Anda di halaman 1dari 10

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Sragen, Jawa Tengah.

Area ini memiliki


luas 56 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah
Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran
terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun
1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai
cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area
tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek
moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih
fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs
tersebut.

Peta lokasi Museum Manusia Purba Sangiran

Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia
purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala
Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil
manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia.
Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan,
fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah
kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses
erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang
mengandung informasi tentang kehidupan pada masa lampau.

Sangiran mencakup beberapa lapisan tanah/formasi tanah. Yang tertua adalah


formasi "kalibeng" formasi ini diperkirakan berumur 3 juta - 1,8 juta tahun yang lalu. Pada
formasi ini terdiri atas 4 lapisan yaitu lapisan bawah merupakan endapan laut dalam dengan
ketebalan lapisan ini 107 meter. Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling
tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah
Sangiran. Semenjak dilaporkan chemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu
yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik
dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald
menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah
Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran.

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


Museum Manusia Purba Sangiran dibangun di atas lahan yang berada di wilayah 2
kabupaten, yaitu Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Tiga Klaster
dikembangkan di Kabupaten Sragen dan satu buah Klaster dikembangkan di Kabupaten
Karanganyar. Pada Wilayah Kabupaten Sragen, dibangun Museum Manusia Purba
Sangiran Klaster Krikilan, Klaster Ngebung, dan 2 buah museum di Klaster Bukuran.
Sedangkan di wilayah Kabupaten Karanganyar dibangun sebuah museum klaster, yaitu
Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu.

Seperti situs-situs paleoanthropologi lainnya, situasi lapangan Situs Sangiran tidak


bisa mencerminkan apa-apa. Dengan bentang lahan gersang dan tidak mempu bercerita
banyak tentang evolusi manusia, budaya, dan lingkungan kepada masyarakat luas. Oleh
karenanya, agar pesan-pesan informasi Situs Sangiran sampai kepada masyarakat
didirikanlah pusat-pusat informasi di Kawasan Sangiran yang representatif, eksploratif,
komprehensif, dan modern. Dalam pengembangannya, Situs Sangiran memiliki museum
yang tersebar di 4 Klaster yaitu, Klaster Krikilan, Klaster Dayu, Klaster Bukuran, dan Klaster
Ngebung. Museum-museum di 4 klaster ini akan menghimpun informasi kehidupan manusia
purba di Sangiran yang tidak ternilai untuk ilmu pengetahuan dan sejarah kemanusiaan dan
peradaban, sehingga sangat potensial untuk menjalankan ketiga fungsi pokok museum yaitu
pengembangan ilmu, pendidikan, dan sarana hiburan. Museum Manusia Purba Sangiran
adalah sebuah museum yang aktif dan dinamis dari kegiatan-kegiatan ilmiah. Segala
potensi akademis yang disajikan di Museum Manusia Purba Sangiran diimbangi dengan
fasilitas museum yang modern sehingga publik dapat memperoleh informasi-informasi ilmiah
maupun budaya semaksimal mungkin sesuai dengan kapasitas Situs Sangiran.

Museum purbakala Sangiran

Penggalian oleh tim von Koenigswald yang berakhir 1941 dan koleksi-koleksinya
sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang
kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke
kawannya di Jerman, Franz Weidenreich.

Museum purbakala sangiran memiliki tiga ruang utama. Ruang pertama berisi
sejumlah diorama yang memberikan informasi tentang manusia purba dan hewan yang ada
di situs Sangiran sekitar 1 juta tahun yang lalu. Ruang kedua, yang lebih luas, menyajikan
banyak bahan rinci tentang berbagai fosil yang ditemukan di Sangiran dan tentang sejarah
eksplorasi di situs. Ruang ketiga, dalam presentasi yang mengesankan terpisah, berisi
diorama besar yang memberikan pandangan seluruh wilayah keseluruhan Sangiran, dengan
gunung berapi seperti Gunung Lawu di latar belakang dan manusia dan hewan di latar
depan, seperti yang dibayangkan sekitar 1 juta tahun yang lalu. Beberapa presentasi di aula
ketiga ini menarik pada karya pematung paleontologis internasional Elisabeth Daynes.

Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola
kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan
seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula,
untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecanthropus erectus (salah satu
spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di
area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun
masih dapat ditemukan hingga kini.Dengan kondisi yang relatif utuh sehingga para ahli
dapat merangkai benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara
berurutan.

Secara umum, Museum Sangiran memiliki koleksi fosil manusia purba diantaranya;
Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis, Meganthropus palaeojavanicus,
Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Homo neanderthal eropa, Homo neanderthal
asia, dan Homo sapiens. Yang menarik dari manusia purba Homo erectus adalah
Museum Manusia Purba | Sangiran 2019
ditemukannya sejumlah 100 individu di Sangiran yang mewakili 65% fosil Homo erectus di
Indonesia, serta 50 % fosil Homo erectus di dunia. Tak heran, situs Sangiran menjadi situs
yang penting baik bagi Indonesia maupun dunia. Selain menyimpan fosil manusia purba,
Museum Sangiran juga menyimpan beberapa fosil vertebrata diantaranya gajah purba,
harimau, babi, badak, sapi, banteng, rusa dan domba. Ada juga fosil binatang air seperti
buaya, ikan, kepiting, gigi ikan hiu, kuda nil dan kura-kura. Serta hewan hewan molusca.
Selain itu juga ditemukan jenis-jenis batuan diantaranya batu meteorit /taktit, kalesdon,
diatome, agate dan ametis. Museum Sangiran memberikan informasi mengenai masa
berburu dan meramu. Terdapat koleksi alat-alat seperti serpih dan bilah, serut dan gurdi,
kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas penetak.

Klaster Situs Sangiran

Dalam rangka menambah fasilitas dan keanekaragaman koleksi penemuan serta


memperluas informasi bagi pengunjung seputar sejarah makhluk hidup, maka museum
Purbakala Sangiran mendirikan beberapa klaster baru yang dibuka untuk umum, yaitu
Klaster Bukuran, Manyarejo, Dayu, dan Ngebung. Keempat klaster tersebut berjarak kurang
lebih lima sampai tujuh kilometer dari museum Purbakala Sangiran. Masih di kawasan
Sangiran, Klaster Bukuran terletak di Desa Bukuran dan merupakan situs yang kaya akan
tinggalan fosil-fosil manusia purba.

Museum Klaster Bukuran berisi seputar teori-teori evolusi dan faktor-faktor di


sekitar yang memengaruhi. Semua materi disajikan dengan desain visual dan grafis yang
menarik, berwarna, dan berteknologi tinggi, salah satunya terdapat empat ruang secara
terpisah berukuran kecil yang masing-masing memberikan informasi terbentuknya planet
Bumi, hingga kemunculan cikal bakal terbentuknya manusia, didukung oleh fasilitas televisi
dan earphone seolah-olah pengunjung sedang menonton film di dalam bioskop. Selain itu,
tidak jauh dari Klaster Bukuran, terdapat museum Manyarejo sebagai museum pendukung
Klaster Bukuran.

Museum Manyarejo sebagai bentuk apresiasi terhadap para peneliti dari berbagai
disiplin ilmu dan masyarakat yang telah melakukan pekerjaan besar penelitian yang
menghasilkan temuan-temuan untuk museum Purbakala Sangiran. Display museum
Manyarejo menyajikan kenangan penelitian yang pernah dilakukan di daerah tersebut, juga
secara interaktif pengunjung akan mengetahui informasi tersebut melalui display komputer
di dalam ruang pamer.

Klaster Dayu banyak menyimpan kekayaan memori kehidupan sejak jutaan tahun
silam, baik itu kehidupan flora, fauna, maupun manusia dan budayanya, serta merekam
perubahan lingkungan yang pernah terjadi di Sangiran jutaan tahun silam. Berdiri di atas
lahan yang khusus dipilih dan dirancang sebagai sajian contoh lapisan tanah dari 4 zaman
dalam rentang masa 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam, Museum Dayu menjelma menjadi
pusat informasi tentang lapisan tanah purba dan budaya manusia jenis Homo Erectus
terlengkap.

