Nim : C02217053 Prodi : Hukum Ekonomi Syariah Mata Kuliah : Ilmu Negara
Teori Kekuasaan Negara
A. Kekuasaan Negara Di antara konsep politik yang banyak di bahas adalah kekuasaan. Hal ini tidak mengherankan sebab konsep ini sangan krusial dalam ilmu sosial pada umumnya dan dalam ilmu politik khususnya. Kebanyakan ahli berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Max Weber bahwa “kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini”. Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, “Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama”. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif di anggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksanaan itu. Menurut Ibnu Khaldun, kekuasaan negara adalah dominasi dan memerintah atas dasar kekerasan. Kekuasaan tidak dapat di tegakkan tanpa kekuatan yang menunjangnya. Kekuatan penungjangnya di dapat oleh solidaritas dan kelompok yang menunjangnya. Tanpa suatu kekuatan yang selalu dalam keadaan siap siaga, dan bersedia mengorbankan segalanya untuk kepentingan bersama, maka kekuasaan penguasa tidak akan dapat di tegakkan. Lebih lanjut Khaldun mengemukakan, kendatipun kekuasaan itu memiliki segi- seginya yang negatif, terutama apabila berada di tangan orang-orang yang telah lupa akan keleluhuran budi pekerti yang menjadi dasar dari kekuasaan itu, aspek-aspeknya yang positif jauh melibihi segi-seginya yang negatif. Kelanjutan eksistensi manusia di atas dunia tergantung pada kekuasaan, karena kekuasaan itulah yang merupakan kata lisator bagi manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup, serta menghalangi orang-orang dari mengikuti kemauan hatinya yang pada umunya bersifat destruktif. Dan kekuasaan itu memiliki perkembangannya sendiri, mulai dari suatu lingkungan yang kecil dan berkembang terus sampai, apabila ia mendapat kesempatan, mencapai tingkat kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan negara. Ada beberapa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan, yaitu otoritas, wewenang, dan legitimasi atau keabsahan adalah ciri khas negara bahwa kekuasaannya memiliki wewenang. Maka kekuaasaan negara juga dapat disebut ‘otoritas’ atau ‘wewenang’. Apabila kita mempergunakan istilah kekuasaan dalam hubungan dengan negara, istilah itu selalu dimaksut dalam arti otoritas. Menurut Robert wewenang adalah intitutionalized power (kekuasaan yang di lembagakan), yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, tetapi juga berhak untuk menguasai. Menurut Harold. D Laswell dan Abraham bahwa wewenang adalah kekuasaan formal (formal power). Dianggap yang mempunyai wewenang berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan – peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan – peraturannya. Wewenang semacam itu bersifat deontis (dari kata yunanideon,”yang harus” untuk dibedakan dari “wewenang epistemis”, wewenang dalam bidang pengetahuan). Dalam rangka pembahasan mengenai wewenang perlu disebut pembagian menurut sosiologi terkenal Max Weber (1864-1922) dalam tiga macam wewenang, yaitu tradisional, Kharismatik dan rasional-legal. Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan di antara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu adalah wajar dan patut dihormati. Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religius seorang pemimpin. Wewenang rasional-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seseorang pemimpin. Yang ditekankan bukan orangnya akan tetapi aturan-aturan yang mendasari tingkah lakunya. Hampir senada dengan Max Weber adalah Logeman yang membagi wewenang menjadi lima macam 1. Kewenangan berdasarkan magis atau kekuasaan ghaib 2. Kewenangan berdasarkan dinasti atau hak keturunan 3. Kewenangan berdasarkan kharisma 4. Kewenangan berdasarkan atas kehendak rakyat melalui perwakilan 5. Keewenangan dari pada elite Kewenangan ini dimiliki oleh segolongan kecil dari rakyaat di dalam negara yang dapat menguasai negara. Wewenang ini juga disebut sebagai mitos dari abad XY. Yang dimaksud dengan golongan elite ini adalah kaum fasis dan nasionalis sosialis atau kaum komunis sebagai perintis dari pada proletariat yang ditugaskan untuk menyebarkan pahamnya ke seluruh pelosok dunia.
Refrensi : Ni’matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: 2014)