Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia
purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala
Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil
manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia.
Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan,
fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah
kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses
erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang
mengandung informasi tentang kehidupan pada masa lampau.
Penggalian oleh tim von Koenigswald yang berakhir 1941 dan koleksi-koleksinya
sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang
kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke
kawannya di Jerman, Franz Weidenreich.
Museum purbakala sangiran memiliki tiga ruang utama. Ruang pertama berisi
sejumlah diorama yang memberikan informasi tentang manusia purba dan hewan yang ada
di situs Sangiran sekitar 1 juta tahun yang lalu. Ruang kedua, yang lebih luas, menyajikan
banyak bahan rinci tentang berbagai fosil yang ditemukan di Sangiran dan tentang sejarah
eksplorasi di situs. Ruang ketiga, dalam presentasi yang mengesankan terpisah, berisi
diorama besar yang memberikan pandangan seluruh wilayah keseluruhan Sangiran, dengan
gunung berapi seperti Gunung Lawu di latar belakang dan manusia dan hewan di latar
depan, seperti yang dibayangkan sekitar 1 juta tahun yang lalu. Beberapa presentasi di aula
ketiga ini menarik pada karya pematung paleontologis internasional Elisabeth Daynes.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola
kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan
seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula,
untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecanthropus erectus (salah satu
spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di
area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun
masih dapat ditemukan hingga kini.Dengan kondisi yang relatif utuh sehingga para ahli
dapat merangkai benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara
berurutan.
Secara umum, Museum Sangiran memiliki koleksi fosil manusia purba diantaranya;
Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis, Meganthropus palaeojavanicus,
Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Homo neanderthal eropa, Homo neanderthal
asia, dan Homo sapiens. Yang menarik dari manusia purba Homo erectus adalah
Museum Manusia Purba | Sangiran 2019
ditemukannya sejumlah 100 individu di Sangiran yang mewakili 65% fosil Homo erectus di
Indonesia, serta 50 % fosil Homo erectus di dunia. Tak heran, situs Sangiran menjadi situs
yang penting baik bagi Indonesia maupun dunia. Selain menyimpan fosil manusia purba,
Museum Sangiran juga menyimpan beberapa fosil vertebrata diantaranya gajah purba,
harimau, babi, badak, sapi, banteng, rusa dan domba. Ada juga fosil binatang air seperti
buaya, ikan, kepiting, gigi ikan hiu, kuda nil dan kura-kura. Serta hewan hewan molusca.
Selain itu juga ditemukan jenis-jenis batuan diantaranya batu meteorit /taktit, kalesdon,
diatome, agate dan ametis. Museum Sangiran memberikan informasi mengenai masa
berburu dan meramu. Terdapat koleksi alat-alat seperti serpih dan bilah, serut dan gurdi,
kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas penetak.
Museum Manyarejo sebagai bentuk apresiasi terhadap para peneliti dari berbagai
disiplin ilmu dan masyarakat yang telah melakukan pekerjaan besar penelitian yang
menghasilkan temuan-temuan untuk museum Purbakala Sangiran. Display museum
Manyarejo menyajikan kenangan penelitian yang pernah dilakukan di daerah tersebut, juga
secara interaktif pengunjung akan mengetahui informasi tersebut melalui display komputer
di dalam ruang pamer.
Klaster Dayu banyak menyimpan kekayaan memori kehidupan sejak jutaan tahun
silam, baik itu kehidupan flora, fauna, maupun manusia dan budayanya, serta merekam
perubahan lingkungan yang pernah terjadi di Sangiran jutaan tahun silam. Berdiri di atas
lahan yang khusus dipilih dan dirancang sebagai sajian contoh lapisan tanah dari 4 zaman
dalam rentang masa 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam, Museum Dayu menjelma menjadi
pusat informasi tentang lapisan tanah purba dan budaya manusia jenis Homo Erectus
terlengkap.
Klaster Ngebung memiliki nilai sejarah yang signifikan karena disanalah lokasi
pertama kali dilakukan penggalian secara sistematis dengan hasil yang menakjubkan. Di
Klaster Ngebung ini, ditampilkan para peneliti dalam upaya mengeksplorasi potensi Situs
Sangiran. Kegiatan tokoh-tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R
von Konigswald, disajikan dengan informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital
interaktif. Yang lebih menarik, display yang disajikan di Klaster Ngebung rata-rata berbentuk
tiga dimensi (3D) sehingga bagus untuk tampilan memperoleh informasi maupun sekedar
berfoto-foto.