Klaster Ngebung memiliki nilai sejarah yang signifikan karena disanalah lokasi
pertama kali dilakukan penggalian secara sistematis dengan hasil yang menakjubkan. Di
Klaster Ngebung ini, ditampilkan para peneliti dalam upaya mengeksplorasi potensi Situs
Sangiran. Kegiatan tokoh-tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R
von Konigswald, disajikan dengan informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital
interaktif. Yang lebih menarik, display yang disajikan di Klaster Ngebung rata-rata berbentuk
tiga dimensi (3D) sehingga bagus untuk tampilan memperoleh informasi maupun sekedar
berfoto-foto.

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


KLASTER MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN

Klaster Bukuran

Berada di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Tema dari


museum 2 lantai ini adalah Evolusi Manusia. Hal ini tidak dapat lepas dari kenyataan bahwa
Bukuran menjadi lokasi penting di Situs Sangiran karena potensi Desa Bukuran akan
temuan sisa-sisa manusia purba relatif besar. Hal-hal yang berkaitan dengan evolusi
disajikan di museum ini. Konsep dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan terhadap
spesies disajikan secara ilmiah. Bukti-bukti berupa temuan tengkorak dari situs-situs
paleoanthropologi dunia ditampilkan sebagai gambaran mengenai posisi Situs Sangiran
dalam peta evolusi manusia di dunia.

Peta lokasi Kluster Bukuran

Pada klaster bukuran terdiri atas 2 lantai, pada lantai atas terdiri atas 2 ruangan
yakni ruang pamer 1 yang menyajikan penjelasan mengenai aspek yang mempengaruhi
terjadinya evolusi meliputi keanekaragaman hayati, adaptasi, dan seleksi alam. Ruangan
kedua merupakan ruang diorama yang menyajikan patung rekonstruksi Homo erectus
berdasarkan temuan dari situs Sangiran dan temuan tengkorak di situs sepanjang
Bengawan Solo. Di lantai bawah terdiri atas ruang pamer 2 dan 3 dimana pada ruang
pamer 2 tersaji informasi tentang tahapan evolusi biologis dari Australopithecus afarensis
sampai dengan manusia modern. Pada Ruang pamer 3 terdapat penjelasan engenai evolusi
fisik manusia yang juga mengevolusi kognisi manusia, yang meliputi persepsi, organisasi,
dan komunikasi, serta sistem simbolik dan artistik yang terbagi dalam 3 tahapan, yaitu
pracocok tanam, bercocok tanam, dan tahap industri.

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


Pada bagian pertama disajikan keane-
karagaman mahkluk yang hidup di atas bumi
sekarang. Tidak hanya manusia, kehidupan
flora dan fauna ditampilkan dalam format audio
visual yang menggambarkan berbagai aspek
kehidupan mereka. Keaneka ragaman hayati ini
kemudian diperdalam lagi dengan penjelasan
ilmiah klasifikasi mahkluk hidup serta informasi
mengenai aspek-aspek mengapa kehidupan
sekarang sangat beragam. Dasar-dasar teori
evolusi telah dipaparkan pada bagian awal
Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Bukuran. Diorama rekonstruksi 3 tipe Homo
erectus yang pernah hidup di Jawa merupakan ujung dari informasi yang disajikan di lantai
atas. Lantai bawah Museum Klaster Bukuran menjabarkaan bukti-bukti peninggalan fosil
manusia purba (replika) yang pernah ditemukan. Tidak hanya fosil yang berasal dari Situs
Sangiran saja, melainkan fosil-fosil manusia purba dari situs-situs paleoantrpologi di seluruh
dunia. Sekitar 12 cetakan fosil tengkorak manusia disajikan agar pengunjung dapat
mengenali dan pembandingkan tahap-tahap perkembangan fisik manusia.

