Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus oryzae PADA


MEDIA Oryza sativa

Disusun oleh:
Rombel 2 Biologi

Nafisatul Laila (4411417041)


Artanti Astutiningtyas (4411417048)
Belila Mega Utari (4411417049)
Rhismayanti (4411417053)
M. Helmi Eka Nugraha (4411417066)

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui laju
pertumbuhan populasi kutu beras (Sitophilus oryzae) pada media beras putih (Oryza
sativa)
B. Landasan Teori
Populasi adalah sekelompok individu sejenis yang terdapat di suatu daerah
tertentu. Populasi dapat didefinisikan pada berbagai skalaruang. Bahkan seluruh
individu sejenis dapat di pandang sebagai sebuah populasi. Beberapa populasi lokal
atau deme yang dihubungkan oleh individu-individu yang menyebar disebut
metapopulasi. Populasi sementara yang terdiri atas tahap tertentu dari daur hidup
suatu organisme membentuk hemipopulasi. Beberapa karakteristik populasi
diantaranya adalah kehidupan, ukuran, dispersi, rasio kelamin, struktur atau
komposisi umur, dan dinamika (Campbell, 2010).
Menurut Sugiyono (2001), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.
Pengetahuan tentang populasi sebagai bagian dari penetahuan ekologi telah
berkembang menjadi semakin luas. Dinamika populasi tampaknya telah
berkembang menjadi pengetahuan yang dapat berdiri sendiri. Dalam
perkembangannya pengetahuan itu banyak mengembangkan kaidah-kaidah
matematika terutama dalam pembahasan kepadatan dan pertumbuhan populasi.
Pengembangan kaidah-kaidah matematika itu sangat berguna untuk menentukan
dan memprediksikan pertumbuhan populasi organisme di masa yang akan datang.
Penggunaan kaidah matematika itu tidak hanya memperhatikan pertumbuhan
populasi dari satu sisi yaitu jenis organisme yang di pelajari, tetapi juga
memperhatikan adanya pengaruh dari faktor-faktor lingkungan, baik biotik maupun
abiotik.Pengetahuan tentang dinamika populasi menyadarkan orang untuk
mengendalikan populasi dari pertumbuhan meledak ataupun punah(Yasin, 2009).
Penambahan terhadap populasi dapat disebabkan oleh karena masuknya
individu lain yang berasal dari daerah lain (migrasi) dan karena adanya kelahiran
kelahiran (natalis). Pengurangan terhadap suatu populasi dapat disebabkan karena
kematian (mortalitas) atau karena keluarnya individu dari populasi tersebut.
Dinamika populasi berada pada wilayah kajian antara biologi populasi dan
matematika populasi. Biologi populasi lebih banyak membutuhkan dasar keilmuan
biologi dan sedikit atau kurang memanfaatkan matematika. Sedangkan matematika
populasi lebih banyak atau dominan dalam matematika dan sedikit memanfaatkan
biologi
Setiap individu adalah bagian atau anggota dari suatu populasi, suatu spesies.
Sehingga, individu tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya kemudian mengatasi setiap perubahan dan tuntutan yang ada dalam
lingkungan jenis dan populasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum
dinamika populasi dengan menghitung kurva lulus hidup kumbang beras. Supaya
diketahui tingkat natalis dan mortalitas dari individu-individu pada setiap kondisi
yang berbeda. (Yasin, 2009)
Pada suatu tempat populasi suatu hewan mempengaruhi populasi hewan lain.
Populasi jenis hewan akan mempengaruhi populasi hewan yang hidup pada habitat
hewan lainnya yang mendiami tempat yang sama. Saling pengaruhnya juga terlihat
pada persainagn akan kebutuhan-kebutuhan dalam mempertahankan hidup dan
jenis. Kesatuan seluruh populasi di suatu tempat tertentu membentuk komunitas.
Dalam biologi, populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama
(spesies) yang hidup menempati ruang yang sama pada waktu tertentu. Anggota-
anggota populasi secara alamiah saling berinteraksi satu sama lain dan bereproduksi
di antara sesamanya. Konsep populasi banyak dipakai dalam ekologi dan genetika.
Ekologiwan memandang populasi sebagai unsur dari sistem yang lebih luas (Yasin,
2009).
Populasi juga mempunyai sejarah hidup dalam arti mereka tumbuh,
mendadakan pembedaan dan memelihara diri seperti yang di lakukan organisme.Di
samping itu populasi juga mempunyai organisasi dan struktur yang dapat
dilukiskan.Tetapi ada kalanya dalam praktek sehari-hari, pengertian populasi itu
dinyatakan dalam pengertian heterospesies dan polispesies (Susanto, 2000).
Kepadatan populasi suatu spesies disuatu tempat tidak pernah tetap, selalu
ada yang datang (lahir dan imigrasi), dan pergi (mati dan emigrasi). Kelahiran
menyebabkan bertambahna anggota populasi, sedangkan kematian menyebabkan
