Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN DENGAN RESIKO

TINGGI JATUH BESERTA OSTEOARTRITIS

Dosen pengampu:Ns.Ratna Diah, M.Kep, Sp. Kep.kom

Nama kelompok :

1. Hanifah Nur Jamilah 1610711084


2. Putri Ayniyah Sinta 1610711086
3. Agatta Surya Wijaya 1610711088
4. Nida Auliya Rosyad 1610711104

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien
Dengan Osteoartritis”, Disamping itu, kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka dari
itu kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu yang
akan datang.

Wassalammualaikum Wr.Wb

Jakarta, Mei 2019

( KELOMPOK 5)

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
I.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 5
I.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
II.1 Prevalensi jatuh pada lansia .................................................................................................... 6
II.2 Konsep Mobilisasi Dan Keamanan Pada Lansia .................................................................... 7
II.3 Definisi Osteoartritis ............................................................................................................. 10
II.4 Etiologi osteoartritis .............................................................................................................. 11
II.5 Patofisiologi Osteoarthritis ................................................................................................... 12
II.6 Manifestasi Klinis osteoarthritis ........................................................................................... 14
II.7 Komplikasi osteoarthritis ...................................................................................................... 15
II.8 Pemeriksaan Penunjang osteoarthritis .................................................................................. 15
II.9 Penatalaksanaan Osteoarthritis ............................................................................................. 16
II.10 Sistem Muskuloskeletal Dan Perubahannya Pada Lansia ..................................................... 18
II.11 Asuhan Keperawatan Gerontik ............................................................................................. 24
BAB III ................................................................................................................................................. 36
PENUTUP ............................................................................................................................................ 36
III.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 36
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 37

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tahun 2014 mencatat jumlah lansia di Indonesia berjumlah 18.781 juta jiwa dan
pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling
sering mengenai lansia akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa
perubahan pada sistem muskuloskeletal pada lansia. Akibat dari osteoarthritis dapat
mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas
sehari – hari yang dimaksud adalah seperti makan, minum, berjalan, tidur, mandi,
berpakaian, BAK, dan BAB.
Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering mengenai
lansia akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa perubahan pada
sistem muskuloskeletal pada lansia. Osteoathritis merupakan suatu patologi yang
dimulai dari kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi pembentukan osteofit pada
tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan
elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi) osteoathritis
juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi dan tulang subchondral, capsul sendi
yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi.
Akibat dari semua itu akan menimbulkan keluhan berupa adanya nyeri pada lutut
terutama pada bagian medial lutut, kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola
capsular pattern sendi lutut, gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut
yaitu sebagai penerima beban tubuh dan juga fungsionalnya dalam berjalan. Akibat
dari itu maka osteoarthritis dapat mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Aktivitas sehari – hari yang dimaksud adalah seperti makan,
minum, berjalan, tidur, mandi, berpakaian, BAK, dan BAB.
Menurut survey pendahuluan yang dilakukan di posyandu lansia Nedyo waras
dan Ngudi waras Kelurahan Jebres pada bulan agustus, penderita osteoarthritis yang
paling banyak terdapat pada rentang usia 60-72 tahun. Pada penderita osteoarthritis ini

4
banyak pada masuk grade 1 sebanyak 33 orang dan grade 2 sebanyak 31 orang. Tujuan
penelitian adalah Untuk mengetahui Hubungan nyeri lutut osteoarthritis dengan
aktivitas fisik pada lansia

I.2 Rumusan Masalah

1. Prevalensi jatuh pada lansia?


2. Apa itu konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia?
3. Apa pengertian osteoarthritis?
4. Apa etiologi osteoarthritis?
5. Apa manifestasi klinis osteoarthritis?
6. Bagaimana patofisiologi osteoarthritis?
7. Apa saja komplikasi osteoarthritis?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang osteoarthritis?
9. Apa saja penatalaksanaan medis osteoarthritis?
10. Apa perubahan fungsi musculoskeletal?
11. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada lansia resiko jatuh dan
osteoarthritis?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui prevalensi jatuh pada lansia


2. Untuk mengetahui konsep mobilisasi dan keamanan pada lansia
3. Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis
4. Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis osteoarthritis
6. Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi osteoarthritis
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang osteoarthritis
9. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan medis osteoarthritis
10. Untuk mengetahui perubahan fungsi muskuloskeletal
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gerontik pada lansia resiko jatuh dan
osteoarthritis

