Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH DAN ASKEP

“DIABETES MELITUS”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami mengucao syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan hikmat sehat_Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Kesehatan Medikal
Bedah dengan judul “MAKALAH DAN ASKEP DIABETES MELITUS”

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat.


BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional
maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan
penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian
gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin,
sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.
Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi
global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun
2035 mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-
59 tahun (International Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka tersebut menjadikan
Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika
Serikat, India dan China (Suyono, 2006).
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan sebesar 152%
(WHO, 2006).
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%. Riskesdas juga melaporkan bahwa penderita
diabetes mellitus di provinsi Riau berada di urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia
(Balitbangkes, 2008). Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara
yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di
Provinsi Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2011). Soewondo dan Pramono (2011),
melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita diabetes di Indonesia,
sekitar 4,1% kategori diabetes mellitus tidak terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus.
Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013
sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung insulin sebanyak
183.172 jiwa dan pasien yang tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng,
2012). Menurut Profil Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah penderita diabetes
mellitus sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk. Meningkat signifikan pada tahun 2015
menjadi 8.684 per 100.000 penduduk (Dinkes Surakarta, 2014 dan 2015).
Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang melebihi
batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi, penurunan
BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan pembuluh darah
mikro dan makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga
dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat
faktor yang meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus yakni berat badan lebih,
kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak
sehat dan stress.
Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih
dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena, sel-sel sasaran
(otot dan lemak tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin, tidak
memberikan respon normal terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai
keluhan, dan jika ada gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II
pada usia dewasa seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga (Soegondo,
dkk, 2005; Hartono, 1995).
Depresi semakin banyak terjadi pada kondisi pasien yang mengalami kondisi
kronik menahun seperti stroke, diabetes, kanker serta gangguan nyeri yang kronis (Andri,
2011). Banyak orang yang memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja. Diabetes
dan depresi dapat saling memicu sehingga penderita diabetes memiliki risiko tinggi
mengalami depresi. Depresi dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah. Efek depresi
dapat menyebabkan produksi epinefrin naik, memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam
nukleat. Naiknya gula darah disebabkan meningkatnya glikogenolisis dihati oleh
peningkatan glukagon terhambat pengambilan glukosa oleh otot dan berkurangnya
pembentukan insulin pankreas (Kadri, 2012). Dampak lain yaitu insomnia, pergerakan
usus (konstipasi dan diare), selain itu juga dapat melepaskan hormon adrenalin secara
berlebihan, yang membuat jantung berdetak cepat sehingga meningkatkan tekanan darah
yang dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke sehingga memperberat penyakit DM
tesebut (Azmi, 2013).
