Oleh :
Nama : Kurniawan Ari Wicaksono
NIM : B1A015071
III. DISKUSI
Siamang dan kukang merupakan hewan yang memiliki waktu aktivitas yang
bertolak belakang. Siamang aktif pada siang hari (diurnal), sedangkan kukang aktif
pada malam hari (nokturnal). Yang menjadi persamaan adalah tempat beraktivitas,
yakni primata umumnya memilih lokasi untuk mencari pakan pada bagian tengah
dan bagian atas tajuk pohon (Suyanto, Sinaga, dan Saim, 2009). Menurut Whitten
(1980) dikutip oleh Bismark (2006), pemilihan pohon tinggi sebagai pohon tempat
tidur bertujuan untuk mengurangi resiko primata terhadap predator. Iskandar (2007)
dikutip oleh Bungun, Mansjoer dan Bismark (2009), menyatakan bahwa jenis pohon
yang digunakan sebagai pohon tempat tidur primata adalah jenis pohon yang pada
umumnya juga dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan. Membandingkan
aktivitas harian siamang dan kukang dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori
seperti aktivitas tidur, aktivitas berpindah tempat, aktivitas sosial, aktivitas menelisik
(Grooming), aktivitas mencari makan, dan aktivitas makan.
1. Aktivitas tidur
Menurut Smith (2001), pemilihan lokasi tidur yang berdekatan dipengaruhi
oleh keinginan hewan untuk meminimalisir waktu tempuh untuk mencapai lokasi
sumber pakan pada hari berikutnya. Menurut Arismayanti (2014), terdapat beberapa
karakteristik pohon yang digunakan kukang jawa sebagai pohon tidur, yaitu pohon
memiliki tinggi pohon 10-22 meter, rata-rata diameter batang pohon 0.44 m, dan
rata-rata jarak pohon terdekat sebesar 5.4 m. Kukang tidur pada cabang, ranting, atau
liana dimana mereka bersembunyi dibalik dedaunan. Kukang di alam tidak pernah
menggunakan lubang-lubang pohon atau wadah lain untuk beristirahat (Wiens dan
Zitzmann 2003). Rentang bagi kukang untuk tidur antara pukul 04.00 – 16.00 WIB
(12 jam) jika tidak ada gangguan, serta tidak dipengaruhi oleh suhu dan cahaya pada
malam hari (Nurcahyani, 2015). Sedang pada siamang, pohon dengan tinggi puncak
antara 41 – 50 meter merupakan pohon yang umum digunakan sebagai tempat untuk
tidur oleh siamang. Karakter pohon tidur yang tinggi dan memiliki tajuk yang besar
(21 – 30 meter) memberikan rasa aman bagi siamang terhadap gangguan predator
dan membantu siamang dalam mengamati teritorinya (Baren, 2002). Rentang bagi
siamang untuk tidur antara pukul 06.30 – 17.00 WIB (10,5 jam) (Sari, 2015).
2. Aktivitas berpindah tempat
Menurut Nekaris (2001) bahwa kukang menghabiskan lebih dari setengah
waktu aktifnya untuk berpindah tempat atau mencari makan. Perbedaan tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya perbedaan kondisi habitat, iklim,
suhu, dan kelembaban. Berpindah tempat juga disertai penandaan wilayah, baik
dengan urin atau bau kelenjar kukang untuk memberi tanda pada ruang jelajah
ataupun untuk mencari pasangan (Putri 2014). Markhamah (2007) menjelaskan
bahwa siamang secara umum lebih sering melakukan perpindahan dari satu pohon ke
pohon lain pada jarak kurang dari satu meter, yang ditandai ketika siamang
membuang kotoran pada saat bergerak atau berpindah. Namun sama halnya primata
lain, yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat setiap hari pada kukang dan
siamang adalah untuk memenuhi kebutuhan pakan dan menghindari dari predator
(Alikodra 1990).
3. Aktivitas sosial
Kukang membentuk kelompok spasial yang masih mempunyai hubungan
keluarga, terdiri dari satu jantan, satu betina, serta hingga tiga individu lainnya yang
lebih muda (Wiens, 2002). Kelompok spasial ini dapat diidentifikasi dalam suatu
kelompok tidur. Interaksi kukang dengan individu lainnya antara lain Allogroom
(menyelisik individu lain), alternate click calls (suara cericit atau klik-klik yang
tajam dan jelas baik rangkaian pendek maupun panjang), follow (mengikuti individu
lain dengan jarak tidak jauh dari lima meter), pantgrowl (suara menggeram termasuk
nafas mendengus secara berulang) dan contact sleep (tidur dengan berdampingan
atau memeluk pinggang induk), serta ride/carry (menunggangi induk atau dibawa
oleh induk), juga suckle (aktivitas menyusui) (Wiens, 2002). Terlihat betina dewasa
siamang yang sedang melakukan aktivitas grooming dengan individu remaja.
Interkasi antara siamang dengan jenis kera lainnya ditunjukkan dari penggunaan
areal yang sama oleh siamang, cecah dan monyet ekor panjang untuk mencari makan
(Nurcahyani, 2015).
4. Aktivitas menelisik (Grooming)
Menurut Kartikasari (1986), Grooming adalah kegiatan merawat dan mencari
kutu yang merupakan perilaku sosial yang umum dilakukan oleh kelompok primata.
Pada siamang, Grooming dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya untuk
mengambil, menggosok, menyisir, dan mencari kutu di semua rambutnya. Kukang,
mempunyai cara grooming yang khas yaitu dengan menggunakan giginya yang
seperti sisir, sedangkan primata lainnya kebanyakan menggunakan tangan. Ada dua
macam cara Grooming yaitu Allogrooming yang dilakukan dengan hewan lainnya,
dan Autogrooming yang dilakukan sendiri (Chalmers, 1979). Aktivitas Grooming
dilakukan cenderung tidak menunjukan tanda-tanda terganggu dengan tidak
berpindah tempat atau bersembunyi dengan kehadiran pengamat (Kartika 2000).