5
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Prevalensi jatuh pada lansia

Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas 60 tahun di dunia tahun
2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar 11% menjadi 22%, atau secara absolut
meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar lansia. Nazam (2013) melakukan survei tentang
kejadian pasien jatuh di AS, dimana hasil survei tersebut menunjukkan 2,3-7% per1000 lansia
mengalami jatuh dari tempat tidur setiap hari dan 29-48% lansia mengalami luka ringan dan
7,5% dengan luka-luka serius. Kongres XII PERSI (2012) melaporkan bahwa angka kejadian
pasien jatuh di Indonesia bulan Januari-September 2012 sebesar 14%, hal ini menggambarkan
presentasi angka pasien jatuh masuk ke dalam lima besar insiden medis selain medicine eror
(Komariah, 2015). Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia. Persentase
penduduk lansia tahun 2011, 2012 dan 2013 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan
penduduk, dengan spesifikasi 13,04% berada di Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur,
10,34% berada di Jawa Tengah, dan 9,78% berada di Bali (Susenas, 2014). Penduduk lansia
terbesar di Yogyakarta berasal dari Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau
12,95% dari jumlah penduduk Sleman (Pemkab Sleman, 2015).

Memasuki usia tua akan mengalami kondisi kemunduran fisik yang ditandai dengan
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, penurunan kekuatan otot
(gangguan muskuloskeletal) yang mengakibatkan gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang
tidak proporsional. Akibat perubahan fisik lansia tersebut, mengakibatkan gangguan mobilitas
fisik yang akan membatasi kemandirian lansia dalam memenuhi aktifitas sehari-hari dan
menyebabkan terjadinya risiko jatuh pada lansia (Stanley & Beare, 2012).

Gangguan muskuloskeletal merupakan penyebab gangguan pada berjalan dan


keseimbangan yang dapat mengakibatkan kelambanan gerak, kaki cenderung mudah goyah,
serta penurunan kemampuan mengantisipasi terpeleset, tersandung, dan respon yang lambat

6
memudahkan terjadinya jatuh pada lansia. Faktor muskuloskeletal ini sangat berperan terhadap
terjadinya risiko jatuh pada lansia (Sunaryo et al, 2016).

Jatuh merupakan kegagalan manusia untuk mempertahankan keseimbangan badan


untuk berdiri. Faktor risiko jatuh pada usia lanjut dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik faktor yang berasal dari dalam tubuh
lanjut usia sendiri seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, gangguan
sensorik. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitar)
(Darmojo, 2009).

Di Indonesia prevalensi cidera jatuh pada penduduk diatas usia 55 tahun mencapai
49,4%, umur diatas 65 tahun keatas 67,1% (Kemenkes, RI, 2013). Insidensi jatuh setiap
tahunnya di antara lansia yang tinggal di komunitas meningkat dari 25% pada usia 70 tahun
menjadi 35% setelah berusia lebih dari 75 tahun (Stanley & Beare, 2012). Kejadian jatuh
dilaporkan terjadi pada sekitar 30% lansia berusia 65 tahun ke atas yang tinggal di rumah
(komunitas), separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Lansia yang tinggal
dirumah mengalami jatuh sekitar 50% dan memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 10-
25%. (Darmojo & Martono, 2009).

II.2 Konsep Mobilisasi Dan Keamanan Pada Lansia


II.2.1 Definisi
Gangguan mobilitas fisik yaitu suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami seseorang.
I.2.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan atau Turut Berperan Terhadap Imobilitas
1. Penurunan fungsi muskuloskeletal
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,
osteoporosis, atau osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi
struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologis

7
Infeksi, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit
demelinasi, penyakit degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik
(mis, hiperglikemia), gangguan nutrisi.
3. Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan traum
4. Defisit perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
5. Berkurangnya kemampuan kognitif
Gangguan proses kognitif, seperti demensia berat jauh.
6. Jatuh Efek fisik: cedera atau fraktur.
Efek psikologis: sindrom setelah jatuh.
7. Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti
depresi).
8. Aspek psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar.
II.2.3 Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien.
Faktor-faktor mekanisme mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau
bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau
alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena,
pengisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen).
Sebagai intervensi dianjurkan istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik,
kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung. Selain itu istirahat memberikan
kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri,
mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan
efek gravitasi. Secara fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu
pemeliharaan fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi
menurunkan energi yang tersedia.
II.2.4 Dampak Masalah pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari
imobilitas, perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit

