Anda di halaman 1dari 8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Otitis Media Supuratif Kronis


3.1.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari dua
bulan, baik terus-menerus maupun hilang timbul. (tatalaksana terkini OMSK)

3.1.2 Etiologi
Mikroorganisme juga berperan besar dalam kejadian OMSK, baik bakteri aerob
maupun anaerob. Penyebab terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella,
Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis. Dalam hal ini, perkembangan antibiotik
turut berperan dalam menekan angka kejadian OMSK. (OMSK tipe kolesteatom)

3.1.4 Epidemiologi
Survei Nasional Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran terakhir di
delapan provinsi Indonesia menunjukkan angka morbiditas THT sebesar 38,6%.
Diperkirakan OMSK memiliki angka kejadian sebanyak 65– 330 juta di seluruh
dunia, 60% di antaranya mengalami gangguan pendengaran. Diperkirakan terdapat 31
juta kasus baru OMSK per tahun, dengan 22,6% pada anak-anak berusia. (tatalaksana
terkini OMSK) (Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak)

3.1.5 Klasifikasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk tipe atau jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan didaerah sentral, marginal atau atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan diseluruh tepi
perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum.
Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida. (buku ijo)

OMSK dapat dibagi dua jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa =
tipe banigna) dan (2) tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Berdasarkan
aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK
aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dan kavum timpani secara aktif,
sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah
atau kering. Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa
saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya
OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK
tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Yang dimaksud dengan OMSK tipe
maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma, OMSK ini dikenal juga
dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe
bahaya letaknya marginal atau atik, kadang – kadang terdapat juga kolesteatoma
pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang
berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya. (buku ijo)

3.1.7 Patogenesis
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi
kurang dari 2 bulan, disebut ostitis media supratif subakut. Beberapa fakror yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi
kurang) atau higiene buruk.(bukuijo)

OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula


dengan proses irritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon
inflamasi menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan akan
menyebabkan ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel. Penjamu akan
menghasilkan suatu jaringan granulasi sebagai respon terhadap inflamasi yang
bisa membentuk polip pada permukaan rongga telinga tengah. Siklus infalamasi,
ulserasi, infeksi dan pembentukan jaringan granulasi akan menghancurkan tulang
sehingga menimbulkan komplikasi. (parry)

3.1.8 Diagnosis
Pada prinsipnya penegakan diagnosis OMSK berpedoman atas hasil dari pemeriksaan
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) serta dapat dibantu dengan pemeriksaan
penunjang lain. Dari anamnesis didapatkan riwayat otorea menetap atau berulang
lebih dari 2 bulan. OMSK yang terbatas di telinga tengah hanya menyebabkan tuli
konduktif. Bila terdapat tuli campur dapat menandakan komplikasi ke labirin.
Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat ganggugan pendengaran
dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (spech
audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) bagi
pasien/ anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan kuman dan sekret telinga.
(kriteria diagnosis dan penatalaksanaan) (buku ijo)

3.1.9 Tatalaksana
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah
kering tetapi perforasi masih ada setelah observasi 2 bulan, maka idealnya
dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Prinsip OMSK tipe bahaya ialah pembedahan. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum pembedahan. Pembedahan yang dapat
dilakukan yaitu diantaranya mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan
pendekatan ganda timpanoplasti. (buku ijo)

3.1.10 Komplikasi
Adams dkk pada tahun 1989 mengemukakan klasifikasi sebagai berikut,
komplikasi yang terjadi di telinga tengah yaitu perforasi membran timpani persisten,
erosi tulang pendengaran, paralisis nervus fasialis. Komplikasi yang terjadi di telinga
dalam yaitu fistula labirin, labirintis supuratif, tuli saraf. Komplikasi yang terjadi di
ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis, petrositis. Komplikasi
yang terjadi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis.
(buku ijo)

3.1.11 Prognosis
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis suatu penyakit
ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya pengetahuan mengenai factor resiko
yang dapat meningkatkan kejadian penyakit OMSK yaitu terapi yang tidak adekuat,
terapi yang terlambat diberikan dan higiene yang buruk. (buku ijo) Kerusakan fungsi
pendengaran merupakan salah satu gejala sisa yang sering terjadi dari otitis media
supuratif kronis.5 OMSK juga merupakan penyebab umum terjadinya kecacatan,
penurunan kinerja pendidikan dan dapat menyebabkan infeksi fatal intrakranial serta
mastoiditis akut yang terjadi pada negara miskin. (tatalaksana terkini OMSK)
BAB IV
PEMBAHASAN

Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel hati. hepatitis A adalah
hepatitis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis A virus. Infeksi virus hepatitis A
dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, diantaranya adalah hepatitis
fulminant, autoimun hepatitis, kolestatik hepatitis, hepatitis relapsm dan sindroma
pasca hepatitis (sindroma kelelahan krnoik). hepatitis A tidak pernah menyebabkan
penyakit hati kroni
Pada pasien ini, diketahui bahwa anak datang dengan keluhan mata kuning
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Mata kuning berawal saat pasien diberitahu
oleh temannya bahwa mata pasien tampak lebih kuning dibandingkan biasa. Orang
tua pasien juga mengatakan buang air kecil pasien menjadi warna kuning pekat
seperti teh. Saat ini terdapat keluhan berupa mual dan nyeri pada ulu hati. Sebelum
dirawat di RSUD Karawang kamar 147, pasien dirawat di RSUD karawang Klari.
Selain keluhan mata kuning dan BAK yang kuning pekat, tidak ada keluhan
seperti demam, batuk, pilek, maupun kelainan pada BAB. BAB juga tidak memiliki
peningkatan frekuensi atau perubahan konsistensi atau perubahan warna yang
biasanya dimiliki pada anak dengan penyakit Hepatitis.
pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit ringan, compos mentis,
status gizi menurut kurva CDC BB/TB 96% (gizi normal). Tanda vital didapatkan
frekuensi nadi 67x/menit, kuat, regular frekuensi pernapasan 20x/menit, suhu 36,7,
SpO2 99%. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan adanya skelra ikterik, tidak
tampak anemis, tidak tampak sianosis, gerak dinding dada simetris kanan dan kiri
tidak terlihat retraksi, BJ I & II regular, tidak terdengan murmur dan gallop.
Abdomen teraba supel, terdapat nyeri tekan pada ulu hati atau epigastrium, hepar
teraba membesar 2 cm dibawah arcus costae dan 1 cm dibawah processus xiphoideus.
tidak ada edema pada keempat ekstremitas, akral hangat pada keempat ekstremitas,
capillary refill time <2 detik.
Pada pemeriksaan laboratorium (hematologi) didapatkan hasil peningkatan
pada trombosit sebesar 527 x10^3/uL, penurunan hematocrit sebesar 37,5%, dan
penurunan pada MCV, MCH, dan MCHC sebesar 67, 25, dan 37.
Penatalaksanaan Hepatitis A dilakukan dengan cara medikamentosa dan
suportif. Obat UDCA diberikan karena pada awalnya penyakit yang diderita masih
menjadi suspek hepatitis. Setelah ditegakkan diagnosis Hepatitis A yang berdasarkan
anti HAV yang reaktif, obat tersebut diberhentikan dan selanjutnya diberikan terapi
suportif berupa nutrisi dan cairan intravena, dan terapi simtomatik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Godoy P, Broner S, Manzanares-Laya S, Martínez A, Parrón I, Planas C, dkk.
Outbreaks of hepatitis A associated with immigrants travelling to visit friends
and relatives. J Infect. 2016;72(1):112−5.
2. Ghasemian A. Prevalence of hepatitis A across various countries in the
Middle East, African and Eastern European countries. Caspian J Intern Med.
2016;7(4):302−3.
3. Fitrah Bintan Harisma1, Fariani Syahrul2, Teguh Mubawadi3, Yudied Agung
Mirasa4. Analysis of Hepatitis A Outbreak in High School X Lamongan
District 2018 .jurnal berkala epidemiologi Volume 6 Nomor 2 (2018) 112-121
4. Kemenkes RI. Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta: Ditjen PP &
PL, Kementerian Kesehatan RI.2012
5. Anderson DA,Stephen A.Morphogenesis of hepatitis A virus: Isolation and
characterization of particles. Australia : Macfarlane Burnet Center for
Medical Research. 1990
6. Kemmer NM, Mikovsky EP. Infection of the Liver, Hepatitis A. Infect Dis
Clin North Am. 2000; 14: 1-11.
7. World Health Organization, 2013. World Health Organization. [Online]
Available at: http:// www.who.int/mediacentre/factsheets/fs328/en/ [Accessed
06 October 2013].
8. Dentinger CM, Heinrich NL, Bell BP, et al. A prevalence study of hepatitis A
virus infection in a migran community: Is hepatitis A vaccine indicated. J
Pediatr. 2001; 138: 705-9.
9. Sasoka DS, Satyabakti P. Hubungan antara higiene perseorangan dengan
kejadian hepatitis A pada pelajar/mahasiswa. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Vol. 2, No. 3 September 2014: 331–341
10. Tong MJ, El-Farra NS, and Grew MI. Clinical manifestation of hepatitis A:
recent experience in community teaching hospital. J Infect Dis. 1995:
S15-S18.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B,2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm.420-428
12. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke-15. Jakarta : EGC.2000
13. Brundage SC, Fitzpatrick AN. Hepatitis A. USA : Departement of Health and
Environmenal Control.2006
Heller S, Valencia-Mayoral P. Treatment of viral hepatitis in children.
Archives of Medical Research. 2007; 38(6): 702-10.

Parry, D., 2011. Chronic Suppurative Otitis Media. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#a0101 [Accesed 28 April
2012]

Anda mungkin juga menyukai