Depresi disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.
Menurut teori stress-vulnerability model, terdapat beberapa faktor risiko depresi
diantaranya genetika (riwayat penyakit depresi pada keluarga), kerentanan psikologis
(pola pikir negatif, kesepian, pengalaman hidup yang menekan), lingkungan yang
menekan dan kejadian dalam hidup (trauma pada masa kanak-kanan, perceraian, masalah
ekonomi, pekerjaan, kurangnya dukungan sosial, menderita penyakit berat yang lama dan
hidup menderita dalam jangka waktu yang lama), faktor biologis (depresi pasca
melahirkan atau terkena infeksi virus) (Tirto Jiwo, 2012).
Stress psikologis pada DM dapat timbul pada saat seseorang menerima diagnosa
DM. Hal ini diungkapkan oleh Watkins (2000) yang menyatakan bahwa penderita DM
seringkali mengalami kesulitan untuk menerima diagnosa DM, terutama ketika
mengetahui bahwa hidupnya diatur oleh diet makanan dan obat-obatan. Biasanya
penderita berada pada tahap kritis yang ditandai oleh ketidakseimbangan fisik, sosial, dan
psikologis. Hal ini berlanjut menjadi perasaan gelisah, takut, cemas dan depresi yang
dialami oleh penderita. Diabetes merupakan penyakit kronik yang tidak bisa sembuh
sempurna, perlu perawatan seumur hidup. Dapat menimbulkan perubahan psikologik
yang mendalam pada pasien, juga pada keluarga dan kelompok sosialnya. Depresi
merupakan kejadian yang umum terjadi pada pasien DM.
NIMH (National Institute of Mental Health) tahun 2011 menyatakan bahwa dari
beberapa penelitian, pasien DM dengan depresi mempunyai gejala DM yang lebih parah
dibanding dengan pasien yang hanya menderita DM tanpa depresi. Penderita yang sakit
kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif berkenaan dengan
kondisi sakitnya. Pasien DM yang mengalami depresi secara perilaku kebanyakan tidak
mampu melakukan hal-hal positif untuk menjaga agar penyakitnya tidak bertambah
parah. Sehingga, penderita membutuhkan dukungan sosial (Brannon dan Feist, 2007).
Seperti dibuktikan oleh Anastasia (2010) pada penelitiannya tentang hubungan tingkat
depresi dengan kecenderungan berperilaku sehat pada penderita DM yang sudah
menderita DM selama sedikitnya 3 tahun, mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
negatif yang kuat diantara keduanya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat depresi
akan semakin rendah kecenderungan berperilaku sehat.
Penelitian tentang apakah lama menderita DM berhubungan dengan tingkat
depresi belum banyak berkontribusi memberikan hasil yang konsisten. Namun demikian
beberapa penelitian menemukan adanya hubungan lama menderita DM dengan kejadian
depresi (Shahrakivahed et al, 2012). Studi melaporkan pasien DM dua kali lebih besar
mengalami gejala depresi dibandingkan dengan populasi umum (Anderson, dkk. 2001;
Egede, dkk, 2002).
Hasil penelitian Nurhayati (2013) memaparkan bahwa tingkat depresi pada DM
dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,013), dukungan keluarga (p=0,005). Jenita dkk
(2014) juga memaparkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial dengan kejadian
depresi pada DM (CR=-3,77). Penelitian yang sama juga didapat oleh Kuminingsih dkk
(2013) bahwa dukungan emosional keluarga (p=0,006) berhubungan secara signifikan
dengan tingkat depresi pada pasien DM. Diah (2009) juga mendapatkan hasil yang
berhubungan antara dukungan depresi dengan derajat depresi pada DM (r= -0, 465).
Amalia (2013) mendapatkan hasil yang berhubungan antara lama sakit terhadap tingkat
depresi (p=0,002).
Hasil ini bertentangan dengan penelitian Deby dan Sanny (2013) yang
menjelaskan bahwa persepsi dukungan sosial tidak berhubungan dengan penerimaan diri
pada pasien DM (r=0,069). Nurhayati (2013) memaparkan bahwa lama sakit tidak
berhubungan secara bemakna dengan depresi (p=1,000).
Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Dukungan tersebut berkaitan dengan pembentuk
keseimbangan mental dan kepuasan psikologi (Cohen & Syme, 1985, dalam Ika, 2008).
Fenomena yang ada saat ini, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian yang menyebabkan
depresi pada penderita DM tipe-II dalam bentuk dukungan keluarga walaupun mereka
hidup di tengah-tengah keluarganya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai pengetahuan, dukungan keluarga serta lama menderita DM tipe-II yang dapat
mempengaruhi depresi pada penderita Diabetes Melitus Tipe-2.