8
kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi
ini imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat
ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau
kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin
besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk mengalami efek-
efek akibat imobilitas.
Keuntungan latihan secara teratur untuk lansia termasuk memperlambat proses
penuaan, memperpanjang usia. Fungsi kardiovaskular yang lebih baik dan
peningkatan perasaan sejahtera.
II.2.5 Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas
dan aktivitas bergantungan pada fungsi sistem muskuloskeletal,
kardiovaskular dan pulmonal, walaupun latihan tidak akan mengubah
rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek imobilitas
yang merusak dan gaya hidup kurang gerak. Program latihan juga
dihubungkan dengan peningkatan mood atau tingkat ketegangan ansietas dan
depresi. Hambatan terhadap latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi
partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk
kuranganya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung. Sikap budaya adalah hambatan lain untuk melakukan latihan.
Model peran yang kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan
kegagalan atau ketidaksetujuan semuanya turut berperan terhadap kegagalan
lansia untuk berpartisipasi dalam latihan yang teratur.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan
pencegahan komplikasi, disgnosa keperawatan yang dihubungkan dengan
pencegahan sekunder adalah: gangguan mobilitas fisik.
3. Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia
melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli
fisioterapi dan terapi okupasi seseorang ahli gizi, aktivis sosial, dan keluarga
serta teman-teman.

9
II.3 Definisi Osteoartritis
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia
lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia
diatas 60 tahun.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne,
2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di
atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi
(Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim,
IPD,1997). Atau gangguan pada sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis
merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan,
terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa
buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial
dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin
rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian. (R.
Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long,
C Barbara, 1996 hal 336)

10
II.4 Etiologi osteoartritis
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa
faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan
pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
4. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan

11
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
8. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
9. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
10. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
11. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

II.5 Patofisiologi Osteoarthritis

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,


dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi

12
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada
bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis
mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga
kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses
degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut hanya
semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,
predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau
tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized
osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan.
Tipe osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam
keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada tangan yang ditandai
dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal tangan.
Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar
sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa.
Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia,
asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris.
Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun
keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran
sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat
memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas
dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan generasi kartilago.
Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoarthritis.
Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap dampak
beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler yang
melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut lebih rentan terhadap
cidera.

13
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan
juga turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum
dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis.
Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga
sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus. ( Soeparman ,1995)

II.6 Manifestasi Klinis osteoarthritis


Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi sinova,peregangan kapsula
dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam periosteum akibat pertumbuhan
osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi intraoseus, bursitis, tendonitis, dan
spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan
dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi.
Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat badan (
panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering
terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya
tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.

Gejala khas pada penderita OA :

1. Rasa nyeri pada sendi

14
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi
akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya
berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis
coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri
dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

II.7 Komplikasi osteoarthritis


1. Gangguan/kesulitan gerak
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh
4. Patah tulang

II.8 Pemeriksaan Penunjang osteoarthritis


1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang
seperti pecahnya tulang rawan.

15
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang.
Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

II.9 Penatalaksanaan Osteoarthritis


1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek
samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian
biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa
lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.

16
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi
nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada
lutut.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang
kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali
dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-
alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang
sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan
elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot
yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari
pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi
oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting

17
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut
adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan
sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang
dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.
a. Penggantian engsel (artroplasti).
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik
atau metal yang disebut prostesis.
b. Pembersihan sambungan (debridemen).
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan
mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
c. Penataan tulang.
Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar
sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan,
upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang
berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami
inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan
fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.

II.10 Sistem Muskuloskeletal Dan Perubahannya Pada Lansia

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan
otot. Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring
bertambahnya usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem
musculoskeletal yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dan saraf.
II.10.1 Perubahan Fisiologis Tulang
Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi
yang menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan tulang
tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini adalah

18
memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistem ini juga
berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang melindungi otak
dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang belakang yang
melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdapat tendon
otot yang mendukung adanya pergerakan (Mauk, 2006).
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus
melakukan remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al. (2018) secara
umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan kandungan mineral
tulang. keadaan tersebut bedampak pada meningkatnya risiko fraktur dan kejadian
terjatuh. Selain itu, terjadi juga penurunan massa tulang atau disebut dengan
osteopenia. Jika tidak ditangani segara osteopenia bisa berlanjut menjadi
osteoporosis yang ditandai dengan karakteristik berkuranganya kepadatan tulang dan
meningkatkan laju kehilangan tulang.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
1. Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan untuk
remodeling)
2. Arbsorbsi kalsium berkurang
3. Meningkatnya hormon serum paratiroid;
4. Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;
5. Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblastik
dari matriks tulang; dan
6. Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.
II.10.2 Perubahan Fisiologis Otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang terjadi pada
lansia disajikan dalam tabel berikut ( Colón, et al., 2018).