berkurangnya anggota populasi. Kelahiran ditentukan oleh kapasitas organisme
secara genetik untuk menghasilkan keturunan, yang terkait dengan fekundits dan
fertilitas.Faktor lain yang menentukan adalah lingkungan biotis (parasit dan
predator) dan ketersediaan bahan makanan serta tempat berlindung dan kemampuan
bertemunya jantan dan betina (Suin, 2003).
Dinamika poulasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini
khususnya untuk organisme yang dapat bergerak, misalnya hewan dan manusia
hewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme
kedaerah lain atau peristiwa yang didatanginya. Imigrasi ini akan meningkatkan
populasi (Waluya, 2011).
Mortalitas menunjukkan kematian individu dalam populasi. Mortalitas
dibedakan dalam dua jenis yaitu mortalitas ekologik yang merupakan mortalitas
yang direalisasikan, artinya matinya sebuah individu dibawah kondisi lingkungan
tertentu.Mortalitas minimum (teoritis), yakni matinya individu dalam kondisi
lingkungan yang ideal, optimum dan mati semata-mata karena usia tua
(Zulkifli,1996).
Emigrasi, imigrasi dan migrasi merupakan istilah bersangkut paut dengan
perpindahan. Emigrasi merupakan perpindahan keluar dari area suatu populasi.
Imigrasi merupakan perpindahan masuk ke dalam suatu area populasi dan
mengakibatkan meningkatkan kerapatan. Serta Migrasi menyangkut perpindahan
(gerakan) periodik berangkat dan kembali dari populasi(Susanto, 2000).
Suatu populasi akan mengalami pertumbuhan, apabila laju kelahiran di dalam
populasi itu lebih besar dar laju kematian, dengan mengasumsikan bahwa laju
emigrasi. Dikenal dua macam bentuk pertumbuhan populasi, yakni bentuk
pertumbuhan eksponensial (dengan bentuk kurva J) dan bentuk pertumbuhan
sigmoid (dengan bentuk kurva S). Pertumbuhan dapat digambarkan menjadi dua
bagian yakni pertumbuhan eksponensial dan pertumbuhan sigmoid. Pertumbuhan
populasi bentuk eksponensial ini terjadi bilamana populasi ada dalam sesuatu
lingkungan ideal baik, yaitu ketersediaan makanan, ruang dan kondisi lingkungan
lainnya tidak beroperasi membatasi, tanpa ada persaingan dan lain sebagainya.Pada
pertumbuhan populasi yang demikian kelimpahan bertambah dengan cepat secara
eksponensial dan kemudian berhenti mendadak saat berbagai faktor pembatas mulai
berlaku mendadak (Zulkifli, 1996).
Adapun faktor pembatas yang mempengaruhi populasi merupakan faktor
pembatas kehidupan organisme didalam ekosistemnya. Hal ini juga berhubungan
dengan batas kondisi kehidupan organisme, baik batas terendah maupun batas
tertinggi yang disebut batas toleransi. Setiap organisme akan hidup dalam rentang
batas toleransi minimal dan maksimal terhadap faktor-faktor lingkungan yang akan
membatasi atau menghentikan petumbuhannya (Suin, 2003).
Pola penyebaran suatu jenis di alam dapat dibagi atas tiga macam, terdapatnya
jenis hewan atau tumbuhan tersebar secara random atau acak, teratur dan
berkelompok. Di alam sebaran secara acak tak lazim ditemukan, hal ini terjadi
karena faktor lingkungan yang sangat seragam atau pada tempat dengan banyak
faktor yang bekerja bersama-sama atas populasi itu. Pola penyebaran yang teratur
terjadi jika ada persaingan yang hebat terajadi antar individu (Suin, 2003).
2.1 Metode “Total Count”
Ukuran populasi suatu spesiesprimata akan diketahui bila
dilakukanpenghitungan secara langsung dan menyeluruh (total counts / direct
counts) terhadapsemua individu (anggota populasi) yang ada dalam suatu kawasan.
Metode ini merupakan teknik paling akurat dalam menentukan ukuran populasi
(primata); sehingga bila masih memungkinkan untuk diterapkan merupakan
metode terbaik untuk dipilih (Tobing, 2008).
2.2 Interaksi Serangga dan Lingkungan
Telah banyak usaha-usaha para ahli untuk melihat lebih jauh tata cara atau
upaya untuk mendapat cara yang mantap atau sebaik mungkin guna dapat
mengendalikan dan mengatasi gangguan hama baik pada kondisi tanaman masih
berada di lapangan maupun pada saat pasca panen (periode penyimpanan).
Keberhasilan para ahli dalam kegiatan dan usaha ini harus ditunjang oleh
pengetahuan tentang urgensinya memahami ekologi suatu serangga hama (Yasin,
2009).
Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih
sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses
perkembangbiakan keturunannya. Sebagai contoh, kandungan protein, lemak dan P
yang tinggi pada komoditas sorgum dibanding beras dan jagung, ternyata sorgum
lebih cocok untuk perkembangbiakan serangga Sitophilus sp.Fenomena tersebut
memberikan indikasi bahwa kualitas makanan suatu bahan mempunyai arti yang