RUMUSAN MASLAH
1. Apa ituDiabetes Mellitus, diketahui dalam devinisi diabetes melitus
2. Etiologi Diabetes Melitus
3. Patofisiologi Diabetes Melitus
4. Apa saja Manifestasi Klinis dalam Diabetes Melitus
5. Pathway Diabetes Melitus
6. Analisa Data pada Diabetes Melitus
7. Diagnosa keperawatan
8. Askep dalam masalah Diabetes Melitus

TUJUAN PENULIS
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk menjelaskan tentang penyakit diabetes mellitus
dan permasalahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEVINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
d. hiperglikemia berpuasa
e. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
f. keletihan dan kelemahan
g. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu
bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus
spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai
suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-
5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor
penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150
mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter
NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk
mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive
dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan
hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang
diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak
hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)


DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata,
yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
Rehidrasi
1) Jam pertama beri infuse 200–1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9%
bergantung pada tingkat dehidrasi
2) Jam kedua dan jam berikutnya 200–1000 cc NaCl 0,45% bergantung
pada tingkat dehidrasi
3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5% bila kadar gula darah antara 200-
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai
150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit. Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan
meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
4) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
5) Keadaan sakit atau infeksi
6) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
Elektrolit Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
Permulaan mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+

Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR =
berat badan normal) dengan rumus :

1) Kurus (underweight) BBR < 90 %


2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
a. Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
b. Obesitas sedang BBR 130% - 140%
c. Obesitas berat BBR 140% - 200%
d. Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah :
1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Obat
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini
biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
PATHWAY
ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1. DS : Nefron yang terserang hancur Kelebihan
pasien mengatakan badannya Volume Cairan
terasa lemas, luka pada bagian GFR 
leher seperti bisul yang tidak (BUN & kreatinin ↗)
sembuh-sembuh,
pembengkakan daerah wajah
sejak 2 minggu yang lalu..
Retensi natrium
DO :

Total CES ↗

Vol Interstisial ↗

Edema

Preload ↗

Hipertrofi Ventrikel Kiri


COP 

Aliran Darah Ginjal 

Retensi Na & H2O↗

Kelebihan Volume Cairan


2. DS : Nefron yang terserang hancur Intoleransi
Pasien mengatakan badan lelah Aktivitas
dan lemah GFR 

DO :- Pasien beraktivitas di Ketidakseimbangan dlm


bantu oleh orang lain baik glomerulus & tubulus

dalam makan, minum, berjalan,


Eritropoetin
mandi/wc.
-
Hb

suplai O2 

anemia

Pucat, Fatigue malaise

Intoleransi Aktivitas
3 DS : pasien mengatakan, Nefron yang terserang hancur Gangguan
Nafsu makannya mulai Nutrisi Kurang
menurun, klien mengalami GFR  Dari
kesulitan menguyah dan Kebutuhan
(BUN & kreatinin ↗)
menelan Tubuh

Do :
Sekresi protein terganggu
1. Selera makan pasien
menurun, makan 3x1 dieit
Sindrom uremia
protein dan kalori

Gangguan keseimbangan
asam-basa

Produksi asam lambung


meningkat

Nausea, Vomitus

Gangguan Nutrisi Kurang


Dari Kebutuhan Tubuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi
(tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia
6. PK: Hiperglikemi
7. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
SAP
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Penyakit Diabetes Melitus

Sub pokok bahasan : Diet Pada Penyakit Diabetes Melitus

Sasaran : Klien dan Keluarga

Waktu : 30 menit

Tanggal : 5 agustus 2018

Tempat : Ruang Interna RSUD Dr. Haryanto Lumajang

Penyuluhan : Kelompok 2

I. Analisa situasi

1. Sasaran : Klien dengan Diabetes Melitus beserta keluarga


2. Penyuluhan :
a. Kelompok 2 (mahasiswa UKIM kls B)
b. Mahasiswa mampu menyampaikan materi dengan baik dan
mampu membuat peserta paham dan mengerti tentang Diabetes
Melitus beserta dietnya.
3. Ruangan : Ruang Interna RSUD

II. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan klien dan keluarga mampu memahami diet
penderita Diabetes Melitus

