Andi
kakaknya Dedi Priyono. Kantor Dedi di Ruko Graha Mas Fatmawati Blok B No
33-35 menjadi pusat operasional pengaturan spesifikasi antara rekanan dan
pegawai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
- Panitia tender mulai Juli 2010 - Februari 2011 beberapa kali menerima uang
dari Andi Narogong dan konsorsium pada Juli 2010. Andi Narogong memberi
uang Rp10 miliar kepada Irman sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
- Pada September 2010 dia juga memberikan untuk persiapan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan panitia di Kemendagri karena anggaran sudah yang
disepakati DPR akan diturunkan dan segera disahkan APBN 2011. Andi
Septinus mengantar uang ke gedung DPR lantai 12 untuk dibagikan ke pi mpinan
Komisi II, Anggota Banggar Komisi II dan pimpinan Banggar sebesar 4 juta
dolar AS.
- Pada Desember 2010, untuk menyambut tahun baru, panitia tender meminta
uang kepada Andi Septinus. Andi menyiapkan amplop dengan uang total hampir
senilai 700 ribu dolar AS yaitu untuk anggota pa nitia (50 ribu dolar AS),
sekretaris panitia (75 ribu dolar AS), Ketua Panitia Drajat W isnu (100 ribu dolar
AS), PPK bernama Sugiarto (150 ribu dolar AS), Plt Dirjen Irman (200 ribu dolar
AS), Sekjen Dian A. Seluruh uang itu diserahkan di Hotel Millenium d i Tanah
Abang, Jakarta.
- PT SAP semula perusahan yang biasa mencetak KTP, ijazah, visa, ATM,
raport, dan passport. Karena selalu merugi dan tidak dapat lagi menerima order
cetakan dari pemerintah karena sudah dihukum, maka pemiliknya bernama Hary
Sapto menjual perusahaannya kepada Paulus Tenos seharga Rp 15 miliar.
Kasus KTP elektronik alias e-KTP sudah lama bergulir. Kasus ini diduga
merugikan negara lebih dari Rp2 triliun. Bahkan, KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) menilai, kasus korupsi ini adalah kasus paling serius. Dua tersangka
dari Kementerian Dalam Negeri sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Bagaimana kronologinya ?
Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda
Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun
penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian
Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan Februari 2011. Program e-KTP dilatarbelakangi
oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang
dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang
menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk
yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya. Misalnya
dapat digunakan untuk menghindari pajak, mengamankan korupsi atau kejahatan/kriminalitas
lainnya, menyembunyikan identitas (seperti teroris), dan lain-lain.
Sedangkan kelemahannya, Misalnya tidak tampilnya tanda tangan sipemilik di permukaan KTP.
Tidak tampilnya tanda tangan di dalam e-KTP tersebut telah menimbulkan kasus tersendiri bagi
sebagian orang. Misalnya ketika melakukan transaksi dengan lembaga perbankan, e-KTP tidak di
akui karena tidak adanya tampilan tanda tangan. Ada beberapa kasus pemegang e-KTP tidak bisa
bertransaksi dengan pihak bank karena tidak adanya tanda tangan.
Seperti yang telah diketahui, kasus ini mulai terungkap karena pengakuan mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Nazaruddin mengaku korupsi e-KTP dilakukan oleh
mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dan Bendahara Umum Golkar Setya
Novanto.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP di Kemendagri tahun anggaran
2011-2012, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen
Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka. Sugiharto diduga melakukan perbuatan
melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian Negara
terkait pengadaan proyek tersebut.
Menurut perhitungan sementara KPK, dugaan nilai kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp
1,12 triliun. KPK menjerat Sugiharto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Nilai proyek pengadaan e-KTP 2011-2012 ini mencapai Rp 6 triliun.
Dalam hal kaitannya dengan audit keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
maupun KPK perlu mempercepat proses audit. Hal ini bertujuan agar kasus-kasus yang perlu
ditangani oleh KPK maupun BPKP tidak menumpuk, bahkan sampai-sampai kasus tersebut tidak
terselesaikan. KPK perlu membentuk tim khusus dalam menangani kasus ini, sehingga anggota
tim dapat fokus pada satu kasus dan dapat segera menyelesaikannya.
Perlu dilakukan audit secara menyeluruh pada akun kas keluar, yaitu dalam kaitannya
penggunaan dana untuk proyek e-KTP. Apabila ditemukan kejanggalan pada penggunaan dana,
maka auditor perlu melakukan audit menyeluruh terhadap dana yang janggal tersebut.
Dengan mempercepat proses audit, pada akhir proses audit akan diperoleh nominal kerugian
yang menjadi dasar pencarian pihak-pihak yang ikut dalam pembagian hasil korupsi e-KTP.