Perubahan Efek Fungsional

Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak kapiler,


serat otot karena kapiler dapat hanya terletak di tepi
serat berdampak negatif terhadap
oksigenasi jaringan

19
Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga

Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh

Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah

Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan dengan
bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan masa, kekuatan
dan ketahanan otot (Miller, 2012). Berikut penampang mikroskoping tulang dan otot
dalam keadaan normal dan dalam kondisi patologis

Gambar 1 Penampang mikroskoping tulang dan otot

Sumber: Colón, et al., (2018)

II.10.3 Perubahan pada Sendi dan Jaringan Ikat


Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :

Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek

20
Sendi Menurunnya viskositas cairan Menurunnya perlindungan ketika
synovial bergerak (Miller, 2012).

Erosi tulang (Miller, 2012). Menghambat pertumbuhan tulang


(Miller, 2012).
Mengecilnya kartilago

Degenerasi gen dan sel Penurunan elastisitas, fleksibilitas,


elastin. stabilitas, dan imobilitas (Kurnianto,
2015).
Ligamen memendek

Fragmentasi struktur fibrosa


di jaringan ikat.

Pembentukan jaringan parut


di kapsul sendi dan jaringan
ikat (Miller, 2012).

Penurunan kapasitas gerakan, Gangguan fleksi dan ekstensi sehingga


seperti: penurunan rentang kegiatan sehari-hari menjadi
gerak pada lengan atas, fleksi terhambat.
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut,
dan dorsofleksi kaki (Miller,
2012).

Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan


penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek perubahan pada
sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur berserat,
berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan, erosi tulang, berkurangnya kemampuan
jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan
deformitas (Stanley, et. al., 2007).

II.10.5 Perubahan pada Saraf


Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:

21
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek

Saraf Penurunan gerakan refleks. Berjalan lebih lambat.

Gangguan proprioception Berkurangnya respon terhadap


terutama pada wanita. rangsangan lingkungan (Miller, 2012).

Berkurangnya rasa sensasi


getaran dan posisi sendi pada
ektremitas bagian bawah
(Miller, 2012).

Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam posisi


tegak

Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh yang


merupakan tolak ukur dari gerakan
tubuh saat berdiri (Miller, 2012).

Adapun ringkasan perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal digambarkan


dalam gambar berikut.

Gambar 2 Perubahan Fisiologis pada Sistem Muskuloskeletal

22
III.10.5 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Berdasarkan rilis Joint Essential pada tahun 2013 berjudul ‘What Are The Effects Of
Aging On The Musculoskeletal System?’
1. Gangguan hormon.
Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi dengan baik dapat menyebabkan
metabolisme ke tulang maupun otot tidak optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme
berhubungan erat dengan kelemahan otot dan meningkatkan risiko fraktur akibat
demineralisasi tulang.
2. Penyakit sistemik.
Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler atau metabolik. Sebagai contoh,
lansia dengan diabetes akan mengalami gangguan laju atau volume pengiriman
nutrisi yang dibutuhkan untuk remodeling jaringan. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengontrol proses patologis untuk mengoptimalkan penyembuhan dan
potensi perbaikan sistem muskuloskeletal.
3. Faktor diet.
Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan vitamin C yang
memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional otot dan tulang),
kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan kromium dll) dapat menjadi
hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan dengan usia. Dengan demikian,
terjadi penurunan penyerapan dari usus atau ketidakseimbangan dalam produksi
hormon tertentu yang mengatur konsentrasi serum vitamin dan mineral seperti
kalsitonin, vitamin D, hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim di usia
lanjut). Diet yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi dalam kualitas
tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat tulang dan
kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
4. Minimnya aktivitas fisik.
Perubahan sistem muskuloskeletal dapat diperlambat dengan melakukan olahraga
karena dapat meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan kekuatan dan
fleksibilitas sistem muskuloskeletal. Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30
menit aktivitas lansia diisi dengan olahraga ringan (Miller, 2012). Beberapa
olahraga yang terkenal dikalangan lansia yaitu Tai chi, yoga, dan pilates (Arenson,
2009). Selain itu, berjalan juga merupakan olahraga yang mudah dan tidak
membutuhkan banyak peralatan sehingga dapat dilakukan oleh lansia.