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah di berikan penyuluhan selama 30menit, diharapkan klien dan keluarga dapat :
1. Menyebutkan pengertian Diabetes Melitus
2. Menyebutkan penyebab Diabetes Melitus
3. Manyebutkan tanda dan gejala Diabetes Melitus
4. Menyebutkan pengobatan bagi penderita Diabetes Melitus
5. Menyebutkan manfaat dari diet bagi penderita Diabetes Melitus
6. Manyebutkan diet yang penting bagi penderita Diabetes Melitus
7. Menyebutkan prinsip diet 3j pada Diabetes Melitus
IV. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Diabetes Melitus
2. Penyebab dari Diabetes Melitus
3. tanda dan gejala Diabetes Melitus
4. pengobatan bagi penderita Diabetes Melitus
5. manfaat dari diet bagi penderita Diabetes Melitus
6. Diet yang penting bagi penderita Diabetes Melitus
7. Prinsip diet 3j pada Diabetes Melitus

V. Kegiatan Penyuluhan
a. Metode : Ceramah dan Diskusi
b. Langkah – langkah :
No komunikator Komunikan Waktu
1. Pembukaan a. Menjawab salam
a. Memberi salam dan b. Mendengarkan
memperkenalkan diri
5 Menit
b. Menjelaskan tujuan
penyuluhan dan tema
penyuluhan
2. Pelaksanaan
1. Pengertian DM
2. Penyebab dari DM
3. Tanda dan gejala DM
4. Pengobatan bagi penderita
DM
Mendengarkan 15 Menit
5. Manfaat diet bagi penderita
DM
6. Diet yang penting bagi
penderita DM
7. Prinsip diet 3j bagi
penderita DM
3. Memberikan kesempatan pada
komunikan untuk bertanya tentang Mengajukan pertanyaan 5 Menit
materi yang disampakan.
4. Penutup
a. Memberikan pertanyaan
akhir sebagai evaluasi
Menjawab
b. Menyimpulkan bersama-
Mendengarkan 5 Menit
sama hasil kegiatan
Menjawab Salam
penyuluhan
c. Menutup penyuluhan dan
mengucapkan salam
VI. Media dan Sumber
Media : Leaflet

VII. Evaluasi
Prosedur : Post tes
Jenis tes : Pertanyaan secara lisan
Butir-butir pertanyaan :
1. Jelaskan pengertian Diabetes Melitus
2. Sebutkan Penyebab dari Diabetes Melitus
3. Sebutkan tanda dan gejala Diabetes Melitus
4. Sebutkan pengobatan bagi penderita Diabetes mellitus
5. Sebutkan manfaat dari diet bagi penderita Diabetes Melitus
6. Sebutkan diet-diet yang penting bagi penderita Diabetes Melitus
7. Sbutkan prinsip diet 3j pada Diabetes Melitus
VIII. Materi Penyuluhan
Terlampir

SATUAN ACARA PENYULUHAN


DIABETES MELITUS
A. Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati (Yuliana elin, 2009). Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun
yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi normal. Apakah tidak
tikendalikan, penyakit ini akan menimbulkan penyulit-penyulit yang dapat berakibat
fatal, termasuk amputasi pada penyakit kaki diabetes (gangrene diabet) (Misnadiarly,
2006).

B. Penyebab
1. Keturunan
2. Kelebihan berat badan
3. Stress
4. Obat-obatan
5. Hormon/pola makan
6. Usia

C. Tanda dan Gejala


1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Kesemutan dan ras gatal
3. Haus, lapar, banyak kencing yang terus-menerus
4. Kelemahan tubuh
5. Luka yang tidak sembuh-sembuh

D. Pengobatan
1. Terapi diet dan gizi

2. Olah raga

3. Terapi obat

4. Penyuluhan gizi
E. Manfaat diet Diabetes Melitus
1. Untuk menurunkan kadar gula dalam darah
2. Menurunkan kadar gula dalam air kencing
3. Menstabilkan kativitas system tubuh

