Anda di halaman 1dari 26

PAJAK PENGHASILAN

Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghsilan (laba) yang diterima
atau diperoleh orang pribadi maupun badan.

Undang-undang PPh mengatur subjek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi
pajak yang terutang. Undang-undang PPh juga lebih memberikan fasilitas kemudahan
keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Undang-undang PPh mengasut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang
tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :

1. a. Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, teridi dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisani
massa politik, atau organisasi yang sejejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya.

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :


a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :

• Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari
(tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
• Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek Pajak badan, yaitu :


Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Subjek Pajak Warisan, yaitu :


Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari :


a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia
• Dapat menerima atau memperoleh penghsiland dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indinesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu
Badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
• Dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atu melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Subek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh panghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus
menjadi wajib pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari
sumber penghasilan di Indonesia atau memperoleh melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

WAJIB PAJAK DALAM NEGERI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI

1.Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diiperoleh dari Indonesia dan luar
Indonesia
2.Dekenakan pajak berdasarkan penghasilan netto

3.Tarid pajak yang digunakan adalah tariff umum (Tarif UU PPh pasal 17).

4.Wajib menyampaikan SPT

1.Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
2.Dikenakan pajak berdasarkan penghsasilan bruto.

3.Tarif pajak yang digunakan adalah tariff sepadan (tariff UU PPh pasal 26).
4.Tidak wajib meny ampaikan SPT.

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam
negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif.
MULAI BERAKHIR

Subjek pajak dalam negeri orang pribadi : (mulai)

• Saat dilahirkan

• Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia

Subjek pajak dalam negeri orang pribadi : (berakhir)

• Saat meninggal

• Saat meninggal Indonesia untuk selama-lamanya.

Subjek pajak dalam negeri badan :

• Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Subjek pajak dalam negeri badan :
• Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek pajak luar negeri melalui BUT :

• Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.

• Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Subjek pajak luar negeri melalui
BUT :

• Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

• Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT.


• Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Warisan belum terbagi :

• Saat timbulnya warisan yang belum terbagi. Warisan belum terbagi :

• Saat warisan telah selesai di bagikan.

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :


1. Badan perwakilan negeri asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negeri asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :

• Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
• Negara yang bersangkutan memberikan pelakuan timbale balik.

3. Oraganisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri keuangan no


661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana telah diubah terkhir dengan
keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
• Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untnuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan oraganisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan


Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah
diubah dengan keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998,
dengan syarat :
• Bukan warga Negara Indonesia
• Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dari bentuk apapun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :

1. Pengertian atau imbalan berkenaan dengan pakerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,
atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.

2. Hadiah dari undian pekerjaan atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
• Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
• Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan
harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peluburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha.
• Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tiada ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasa antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskontom dan imbalan lain karena jaminan pengembalian
utang.
7. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalty
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. keuntungan karena selisih penilaian kembali aktiva.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti
gaji, honorarium, penghasilan dan praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat di klasifikasikan ke
dalama salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :

• Keuntungan karena pembebasan utang.


• Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
• Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang
menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah :
1.a. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keuntungan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau bandan pendidikan atau badan social atau
pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
2. Warisan.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25%
dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham
tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghsailan dari modal uang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan pleh menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan raksadana selama 5 tahun pertama
sejak pemberian ijin usaha.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalanjan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
• Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sector-
sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
• Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar pengenaan Pajak

Untuk menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk
wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan
pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah
penghasilan bruto. Dalam bab ini yang akan dibahas hanya wajib pajak dalam negeri saja.
Untuk wajib pajak luar negeri akan dibahas pada bab PPh pasal 26.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan
netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto
dikurangi dengan Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Penghasilan kena pajak (WP Badan) = Penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP Orang Pribadi) = penghasilan netto-PTKP

Menurut ketentuan undang-undang PPh, biaya-biaya (pengeluaran) dapat digolongkan menjadi


dua, yaitu :

1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya


pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak, kecuali pajak penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun.

3. Iuran dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian atas selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.

8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi wajib pajak dalam negeri orang
pribadi.

9. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial.


b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atas Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam pererbitan umum atau khusus.
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan
Direktorat Jendral Pajak.

10. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa candangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

11. Premi asuransi keuangan, asuransi kecelekaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan.

12. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai

13. Panggatian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan :

• Di daerah tertentu (misalnya: daerah terpencil)

• Berkaitan dengan palaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan menteri


keuangan.

14. Kompensasi kerugian fiscal tahun sebelumnya (max 5 tahun).

Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut
undang-undang PPh adalah :

1. Pembagian dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi,
dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-
syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak
yang bersangkutan.

5. Panggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dana minuman bagi
seluruh pegawai.

6. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan :
• Di daerah tertentu.
• Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
• Yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan.

