Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghsilan (laba) yang diterima
atau diperoleh orang pribadi maupun badan.
Undang-undang PPh mengatur subjek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi
pajak yang terutang. Undang-undang PPh juga lebih memberikan fasilitas kemudahan
keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Undang-undang PPh mengasut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang
tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
1. a. Orang pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, teridi dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisani
massa politik, atau organisasi yang sejejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya.
• Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari
(tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
• Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat bertempat tinggal di Indonesia.
1.Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diiperoleh dari Indonesia dan luar
Indonesia
2.Dekenakan pajak berdasarkan penghasilan netto
3.Tarid pajak yang digunakan adalah tariff umum (Tarif UU PPh pasal 17).
1.Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
2.Dikenakan pajak berdasarkan penghsasilan bruto.
3.Tarif pajak yang digunakan adalah tariff sepadan (tariff UU PPh pasal 26).
4.Tidak wajib meny ampaikan SPT.
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam
negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif.
MULAI BERAKHIR
• Saat dilahirkan
• Saat meninggal
• Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Subjek pajak dalam negeri badan :
• Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
• Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Subjek pajak luar negeri melalui
BUT :
• Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
• Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
• Negara yang bersangkutan memberikan pelakuan timbale balik.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dari bentuk apapun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1. Pengertian atau imbalan berkenaan dengan pakerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,
atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian pekerjaan atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
• Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
• Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan
harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peluburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha.
• Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tiada ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasa antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskontom dan imbalan lain karena jaminan pengembalian
utang.
7. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalty
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. keuntungan karena selisih penilaian kembali aktiva.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti
gaji, honorarium, penghasilan dan praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat di klasifikasikan ke
dalama salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :
Untuk menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk
wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan
pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah
penghasilan bruto. Dalam bab ini yang akan dibahas hanya wajib pajak dalam negeri saja.
Untuk wajib pajak luar negeri akan dibahas pada bab PPh pasal 26.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan
netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto
dikurangi dengan Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Penghasilan kena pajak (WP Badan) = Penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP Orang Pribadi) = penghasilan netto-PTKP
Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut :
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun.
3. Iuran dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi wajib pajak dalam negeri orang
pribadi.
10. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa candangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
11. Premi asuransi keuangan, asuransi kecelekaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan.
12. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai
13. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan :
Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut
undang-undang PPh adalah :
1. Pembagian dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi,
dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-
syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak
yang bersangkutan.
5. Panggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dana minuman bagi
seluruh pegawai.
6. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan :
• Di daerah tertentu.
• Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
• Yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan.
8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan, kecuali zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama
islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
9. Pajak penghasilan.
10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpakajan.
DEFENISI :
Pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena
pajak entitas.
Laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
• Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah:
Laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh
Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah
selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan
jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini
dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.Beban pajak
(penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan
dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.
Jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba
atau rugi pada satu periode.
Jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu
periode.
Nilai yang terkait dengan aset atau liabilitas untuk tujuan pajak.
• Aset pajak tangguhan adalah:
Jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat
adanya:
Jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.
Jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat
adanya:
Jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.
Syarat Umum Pengakuan Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan
• Pembayaran pajak pada periode masa depan lebih besar atau lebih kecil daripada yang
diharapkan jika tidak terdapat konsekuensi pajak.
• Selisih antara jumlah pajak yang telah dibayarkan dengan jumlah pajak terutang di
periode kini atau periode sebelumnya.
• Manfaat rugi fiskal yang dapat ditarik kembali untuk mengurangi pajak terutang
periode sebelumnya (carryback).
• Jumlah pajak yang belum dibayarkan untuk periode kini dan periode sebelumnya.
Perbedaan Temporer Kena Pajak
Setiap perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali
jika timbul perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari:
• Pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang tidak mempengaruhi laba
akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak); atau bukan merupakan transaksi kombinasi
bisnis.
Khusus untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas
anak, cabang, dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, pengakuan
liabilitas diatur secara khusus.
• Diperkirakan akan tersedia laba kena pajak atau perbedaan temporer kena pajak dalam
jumlah memadai.
