Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL KLINIK OBSTETRIC

G4P3Ab0Ah2 DENGAN INTRA UTERINE FETAL DEATH


DAN MULTIPLE ANOMALI KONGENITAL

Disusun oleh:
Mega Dwi Putri Sugianto
42170130

Dosen Pembimbing Klinik:


dr. Theresia Avilla Ririel K., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS BETHESDA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kematian janin dalam kandungan atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan
salah satu masalah yang ditemukan pada saat hamil. Kematian janin dalam kandungan
apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan ancaman bagi nyawa ibu. Biasanya ini
terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua.

Kematian perinatal (lahir mati dan kematian neonates) terjadi dalam 1% kehamilan.
Diperkirakan bahwa 10-25% kehamilan berakhir sebelum mencapai 28 minggu. Kematian
janin sebelum persalinan dimulai mungkin terdiagnosis ketika sang ibu tidak merasakan
gerakan janinnya lagi atau gejala-gejala kehamilan mulai menghilang. Kematian maternal
dan perinatal merupakan masalah besar, khususnya di Negara berkembang sekitar 98-99%,
sedangkan Negara maju hanya 1-2%.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 kematian perinatal adalah
400 per 100.000 orang atau sekitar 200.000 ribu orang pertahun sehingga kematian perinatal
terjadi 1,2 - 1,5 menit. Angka kematian perinatal (AKP) di Indonesia belum diketahui pasti
karena belum ada penelitian menyeluruh mengenai hal ini.
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak
diobati. Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD diperoleh dari
audit perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik IUFD, yaitu Intrauterine
Growth Restriction (IUGR), penyakit medis maternal, kelainan kromosom dan kelainan
kongenital janin, komplikasi plasenta dan tali pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak
dapat dijelaskan.
Berdasarkan keadaan diatas maka penulis ingin membahas terkait IUFD, sehingga
dapat dipelajari dan dianalisa lebih lanjut terkait penyebab dan terapi terutama untuk
menegakkan diagnosis dari IUFD.

2
BAB II
DATA PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
No. RM : 00-69-xx-xx
Tanggal lahir : 19 Mei 1976
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Condongcatur, Yogyakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Masuk RS : 19 Mei 2018

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kehamilan aterm dengan kenceng-kenceng, sesak nafas, gerakan janin (-)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ini adalah kehamilan keempat (G4P3Ab0Ah2), usia
kehamilan 39 minggu. Menikah satu kali dengan usia pernikahan 9 tahun. HPHT
tanggal 19 Agustus 2017, HPL 26 Mei 2018. Perut dirasakan kencang-kencang,
sesak nafas pada waktu malam hari, gerakan janin dirasakan hilang sejak
semalam. Tidak ada mual dan muntah, BAB dan BAK lancar, tidak disertai
keputihan, tidak ada flek.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tumor (-) Penyakit jantung (-)
Kista (-) Asma (-)
Hipertensi (-) Alergi (-)
Diabetes (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya riwayat: IUFD, saudara cacat, hipertensi, diabetes,
asma, alergi.
e. Riwayat Menstruasi
• Usia menarche : 13 Tahun
• Siklus : 30 hari
• Durasi : 5-6 hari
• Dismenorrhea : (-)
• Fluor Albus : (-)
• HPHT : 19 Agustus 2017

3
f. Riwayat Perkawinan
• Status : Menikah 1 kali
• Lama menikah : 9 Tahun
• Usia menikah : 33 Tahun

g. Riwayat Kehamilan
Kehamilan yang ke empat (G4P3Ab0Ah2), UK 39 minggu

No Tahun Kehamilan Persalinan Penolong JK BB H/M Pendarahan


1 2010 Aterm Spontan Dokter P 3000 H Normal
2 2015 33 mg Spontan Dokter P 2400 M Normal
3 2016 Aterm SC Dokter P 3180 H Normal
4 2018 Hamil ini

h. Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi IUD selama 4 tahun, dan lepas IUD
pada tahun 2015 karena ingin mempunyai anak lagi.
i. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi obat-obatan tertentu maupun
memperoleh pengobatan dalam jangka panjang.
j. Gaya Hidup
Merokok : Tidak merokok
Konsumsi alkohol : Tidak mengonsumsi alkohol
Pola makan : Pasien mengatakan makan teratur 3 kali sehari
dengan menu nasi, daging dan sayur.
Aktivitas sehari-hari : Pasien merupakan ibu rumah tangga, sebagian besar
aktivitasnya melakukan pekerjaan rumah tangga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik

4
Kesadaran : Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6

BB :67,5 kg TB : 169 cm

Vital Sign

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nafas : 18 x/menit

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,3˚C
Status Generalis

Kepala:

CA (-), SI (-), mata cekung (-), pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+),

Leher:

Pembengkakan limfonodi (-)

Thorax:

Simetris, retraksi dinding dada (-), perkusi sonor, vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

S1/S2 jantung dbn, bising jantung (-)

Abdomen:

Inspeksi → tanda peradangan (-), bekas operasi (+).

Auskultasi → bising usus (+)

Perkusi → timpani

Palpasi → Nyeri tekan (-), HIS (-)


Ekstremitas:
Akral hangat, Capillary Refill < 2 detik, nadi kuat, edema (-)
Status Pemeriksaan Obstretical
Pemeriksaan leopold
• Leopold I : teraba bagian lunak curiga bokong
• Leopold II : punggung di sebelah kanan pasien
• Leopold III : teraba bagian keras curiga kepala
• Leopold IV : masuk panggul 1/5
• TFU : 27 cm, DJJ : tidak terdengar
• VT : porsio tebal, lunak, bagian bawah janin tidak teraba, STLD (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium pada 19 Mei 2018

5
Hematologi Hasil Nilai Normal
Lengkap Pre OP Post OP

6
Hemoglobin 12 11.4 11.0 – 15.0 g/dL
Leukosit 7.15 4.6 – 10 ribu/mmk

Hitung Jenis
Eosinofil 0.8 (L) 2–4%
Basofil 0.2 0–1%
Segmen 66 50 – 70 %
Netrofil
Limfosit 26.2 25 – 40 %

Monosit 4 2–6%
Hematokrit 37.7 36.9 36.0 - 47.0 %
Trombosit 310 150–450 ribu/mmk
Eritrosit 4.22 3.7–5.4 juta/mmk

MCV 84.9 82.0 – 95.0 fL


MCH 26.4 26.0 – 31.0 pg
MCHC 32.1 32.0 – 36.0 g/dL
MPV 10.2 7.2-11.1 fL
PDW 11.1 9.0-13.0 fL
Waktu perdarahan 2 menit 1-6 menit
Waktu pembekuan 8 menit 5-12 menit
Golongan darah O
GDS 96.5 < 200 mg/dL
Kadar fibrinogen 413.1 (H) 180.0-350.0 mg/dL
Ureum 11,1 14-40 mg/dL
Creatinine 0,49 1.55.1.2 g/dL

Pemeriksaan Radiologi
USG
Polihidramnion (+) Detak jantung janin (-)

V. DIAGNOSIS

7
Diagnosis utama : G4P2Ab1 dengan IUFD
Diagnosis tambahan : Polihidramnion, Anomali Kongenital, Riwayat obstetri
jelek

VI. TATA LAKSANA


Rencana tindakan :
- Re-SC
- Ceftriaxone 1 gram

VII. LAPORAN OPERASI


Mulai operasi : 19/05/2018 (16.35 WIB)
Selesai operasi : 19/05/2018 (17.15 WIB)
Lama operasi : 40 menit
Jenis anestesi : Lumbal analgesia
Tindakan : Sectio cesarea
Golongan operasi : besar
Derajat kontaminasi operasi : Bersih terkontaminasi
Diagnosa pre operasi : G4P3AB0AH2 39 minggu, IUFD, polihidramnion,
riwayat obstetri jelek
Diagnosa post operasi : G4P3AB0AH2 39 minggu, IUFD dengan anomali
kongenital, polihidramnion, riwayat obstetri jelek