Teori Evolusi sendiri hingga saat ini masih


terus berubah dan berkembang. Berbagai macam
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu terus
dilakukan para ahli. Tidak hanya kehidupan pada
masa Homo erectus yang masih menyisakan
perdebatan hangat, namun kehidupan manusia
modern sekarang inipun juga masih menarik untuk
dikaji. Setelah kepunahan Homo erectus,
penghunian kepulauan nusantara selanjutnya
diwarnai dengan sejarah yang sangat panjang.
Kedatang para Austronesia membawa kehidupan baru yang merubah secara signifikan
kebudayaan dan peradaban manusia menuju kehidupan yang modern. Tahapan evolusi
kognisi dari memanfaatkan alam, kemudian berlanjut ke tahap budidaya alam seperti
bercocok tanam dan domestikasi fauna, serta mengembangkan teknologi modern dalam
sebuah industri merupakan perkembangan evolusi kognisi yang menjadi bagian dari evolusi
fisik manusia. Teori Evolusi yang dikemukakan Darwin dan juga tokoh-tokoh sebelumnya
terus mengalami perubahan dan pengembangan. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan upaya manusia untuk menemukan jati dirinya. Pada saat ini, kita
semua adalah bagian dari evolusi. Sesuai dengan prinsip evolusi “berubah dalam
perubahan (mutatione in mutationem)”

Museum Manyarejo

Museum pendukung Klaster Bukuran ini adalah bentuk apresiasi terhadap para
peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan warga masyarakat yang telah melakukan pekerjaan
besar melakukan penelitian dan menghasilkan berbagai penemuan penting untuk Situs
Sangiran. Hubungan harmonis ini terus berlangsung dari penggalian ke penggalian dan
generasi ke genarasi hingga saat ini. Warga sekitar terbuka menerima para peneliti, bahkan
warga sekitar menjadi tumpuan dalam setiap ekskavasi dan survey yang dilakukan peneliti.
Display Museum Manyarejo menyajikan kenangan penelitian yang pernah dilakukan di
daerah ini, legenda yang menjadi mitos masyarakat tentang Sangiran dan temuan-
temuannya, berbagai koleksi memorabilia yang dimiliki peneliti dan masyarakat sekitar.
Semuanya dikemas dengan nuansa rumah tradisional Sangiran dan didukung dengan
teknologi informasi yang memungkinkan pengunjung memperoleh informasi secara
interaktif.
Museum Manusia Purba | Sangiran 2019
Pada bagian awal disajikan sejarah penelitian yang pernah dilakukan di Manyarejo,
berikut tokoh-tokohnya. Di bagian lain digambarkan kehidupan masyarakat desa yang
disajikan dengan display beberapa alat-alat yang biasa mereka gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, institusi lain pernah
secara intensif melakukan kegiatan di Manyarejo, yaitu Pusat arkeologi Nasional. Kegiatan
Pusat Arkeologi Nasional ini secara khusus disajikan tersendiri berikut koleksi temuan-
temuannya. Display kotak ekskavasi dibuat untuk memberi gambaran kepada pengunjung
tentang kegiatan penggalian di Manyarejo.

Display Museum Manyarejo menyajikan kenangan penelitian yang pernah dilakukan


di daerah ini, legenda yang menjadi mitos masyarakat tentang Sangiran dan temuan-
temuannya, berbagai koleksi memorabilia yang dimiliki peneliti dan masyarakat sekitar.
Semuanya dikemas dengan nuansa rumah tradisional Sangiran dan didukung dengan
teknologi informasi yang memungkinkan pengunjung memperoleh informasi secara
interaktif Pada bagian awal disajikan sejarah penelitian yang pernah dilakukan di Manyarejo,
berikut tokoh-tokohnya. Di bagian lain digambarkan kehidupan masyarakat desa yang
disajikan dengan display beberapa alat-alat yang biasa mereka gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, institusi lain pernah
secara intensif melakukan kegiatan di Manyarejo, yaitu Pusat arkeologi Nasional. Kegiatan
Pusat Arkeologi Nasional ini secara khusus disajikan tersendiri berikut koleksi temuan-
temuannya. Display kotak ekskavasi dibuat untuk memberi gambaran kepada pengunjung
tentang kegiatan penggalai di Manyarejo.