sangat dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan serangga yang pada
akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang dilakukannya (kualitas dan
kuantitas serangan).
Kualitas makanansangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga
hama. Pada kondisi makanan yang berkondisi baik dengan jumlah yang cukup dan
cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan
populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok
akan menekan perkembangan populasi serangga (Andrewartha dan Birch, 1954).
Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut a)
kurangnya kandungan unsur yang diperlukan serangga, b) rendahnya kadar air
bahan, c) permukaan terlalu keras, bentuk material bahan yang kurang disenangi,
misalnya beras lebih disenangi dari pada gabah.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga
Menurut Sukarman (2012), faktor dalam yang mempengaruhi daya tahan
serangga untuk dapat tetap hidup dan berkembang biak antara lain adalah :
1. Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh
kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas (Natawigena, 1990).
Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup tinggi. Semakin kecil
ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya. Sedangkan fekunditas
(kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor betina untuk
memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka lebih
tinggi kemampuan berkembang biaknya.
1. Perbandingan kelamin
Perbandingan jenis kelamin antara jumlah serangga jantan dan betina yang
diturunkan serangga betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara
jenisbetina dan jenis jantan dari keturunan penggerek batang
(Tryporyza)adalah dua berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu
perbandingan yang menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan,
diharapkan akan meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar,
bila dibandingkan dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang
menunjukkan jumlah jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina.
2. Sifat mempertahankan diri
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, serangga memiliki alat
atau kemampuan untuk melindungi diri dari serangan musuhnya. Kebanyakan
serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau
diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau
menyelam.
Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah : a)
Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka
agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau
daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu
mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari
pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru
serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh,
maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk
(penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia
beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk
pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/ mangsanya.
3. Daur hidup
Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan semenjak terjadinya telur sampai
serangga menjadi dewasa yang siap untuk berkembang biak. Daur hidup
serangga umumnya pendek. Serangga yang memiliki daur hidup yang pendek,
akan memiliki frekwensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering, bila
dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki daur hidup lebih lama.
4. Umur imago (serangga dewasa)
Pada umumnya imago dari seekor serangga berumur pendek, misalnya
ngengat (imago) Tryporyza innotataberumur antara 4 – 14 hari. Umur imago
yang lebih lama, misalnya kumbang betina Sitophilus oryzae umurnya dapat
mencapai antara 3 – 5 bulan, sehingga akan mempunyai kesempatan untuk
bertelur lebih sering.
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
 Botol
 Kain kassa
 Karet gelang
 Label
 Kutu beras (Sitophilus oryza) 25 ekor (perbandingan jantan:betina= 1:4)
 Beras putih (Oryza sativa)
D. Prosedur Kerja
 Sebanyak 300 gram beras putih dimasukkan kedalam botol yang telah
diberi label.
 Kemudian dimasukkan kedalam botol sebanyak 25 ekor Sitophilus
oryzae¸ dengan perbandingan 1 : 4 antara jantan dan betina.
 Ditutup mulut botol dengan beberapa lapis kain kasa dan di ikat dengan
karet gelang dan disimpan di dalam ruangan.
 Kemudian diamati perubahan populasi yang terjadi selang waktu satu
minggu selama 6 minggu, lalu dicatat jumlah individu yang hidup dan
mati.
E. Hasil dan Analisis Pengamatan