23
Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat berubah menjadi
penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia. Penurunan fungsi muskuloskeletal
dipicu oleh tiga faktor (Fillit, Rockwood & Young, 2017) yaitu :
1. Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal, misalnya tulang rawan
artikular, kerangka, jaringan lunak, memberikan kontribusi untuk pengembangan
osteoporosis dan osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi, kekakuan, dan
kesulitan dalam memulai gerakan.
2. Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang mulai terjadi pada
masa dewasa muda menyebabkan peningkatan rasa sakit dan cacat tanpa
memperpendek rentang hidupnya, misalnya seronegatif spondyloarthritis, trauma
muskuloskeletal.
3. Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu pada lansia, misalnya
polymyalgia rheumatica, penyakit Paget tulang, arthropathies terkait kristal.

II.11 Asuhan Keperawatan Gerontik


Kasus 5

Seorang lansia A laki-laki (68 tahun) sudah menikah beragama islam, tinggal di Wisma
Anggrek tanpa ditemani oleh social worker/care giver. Lansia menderita osteoarthritis
sejak 2 tahun yang lalu , menderita DM dan osteoporosis. Lansia berjalan menggunakan
alat bantu crutches, lansia pernah jatuh di kamar mandi 2 bulan yang lalu. Kamar mandi
tidak ada pegangan/rail di dekat closet dan tidak terpasang karpet antislip, hasil
pengkajian Morse Fall Scale : 65. Penanggung jawab wisma mengatakan lansia sering
berjalan mondar-mandir tanpa arah, sering melihat ruangan lansia lainnya tanpa tujuan
yang jelas, terkadang lansia mengikuti PJ wisma kemanapun dia pergi. Terkadang
lansia ditemukan di luar pintu panti dan tidak tau arah kembali ke wisma.

II.11.1 Pengkajian Keperawatan Kesehatan Lansia

Tanggal masuk :

Nama Panti : Wisma Anggrek

I. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama : lansia A
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : laki – laki

24
Status Perkawinan : menikah
Agama : islam
Suku : jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi : PJ wisma
Keluarga yang dapat dihubungi : -
Diagnosis medis (bila ada) : osteoarthritis, DM, dan osteoporosis.
II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Lansia A mengatakan nyeri
2. Kronologi keluhan
a. Faktor pencetus : sakit osteoarthritis
b. Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( ) bertahap
c. Lamanya :
d. Tindakan utama mengatasi :
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Lansia A mempunyai penyakit DM, dan osteoporosis
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Riwayat keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan
V. STATUS PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah (TD) : 140/90
b. Nadi : 98
c. RR : 24
d. Suhu : 370C
e. Tinggi Badan : 170 cm
f. Berat Badan : 55 kg
2. Kepala dan Rambut
Kepala tidak ada luka dan rambut sudah berwarna putih
3. Mata
Penglihatan sudah mulai berkurang
4. Hidung

25
Lansia A Hidung bagus
5. Telinga
Lansia A pendengarannya masih baik
B. Sistem Pernafasan
Lansia A dalam pengkajian didapatkan RR normal yaitu 24 x/mnt, irama
pernafasan normal, dan bunyi nafas normal.
C. Sistem Kardiovaskuler
Lansia A irama dan denyut jantung normal dan tidak ada penyakit
keturunan terkat dengan kardiovaskuler.
D. Sistem Pencernaan
Pencernaan pada lansia A normal, karena lansia BAB sehari 1 kali dipagi
hari.
E. Sistem Perkemihan
Perkemihan pada lansia A normal, karena lansia pada saat BAK tidak
ada keluhan
F. Sistem Integumen
Kulit lansia A lembab
G. Ekstremitas
1. Ekstremitas atas
Normal
2. Ekstremitas bawah
Lansia A mengatakan sering mengalam nyeri dibagian kaki/lutut
VI. PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
A. Pola interaksi dengan lingkungan
Interaksi bagus tetapi lansia A terkadang lupa
B. Bahasa
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia dan sesekali memakai Bahasa
jawa
C. Perhatian dengan orang lain/lawan bicara
Kurang memperhatikan
D. Keadaan emosi
Emosi pada lansia A stabil
E. Persepsi klien tentang kondisinya