5. Aktivitas mencari makan
Primata mengandalkan kemampuan visual, olfaktori, dan auditori dalam
mencari mangsa (Widiana, 2013). Perilaku menghirup bau (sniffing) saat berjalan
biasa dilakukan kukang dalam mencari pakannya (Nekaris 2001). Ukuran tubuh
kukang jawa yang relatif kecil, berat tubuhnya yang relatif ringan dan pola
pergerakannya yang perlahan memungkinkan kukang jawa memanfaatkan cabang
dan ranting berukuran kecil atau ujung-ujung ranting untuk mencari makan (Nekaris
dan Rasmussen 2001). Urutan pada aktivitas makan siamang dimulai dengan
memilih makanan, memetik, meraih tangkai buah atau daun untuk didekatkan ke
mulut, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam mulut. Pengambilan makanan berupa
buah dan bunga berukuran besar dilakukan dengan cara memetik satu persatu dari
tangkainya (Rosyid, 2007; Dedi, 2015).
6. Aktivitas makan
Menurut penelitian (Weins et al. 2006; Das 2013; Swapna 2008; Starr dan
Nekaris 2013) bahwa jenis pakan tertinggi pada kukang pygmy (Nycticebus
pygmaeus), kukang bengal, dan kukang sumatera adalah getah. Selain jenis tersebut,
kukang juga memakan buah-buahan, serangga, telur burung, burung kecil, dan
sadapan nira pohon aren (Wiens 2002; Nekaris dan Bearder 2007; Winarti 2003;
Wirdateti et al. 2005). Kukang jawa di Garut ditemukan memakan getah Acacia
decurrens (Rode et al. 2014), sedangkan kukang sumatera di Lampung ditemukan
memakan getah mahoni, randu, jengkol, pete dan sengon (Octavianata 2014).
Sementara Siamang sangat selektif dalam memilih pakannya, hal tersebut berkaitan
dengan strategi makan dan ketersediaan pakan. Matsuzawa (1950) menyatakan
bahwa primata pada umumnya menyukai pakan dengan rasa manis. Siamang akan
banyak memakan buah ketika musim buah tiba, tapi ketika tidak ada akan lebih
banyak mengkonsumsi pucuk daun (Harianto, 1988).
IV. KESIMPULAN
V. DAFTAR PUSTAKA
Arismayanti E. 2014. Wilayah jelajah dan penggunaan ruang harian kukang jawa
(Nycticebus javanicus) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bangun, T. M., S. S, Mansjoer., dan M. Bismark. 2009. Populasi dan Habitat Ungko
(Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal
Primatologi Indonesia.1:1410 5373.
Baren, Oki. 2002. Positional Mode Dalam Kelompok Umur – Jenis Kelamin
pada Siamang (Hylobates syndactylus) di Way Canguk Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan propinsi Lampung. (Skripsi). Jurusan
Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung. Lampung.
Bottcher-Law L, Fitch-Snyder H, Hawes J, Larsson L, Lester B, Ogden J, Schulze H,
Slifka K, Stalis I, Sutherland-Smith M. 2001. Management of Lorises in
Captivity: A Husbandry Manual for Asian Lorisines (Nycticebus & Loris spp.).
San Diego (US): CRES, Zool Soc San Diego.
Geissmann T, Nijman V. 2006. Calling in wild silvery gibbons (Hylobates moloch) in
Java, Indonesia: Behavior, Phylogeny, and Consevation. Am. J. Primatol. 68: 1-
19p.
Kartikasari, S.N. 1986. Studi Populasi dan Perilaku Lutung (Presbytis cristata,
Raffles) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Thesis Mahasiswa. Jurusan
Konservasi Suberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Markhamah, S. 2007. Pola Pergerakan Siamang (Hylobates syndactylus)
di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Skripsi). Jurusan Konservasi
Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Nekaris KAI. 2001. Activity budget and positional behavior of the Mysore slender
loris (Loris tardigradus lydekkarianus): implications for “slow climbing”
locomotion. Folia Primatol. 72:228-241.
Nurcahyani, Aditya. 2015. Aktivitas harian dan wilayah jelajah Kukang jawa
(Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putri PR. 2014. Aktivitas harian dan penggunaan habitat kukang jawa (Nycticebus
javanicus) di Talun Desa Cipaganti Garut, Jawa Barat [skripsi]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
Sari, Erna Maya, Sugeng P. Harianto. 2015. Studi kelompok Siamang (Hylobates
syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat. Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, Lampung.
Suyanto, A., M. H. Sinaga & A. Saim. 2009. Mammals biodiversity in Tesso Nilo,
Riau Province, Indonesia. Jurnal Zoo Indonesia. 2:79 88.
Uitgeverij, W. 1988. Ensiklopedia Indonesia Mamalia I. Jakarta: PT Dai Nippon
Printing Indonesia.
Widiana, Ana, Samsul Sulaeman, Ida Kinasih. 2013. Studi populasi dan distribusi
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) di Talun Desa
Silundang Kecamatan Cimanggung Sumedang Jawa Barat. UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, Bandung.
Wiens F, Zitzmann A. 2003. Social structure of the solitary slow loris Nycticebus
coucang (Lorisidae). Journal of Zoology. 261:35-46.
Whitten, A. J. 1980. The kloss gibon in Siberut Rain Forest. Disertation. Univ
Cambridge. UK.