Setiap perbedaan temporer dapat dikurangkan diakui sebagai aset pajak tangguhan,
kecuali jika timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan yang berasal dari:
• Pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang tidak mempengaruhi laba
akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak); atau bukan merupakan transaksi kombinasi
bisnis.
Khusus untuk perbedaan temporer dapat dikurangkan terkait dengan investasi pada
entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama,
pengakuan aset diatur secara khusus.
Ketentuan Khusus: Perbedaan Temporer Terkait Investasi pada Entitas Anak, Cabang, dan
Entitas Asosiasi; Serta Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
Perbedaaan temporer terkait investasi khusus ini dapat muncul sebagai akibat dari:
• Adanya laba entitas anak, cabang, entitas asosiasi dan ventura bersama yang tidak
didistribusikan.
• Perubahan nilai tukar mata uang asing, apabila entitas induk dan entitas anak berada
pada negara yang berbeda.
• Pengurangan jumlah tercatat investasi pada entitas asosiasi menjadi jumlah yang dapat
dipulihkan.
Pengakuan setiap liabilitas terkait investasi khusus ini dilakukan, kecuali jika:
• Kemungkinkan besar perbedaan temporer tidak akan terpulihkan di masa depan yang
dapat diperkirakan.
• Perbedaan temporer akan terpulihkan pada masa depan yang dapat diperkirakan.
• Laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga perbedaan
temporer dapat dimanfaatkan..
Pengukuran
Sebesar jumlah yang diharapkan akan dibayarkan atau direstitusikan sesuai tarif
berlaku saat ini.
Sebesar jumlah yang diharapkan akan dibayarkan atau direstitusikan sesuai tarif yang
diperlakukan berlaku di masa mendatang..
• Jika tarif pajak berbeda untuk setiap tingkat laba kena pajak :
• Selama laba kena pajak di masa mendatang diperkirakan memadai, maka Aset pajak
tangguhan tetap dicatat pada nilai yang saat ini diakui.
• Jika laba kena pajak di masa mendatang diperkirakan akan bersifat tidak memadai,
maka Nilai aset pajak tangguhan mengalami penurunan, proporsional terhadap
penurunan laba kena pajak.
Pajak Tangguhan di Dalam dan di Luar Laporan Laba Rugi
Secara umum, pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban
pada laporan laba rugi, kecuali apabila pajak kini atau tanggihan berasal dari:
• Transaksi yang tidak mempengaruhi laporan laba rugi, baik dalam pendapatan
komprehensif lain maupun secara langsung dalam ekuitas.
• Kombinasi bisnis.
Pajak tangguhan timbul di laporan laba rugi akibat perbedaan periode pengakuan beban
dan pendapatan antara akuntansi dan pajak.
Atas timbulnya kompensasi rugi fiskal, kredit pajak, atau penyebab aset pajak
tangguhan lain sebagai limpahan akuisisi, entitas mengakui manfaat pajak tangguhan diperoleh
yang direalisasikan setelah kombinasi bisnis meliputi elemen berikut:
• Manfaat pajak tangguhan diperoleh pada periode pengukuran yang dihasilkan dari
informasi baru tentang fakta dan keadaan yang ada pada tanggal akuisisi diterapkan
untuk mengurangi jumlah goodwill terkait akuisisi tersebut. Jika jumlah tercatat
goodwill tersebut nol, setiap sisa manfaat pajak tangguhan diakui pada laporan laba
rugi.
• Seluruh manfaat pajak tangguhan lain yang diperoleh diakui dalam laporan laba rugi
(termasuk atas yang diakui di luar laporan laba rugi, jika PSAK 46 juga mensyaratkan).
Saling Hapus Atas Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan
Entitas melakukan saling hapus aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan,
jika dan hanya jika:
• Entitas memiliki hak secara hukum untuk saling hapus aset pajak kini terhadap liabilitas
pajak kini; dan
• Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan terkait dengan pajak penghasilan
yang dikenakan oleh otoritas perpajakan atas:
Entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak
kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara
bersamaan, pada setiap periode masa depan yang mana jumlah signifikan atas aset atau
liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan.