1. Posisi pasien Supine


2. Desinfeksi dan Desinfeksi : Alkohol 70%, kemudian povidone
drapping, sign in iodine
Drapping : pemakaian duk steril konvensional
Sign in +
3. Insisi Insisi pfannenstiel, perdalam lapis demi lapis secara
kulit/pembukaan tumpul sampai membuka peritoneum, tampak
lapangan operasi, uterus gravidarum, insisi SBR, diperdalam dan
dan uraia operasi diperlebar secara tumpul. Keluar ketuban keruh +
meconeum jumlah 3 L.
Bayi perempuan, Apgar Score 0, maserasi (-),
didapatkan anomali kongenital berupa
labiopalatognasioschisis dan omphalocele. Tali
pusat dipotong. Plasenta yang berimplantasi di
corpus anterior dilahirkan lengkap dengan tarikan
ringan, 350 gr, 17x17x2 cm, tali pusat 50 cm.
Exteriosasi uterus. Injeksi oksitosin 10 IU
intramural, kontraksi uterus baik. Kedua adnexa
bentuk dan ukuran normal.
SBR jahit jelujur 2 lapis Tvio no. 1. Masukkan
kembali uterus. Bersihkan cavum peritoneum

8
4. Sign out, penutupan Sign out +
luka operasi Jahit peritoneum – otot jelujur dengan plain catgut
no. 0. Jahit fascia – fat jelujur dengan Tvio no. 2/0.
Kulit jahit subcuticuler dengan Tvio no. 2/0. Tutup
luka dengan kassa steril diplester hypafix.

Follow up
No Tanggal Pemeriksaan
1 20 Mei 2018 S: nyeri di bekas jahitan, skala nyeri 6

O: HR : 80x/menit, TD : 110/60 mmHg, RR : 20x/menit, suhu : 36


A: P2A2 post sc hari ke 1
P:
Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Ceftriaxon 2x1 gram

2 21 Mei 2018 S: nyeri bekas jahitan skala 4, sudah bisa duduk


O: HR : 76x/menit, TD : 110/70 mmHg, RR : 18x/menit, suhu : 36,2 ,
A: P2A2, post sc hari ke 2
P: terapi lanjut
BLPL

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

INTRA UTERINE FETAL DEATH


A. Definisi
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologist yang
disebut kematian janin atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah janin yang mati dalam

9
rahim dengan berat badan ≥500 gram atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan ≥20
minggu. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin, atau infeksi.

B. Epidemiologi
Di negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per 1000
kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada tahun 1990.
Terdapat sejumlah faktor resiko kelahiran mati, yaitu ras kulit hitam, meningkatnya
usia maternal, obesitas, merokok, kelahiran mati sebelumnya, perkembangan janin
terganggu, dan penyakit maternal.
Data The National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata
jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6,2 per 1000 kematian.
Usia gestasi Rerata insidensi
(minggu) kematian janin
(%)
5-7 17.5
8-11 50.6
12-15 47.0
16-19 32.8
20-27 10.7
Total 5-27 33.0
C. Faktor Predisposisi
 Usia ibu >40 tahun
 Ibu infertile
 Hemokonsentrasi pada ibu
 Riwayat bayi BBLR
 Infeksi ibu (ureplasma urealitikum)
 Kegemukan
 Ayah berusia lanjut
D. Etiologi
Menurut Soewarto (2016), pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas,
tetapi pada kasus yang dapat diidentifikasi dengan jelas, penyebabnya adalah faktor maternal,
fetal, atau kelainan patologik plasenta.
1) Faktor maternal
 Post term (>42 minggu)
 Diabetes mellitus tidak terkontrol

10
 Sistemik lupus eritematosus
 Infeksi
 Hipertensi
 Preeklamsia
 Eklamsia
 Hemoglobinopati
 Umur ibu
 Penyakit rhesus
 Ruptur uteri
 Antifosfolipid syndrome
 Hipotensi akut & parah
 Kematian ibu

2) Faktor fetal
 Kehamilan kembar
 Intrauterine growth restriction
 Kelainan kongenital
 Kelainan genetik
 Infeksi

3) Faktor plasenta
 Kelainan tali pusat
 Abrupsio placenta
 Ketuban pecah dini
 Vasa previa

E. Diagnosis
 Anamnesis
 Gerakan janin menghilang
 Berat badan ibu menurun
 Penggalian riwayat kematian janin sebelumnya dan faktor penyebab dari ibu
maupun riwayat kehamilan sebelumnya.

