
persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011 sebanyak 36 juta orang warga dunia
meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney Disease (CKD). CKD di Indonesia tahun
2013 berdasarkan diagnosis dokter adalah 0,2 %, angka ini meningkat seiring
bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun sebesar 0,6 %.
Prevalensi pada laki-laki (0,3 %) lebih tinggi dari wanita (0,2 %), prevalensi tinggi pada
masyarakat pedesaan (0,3 %), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013).
Menurut Riskesdas tahun 2018 Prevalensi Gagal Ginjal sebesar 2% (499.800
orang). Prevalensi terendah sebesar 1% dan tertinggi sebesar 4%. Adapun Faktor Risiko
Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia Prevalensi Hipertensi 25,8 %,Prevalensi Terendah
sebesar 16,8% dan Prevalensi Tertinggi sebesar 30,9 %. Prevalensi Obesitas 15,4 %
Prevalensi Terendah sebesar 10,2% Prevalensi Tertinggi sebesar 33,2 %,Prevalensi
Diabetes Melitus 2,3 % Prevalensi Terendah sebesar 0,8% Prevalensi Tertinggi sebesar
3,7 %.
Penyakit CKD akan mempengaruhi penurunan LFG dan fungsi ginjal memburuk
lebih lanjut, retensi natrium dan air biasa terjadi. Hal ini dapat menyebabkan resiko edema
dan hipertensi, pasien juga akan merasa cepat lelah, sesak nafas, dan nafsu makan
menurun. Penanganan pada pasien CKD tahap akhir dilakukan beberapa terapi
diantaranya yaitu terapi pengganti ginjal seperti transplantasi ginjal, dialisis peritoneal,
maupun hemodialisa (Lemone, 2012; Tanto, dkk, 2014; Black & Hawks, 2009).
Hemodialisa (HD) adalah sebuah proses yang bertujuan untuk mengeluarkan
produk limbah dan cairan yang berada didalam tubuh, serta menggantikan fungsi ginjal
dalam tubuh yang tidak dapat berfungsi dengan baik (Smeltzer & Bare, 2013). Didunia
saat ini tercatat ada lebih dari 2 juta pasien yang menjalani terapi HD. Pasien HD di
Amerika Serikat mencapai 350 ribu orang, Jepang 300 ribu orang, sedangkan di Indonesia
hampir mencapai 15 ribu orang (Setiati, dkk, 2014).
Pelayanan hemodialisis harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai sesuai
dengan Permenkes 812 tahun 2010, di antaranya ruang peralatan mesin hemodialisis
untuk kapasitas empat mesin hemodialisis, ruang pemeriksaan dokter atau konsultasi,
ruang tindakan, ruang perawatan,ruang sterilisasi, ruang penyimpanan obat, ruang
penunjang medik, ruang administrasi, ruang tunggu pasien, dan ruang lainnya sesuai
kebutuhan. Peralatan yang dibutuhkan pada pelayanan hemodialisis sekurang-kurangnya
meliputi empat mesin hemodialisis siap pakai, peralatan medik standar, peralatan reuse
dialiser manual atau otomatik, peralatan sterilisasi alat medis, peralatan pengolahan air
untuk dialisis yang memenuhi standar dan kelengkapan lainnya sesuai kebutuhan.
Pada tahun 2015, dari total 4.898 mesin hemodialisis yang terdata, proporsi
terbanyak terdapat di wilayah DKI Jakarta (26%) dan Jawa Barat (22%),Kendala dalam
pelayanan hemodialisis di antaranya karena hemodialisis merupakan hospital-based
treatment, membutuhkan unit hemodialisis dengan standar sarana, prasarana, dan SDM
sesuai standar seperti disebutkan di atas, sehingga selain jumlah unit layanan hemodialisis
masih terbatas, pelayanan hemodialisis juga membutuhkan pembiayaan yang tinggi.
Keterbatasan unit pelayanan hemodialisis ini kemudian mengakibatkan daftar tunggu
pasien yang tinggi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit Chronic Kidney Disease
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian penyakit Chronic Kidney Disease
b. Mengetahui etiologi penyakit Chronic Kidney Disease
c. Mengetahui klasifikasi penyakit Chronic Kidney Disease
d. Mengetahui manifestasi klinik penyakit Chronic Kidney Disease
e. Mengetahui patofisiologi penyakit Chronic Kidney Disease
f. Mengetahui penatalaksanaan dan terapi penyakit Chronic Kidney Disease
g. Mengetahui komplikasi penyakit Chronic Kidney Disease
h. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
pada penyakit Chronic Kidney Disease
D. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease di ruang HCU RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari, (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit Dari Ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
3) Batu ginjal: nefrolitiasis
4) Kista di ginjal: polycstis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit Umum Di Luar Ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia
3) SLE
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsi
6) Obat-obatan.