Klaster Krikilan

Merupakan visitor center yang memberikan informasi secara lengkap tentang Situs
Sangiran. Lokasi museum berada di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah. Klaster ini telah selesai dibangun dan kemudian diresmikan pada
tahun 2011 oleh Menteri Kebudayaan. Sajian pameran di Klaster Krikilan dibagi menjadi 3
ruang, yaitu ruang pamer “Kekayaan Sangiran”, ruang pamer “Langkah-langkah
Kemanusiaan”, dan ruang diorama “Masa Keemasan Homo erectus”.

Peta lokasi Kluster Krikilan

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


Di dalam museum sangiran ini terdapat 3 ruang pamer yang berbeda. Ketiga ruang
pamer tersebut mempunyai temanya tersendiri, yakni ;

Ruang pamer 1

Bertema “Kekayaan Sangiran” menampilkan informasi


mengenai Geologi sangiran, Sangiran dengan habitat
dan lingkungannya, Manusia purba dan budaya juga
temuan-temuan fosil terbaik yang ditemukan di
sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph von
Koenigswald dan beberapa peneliti lainnya. baik dari
fauna dan manusia, serta hasil-hasil budaya manusia di
Situs Sangiran. Di ruang pameran 1 ini terdapat
gambar proses evolusi makhluk sel tunggal-manusia,
evolusi manusia, fosil crocodillus sp, chelonia sp,
hippopotammu sp, dan lain-lain. Selain itu, di ruang
pamer ini ditampilkan diorama-diorama yang menarik dan alat peraga interaktif sebagai
pendukung informasi kepada pengunjung.

Ruang pamer 2

Memiliki tema “Langkah-Langkah Kemanusiaan”. Di ruang


ini disajikan informasi tentang awal pembentukan tata surya
menurut Teori Big Bang dalam bentuk film pendek, dan
perkembangan bumi dari awal hingga penghunian kepulauan
nusantara. Ruang animasi ini didukung dengan koleksi fosil
dari sangiran, artefak, patung-patung, duplikat temuan, audio
visual, dan dioarama untuk menjelaskan informasi kepada
pengunjung. Ruang pamer 2 berisi tahapan-tahapan
kemanusiaan yang dijelaskan dalam teori evolusi. Terdapat
tahap perkembangan tengkorak-tengkorak manusia dari
masa ke masa seperti Pithecantropus modjokertoensis,
Homo erectus, Homo sapiens dll. Dilengkapi beberapa biografi penemu-penemu fosil yang
ada.Pada ruangan ini disajikan materi tentang Pembentukan alam semesta dan makhluk
hidup, Teori evolusi dan persebaran manusia, Abad penemuan, Sejarah kepulauan
nusantara, Lingkungan alam sangiran, Kehidupan kala pleistosen bawah, Kehidupan kala
pleistosen tengah, Kehidupan kala pleistosen atas , Siapa, darimana, ke mana kita?, dan
Proses penelitian situs Sangiran.

Ruang pameran 3

Memiliki tema “Masa Keemasaan Homo


erectus 500.000 tahun yang lalu”. Ruang pamer
ini merupakan ruang diorama berukuran besar
yang menggambarkan kehidupan Homo erectus,
lingkungan, dan kehidupan binatang-
binatangnya. Selain itu, dihadirkan manekin
rekonstruksi temuan tengkorak S17 dari
Sangiran dan manusia Leang Bua dari Flores.

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


Ruang ini dilengkapi berbagai kekayaan Sangiran dan
berbagai fosil yang ditemukan di daerah itu oleh Van Koenigswald
dan sejumlah peneliti lainnya. Banyak fosil yang ditemukan seperti
Pithecanthropus rectus, Pithecanthropus mojokertensis,
Meganthropus paleojavanicus, Homo soloensis. Fosil-fosil tersebut
semua dalam bentuk replika, karena fosil yang asli disimpan di
Museum Geologi Bandung dan Laboratorium UGM Yogyakarta.
Selain itu pada ruang display pertama dilengkapi berbagai fosil
binatang darat, binatang air, bebatuan, dan berbagai macam
peralatan yang terbuat dari batu yang pernah diugnakan oleh
manusia purba yang ada didaerah sekitar Sangiran.