11
 Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, dapat tidak ditemukan gejala
kehamilan normal seperti mual, muntah, sering berkemih payudara yang
mengeras.
 Pemeriksaan fisik
 Pertumbuhan janin (-)
 Tinggi fundus uteri tetap atau menurun (TFU < UK)
 Berat badan ibu menurun
 Lingkar perut ibu mengecil
 Dengan Doppler dan fetoskopi tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin
 Pemeriksaan penunjang
 hCG  hCG urine negatif setelah beberapa hari kematian janin
 X-ray  tulang kepala kolaps, tulang kepala saling tumpang tindih (spalding
sign), tulang belakang hiperrefleksi (nojosk sign), edema sekitar tulang kepala,
gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah (Robert sign)
Robert sign (kiri) dan spalding sign (kanan):

F. Stadium Maserasi
Janin yang mati di dalam rahim biasanya lahir dalam kondisi maserasi (proses
pembusukan steril) sehingga warna janin berubah, terjadi pelunakan jaringan,
disintregasi janin. Ciri-ciri janin yang sudah maserasi: kulit terkelupas, bintik-bintik
merah kecokelatan (akibat absorbs pigmen darah), tubuh lunak tak bertekstur, tulang
cranial longgar dan dapat digerakkan, amnion mengandung darah.

12
Stadium maserasi:
1) Rigor mortis  kaku mayat, berlangsung 2,5 jam pasca kematian
2) Maserasi stadium I  timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-
mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat. Berlangsung
sampai 48 jam pasca kematian.
3) Maserasi stadium II  lepuh-lepuh pecah dan mudah lepas, sehingga
mewarnai amnion menjadi merah cokelat. Berlangsung setelah 48 jam pasca
kematian.
4) Maserasi stadium III  edema di bawah kulit, badan janin lemas, hubungan
antar tulang longgar. Berlangsung 3 minggu pasca kematian.

G. Evaluasi Kelahiran Mati


Penentuan penyebab kematian janin membantu adaptasi fisiologis terhadap rasa
kehilangan yang besar, membantu mengatasi rasa bersalah yang merupakan bagian dari
rasa berkabung, membuat konseling dengan memperhatikan rekurensi sehingga lebih
akurat, dan dapat memastikan terapi atau intervensi untuk mencegah hasil akhir yang
sama pada kehamilan berikutnya.
Protocol pemeriksaan bayi lahir mati harus diulas secara sistematik dan
terperinci tentang kejadian prenatal, dan bayi, plasenta, serta selaput ketuban harus
diperiksa secara cermat disertai pencatatan temuan, baik yang positif maupun negatif.
Dianjurkan tindakan otopsi baik secara lengkap atau terbatas. Sampel dikirim untuk
penelitian sitogenik pada kasus malformasi janin, kematian janin berulang, atau
hambatan pertumbuhan.
Protokol untuk Pemeriksaan Kelahiran Mati
Deskripsi bayi
- Malformasi
- Pewarnaan pada kulit
- Derajat maserasi
- Warna -- pucat, pletorik
Korda umbilikalis
- Prolapsus
- Lilitan -- leher, lengan, kaki
- Hematoma atau striktur
- Jumlah pembuluh darah
- Panjang
- Wharton jelly – normal, tidak ada
Cairan amniotic
- Warna – meconium, darah
- Konsistensi

13
- volume
Plasenta
- berat
- pewarnaan – meconium
- bekuan yang melekat
- abnormalitas structural – lobus circumvallate
atau lobus accessorius, insersi velamentosa
- edema – perubahan hidropik
Membran
- terwarnai – meconium, berkabut
- menebal

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan etiologi


kematian janin:
- Kondisi ibu: glukosa sewaktu, pemeriksaan darah lengkap, toksikologi urin
- Sindroma antibody antifosfolipid: antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin (titer
igG tinggi: positif), antibody antifosfolipid lain (anti-La, anti Rho, antifofattidilkolin,
antifosfatdiletanolamin, antifosfatidilserin)
- Komplikasi plasenta/ selaput janin: pemeriksaan patologis plasenta, selaput janin,
talipusat, pemeriksaan histologis.
- Infeksi: VDRL atau RPR, titer CMV, kultur bakteri/ virus.
- Kelainan kromosom : kariotipe janin, autopsy janin
- Perdarahan janin-ibu: tes kleihauer-Betke (satu-satunya tes yang harus segera
diminta setelah kelahiran karena sel-sel janin akan menghilang dengan cepat dari
sirkulasi ibu).

