Anda di halaman 1dari 3

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari

lokasi yang sebenarnya. Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah (Friesian Holstein) yang
memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2
minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu
setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis
ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi. Letak abomasum secara
normal adalah di bagian ventral rongga perut sebelah kanan, diantara rusuk ke 7-11 (Ogilvie,1998).

Ada beberapa kondisi variasi pada DA, hal ini ditentukan dari arah abomasum berpindah.
Perpindahan abomasum bisa terjadi kebagian abdomen sebelah kiri, dapat juga berpindah ke
sebelah kanan dan/ atau disertai dengan perputaran.

Displasia abomasum dapat dibagi menjadi (Ogilvie,1998).) :

Left displacement of the abomasum (LDA, Twisted Stomach)


Right displacement of the abomasum (RDA)
Right abomasal volvulus (right torsion of the abomasum, abomasal torsion)
Gb 2. Posisi abomasum normal

Kasus DA merupakan kasus yang harus segera diangani. Bila sudah kronis maka akan bersifat fatal
dan sulit untuk diobati (Ogilvie,1998). Pergesaran abomasus pada sebagian besar kejadian (lebih
kurang 90 %) mengarah ke kiri, hingga sebagian besar abomasum tergeser dan terletak di sebelah
kiri dari rumen, di belakang omasum, dengan kurvatura mayor abomasum yang terjepit di antara
rumen dan dinding perut sebelah kanan.

A. Etiologi

Penyebab terjadinya kasus DA ialah adanya diet yang tidak seimbang, seperti pemberian konsentrat
lebih banyak dibandingkan dengan rumput (fiber). Kasus DA cenderung meningkat pada saat musim
kemarau, hal ini terjadi karena keterbatasan hijauan sehingga para peternak lebih banyak
memberikan konsentrat. Pemberian Konsentrat yang berlebihan pada sapi perah juga dilakukan
petani untuk meningkatkan produksi susu sapi. Kasus DA biasanya juga disertai atau disebabkan oleh
beberapa penyakit seperti Hypocalcemia, Ketosis, Mastitis, dan Metritis (Anonim3), 2011).

Kejadian dysplasia abomasum banyak terjadi pada sapi perah yang dipelihara di kandang dalam
jangka waktu yang panjang, dengan pemberian konsentrat dan biji-bijian yang berlebihan. Sapi
perah memiliki ukuran tubuh yang besar, biasanya mempunyai peluang yang lebih besar terjadi
dysplasia abomasum. Hal tersebut dikarenakan pada hewan berukuran tubuh besar organ dalamnya
mudah mengalami persegeran daripada sapi yang memiliki ukuran tubuh relatif kecil. Pakan turut
berperan dalam terjadinya kasus dysplasia abomasum. Makin tinggi rasio antara rumput dan
konsentrat makin tinggi pula kemungkinan terjadi dysplasia abomasum (Soebronto, 2003).

B. Patogenesis
Kejadian dysplasia abomasi berkaitan dengan proses kelahiran. Pada saat hewan bunting, rahim
mengembang dan mendesak organ-organ pencernaan ke arah muka serta agak mengangkat rumen
sehingga posisi abomasum terdesak ke muka disebelah bawah atau ventral dari rumen. Pada saat
kelahiran karena kosongnya rongga yang semula ditempati rahim dan janinnya secara tiba-tiba,
rumen yang penuh dengan ingesta akan menindih abomasum yang terdapat dibawahnya. Sehingga
abomasum tergencet dan tergeser dari tempat semula. Tergencetnya abomasum menyebabkan
volumenya menjadi lebih kecil dan fungsi pencernaan normal juga mengalami gangguan. Pada kasus
dysplasia abomasum obstruksi ingesta di dalam abomasums tidak bersifat sempurna, dengan
sebagian dari ingesta masih dapat diteruskan ke usus untuk mengalami proses lanjutan dan
penyerapan. Karena rasa sakit yang berlangsung secara progresif, penderita mengalami depresi,
nafsu makan turun atau hilang dan malas bergerak (Soebronto, 2003).

Pada kebanyakan kasus dysplasia abomasum ditemukan adanya ketonuria yang bersifat persisten.
Hal ini disebabkan karena gangguan metabolisme secara umum sebagai akibat kurangnya glukosa di
dalam darah. Dengan terpecahnya lemak akan menghasilkan benda-benda keton sehingga timbul
ketonuria. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa penyakit tersebut cukup parah.

C. Gejala Klinis

Pada awal kejadian, DA ditandai dengan menurunnya nafsu makan secara mendadak serta adanya
distensi perut. Rasa sakit yang timbul tercermin dari ketidak tenangan penderita. Distensi abmasum
dapat dideteksi di bagian ventral fossa paralumbar sebelah kiri, yang kadang – kadang meluas
sampai ke atas. Abomasum bagian atas yang mengalami pergeseran akan terisi dengan gas. Gas di
dalam abomasum menghasilkan suara nyaring pada pendengaran dengan stetoskop pada saat rusuk
di dekatnya diperkusi dengn jari – jari yang dijentikkan. Suara nyaring atau berdenting yang timbul
biasa dikenal dengan istilah ping atau boink (thing, Jawa).

Gejala klinis yang dapat teramati dari penyakit ini ialah bentukan kembung asimetris bagian
samping bawah bila kita melakukan inspeksi dari belakang. Selain itu, pada beberapa kasus akan
terjadi penurunan jumlah feses serta kondisi diare. Pada palpasi dari fossa paralumbar kiri, rumen
tidak teraba, tetapi akan terasa abomasum yang membesar. Pada saat proses perkusi dan auskultasi
(tangan dan stetoskop) dilakukan, maka akan terdengar bunyi pink (ketukan uang logam kegelas)
(Subronto, 2003).

D. Patologi

Pada sebagian besar kejadian DA hampir selalu dibarengi dengan ketonuria yang persisten, mulai
yang derajatnya ringan sampai berat. Gambaran darah dan pemeriksaan kadar glukosa darah
biasanya barada dalam batas – batas normal ( Soebronto, 2003 ).

E. Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, terutama dengan auskultasi dan perkusi dinding
perut terdengar adanya suara khas yang nyaring yang sering disebut tinkling sound atau ping sound.
Diagnosis juga dapat dilakukan dengan pengambilan dan pengukuran pH cairan Abomasum. Pada
sapi yang mengalami Displasia Abomasum biasanya mempunyai pH cairan abomasum kurang dari 2 (
Soebronto, 2003 )
Penaganan
Penanganan Kasus DA dapat dilakukan dengan bebebrapa cara yaitu dengan terapi tanpa operasi
dan terapi dengan operasi. Pada kasus ringan dengan tingkat DA baru berkisar 20-30% maka dapat
dilakukan penggulingan Hewan (Rolling Technique). Selain itu metode lain yang dapat dilakukan
untuk mengobati DA ialah dengan pembeian ion kalsium (Ca).

Pada kasus yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi maka biasa dilakukan tindakan operasi. Ada
beberapa metode operasi yang dapat dilakukan dalam mengobati DA antara lain Right paramedian
abomasopexy, right flank omentopexy, dan left flank abomasopexy. Tehnik-tehnik operasi tersebut
dilakukan untuk fiksasi abomasum ke dinding bagian dalam abdomen. Untuk operasi LDA biasanya
dilakukan dengan berdiri, sedangkan operasi RDA dengan berbaring.

Anda mungkin juga menyukai