Temuan fosil hominid yang menjadi bukti keberadaan


manusia di Sangiran telah menjawab pertanyaan-pertanyaan dan
pemahaman tentang evolusi manusia. Secara kuantitas dan kualitas
temuan hominid Sangiran menyumbang separoh populasi temuan
Homo erectus di dunia. Bahkan selama kurang lebih 1 juta tahun
mereka hidup di Jawa, Homo erectus telah menunjukkan
perkembangan evolutif yang signifikan, walaupun akhirnya mereka punah sekitar 300.000
tahun yang lalu. Tidak mengherankan jika kemudian Situs Sangiran disebut sebagai salah
satu situs kunci untuk pemahaman evolusi manusia.

Temuan-temuan artefak di Situs Sangiran mendukung keberadaan manusia pada


saat itu. Dari artefak yang berhasil ditemukan, kita dapat mengetahui kecerdasan Homo
erectus dalam pembuatan alat yang menopang kehidupan mereka sehari-hari. Mereka telah
mampu memilih jenis batuan yang dapat dijadikan perkakas, serta menguasai teknologi
pembuatannya sehingga tercipta berbagai jenis perkakas. Melimpahnya fosil fauna dapat
menggambarkan lingkungan pada saat Homo erectus hidup. Fosil-fosil fauna akuatik seperti
moluska, penyu, ikan, dan reptil menunjukkan habitat laut, rawa, dan daratan. Hewan-hewan
vertebrata berukuran besar menjadi primadona Sangiran saat itu. Gajah (Mastodon,
Stegodon, dan Elephas sp.), kerbau (Bubalus paleokarabau), banteng (Bibos
paleosondaicus), antelop (Duboisia santeng), rusa, badak, Hippopotamus telah hidup
berdampingan dengan manusia selama lebih dari 1 juta tahun. Potensi Situs Sangiran
dalam peta situs hominid di dunia menempatkan Situs Sangiran sejajar dengan situs-situs di
Afrika, Eropa, dan Asia. Pada perkembangan selanjutnya, ditemukan situs-situs Kala
Plestosen sejenis lainnya di Indonesia. Ketika Homo erectus punah sekitar 300.000 tahun
yang lalu, muncullah Homo sapiens sebagai manusia penghuni bumi hingga saat ini.

Sejak awal Holosen, penghunian di Nusantara mengalami perkembangan yang


cukup signifikan seperti terlihat dari persebaran temuan sisa manusia yang menempati
wilayah geografis yang lebih luas di berbagai bagian Nusantara. Manusia yang hidup pada
saat ini merupakan hasil dari evolusi manusia modern awal, atau tidak menutup
kemungkinan adanya proses migrasi baru. Sebaran manusia modern yang lebih kemudian
ini meliputi wilayah Sumatra (Binjai Tamiang), Jawa (Gua Lawa, Gua Sodong, gua Marjan,
Gua Petpuruh, gua Keplek, gua Braholo), Kalimantan (Gua Babi dan Gua Tengkorak),
Sulawesi (Gua Uleleba dan Leang Cadang), Flores (Liang Momer dan Liang Panas).

Klaster Dayu

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019


Berada di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Museum ini adalah satu-satunya museum Sangiran yang berada di wilayah
Karanganyar. Situs Dayu dikenal merupakan situs yang penting karena banyak menyimpan
tinggalan kehidupan sejak jutaan tahun silam seperti manusia dan budaya, fauna, serta
rekaman perubahan lingkungan Sangiran. Selain itu, tidak jauh dari museum, di Desa
Pucung pada tahun 1969 ditemukan spesimen tengkorak Homo erectus yang menjadi
master piece Situs Sangiran yaitu S17 (Sangiran 17). Tema yang menjadi titik informasi
museum adalah sebagai lokasi penemuan hasil budaya manusia berusia 1,2 juta tahun
silam. Ini merupakan temuan artefak tertua di Indonesia. Selain itu, keberadaan stratigrafi
Dayu yang relatif lengkap mampu menggambarkan secara berurutan evolusi lingkungan
sejak Sangiran berupa rawa hingga menjadi daratan.