H. Tatalaksana
1) Lahir spontan  80% akan lahir spontan pada 2 minggu awal.
2) Persalinan anjuran:
a. Dilatasi servix dengan batang laminaria  dipasang 12-24 jam kemudian
dilepas, dan dilanjutkan dengan infus oksitosin
b. Dilatasi servix dengan kateter folley (untuk UK >24 minggu)  kateter
folley no 18 dimasukkan dalam canalis servicalis di luar kantong amnion,
kemudian diisi aquades 50cc lalu ujung kateter diikat dengan tali dan
diberi beban 500 gram, dilanjutkan infus oksitosin sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin  bergantung kematangan servix, dapat dihitung dengan
Bishop score, apabila ≥6 dapat dilakukan induksi.
d. Induksi prostaglandin
 Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang 4-5 jam.
 Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg.
14
 Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus.
Kontraindikasi: asma, alergi, cardiovascular diseases.
3) Sectio caesaria
Indikasi Absolut
 Placenta previa
 Kepala panggul disproporsi
 Riwayat SC klasikal
 Ruptur uteri
 Prolaps tangan
Indikasi Relatif
 LSCS (Lower Segment Caesarian Section)
 Presentasi bahu

15
I. Komplikasi
 Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
Bila kematian janin > 2 minggu.
Kadar fibrinogen dalam darah akan menurun bila kematian janin >3 minggu 
kecenderungan koagulopati.

16
Janin yang mati  kebocoran tromboplastin dan bahan seperti tromboplastin yang
melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu  konsumsi faktor – faktor koagulasi
termasuk faktor V, VIII, protrombin dan trombosit  manifestasi klinis koagulopati
intravascular diseminata

 Ensefalomalasia multikistik
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik
dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan
yang salah satunya meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian
segera janin lainnya. Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut
memiliki risiko tinggi terkena ensefalomalasia multikistik.

 Haemoragic post partum


Hipofibrinogenemia (kadar <100mg%) , biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD,
dimana kadar normal pada wanita hamil 300-700. Akibat kekurangan fibrinogen maka
dapat terjadi perdarahan.

 Dampak psikologis
Dapat timbul terutama setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandung.

J. Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta.
Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan
koagulasi pembuluh anastomosis.

RIWAYAT OBSTETRI JELEK (ROJ)


A. Definisi ROJ

Riwayat obstetri jelek adalah mereka yang pernah mengalami keguguran atau pendarahan
berulang, melahirkan dini, atau pernah melahirkan janin yang sudah meninggal, atau
mengalami pendarahan setelah melahirkan.

B. Kriteria ROJ
1. Ibu dengan kehamilan kedua, dimana kehamilan yang pertama mengalami:
a. Keguguran
b. Lahir belum cukup bulan
17
c. Lahir mati
d. Lahir hidup lalu mati umur ≤ 7 hari
2. Kehamilan ketiga atau lebih, kehamilan yang lalu pernah mengalami keguguran ≥ 2
kali
3. Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir janin mati dalam kandungan.
4. Riwayat persalinan dengan tindakan (Vacum ekstraksi, Forcep, dan atau operasi SC)
a. Persalinan yang ditolong dengan tindakan/alat melalui jalan lahir biasa atau
per-vaginam:
i. Tindakan dengan cunam/forcep/vakum. Bahaya yang dapat terjadi:
 Robekan / perlukaan jalan lahir
 Perdarahan pasca persalinan
ii. Manual plasenta
 Tindakan pengeluaran plasenta dari rongga rahim dengan
menggunakan tangan.
 Tindakan ini dilakukan pada keadaan bila: Ditunggu setengah
jam plasenta tidak dapat lahir sendiri; Setelah bayi lahir serta
plasenta belum lahir dan terjadi perdarahan banyak > 500 cc
 Bahaya yang dapat terjadi: Radang (bila tangan penolong tidak
steril); Perforasi (bila jari si penolong menembus rahim);
Perdarahan
b. Persalinan dengan per abdominal/ sectio sesarea Ibu hamil, pada persalinan
yang lalu dilakukan operasi sesar. Oleh karena itu pada dinding rahim ibu
terdapat cacat bekas luka operasi.
Bahaya pada robekan rahim : kematian janin dan kematian ibu, perdarahan
dan infeksi.
5. Ibu dengan riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu dengan Pre eklampsia
dan eklampsia.
6. Riwayat kehamilan dengan perdarahan ante partum
Perdarahan dapat terjadi pada:
a. Plasenta Previa  Plasenta melekat dibawah rahim dan menutupi
sebagian / seluruh mulut rahim.
b. Solusio Plasenta  Plasenta sebagian atau seluruhnya lepas dari
tempatnya. Biasanya disebabkan karena trauma / kecelakaan, tekanan darah
tinggi atau pre-eklamsia, maka terjadi perdarahan pada tempat
melekatplasenta. Akibat perdarahan, dapat menyebabkan adanya penumpukan
darah beku dibelakang plasenta.