Pengungkapan
• Manfaat akibat rugi fiskal, kredit pajak, atau perbedaan temporer terhadap pajak kini.
• Manfaat akibat rugi fiskal, kredit pajak, atau perbedaan temporer terhadap pajak
tangguhan.
• Pajak kini dan tangguhan atas transaksi yang dibebankan atau dikreditkan langsung ke
ekuitas.
• Pajak penghasilan terkait komponen pendapatan komprehensif lain (OCI), sesuai
PSAK 1.
• Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba akuntansi, atau
dapat digantikan oleh:
• Jumlah dan batas waktu penggunaan atas perbedaan temporer yang boleh dikurangkan,
kompensasi rugi fiskal dan kredit pajak yang tidak diakui sebagai aset pajak tangguhan.
• Berkenaan dengan setiap tipe perbedaan temporer, kompensasi rugi fiskal dan kredit
pajak.
• Aset dan liabilitas pajak tangguhan yang diakui pada laporan posisi keuangan.
• Jumlah agregat perbedaan temporer terkait investasi pada entitas anak, cabang dan
perusahaan asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura bersama atas liabilitas pajak
tangguhan yang belum diakui.
• Konsekuensi pajak penghasilan atas dividen pada pemegang saham entitas yang
diusulkan atau diumumkan namun tidak diakui sebagai liabilitas dalam laporan
keuangan.
• Laba atau rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan untuk periode,
bersamaan dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya.
• Jumlah perubahan aset pajak tangguhan praakuisisi bagi entitas yang melakukan
akuisisi melalui kombinasi bisnis.
• Uraian kejadian atau perubahaan keadaan yang menyebabkan pengakuan manfaat pajak
tangguhan, jika manfaat pajak tangguhan yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
diakui setelah tanggal akuisisi.
• Penggunaan aset pajak tangguhan bergantung pada apakah laba kena pajak di periode
mendatang melebihi laba dari realisasi perbedaan temporer kena pajak.
• Entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya dimana
aset pajak tangguhan terkait.
Atas perbedaan antara nilai tercatat menurut akuntansi dan DPP menurut pajak atas aset
dan liabilitas yang dikenai pajak final, tidak dilakukan pengakuan aset atau liabilitas pajak
tangguhan.
Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai
pajak kini pada perhitungan laba rugi, diakui sebagai Pajak Dibayar Dimuka atau Pajak yang
Masih Harus Dibayar.
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba
Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding.
Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan
pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat kesalahan
maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25.
Contoh Perbedaan Temporer Kena Pajak Akibat Transaksi di Laporan Posisi Keuangan :
• Penyusutan aset tidak dikurangkan untuk tujuan pajak dan tidak ada pengurangan yang
tersedia untuk tujuan pajak apabila aset telah terjual atau tersisa.
• Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima dikurangi biaya
transaksi. Setelah itu, jumlah tercatat atas pinjaman bertambah oleh amortisasi biaya
transaksi pada laba akuntansi. Biaya transaksi dikurangkan untuk tujuan pajak pada
periode pada saat pinjaman pertama diakui.
• Pinjaman terutang diukur atas pengakuan awal pada saat jumlah pendapatan neto atas
biaya transaksi neto. Biaya transaksi diamortisasi terhadap laba akuntansi selama
pinjaman. Biaya transaksi tersebut tidak dapat dikurangkan dalam menentukan laba
kena pajak masa depan, atas periode kini atau periode sebelumnya.
Contoh Keadaan Di mana Jumlah Tercatat Setara Dengan Dasar Pengenaan Pajak :
• Beban yang masih harus dibayar telah dikurangkan dalam menentukan liabilitas pajak
kini entitas untuk periode kini atau periode lebih awal.
• Pinjaman terutang diukur pada jumlah yang diterima pada awalnya dan jumlah ini sama
seperti jumlah yang dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo akhir pinjaman.
• Beban yang masih harus dibayar tidak boleh dikurangkan untuk tujuan pajak.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2018, Standar Akuntansi Keuangan, PSAK No. 46 : Pajak
Penghasilan. Jakarta : Salemba Empat
https://www.online-pajak.com/objek-dan-subjek-pajak
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN
( PSAK 46 )