7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).
3. Manifestasi
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2015), setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivasi sistem renin, angiotensin, aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,
sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher
b. Manifestasi dermatologi, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipisdan rapuh, rambut tipis dan kasar
c. Manifestasi Pulmoner, krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
kussmauld.
d. Manifestasi Gastrointestinal, napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal, kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot
drop
g. Manifestasi Reproduktif, amenore dan atrofi testikuler
4. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi
dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama
adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1) Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
2) Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam
diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan
3) Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur
atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal
tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi, ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
c. IVP (Intra Vena Pielografi), untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter,
pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG, untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan radiologi, tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan pielografi retrograd, bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
2) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
3) Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari
Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
4) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
5) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
6) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vit D3 pada GGK.
7) Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
8) Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
9) Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
10) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
11) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Tn. E usia 53 tahun di rawat di ruang HCU High Care Unit dengan post LE a.i hernia
umbilical dengan CKD on HD. Pada saat dilakukan pengkajian Tn. E mengalami penurunan
kesadaran pada verbalnya dengan nilai GCS = 14 (compos mentis) eye (4), verbal (4),
motorik (6). Tn. E masuk RS pada tanggal 30 April 2019 dengan keluhan nyeri perut bagian
umbilical dan terlihat benjolan besar berukuran 10x8x8 cm berwarna merah muda. Pada
tanggal 1 Mei 2019 jam 19.30 dilakukan Laparotomi Eksplorasi pada bagian umbilikalnya.
Pasien dipindahkan ke HCU Kemuning tanggal 5 Mei 2019 dengan terpasang monitor
dengan TD : 163/97 mmHg, RR : 20 x/menit, N : 86 x/menit, S : 36,4°C , SpO2 : 96%, drain
diperut bagian kanan dengan hasil ±1000 cc/24 jam, terdapat luka post op dibagian umbilikal,
terpasang srynge pump dengan obat Nicardipine dengan kebutuhan 2 mcg/kg/jam, terpasang
infus pump NaCl 0,4 % dengan kebutuhan 20 tpm, pasien mengalami anuria. Keluarga
mengatakan pasien memiliki riwayat HD sejak 3 tahun lalu karena CKD nya dan memiliki
riwayat hipertensi.
h. Apa efek yang ditimbulkan dari tindakan Laparotomi Eksplorasi pada Tn.E ?
Nyeri, Intoleransi aktivitas, Kerusakan integritas kulit, Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, Kekurangan volume cairan berhubungan dan Resiko
infeksi
b. Etiologi
1) Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak-anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis.
Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh
melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut .
2) Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki-laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah
selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.
Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena
faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang
sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan
adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia
keluar dari otot yang lemah tersebut
3) Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada
kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau
pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi
kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada
abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
4) Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
5) Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada
tubuh, termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan
organ melalui dinding organ yang lemah.
6) Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi
tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus
terjadinya hernia.
7) Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat
menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang.
Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-
menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi
pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.
8) Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal
daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum
sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau
usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena
hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala,
2009).
d. Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang
air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah
otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ selalu saja melakukan pekerjaan
yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah
penonjolan yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya
menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami
kelemahan.
e. Manifestasi klinik
1) Berupa benjolan
2) Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3) Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
4) Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi
kandung kencing
f. Penatalaksanaan medis
1) Secara konservatif (non operatif)
a) Reposisi hernia, hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung
dengan tangan
b) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
2) Secara operatif
a) Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering
dilakukan pada anak-anak
b) Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat,
dan dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa
c) Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis
4. Konsep Chronic kidney disease (CKD)
a. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit
(toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
m. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi, ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi).
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa
3) IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
5) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk
falanks jari), kalsifikasi metastasik.
8) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
9) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11) Biopsi ginjal, pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
a) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
b) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c) Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil
dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
d) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
e) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
f) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis
1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
g) Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang
h) Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
i) Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
j) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
k) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
n. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
1) Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
2) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6) Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremi
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C. 2009. Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung
Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction
Poppy Kumala, dkk. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam
FKUI