LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : An. M. P.
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 2 tahun
Alamat : Waena
Suku : Toraja
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : (-)
Pendidikan : Belum sekolah
Status pernikahan : Belum menikah
No. rekam medik : 44 25 52
3.2 Anamnesis
B. Jantung
S1=S2 reguler, mur-mur (-), gallop(-)
C. Abdomen
I : Datar
A : Bising usus normal.
P : Hepar dan Lien: tidak teraba membesar, Nyeri tekan (-), supel.
P : Tympani
D. Extremitas
Akral hangat
Edema (-/-)
CRT < 3”
E. Kulit
Sianosis (-)
Ikterik (-)
Rash (-)
3.4. Status Lokalis
(d)
A. Ekstra Oral
Regio Facial: micrognathia ringan (a), mata strabismus esotropia infantile (b),
Regio Cervical: pembesaran JVP kiri (c), webbing neck (d), pembesaran KGB (-)
B. Intra Oral
Nampak celah pada langit-langit mulut 5cm 1 celah (e), karies pada gigi 51, 52, 54,
61,62, dan 82 (e,f), tongue-tie (ankyloglossia) (g).
5 6
5 4 3 2 1 1 2 3 4 5
5 4 3 2 1 1 2 3 4 5
8 7
B. Pemeriksaan Radiologi: Ada foto radiologi, tetapi tidak sempat difoto sebagai
dokumentasi.
3.4 Diagnosis Kerja
Palatoschizis incomplete, suspek Pierre Robin Sequence.
3.5 Penatalaksanaan
3.5.1 Medikasi Pre-Operasi
Dari dokter anestesi memerintahkan pemasangan IVFD DS ¼ NS 2 jam sebelum operasi
+ puasa 4 jam sebelum operasi, namun tidak dapat dilakukan pemasangan infus sampai
dengan 30 menit sebelum operasi berjalan. Orang tua pasien juga telah mempuasakan
pasien mulai jam 2 pagi.
3.5.2. Medikasi Intra-Operasi
1. Antibiotik profilaksis inj. Ceftriaxone 300mg.
2. Lanjutkan IVFD DS ¼ NS 250cc/24 jam.
3.5.3. Medikasi Post-Operasi
1. Cefadroxil 100 mg 1x2 PO
2. Paracetamol 100mg 1x3 PO
3. San B-Plex 0,6 cc 1x1 PO
4. IVFD DS ¼ NS 250cc/24 jam
3.6. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Tampak celah di langit-langit mulut telah menutup. Masih ada sedikit perdarahan
aktif di mukosa palatal. Tampak gigi gigis pada 51,52.
2.1. Palatoschizis
2.1.1. Definisi
2.1.2. Etiologi
2.1.3. Anatomi
Palatum atau langit-langit dari mulut yaitu sekat yang memisahkan rongga hidung
dan rongga mulut. Berdasarkan embriologi, palatum terbagi dua, yaitu palatum primer dan
palatum sekunder. Palatum primer meliputi bibir, alveolus, dan palatum durum (hard
palate) yang terletak pada bagian anterior dari foramen insisiva. Palatum sekunder dimulai
dari foramen insisiva kemudian meluas ke belakang meliputi palatum durum dan palatum
mole (soft palate). Palatoskisis terdapat pada palatum sekunder sedangkan labioskisis pada
palatum primer. Palatum durum dan palatum mole bersama-sama membentuk atap rongga
mulut dan lantai rongga hidung.
2.1.4. Insidensi
H. Celah inkomplit kiri dari palatum primer dan inkomplit kiri dari palatum
sekunder.
2.1.7. Komplikasi
A. Masalah Asupan Makanan
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir
tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses
menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya
dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga
hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio- palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
B. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada
area dari celah bibir yang terbentuk.
C. Infeksi Telinga
Anak dengan palatoschizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.
D. Gangguan Berbicara
Pada bayi dengan palatoschizis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas
nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan
reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga
nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah
palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek
dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak
mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh,
dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
2.2.2. Etiologi
Sindrom Pierre Robin merupakan rangkaian dari beberapa malformasi kongenital
yang terdiri dari gabungan beberapa etiologi. Namun, dari beberapa penelitian menemukan
rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan mekanis pada
masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti dengan peran
oligohidramnion.
2.2.3. Patofisiologi
Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang terdapat
pada sindrom Pierre Robin adalah kegagalan pertumbuhan mandibula pada masa
intrauterin. Sindrom Pierre Robin merupakan malformasi kongenital yang dapat dideteksi
sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan akibat ukuran rahang
yang abnormal pada bayi.
Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan janin
pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangi cairan amniotik yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya pertumbuhan mandibula.
Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan tulang janin menyebabkan dagu
tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum. Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami
pergerakan dimana dagu yang tertekan menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat.
Pertumbuhan rahang yang terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan
ukuran rahang menjadi lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak
mendapat tempat yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga
menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup secara sempurna.
Pada kasus sindrom Pierre Robin dengan ukuran rahang yang lebih kecil,
menimbulkan manifestasi yang berupa letak lidah yang lebih ke posterior (glosoptosis) dan
celah langit-langit yang menyebabkan terhambatnya jalan nafas sebagai permasalahan
utama dan kesulitan dalam pemberian makan pada bayi.
Gambar 3. Penderita sindrom Pierre Robin dengan mikrognasia disertai gangguan
pernafasan
Gambar 4. Anak dengan ukuran rahang yang lebih kecil dari normal (mikrognasia).