26
Lansia A mengatakan sakitnya ini karena umur dan lansia A mengatakan
pernah jatuh serta sering lupa.
F. Konsep diri
1. Gambaran diri
Lansia A mengatakan dirinya sudah tidak muda lagi
2. Ideal diri
Lansia A mengatakan dirinya senang jika beliau dibutuhkan oleh
orang lain
3. Harga diri
Klien mengatakan dirinya tidak mau dibantu oleh anaknya
menggunakan uang
4. Peran diri
Lansia A mengata kan dirinya sudah berperan sebagai ayah yang
baik saat anaknya masih kecil
5. Identitas diri
Lansia mengatakan lupa dengan keluarganya
G. Spiritual
Klien beribadah yaitu solat 5 waktu

MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI


MORSE

Nama : Tn.A
Umur : 68 Tahun
Tanggal : 05/05/19

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.

1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0 25


dalam 3 bulan terakhir? Ya 25

2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0 15


lebih dari satu penyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan: 15


- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)

27
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0 0
terpasang infus? Ya 20

5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 0


- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6. Status Mental 15
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15

Total Nilai 70

Pemeriksa

( )

Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 – 24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25 – 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

II.11.2 Data Fokus

Data subjektif Data objektif

1. Penanggung jawab wisma 1. lansia A tanpa ditemani oleh social


mengatakan lansia sering berjalan worker/care giver
mondar-mandir tanpa arah, sering 2. Lansia menderita osteoarthritis sejak
melihat ruangan lansia lainnya tanpa 2 tahun yang lalu , menderita DM dan
tujuan yang jelas, terkadang lansia osteoporosis.

28
mengikuti PJ wisma kemanapun dia 3. Lansia berjalan menggunakan alat
pergi. bantu crutches, lansia pernah jatuh di
2. Terkadang lansia ditemukan di luar kamar mandi 2 bulan yang lalu.
pintu panti dan tidak tau arah kembali 4. Kamar mandi tidak ada pegangan/rail
ke wisma. di dekat closet dan tidak terpasang
3. lansia A mengatakan nyeria di bagian karpet antislip,
ekstremitas bawah/kaki/lutut 5. hasil pengkajian Morse Fall Scale :
65.

II.11.3 Analisa Data

No. Data Masalah keperawatan

1. Data subjektif: Resiko jatuh pada lansia A laki-laki


(68 tahun) di Wisma Anggrek
- (data tambahan) lansia A mengatakan
berjalan tidak seperti saat masih muda
karena nyeri
Data objektif:

- lansia A tanpa ditemani oleh social


worker/care giver
- Lansia menderita osteoarthritis sejak
2 tahun yang lalu , menderita DM dan
osteoporosis.
- Lansia berjalan menggunakan alat
bantu crutches, lansia pernah jatuh di
kamar mandi 2 bulan yang lalu.
- Kamar mandi tidak ada pegangan/rail
di dekat closet dan tidak terpasang
karpet antislip,
- hasil pengkajian Morse Fall Scale :
65.

29
2. Data subjektif: (data tambahan) Nyeri kronis pada lansia A laki-laki
(68 tahun) di Wisma Anggrek
- lansia A mengatakan nyeri di bagian
ekstremitas bawah/kaki/lutut
-
Data objektif : (data tambahan)

- Lansia menderita osteoarthritis sejak


2 tahun yang lalu, menderita DM dan
osteoporosis.
- Skala nyeri 5

3. Data subjektif Konfusi akut pada lansia A laki-laki


(68 tahun) di Wisma Anggrek
- Penanggung jawab wisma
mengatakan lansia sering berjalan
mondar-mandir tanpa arah, sering
melihat ruangan lansia lainnya tanpa
tujuan yang jelas, terkadang lansia
mengikuti PJ wisma kemanapun dia
pergi.
- Penanggung jawab wisma
mengatakan terkadang lansia
ditemukan di luar pintu panti dan
tidak tau arah kembali ke wisma.
Data objektif:

- lansia A laki-laki berusia 68 tahun

II.11.4 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko jatuh pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
2. Nyeri kronis pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek
3. Konfusi akut pada lansia A laki-laki (68 tahun) di Wisma Anggrek