Setelah jumlah kerugian proyek e-KTP diketahui, maka akan mempercepat penyelesaian kasus
ini. Seperti yang telah tertulis di atas bahwa sampai saat ini tersangka korupsi proyek e-KTP baru
Sugiarto, auditor perlu menafsirkan besar dana yang diterima Sugiarto, apabila ternyata dana
yang diterima Sugiarto lebih kecil dari kerugian total e-KTP, maka dapat disimpulkan masih ada
pihak-pihak lain yang menerima hasil korupsi tersebut. Auditor harus segera mencari kemana
aliran dana hasil korupsi tersebut mengalir.
\
Untuk mengujinya, mari kita analisis apakah unsur-unsur di atas terpenuhi:
1. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang disengaja?
Jawab: Iya. Bahwa auditor sebagai profesi, memiliki standart dan kode etik profesi, dan setiap
auditor telah dibekali dengan pemahaman dan kewajiban untuk menjalankan kode etik sebagai
auditor. Dalam hal ini auditor BPK telah melanggar Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011
tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. Bahwa dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun
2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, dalam pasal 2 disebutkan bahwa “Kode
Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa
dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen dan
professional demi kepentingan Negara”. Pasal 9 (2) “….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
selaku Aparatur Negara dilarang: meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/ atau fasilitas
lainnya baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan”.
2. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang curang?
Jawab: Iya. Dalam hal ini terdapat perbuatan yang tidak jujur. Masih (merujuk) pada Peraturan
BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 9 (2)
“….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: mengubah temuan
atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi
hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat
pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.”
3. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang
menguntungkan diri-sendiri/kelompok?
Jawab: Iya. Bahwa dengan menerima suap adalah tindakan yang menguntungkan sendiri, untuk
memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen
Dukcapil pada 2010, yang tentunya memberikan keuntungan pada pihak lain.
Semua unsur terpenuhi, berarti tindakan Auditor yang menerima suap dalam kasus E-KTP
adalah dapat dikategorikan sebagai tindakan Fraud.
Apakah hal ini dapat digeneralisir, bahwa tindakan menyembunyikan fakta audit saat melakukan
pemeriksaan adalah tindakan fraud? Apabila kita sepakat dengan CGMA, tanpa melihat ukuran
dan kerugian yang ditimbulkan, asalkan ketiga unsur itu terpenuhi, maka suatu tindakan sudah
bisa dikategorikan sebagai Fraud.
Selanjutnya atas tindakan Fraud dalam Audit, dapat disimpulkan berdasarkan atribut-atribut
audit sebagai berikut:
Simpulan audit:
Rekomendasi: Agar dilaksanakan audit dengan tujuan tertentu atas indikasi Fraud dalam Audit.
Majelis Kehormatan Kode Etik agar menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik.
Kasus KTP elektronik atau e-KTP telah bergulir sejak 2011. Kini kasus tersebut akan
disidangkan hari ini.
Berdasarkan data yang dihimpun detikcom, Kamis (9/3/2017), kasus e-KTP telah bergulir
selama hampir 6 tahun hingga akhirnya disidangkan oleh PN Tipikor. Selain oleh KPK,
sebenarnya kasus ini pernah diusut oleh Polri dan Kejaksaan Agung.
Setelah ditenderkan, anggaran e-KTP menjadi Rp 5,9 triliun. Ada 5 korporasi yang menjadi
pemenang tender dalam proyek ini.
KPK menetapkan tersangka pertama untuk kasus e-KTP pada 22 April 2014. Tersangka
pertama itu adalah eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat
Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Sugiharto.
KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp
2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada negara oleh 5
korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang.
Total ada 280 saksi yang dipanggil KPK sebagai saksi terkait dengan skandal e-KTP ini. KPK
lalu menetapkan 1 orang lagi sebagai tersangka, yakni eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman
pada 30 September 2016.
Kasus ini dilimpahkan oleh KPK ke PN Tipikor pada 1 Maret 2017. Ada 24 ribu lembar berkas
kasus dan 122 halaman dakwaan dalam kasus ini.
PN Tipikor dijadwalkan menyidangkan kasus ini pada pukul 09.00 WIB pagi ini. Akan ada
sejumlah nama besar yang disebutkan dalam dakwaan nantinya.
KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp
2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada negara oleh 5
korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang.
Total ada 280 saksi yang dipanggil KPK sebagai saksi terkait dengan skandal e-KTP ini. KPK
lalu menetapkan 1 orang lagi sebagai tersangka, yakni eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman
pada 30 September 2016.
Kasus ini dilimpahkan oleh KPK ke PN Tipikor pada 1 Maret 2017. Ada 24 ribu lembar berkas
kasus dan 122 halaman dakwaan dalam kasus ini.
PN Tipikor dijadwalkan menyidangkan kasus ini pada pukul 09.00 WIB pagi ini. Akan ada
sejumlah nama besar yang disebutkan dalam dakwaan nantinya.