Anda di halaman 1dari 9

KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak
adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
(Ngastiyah, 1997)
Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga
5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intrakranial atau penyebab yang jelas (Sir Roy Meadow & Simon J. Newell. 2005)
Unit Keja Koordinasi Neurologi IDAI membuat klasifikasi kejang demam pada
anak menjadi :
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
a) Singkat
b) Durasi kurang dari 15 menit
c) Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik.
d) Umumnya akan berhenti sendiri.
e) Tanpa gerakan fokal.
f) Tidak berulang dalam 24 jam
2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
a) Demam tinggi
b) Kejang lama.
c) Durasi lebih dari 15 menit.
d) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
e) Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

B. PENYEBAB
Menurut Arif Mansjoer 2000 penyebab kejang demam adalah :
1. Intrakranial
 Asfiksia: Ensefalitis, hipoksia iskemik
 Trauma (perdarahan): Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular
 Infeksi: Bakteri virus dan parasite
 Kelainan bawaan: Disgenesis, korteks serebri
2. Ekstra kranial
 Gangguan metabolic: Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
 Toksik: Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat
 Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dan kekurangan asam amino
3. Idiopatik
Kejang neonatus, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

C. TANDA DAN GEJALA


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa
detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
Tanda dan Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain :
Tanda –tanda kejang demam :
1. Anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba),
2. Kejang tonik-klonik atau grand mal,
3. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak.
4. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.
5. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot.
6. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
7. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik),
8. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat,
9. Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),gangguan
pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Gejala yang muncul saat kejang :
1. .Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa
pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, dengan demikian reaksi-
reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah
keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membrane cenderung turun
atau kepekaan sel saraf meningkat. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung,
otot dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan
terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat
aktifitas motoric dan hiperglikemia. Semua hal ini akan menyebabkan iskemi neuron
karena kegagalan metabolism diotak

E. CLINICAL PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis,
biakan darah, urin atau feses.
2. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan
pada anak usia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang
dicurigai menderita meningitis.
3. CT Scan atau MRI diindikasikan pada keadaan riwayat atau tanda klinis trauma,
kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik), dan adanya tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
4. EEG dipertimbangkan pada kejang demam kompleks

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut WHO Indonesia (2008) prinsip penatalaksanan kejang demam antara
lain :
1. Berikan diazepam secara rektal
a) Masukkan satu ampul diazepam ke dalam semprit 1 ml. Sesuaikan dosis dengan
berat badan anak bila memungkinkan (lihat tabel), kemudian lepaskan jarumnya.
b) Masukkan semprit ke dalam rektum 4-5 cm dan injeksikan larutan diazepam

c) Rapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit.

Diazepam diberikan secara rektal (larutan 10


Umur/berat badan anak mg/2ml

Dosis 0,1 ml/kg (0,4-0,6 mg/kg)

2 minggu s/d 2 bulan (<4kg) 0.3 ml (1.5 mg)

2-<4 bulan (4-<6 kg) 0.5 ml (2.5 mg)

4-<12 bulan (6-<10 kg) 1.0 ml (5 mg)

1-<3 tahun (10-<14 kg) 1.25 ml (6.25 mg)

3-<15 tahun (14-19 kg) 1.5 ml (7.5 mg)


 Jika kejang masih berlanjut setelah 10 menit, berikan dosis kedua secara
rektal atau berikan diazepam IV 0.05 ml/kg (0.25 - 0.5 mg/kgBB,
kecepatan 0.5 - 1 mg/menit atau total 3-5 menit) bila infus terpasang dan
lancar.
 Jika kejang berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan dosis ketiga
diazepam (rektal/IV), atau berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal
kecepatan pemberian 50 mg/menit, awas terjadi aritmia), atau fenobarbital
IV atau IM 15 mg/kgBB (terutama untuk bayi kecil*)
 Rujuk ke rumah sakit rujukan dengan kemampuan lebih tinggi yang
terdekat bila dalam 10 menit kemudian masih kejang (untuk mendapatkan
penatalaksanaan lebih lanjut status konvulsivus)
2. Jika anak mengalami demam tinggi:
a) Kompres dengan air biasa (suhu ruangan) dan berikan parasetamol secara rektal
(10 - 15 mg/kgBB)
b) Jangan beri pengobatan secara oral sampai kejang bisa ditanggulangi (bahaya
aspirasi. Gunakan Fenobarbital (larutan 200 mg/ml) dalam dosis 20 mg/kgBB
untuk menanggulangi kejang pada bayi berumur < 2 minggu: Berat badan 2 kg -
dosis awal: 0.2 ml, ulangi 0.1 ml setelah 30 menit bila kejang berlanjut Berat
badan 3 kg - dosis awal: 0.3 ml, ulangi 0.15 ml setelah 30 menit bila kejang
berlanjut

H. KOMPLIKASI
1. hipoksia
2. hiperpireksia
3. asidosis
4. renjatan atau sembab otak

I. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Tanda-tanda mikro atau makrosepali, Adakah dispersi bentuk kepala, tanda-
tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.

b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
c) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan
nervus cranial ?
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat ?
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
n) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
3. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit
4. Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :Suhu
meningkat, anak tampak rewel
6. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi
yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya
7. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan
kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
8. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan
peningkatan sekresi mucus
DAFTAR PUSTAKA

Behrman dkk, 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC. Jakarta
Hardiono dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta,
Mary Rudolf, Malcolm Levene. 2006. Pediatric and Child Health Edisi ke-2.Blackwell
pulblishing.
Mardjono Mahar, dkk. 2006. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakarta,
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Price, Sylvia, Anderson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC. Jakarta.
Pediatrica, 2005. Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta,
http://panduankeperawatan.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-kejang-
demam/
Sir Roy Meadow & Simon J. Newell. 2005.lecture notes : pediatrika edisi ke tujuh.
jakarta:erlangga
WHO Indonesia, 2008. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten/ WHO ; alihbahasa, Tim Adaptasi
Indonesia. – Jakarta

Anda mungkin juga menyukai