F. Diet – diet yang penting bagi penderita DM


1. Diet rendah gula, sebaiknya penggunaan gula murni tidak diperbolehkan bila kadar
gula darah rendah sudah terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai
5% dari kebutuhan energy total
2. Diet rendah garam
3. Diet rendah lemak, kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan energy total (<10% dari
makanan dibatasi maksimal 300 mg/hari)

G. Prinsip diet 3j
1. Tepat jadwal

2. Tepat jumlah

3. Tepat jenis
Lampiran
PERENCANAAN PULANG

Nama : Tanggal control :

Usia : Obat :

Jenis kelamin : Nutrisi :

Alamat : Latihan :

No reg :
Tanggal MRS :
Tanggal KRS :
Diagnose medis :
Diagnosa keperawatan :
Yang di bawa pulang :

Yang dibawa saat control :


Diet unutk pasien diabetes mellitus

1. Pengertian
Diet Dm adalah peraturan makanan dana atau minuman pada penderita Dm yang
jumlahnya diperhitungkan
2. Makanan yang tidak boleh dimakan
a. Manisan buah e. Abon
b. Gula pasir f. Kecap
c. Susu kental manis g. Sirup
d. Madu h. Es krim
3. Makanan yang boleh dimakan tetapi dibatasi
a. Nasi f. Tahu
b. Singkong g. Kacang hijau
c. Roti h. Kacang tanah
d. Telur i. Ikan
e. Tempe
4. Makanan yang boleh dimakan
a. Kol
b. Tomat
c. Kangkung
d. Oyong
e. Bayam
f. Kacang panjang
g. Papaya
h. Jeruk
i. Pisang
5. Hal yang harus dilakukan ketika dirumah
a. Senam kaki diabetic
b. Pjat kai
c. Kompres hangat tau dingin
d. Jalan – jalan jika tidak mengalami keluhan
Setiap 3 jam Berat U.R.T
Pagi 06.30
Nasi 110 gr 51/2 sendok makan
Daging 25 gr 1 potong kecil
Tempe 25 gr 1 potong
Sayuran 100gr 1 gelas
½
minyak 7,5 gr sendok makan
Pukul 09.30
Pisang 200 gr 2 buah sedang
Siang 12.30
Nasi 150 gr 7 ½ sendok makan
Daging 40 gr 1 potong sedang
Tempe 25 gr 1 potong
Sayuran 100 gr 1 gelas
Minyak 10 gr 1 sendok makan
Pukul 15.30
Kentang 200 gr 1 buah sedang
Papaya 100 gr 1 potong sedang
Malam 18.30
Nasi 150 gr 7 sendok makan
Daging 25 gr 1 potong kecil
Tempe 25 gr 1 potong kecil
Sayuran 100 gr 1 gelas
Minyak 10 gr 1 sendok makan
Pukul 21.00
Kentang 200 gr 1 buah sedang
Papaya 100 gr 1 potong sedang
PEDOMAN WAWANCARA

1. Klaudikasi (Wilkinson, 2012)


Apakah bapak/ibu merasa sakit dan atau kram di tungkai bawah? Dan apakah rasa sakit
pada tungkai biasanya menyebabkan lemas?
2. Kelambatan penyembuhan luka (Wilkinson, 2012)
Apakah luka bapak/ibu sukar sembuh? (Maryunani, 2008)
3. Edema (Wilkinson, 2012)
Apaah pada tubuh bapak/ibu terdapat bengkak? (Trinawati, 2012)
4. Nyeri ekstremitas (Wilkinson, 2012)
Apakah bapak/ibu merasa nyeri pada ekstremitas atas maupun bawah? (Arwani, 2014)
5. Pemendakan jarak bebas nyeri (Wilkinson, 2012)
Apakah merasa nyeri saat berjalan menempuh jarak yang jauh dan uji berjalan selama
enam menit? (Trisnawati, 2012)
6. Parestesia (Wilkinson, 2012)
Apakah merasa sakit terasa seperti terbakar, gatal atau geli tenpa ada sensasi dari luar?
(Arwati, 2014)

Anda mungkin juga menyukai