8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan, kecuali zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama
islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
9. Pajak penghasilan.

10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.

12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpakajan.

13. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang :

• Dikenakan PPh yang bersifat final.


• Bukan objek PPh.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN
PSAK 46

DEFENISI :

• Pajak penghasilan adalah:

Pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena
pajak entitas.

• Laba akuntansi adalah:

Laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.

• Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah:

Laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh
Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).

• Pajak penghasilan final adalah:

Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah
selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan
jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini
dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.Beban pajak
(penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan
dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.

• Beban pajak (penghasilan pajak) adalah:

Jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba
atau rugi pada satu periode.

• Pajak kini adalah:

Jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu
periode.

• Dasar pengenaan pajak atas aset atau liabilitas adalah:

Nilai yang terkait dengan aset atau liabilitas untuk tujuan pajak.
• Aset pajak tangguhan adalah:

Jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat
adanya:

• Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan;

• Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan

• Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan


mengizinkan.

Pemulihan pajak penghasilan berarti pengurangan beban pajak terutang di masa


mendatang. Hingga saat ini, peraturan perpajakan belum mengizinkan pengurangan
akibat akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan.

• Liabilitas pajak tangguhan adalah:

Jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.

• Aset pajak tangguhan adalah:

Jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat
adanya:

• Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan;

• Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan

• Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan


mengizinkan.

Pemulihan pajak penghasilan berarti pengurangan beban pajak terutang di masa


mendatang. Hingga saat ini, peraturan perpajakan belum mengizinkan pengurangan
akibat akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan.

• Liabilitas pajak tangguhan adalah:

Jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.
Syarat Umum Pengakuan Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan

Entitas harus mengakui liabilitas atau aset pajak tangguhan apabila:

• Pembayaran pajak pada periode masa depan lebih besar atau lebih kecil daripada yang
diharapkan jika tidak terdapat konsekuensi pajak.

Pengakuan Aset dan Liabilitas Pajak Kini :

Aset pajak kini diakui sebesar:

• Selisih antara jumlah pajak yang telah dibayarkan dengan jumlah pajak terutang di
periode kini atau periode sebelumnya.

• Manfaat rugi fiskal yang dapat ditarik kembali untuk mengurangi pajak terutang
periode sebelumnya (carryback).

Liabilitas pajak kini diakui sebesar:

• Jumlah pajak yang belum dibayarkan untuk periode kini dan periode sebelumnya.
Perbedaan Temporer Kena Pajak

Setiap perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali
jika timbul perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari:

• Pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang tidak mempengaruhi laba
akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak); atau bukan merupakan transaksi kombinasi
bisnis.

• Pengakuan awal goodwill.

Khusus untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas
anak, cabang, dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, pengakuan
liabilitas diatur secara khusus.

Liabilitas Akibat Goodwill :

Pengakuan liabilitas pajak tangguhan akibat keberadaan goodwil tidak diperbolehkan,


sebab:

• Goodwill diukur sebagai sisa.

• Pengakuan liabilitas pajak tangguhan akan meningkatkan jumlah tercatat goodwill.

Syarat Utama Pengakuan Aset Pajak Tangguhan :

Setiap aset pajak tangguhan diakui sepanjang:

• Diperkirakan akan tersedia laba kena pajak atau perbedaan temporer kena pajak dalam
jumlah memadai.

Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan

Setiap perbedaan temporer dapat dikurangkan diakui sebagai aset pajak tangguhan,
kecuali jika timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan yang berasal dari:
• Pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang tidak mempengaruhi laba
akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak); atau bukan merupakan transaksi kombinasi
bisnis.

• Pengakuan awal goodwill.

Khusus untuk perbedaan temporer dapat dikurangkan terkait dengan investasi pada
entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama,
pengakuan aset diatur secara khusus.

Ketentuan Khusus: Perbedaan Temporer Terkait Investasi pada Entitas Anak, Cabang, dan
Entitas Asosiasi; Serta Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

Perbedaaan temporer terkait investasi khusus ini dapat muncul sebagai akibat dari:

• Adanya laba entitas anak, cabang, entitas asosiasi dan ventura bersama yang tidak
didistribusikan.

• Perubahan nilai tukar mata uang asing, apabila entitas induk dan entitas anak berada
pada negara yang berbeda.

• Pengurangan jumlah tercatat investasi pada entitas asosiasi menjadi jumlah yang dapat
dipulihkan.

Pengakuan setiap liabilitas terkait investasi khusus ini dilakukan, kecuali jika:

• Entitas induk, investor atau venturer mampu mengendalikan waktu pemulihan


perbedaan temporer.

• Kemungkinkan besar perbedaan temporer tidak akan terpulihkan di masa depan yang
dapat diperkirakan.