II.11.5 Intervensi keperawatan

30
No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan
Keperawata
Intervensi
n

1. Resiko Jatuh Setelah di lakukan tindakan Pembatasan Area (246)


pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di
1. Pastikan bahwa tindakan pembatasan
A wisma anggrek , dengan tujuan
dimulai (jika tingkatnya rendah,
menurunkan resiko jatuh pada
pastikan bahwa hal ini tidak efektif)
lansia A dengan kriteria hasil:
2. Batasi pada area yang tepat
1. Keparahan cedera fisik 3. Atur stimulus sensori dari manusia
(128) dan lingkungan
- Tidak ada memar 4. Gunakan alat pelindung dan tindakan
- Tidak ada fraktur 5. Sediakan tingkat supervise/surveilan
pada ekstremitas yang tepat untuk memonitor pasien
- Tidak terjadi dan mengizinkan adanya tindakan
gangguan imobilitas terapeutik
- Tidak ada penurunan 6. Sediakan bagi pasien kebutuhan fisik
kesadaran dan keamanan
2. Kontrol resiko (248) 7. Bantu pasien untuk memodifikasi
- Mengidentifikasi perilaku yang tidak tepat saat
factor resiko diinginkan
- Menghindari Manajemen Lingkungan: Keselamatan (193)
paparan ancaman
1. Identifikasi kebutuhan keamanan
kesehatan
pasien berdasarkan fungsi fisik dan
- Berpartisipasi dalam
kognitif serta riwayat perilaku di masa
skrining masalah
lalu
kesehatan
2. Identifikasi hal-hal yang
- Mengenali
membahayakan di lingkungan
perubahan status
3. Singkirkan bahan berbahaya dari
kesehatan
lingkungan jika diperlukan

31
- Mengenali 4. Modifikasi lingkungan untuk
perubahan status meminimalkan bahan berbahaya dan
kesehatan beresiko
3. Deteksi resiko (82) 5. Sediakan alat untuk beradaptasi
- Mengidentifikasi 6. Gunakan perlatan perlindungan untuk
kemungkinan resiko membatasi mobilitas fisik
kesehatan Pencegahan Jatuh (274)
- Melakukan skrining
1. Identifikasi perilaku dan factor yang
sesuai waktu yang
mempengaruhi resiko jatuh
dianjurkan
2. Kaji ulang riwayat jatuh bersama
- Manfaatkan sumber-
dengan pasien dan keluarga
sumber untuk
3. Identifikasi karakteristik dari
mengetahui resiko
lingkungan yang mungkin
kesehatan pribadi
meningkatkan potensi jatuh
4. Monitor gaya berjalan
5. Kunci kursi roda, tempat tidur atau
branker selama melakukan
pemindahan pasien
6. Letakan bendaa-benda dalam
jangkauan yang mudah bagi pasien
7. Instruksikan pasien untuk memanggil
bantuan terkait pergerakan
8. Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh,
untuk meminimalkan cedera
9. Mengajarkan teknik balance
(keseimbangan) tubuh

2. Nyeri kronis Setelah di lakukan tindakan Manajemen lingkungan : kenyamanan ( 6482)


pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di hal 192
A laki-laki wisma anggrek , dengan tujuan
1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga
menurunkan nyeri kronis pada
dalam mengelola lingkungan dan
lansia A dengan kriteria hasil:
kenyamanan yang optimal

32
A. Status kenyamanan fisik 2. Hindari gangguan yang tidak perlu
dan berikan untuk waktu istirahat
1. Control terhadap gejala
3. Ciptakan lingkungan yang tengan dan
2. Kesejahteraan fisik tidak
mendukung.
terganggu
4. Pertimbangkan sumber-sumber
3. Memiliki posisi yang
ketidaknyamanan, seperti balutan
nyaman
yang lembab, posisi selang, bautan
4. Perawatan pribadi dan
yang tertekan, seprei kusut, maupun
kebersihan tidak
lingkugan yang mengganggu
tergaggu
5. Sesuaikan suhu ruangan yang paling
5. Gatal-gatal tidak ada
menyamankan individu, jika
6. Nyeri otot tidak ada
memungkinka
A. Kontrol Nyeri
6. Hindari paparan dan aliran udara yang
1. Secara konsisten
tidak perlu, terlalu panas, maupun
menunjukan
terlalu dingin.
mengenali kapan
nyeri terjadi
Manajemen nyeri (1400) hal 198
2. Secara konsisten
1. Lakukan pengkajian nyeri
menunjukan
komprehensif yang meliputi lokasi,
dapat
karakteristik,onset/durasi,frekuensi,
menggambarkan
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
factor penyebab
dan factor pencetus
3. Secara konsisten
2. Pastikan perawatan analgesic bagi
menunjukan
pasien dilakukan dengan pemantauan
dapat
yang ketat
menggunakan
3. Gali pengetahuan dan kepercayaan
tindakan
pasien mengenai nyeri
pencegahan
4. Tentukan akibat dari pengalaman
4. Secara konsisten
nyeri terhadap repon nyeri pasien (
menunjukan
misalnya, tidur, nafsu makan,
menggunakan
pengertian, perasaan, hubungan,
sumber daya
performa kerja dan tanggung jawab
yang tersedia
peran)