B. Glosoptosis
Glosoptosis mendeskripsikan keberadaan lidah jatuh ke belakang yang dapat
menyebabkan obstruksi faringeal. Ukuran rahang yang abnormal tidak dapat memberi
dukungan yang cukup pada lidah untuk maju ke depan. Keberadaan lidah yang cenderung
ke posterior menyebabkan tersumbatnya jalan nafas, sehingga kemungkinan besar
terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas dan berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Selain itu terdapat juga kelainan lidah Tongue-Tie (Ankyloglossia), yaitu perlekatan lidah
dengan struktur sekitarnya namun relatif jarang ditemukan, yaitu hanya sekitar 10-15%
dari kasus yang dilaporkan.
E. Serangan Sianotik
Kebanyakan penyebab terjadinya serangan sianotik adalah kelainan jantung
bawaan yang tidak diketahui sebelumnya. Gejala serangan sianotik baru timbul di
kemudian hari ketika bayi menyusui, menangis, bangun tidur serta sesudah makan.
Sianotik yang tiba-tiba terjadi dapat menyebabkan kulit anak berwarna ungu kebiruan dan
sesak nafas.
F. Serangan Apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernafasan yang ada
hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intrakranial. Irama pernafasan bayi
tidak teratur dan diselingi serangan apnea. Dengan menggunakan alat pemantau apnea dan
memberikan segera oksigen pada bayi ketika timbul apnea, sebagian besar bayi akan
bertahan dari serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari
atau minggu.
G. Kelainan Mata
Kelainan mata pada penderita sindrom Pierre Robin yang paling banyak ditemukan
adalah katarak dan glaukoma kongenital, namun juga berhubungan dengan kejadian
strabismus. Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada
bayi baru lahir, dimana bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di
sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak
biasa).Glaukoma kongenital adalah peningkatan tekanan cairan di dalam bola mata bayi
yang baru lahir (biasanya pada kedua mata). Glaukoma kongenital terjadi akibat adanya
gangguan pada perkembangan saluran pembuangan cairan dari mata. Penyakit ini
seringkali sebagai penyakit keturunan.
H. Kelainan Telinga
Gangguan pada telinga yang sering terjadi pada sindrom ini adalah otitis media
yang diikuti dengan kelainan bentuk daun telinga. Penderita sindrom Pierre Robin yang
mengalami kelainan celah langit-langit, ada kemungkinan timbulnya masalah
pendengaran. Penderita celah langit-langit cenderung menghasilkan banyak cairan yang
menumpuk di belakang gendang telinga sehingga dapat menimbulkan infeksi dan
penurunan tekanan udara di telinga tengah yang menyebabkan terganggunya pendengaran.
Seorang pasien anak perempuan usia 2 tahun datang dengan keluhan terdapat celah
langit-langit mulut sejak lahir berukuran 5cm sejak lahir. Ibu pasien mengaku makan
sering tersedak dan tidak ada riwayat alergi obat. Pasien pernah didiagnosis retensi secret
e.c. Bronchiolitis serta mengalami speech delay e.c. palatoschizis. Pasien sudah selesai
chest fisioterapi dan infra red. Pasien lahir cukup bulan 2.295 gram dengan riwayat ibu
saat hamil kehamilan ibu sakit waktu hamil dan tidak pernah mendapatkan ASI sejak lahir.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan palatoschzis incomplete mulai dari foramen
insisiva kemudian meluas ke posterior meliputi ½ palatum durum dan palatum mole (soft
palate) berukuran 5 cm.
Jika pasien sadar baik, minum sedikit-seidikit, bila tidak muntah boleh makan
bubur. Tidak boleh hangan/panas. Suhu panas dari makanan/minuman dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga bisa menyebabkan perdarahan.
Lakukan monitor vital sign dan adanya tanda perdarahan. Tanda perdarahan
ditemukan membaik pada tanggal 7 Maret 2019 (3 hari setelah operasi). Sebelumnya
perdarahan diprovokasi oleh tangisan bayi jika diinfus dan mukosa mulut dan hidung
belum menutup dengan terlalu baik.
Pada tanggal 5 maret pasien diberikan obat Cefadroxil 100 mg 1x2 PO, Paracetamol
sebagai analgesik 100mg 1x3 PO, multivitamin San B-Plex 0,6 cc 1x1 PO dan tetap
melanjutkan IVFD DS ¼ NS 250cc/24 jam sampai pulang di tanggal 7 Maret 2017 sekitar
pukul 17.30 WIT.
berupa sel mosaik. Sindrom Turner umumnya ditandai dengan perawakan pendek
B. Collin Syndome
Sindrom Treacher Collins adalah penyakit gangguan perkembangan tulang
dan jaringan tubuh pada bagian wajah. Penyakit genetik yang sangat jarang terjadi
ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen yang mengatur pembentukan
wajah semasa janin. Bayi dan anak-anak yang menderita sindrom Treacher Collins
akan menderita kelainan bentuk telinga, kelopak mata, tulang pipi, dan dagu.
Sindrom Treacher Collins merupakan penyakit genetik yang diturunkan, tetapi
sekitar 60% dari kondisi ini tidak diwariskan dari orang tua ke janinnya, melainkan
mutasi yang baru terjadi saat di dalam kandungan.
Gejala yang ditemukan, yaitu posisi mata condong ke bawah, bulu mata
jarang, terdapat celah pada kelopak mata bagian bawah, daun telinga berbentuk
tidak wajar, kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali, hidung tetap normal tetapi
terlihat lebih besar, dikarenakan kelainan jaringan sekitar hidung, dan gangguan
pendengaran akibat kelainan pada tulang-tulang pendengaran atau saluran telinga
yang tidak sempurna.