Pengakuan setiap aset terkait investasi khusus ini dilakukan selama:

• Perbedaan temporer akan terpulihkan pada masa depan yang dapat diperkirakan.
• Laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga perbedaan
temporer dapat dimanfaatkan..

Pengukuran

• Pengukuran nilai liabilitas dan aset pajak kini :

Sebesar jumlah yang diharapkan akan dibayarkan atau direstitusikan sesuai tarif
berlaku saat ini.

• Pengukuran nilai liabilitas dan aset pajak tangguhan :

Sebesar jumlah yang diharapkan akan dibayarkan atau direstitusikan sesuai tarif yang
diperlakukan berlaku di masa mendatang..

• Jika tarif pajak berbeda untuk setiap tingkat laba kena pajak :

Dipergunakan tarif pajak rata – rata yang diharapkan berlaku.

• Atas nilai aset dan liabilitas pajak tangguhan :

Nilai tidak didiskontokan.

Peninjauan Kembali Aset Pajak Tangguhan

• Selama laba kena pajak di masa mendatang diperkirakan memadai, maka Aset pajak
tangguhan tetap dicatat pada nilai yang saat ini diakui.

• Jika laba kena pajak di masa mendatang diperkirakan akan bersifat tidak memadai,
maka Nilai aset pajak tangguhan mengalami penurunan, proporsional terhadap
penurunan laba kena pajak.
Pajak Tangguhan di Dalam dan di Luar Laporan Laba Rugi

Pajak Kini dan Tangguhan di Laporan Laba Rugi

Secara umum, pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban
pada laporan laba rugi, kecuali apabila pajak kini atau tanggihan berasal dari:

• Transaksi yang tidak mempengaruhi laporan laba rugi, baik dalam pendapatan
komprehensif lain maupun secara langsung dalam ekuitas.

• Kombinasi bisnis.

Pajak tangguhan timbul di laporan laba rugi akibat perbedaan periode pengakuan beban
dan pendapatan antara akuntansi dan pajak.

Pengakuan Aset Pajak Tangguhan Akibat Kombinasi Bisnis :

Atas timbulnya kompensasi rugi fiskal, kredit pajak, atau penyebab aset pajak
tangguhan lain sebagai limpahan akuisisi, entitas mengakui manfaat pajak tangguhan diperoleh
yang direalisasikan setelah kombinasi bisnis meliputi elemen berikut:

• Manfaat pajak tangguhan diperoleh pada periode pengukuran yang dihasilkan dari
informasi baru tentang fakta dan keadaan yang ada pada tanggal akuisisi diterapkan
untuk mengurangi jumlah goodwill terkait akuisisi tersebut. Jika jumlah tercatat
goodwill tersebut nol, setiap sisa manfaat pajak tangguhan diakui pada laporan laba
rugi.

• Seluruh manfaat pajak tangguhan lain yang diperoleh diakui dalam laporan laba rugi
(termasuk atas yang diakui di luar laporan laba rugi, jika PSAK 46 juga mensyaratkan).
Saling Hapus Atas Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan

Entitas melakukan saling hapus aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan,
jika dan hanya jika:

• Entitas memiliki hak secara hukum untuk saling hapus aset pajak kini terhadap liabilitas
pajak kini; dan

• Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan terkait dengan pajak penghasilan
yang dikenakan oleh otoritas perpajakan atas:

 Entitas kena pajak yang sama; atau

 Entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak
kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara
bersamaan, pada setiap periode masa depan yang mana jumlah signifikan atas aset atau
liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan.

Pengungkapan

Hal-hal yang diungkapkan dalam Komponen Beban (Penghasilan) Pajak :

• Beban (penghasilan) pajak kini.

• Penyesuaian yang berasal dari periode sebelumnya.

• Beban (penghasilan) pajak tangguhan akibat perbedaan temporer.

• Beban (penghasilan) pajak tangguhan akibat perubahan ketentuan perpajakan.

• Manfaat akibat rugi fiskal, kredit pajak, atau perbedaan temporer terhadap pajak kini.

• Manfaat akibat rugi fiskal, kredit pajak, atau perbedaan temporer terhadap pajak
tangguhan.

• Beban pajak tangguhan akibat dari penurunan aset pajak tangguhan.

• Beban (penghasilan) terkait perubahan kebijakan akuntansi dan kesalahan, sesuai


PSAK 25.

• Pajak kini dan tangguhan atas transaksi yang dibebankan atau dikreditkan langsung ke
ekuitas.
• Pajak penghasilan terkait komponen pendapatan komprehensif lain (OCI), sesuai
PSAK 1.

• Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba akuntansi, atau
dapat digantikan oleh:

• Rekonsiliasi beban (penghasilan) pajak terhdap hasil perkalian laba akuntansi


dan tarif pajak berlaku.