Peta lokasi Kluster Dayu

Pengunjung museum seperti diajak menyusuri lorong waktu ketika memulai


kunjungan, dari lapisan tanah termuda hingga lapisan tanah berusia 1,2 juta tahun silam. Di
setiap lapisan tanah disediakan shelter atau anjungan yang merupakan tempat informasi
mengenai lapisan tanah yang bersangkutan.

Anjungan paling atas adalah anjungan Notopuro yang merupakan bangunan


informasi mengenai lapisan tanah termuda dari Situs Sangiran. Informasi yang disampaikan
kepada pengunjung adalah informasi tentang perubahan lingkungan di Sangiran menjadi
lingkungan darat yang kering dan tandus. Anjungan yang lebih tua lagi di bawahnya
menyampaikan informasi tentang perlapisan tanah Formasi Kabuh. Pada saat ini lingkungan
sangiran mencapai puncak keemasannya dengan ditandai adanya bekas-bekas aliran
sungai yang besar dan ditemukan di area yang cukup luas di Sangiran. Anjungan
grenzbank adalah bangunan yang berisi informasi perubahan lingkungan dari rawa menjadi
daratan. Material grenzbank terdiri dari gamping yang tercampur dengan kerikil pisoid yang
diendapkan di daerah rawa, sehingga lapisan ini menjadi lapisan tanah yang sangat keras.
Museum Manusia Purba | Sangiran 2019
Grenzbank adalah “pembatas” yang membatasi lingkungan darat di atasnya dan lingkungan
rawa di bawahnya. Ruang diorama berada pada Formasi Pucangan yang menunjukkan
lapisan rawa Sangiran. Material Formasi Pucangan adalah lempung hitam yang
menunjukkan lingkungan rawa. Ruang diorama menggambarkan kehidupan di Sangiran
pada saat lingkungan rawa di mana fauna dan flora hidup berdampingan dengan manusia.
Ruang terakhir di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu adalah ruang pamer yang
menyajikan bukti-bukti penemuan perkakas Homo erectus tipe arkaik pada lapisan tanah
berusia 1,2 juta tahun silam. Ini adalah temuan himpunan artefak paling tua di Indonesia.

Museum Dayu di Klaster Dayu hadir dengan informasi yang populer disertai tata
pamer dan display menarik, serta sentuhan teknologi terkini menjadikan museum ini layak
menjadi tujuan wisata edukasi dan sumber ilmu pengetahuan tentang masa lalu.
Pengunjung akan diajak berjalan menuruni tangga menuju masa jutaan tahun silam. Setelah
diselingi dengan Ruang Diorama tentang kehidupan Homo erectus ejnis arkaik dan Ruang
Galeri Pameran, pengunjung diajak menuju masa 1,2 juta tahun silam pada lapisan
Pucangan.

Klaster Ngebung

Memiliki nilai sejarah yang signifikan karena disanalah lokasi pertama kali dilakukan
penggalian secara sistematis dengan hasil yang menakjubkan. Di Klaster Ngebung ini,
ditampilkan para peneliti dalam upaya mengeksplorasi potensi Situs Sangiran. Kegiatan
tokoh-tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Konigswald,
disajikan dengan informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital interaktif.
Penemuan jejak manusia purba berikut mitos yang berkembang di masyarakat dijelaskan
dengan lengkap, disertai display koleksi temuan-temuan fosil dari Situs Ngebung. Sebagai
ladang penelitian mengenai manusia purba Situs Ngebung menjadi tempat yang produktif
menghasilkan temuan fosil binatang, artefak, dan sisa-sisa manusia. Berbagai teori telah
berkembang sejalan dengan temuan-temuan di Situs Ngebung. Beberapa teknik analisis
untuk menjawab persoalan tersebut disajikan dalam bentuk visual dan interaktif.

“Di suatu daerah di Jawa Tengah, salah satu situs terkemuka di dunia, Situs
Sangiran mampu berkontribusi kepada dunia untuk memberikan pemahaman-pemahaman
tentang bagaimana kehidupan Homo erectus, spesies yang pernah hidup sebelum spesies
manusia modern saat ini, Homo sapiens”.

Museum Manusia Purba | Sangiran 2019

Anda mungkin juga menyukai