Bahaya yang dapat terjadi:

a. Bayi terpaksa dilahirkan sebelum cukup bulan

18
b. Dapat membahayakan ibu jika: a) Kehilangan darah, timbul anemia berat
dan syok b) Ibu dapat meninggal
c. Dapat membahayakan janinnya yaitu mati dalam kandungan.
7. Riwayat kehamilan dengan kelainan letak.

POLIHIDRAMNION
A. Definisi
Polihidramnion adalah kondisi dimana terdapat jumlah air ketuban melebihi batas
normal. Amniotic Fluid Index normal pada kehamilan adalah 5-24 cm, apabila di
bawah 5 disebut oligohidramnion, dan apabila di atas 24 disebut polihidramnion.
B. Kategori
 Ringan  AFI 25-29,9
 Sedang  AFI 30-34,9
 Berat  AFI >35
C. Etiologi

1) Produksi air ketuban bertambah


Produksi air ketuban dapat bertambah karena cairan lain yang masuk ke dalam
ruangan amnion misalnya cairan urine atau cairan otak pada janin anensephali.
2) Pengaliran air ketuban terganggu
Salah satu jalan pengaliran air ketuban adalah dengan ditelan oleh janin,
diabsorbsi oleh usus, dan dialirkan ke placenta hingga akhirnya masuk ke
peredaran darah ibu. Apabila janin mengalami atresia esophagus, anencephali atau
tumor-tumor plasenta, biasanya pengaliran ini akan terganggu.
3) Diabetes mellitus
Cairan amnion pada ibu dengan diabetes mellitus mengandung kadar glukosa
yang lebih tinggi sehingga membuat pergerakan cairan bergerak sesuai dengan
tekanan osmotik.
4) Anomaly kongenital
 Kelainan sistem nervus central (anensephali, hydranencephaly,
holoprosencephali)
 Kelainan neuromuscular (distrofi otot)
 Obstruksi tractus gastrointestinal atas (duodenal/esophageal atresia)
 Kelainan dinding thorax (herniasi diafragma, sequestrasi pulmonal)
 Anomaly renal (uteropelvical junction)
5) Kehamilan multifetal
6) Idiopatik

19
ANOMALI KONGENITAL
A. Definisi

Anomali kongenital atau cacat lahir atau malformasi kongenital, merupakan


anomali struktural atau fungsional (misalnya kelainan metabolik) yang terjadi sejak
dalam kandungan dan muncul saat lahir. Kelainan ini diakibatkan oleh defek pada
proses embriogenesis atau kelainan intrinsik pada proses perkembangannya.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


50% etiologi dari anomali kongenital idiopatik. Faktor resiko dari anomali kongenital:
1) Faktor genetik  consanguinity (hubungan darah antara ayah-ibu)
2) Faktor sosioekonomi dan demografik  defisiensi nutrisi
3) Faktor usia  meningkatkan kemungkinan kelainan kromosom seperti down
syndrome
4) Faktor lingkungan  paparan maternal seperti kimiawi, obat-obatan, alkohol,
tobacco, radiasi.
5) Infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo, Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Soewarto, Soetomo. (2016). Ilmu Kebidanan: Kematian Janin. Jakarta: PT Bina Pustaka

SLCOG National Guidelines. (2014). Management of Intra Uterine Fetal Death.

RCOG. (2010). Late Intrauterine Fetal Death and Stillbirth. Greentop Guideline no. 55.
[diakses pada 05 Juni 2018]. Sumber:
https://www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg_55.pdf

20
Rochjati, P. (2003). Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Pusat safemotherhood.

WHO. (2015). Congenital Anomaly. [diakses pada 05 Juni 2018]. Sumber:


http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/congenital-anomalies

21

Anda mungkin juga menyukai