• Rekonsiliasi tarif pajak efektif rata-rata terhadap tarif pajak berlaku.

• Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak berlaku.

• Jumlah dan batas waktu penggunaan atas perbedaan temporer yang boleh dikurangkan,
kompensasi rugi fiskal dan kredit pajak yang tidak diakui sebagai aset pajak tangguhan.

• Berkenaan dengan setiap tipe perbedaan temporer, kompensasi rugi fiskal dan kredit
pajak.

• Aset dan liabilitas pajak tangguhan yang diakui pada laporan posisi keuangan.

• Beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laba rugi.

• Jumlah agregat perbedaan temporer terkait investasi pada entitas anak, cabang dan
perusahaan asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura bersama atas liabilitas pajak
tangguhan yang belum diakui.

• Konsekuensi pajak penghasilan atas dividen pada pemegang saham entitas yang
diusulkan atau diumumkan namun tidak diakui sebagai liabilitas dalam laporan
keuangan.

• Berkenaan dengan operasi yang dihentikan, beban pajak terkait pada:

• Keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi; dan

• Laba atau rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan untuk periode,
bersamaan dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya.

• Jumlah perubahan aset pajak tangguhan praakuisisi bagi entitas yang melakukan
akuisisi melalui kombinasi bisnis.
• Uraian kejadian atau perubahaan keadaan yang menyebabkan pengakuan manfaat pajak
tangguhan, jika manfaat pajak tangguhan yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
diakui setelah tanggal akuisisi.

Pengungkapan Sifat Bukti Pendukung Aset Pajak Tangguhan :

• Penggunaan aset pajak tangguhan bergantung pada apakah laba kena pajak di periode
mendatang melebihi laba dari realisasi perbedaan temporer kena pajak.

• Entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya dimana
aset pajak tangguhan terkait.

Pajak Penghasilan Final

Atas perbedaan antara nilai tercatat menurut akuntansi dan DPP menurut pajak atas aset
dan liabilitas yang dikenai pajak final, tidak dilakukan pengakuan aset atau liabilitas pajak
tangguhan.

Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai
pajak kini pada perhitungan laba rugi, diakui sebagai Pajak Dibayar Dimuka atau Pajak yang
Masih Harus Dibayar.

Perlakuan Atas Hal – Hal Khusus :

Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba
Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding.

Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan
pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat kesalahan
maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25.
Contoh Perbedaan Temporer Kena Pajak Akibat Transaksi di Laporan Posisi Keuangan :

• Penyusutan aset tidak dikurangkan untuk tujuan pajak dan tidak ada pengurangan yang
tersedia untuk tujuan pajak apabila aset telah terjual atau tersisa.

• Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima dikurangi biaya
transaksi. Setelah itu, jumlah tercatat atas pinjaman bertambah oleh amortisasi biaya
transaksi pada laba akuntansi. Biaya transaksi dikurangkan untuk tujuan pajak pada
periode pada saat pinjaman pertama diakui.

• Pinjaman terutang diukur atas pengakuan awal pada saat jumlah pendapatan neto atas
biaya transaksi neto. Biaya transaksi diamortisasi terhadap laba akuntansi selama
pinjaman. Biaya transaksi tersebut tidak dapat dikurangkan dalam menentukan laba
kena pajak masa depan, atas periode kini atau periode sebelumnya.

• Komponen liabilitas atas instrumen keuangan majemuk (misalnya convertible bond)


diukur pada saat diskon terhadap jumlah terutang kembali dalam jatuh tempo. Diskon
tersebut tidak dikurangkan dalam menentukan laba kena pajak (rugi pajak).

Contoh Keadaan Di mana Jumlah Tercatat Setara Dengan Dasar Pengenaan Pajak :

• Beban yang masih harus dibayar telah dikurangkan dalam menentukan liabilitas pajak
kini entitas untuk periode kini atau periode lebih awal.

• Pinjaman terutang diukur pada jumlah yang diterima pada awalnya dan jumlah ini sama
seperti jumlah yang dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo akhir pinjaman.

• Beban yang masih harus dibayar tidak boleh dikurangkan untuk tujuan pajak.

• Pendapatan yang masih dapat diterima tidak boleh dikenakan pajak.


DAFTAR PUSTAKA :

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2018, Standar Akuntansi Keuangan, PSAK No. 46 : Pajak
Penghasilan. Jakarta : Salemba Empat

Waluyo, 2017, Perpajakan Indonesia. Jakarta Selatan : Salemba Empat

https://www.online-pajak.com/objek-dan-subjek-pajak
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

( PSAK 46 )

YOHANES BRACHMANS NGISO (16430066)


YULIANTO PRASETYA B. (16430061)

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SURABAYA

Anda mungkin juga menyukai