Klaster Bukuran
Pada klaster bukuran terdiri atas 2 lantai, pada lantai atas terdiri atas 2 ruangan
yakni ruang pamer 1 yang menyajikan penjelasan mengenai aspek yang mempengaruhi
terjadinya evolusi meliputi keanekaragaman hayati, adaptasi, dan seleksi alam. Ruangan
kedua merupakan ruang diorama yang menyajikan patung rekonstruksi Homo erectus
berdasarkan temuan dari situs Sangiran dan temuan tengkorak di situs sepanjang
Bengawan Solo. Di lantai bawah terdiri atas ruang pamer 2 dan 3 dimana pada ruang
pamer 2 tersaji informasi tentang tahapan evolusi biologis dari Australopithecus afarensis
sampai dengan manusia modern. Pada Ruang pamer 3 terdapat penjelasan engenai evolusi
fisik manusia yang juga mengevolusi kognisi manusia, yang meliputi persepsi, organisasi,
dan komunikasi, serta sistem simbolik dan artistik yang terbagi dalam 3 tahapan, yaitu
pracocok tanam, bercocok tanam, dan tahap industri.
Museum Manyarejo
Museum pendukung Klaster Bukuran ini adalah bentuk apresiasi terhadap para
peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan warga masyarakat yang telah melakukan pekerjaan
besar melakukan penelitian dan menghasilkan berbagai penemuan penting untuk Situs
Sangiran. Hubungan harmonis ini terus berlangsung dari penggalian ke penggalian dan
generasi ke genarasi hingga saat ini. Warga sekitar terbuka menerima para peneliti, bahkan
warga sekitar menjadi tumpuan dalam setiap ekskavasi dan survey yang dilakukan peneliti.
Display Museum Manyarejo menyajikan kenangan penelitian yang pernah dilakukan di
daerah ini, legenda yang menjadi mitos masyarakat tentang Sangiran dan temuan-
temuannya, berbagai koleksi memorabilia yang dimiliki peneliti dan masyarakat sekitar.
Semuanya dikemas dengan nuansa rumah tradisional Sangiran dan didukung dengan
teknologi informasi yang memungkinkan pengunjung memperoleh informasi secara
interaktif.
Museum Manusia Purba | Sangiran 2019
Pada bagian awal disajikan sejarah penelitian yang pernah dilakukan di Manyarejo,
berikut tokoh-tokohnya. Di bagian lain digambarkan kehidupan masyarakat desa yang
disajikan dengan display beberapa alat-alat yang biasa mereka gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, institusi lain pernah
secara intensif melakukan kegiatan di Manyarejo, yaitu Pusat arkeologi Nasional. Kegiatan
Pusat Arkeologi Nasional ini secara khusus disajikan tersendiri berikut koleksi temuan-
temuannya. Display kotak ekskavasi dibuat untuk memberi gambaran kepada pengunjung
tentang kegiatan penggalian di Manyarejo.
Klaster Krikilan
Merupakan visitor center yang memberikan informasi secara lengkap tentang Situs
Sangiran. Lokasi museum berada di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah. Klaster ini telah selesai dibangun dan kemudian diresmikan pada
tahun 2011 oleh Menteri Kebudayaan. Sajian pameran di Klaster Krikilan dibagi menjadi 3
ruang, yaitu ruang pamer “Kekayaan Sangiran”, ruang pamer “Langkah-langkah
Kemanusiaan”, dan ruang diorama “Masa Keemasan Homo erectus”.
Ruang pamer 1
Ruang pamer 2
Ruang pameran 3
Klaster Dayu
Museum Dayu di Klaster Dayu hadir dengan informasi yang populer disertai tata
pamer dan display menarik, serta sentuhan teknologi terkini menjadikan museum ini layak
menjadi tujuan wisata edukasi dan sumber ilmu pengetahuan tentang masa lalu.
Pengunjung akan diajak berjalan menuruni tangga menuju masa jutaan tahun silam. Setelah
diselingi dengan Ruang Diorama tentang kehidupan Homo erectus ejnis arkaik dan Ruang
Galeri Pameran, pengunjung diajak menuju masa 1,2 juta tahun silam pada lapisan
Pucangan.
Klaster Ngebung
Memiliki nilai sejarah yang signifikan karena disanalah lokasi pertama kali dilakukan
penggalian secara sistematis dengan hasil yang menakjubkan. Di Klaster Ngebung ini,
ditampilkan para peneliti dalam upaya mengeksplorasi potensi Situs Sangiran. Kegiatan
tokoh-tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Konigswald,
disajikan dengan informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital interaktif.
Penemuan jejak manusia purba berikut mitos yang berkembang di masyarakat dijelaskan
dengan lengkap, disertai display koleksi temuan-temuan fosil dari Situs Ngebung. Sebagai
ladang penelitian mengenai manusia purba Situs Ngebung menjadi tempat yang produktif
menghasilkan temuan fosil binatang, artefak, dan sisa-sisa manusia. Berbagai teori telah
berkembang sejalan dengan temuan-temuan di Situs Ngebung. Beberapa teknik analisis
untuk menjawab persoalan tersebut disajikan dalam bentuk visual dan interaktif.
“Di suatu daerah di Jawa Tengah, salah satu situs terkemuka di dunia, Situs
Sangiran mampu berkontribusi kepada dunia untuk memberikan pemahaman-pemahaman
tentang bagaimana kehidupan Homo erectus, spesies yang pernah hidup sebelum spesies
manusia modern saat ini, Homo sapiens”.