33
5. Secara konsisten 5. Gali Bersama pasien factor-faktor
menunjukan yang dapat menurunkan atau
mengenali apa memperberat nyeri
yang terkait 6. Evaluasi Bersama pasien dan tim
dengan gejala kesehatan lainnya, mengenai
nyeri efektifitas tindakan pengontrolan
6. Secara konsisten nyeri yang pernah digunakan
menunjukan sebelumnya.
dapat 7. Mengajarkan teknik Tarik nafas
melaporkan nyeri dalam dan guided imagery pada saat
yang terkontrol nyeri datang

3. Konfusi akut Setelah di lakukan tindakan Stimulasi kognisi (4720) hal 423
pada Lansia keperawatan 3 x 24 jam di
1. Konsultasi dengan keluarga dalam
A wisma anggrek , dengan tujuan
rangka membangun dasar kognisi
menurunkan konfusi akutpada
klien
lansia A dengan kriteria hasil:
2. Informasikan klien mengenai beita
A. Orientasi kognitif terkini yang tidak mengancam
1. Tidak terganggu 3. Tawarkan stimulasi lingkungan
mengidentifikasi melalui kontak dengan banyak
diri sendiri personil
2. Tidak terganggu 4. Hadirkan perubahan secara berkala
mengidentifikasi 5. Orientasikan klien terhadap waktu,
orang-orang tempat dan orang
yang signifikan 6. Bicara pada klien
3. Tidak terganggu 7. Tunjukan sensitifitas terhadap respon
mengidentifikasi caregiver dengan berespon segera dan
tempat saat ini sesuai tanda tanda yang ditunjukan
4. Tidak terganggu 8. Mengajarkan teknik kognitif
mengidentifikasi
hari dengan Manajemen delirium 6440 hal 159
benar

34
5. Tidak terganggu 1. Monitor status neurologi secara
mengidentifikasi berkala.
peristiwa saat ini 2. Libatkan anggota keluarga atau tenag
yang signifikan. a sukarela dirumah sakit untuk
B. Tingkat delirium mengawasi pasien yang mengalami
1. Disorientasi agitasi dari pada melakukan
waktu ringan pengekangan.
2. Disorientasi 3. Kenali perasaan dan ketakutan pasien
tempat ringan 4. Biarkan pasien melakukan kebiasaan-
3. Disorientasi kebiasaan yang bias mengurangi
orang ringan kecemasan
4. Gangguan 5. Berikan pasien informasi mengenai
kognisi ringan apa yang terjadi dan apa yang bisa
5. Gangguan terjadi dimasa mendatang
memori ringan 6. Dukung adanya kunjungan dari orang-
6. Kesulitan orang yang penting bagi pasien, jika
menafsirkan memungkinkan.
rangsangan
lingkungan
ringan.

35
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan
kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang
individualistis, relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor
lingkungan dan sosial, afektif dan fungsi fisik. Keparahan imobilitas pada sistem
muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ketahanan otot, rentang gerak sendi
dan kekuatan skeletal. Pengkajian pada pasien gangguan mobilisasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot, mengecilnya tendon, ketidakadekuatnya sendi, nyeri pada saat
bergerak, keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot, paralisis, serta kifosis. Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangguan mobilisasi adalah : Nyeri
akut/kronis berhubungkan dengan destruksi sendi, Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, dan Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
pada waktu bergerak.

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang


menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di
atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi
(Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

36
Daftar Pustaka

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan),


Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996

Potter, patricia A.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan . Jakarta : EGC

R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta,
Balai Penerbit FK Universitas Indonesia

Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart.
Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Nanda.NIC.NOC

37
1

Anda mungkin juga menyukai