Tabel 1. Data hasil pengamatan pertumbuhan Sitophilus oryzae


No. Minggu ke- Jumlah awal Mati hidup Lahir Jumlah akhir

1. 1 25 13 12 0 12

2. 2 12 1 12 1 12

3. 3 12 0 13 1 13

4. 4 13 0 14 1 14

5. 6 14 0 14 146 160

Laju Pertumbuhan Populasi


200

150 160

100

50
25 14
0 12 12 13
awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 6

Laju Populasi Kutu Beras pada Media beras

Kurva 1. laju pertumbuhan populasi Sitophilus oryzae pada media


Oryza sativa

Laju Mortalitas
30
25 25
20
15
10 12 11 11 11 11
5
0
awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 6

Laju Natalitas Kutu Beras pada Media beras

Kurva 2. laju mortalitas Sitophilus oryzae pada media Oryza sativa


Laju Natalitas
200
174
150

100

50
25 25 26 27 28
0
awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 6

Laju Natalitas Kutu Beras pada Media beras

Kurva 3. laju natalitas Sitophilus oryzae pada media Oryza sativa

Berdasarkan hasil kurva di atas pertumbuhan populasi kutu beras pada Oryza
sativa mengalami penurunan atau kematian yang cukup cepat pada minggu awal
pengamatan tetapi meningkar secara signifikan pada minggu terakhir pengamatan
yakni minggu ke 6. Populasi yang hidup pada awalnya yang berjumlah 25 ekor kutu
beras dan pada minggu ke 6 terdapat 160 kutu beras yang bertahan hidup, hal ini
dapat dilihat pada kurva (1) dan (2) di atas. Pada kurva laju Pertumbuhan
populasi dapat terlihat tipe bentuk kurva eksponensial. bentuk kurva eksponensial
terjadi bilamana populasi ada dalam sesuatu lingkungan ideal baik, yaitu
ketersediaan makanan, ruang dan kondisi lingkungan lainnya tidak beroperasi
membatasi, tanpa ada persaingan dan lain sebagainya.Pada pertumbuhan populasi
yang demikian kelimpahan bertambah dengan cepat secara eksponensial dan
kemudian berhenti mendadak saat berbagai faktor pembatas mulai berlaku
mendadak (Zulkifli, 1996).
Kumbang dewasa makan beras sebelah luar sehingga tampak berlubang-
lubang. Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya 4-5 bulan. dalam
penelitiannya bahwa semakin banyak populasi yang berada pada tempat
penyimpanan menyebabkan penyusutan beras semakin besar pula karena aktivitas
serangga yang akan semakin banyak memakan beras. Ketika populasi bertambah,
laju pertumbuhan meningkat secara eksponensial karena kelimpahan sumber
makanan dan kesesuaian lingkungan.
Menurut Siregar (2014), perkembangan telur sampai dewasa dari Sitophilus
didalam biji beras sehingga hama ini akan memilih beras dengan ukuran dan bentuk
yang mampu menjadi tempat perkembangnya serta tempat makannya. Untuk butir
mengapur, dapat terjadi karena granula pati yang kurang padat/rapat, sehingga
tekstur menjadi lebih rapuh. Kekerasan beras pecah kulit berkolerasi positif dengan
ketahanan beras terhadap Sitophilus sp
Beras memiliki lapisan luar yang sesuai sehingga mudah digigit oleh tipe
mulut dari Sitophillus oryzae. Menurut Siregar (2014), tipe mulut dari Sitophillus
sp., pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi
gergaji. Bentuk kepala menyerupai segitiga.

Gambar (1) morfologi Sitophillus oryzae dari tepi.

Gambar (2) morfologi Sitophillus oryzae dari atas.


Kumbang beras yang biasanya hidup didalam beras, ketika diberi ekosistem
yang berbeda maka akan menunjukan reaksi yang berbeda pula. Menurut Odum
(1971) populasi akan memperlihatkan suatu peningkatan atau penyusutan secara
terus menerus, kecuali jika lingkungannya berubah dengan sangat cepat atau terjadi
perubahan populasi secara drastis. Pada umumnya populasi akan menunjukkan
perubahan yang stabil, apabila lingkungan yang mendukung untuk kehidupan
organisme.
Preferensi sejenis serangga terhadap jenis makanan dipengaruhi oleh stimuli
zat kimia chemotropisme yang terutama menentukan bau dan rasa, mutu gizi dan
adaptasi struktur. Tersedianya makanan yang cukup maksudnya adalah yang cocok
bagi kehidupan serangga, bila makanan tidak cocok bagi hama dengan sendirinya
populasi hama tidak akan dapat berkembang sebagaimana biasanya. Ketidak
cocokan makanan dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur yang
diperlukan, rendahnya kadar air dalam kandungan makanan, permukaan material
yang keras dan bentuk materialnya. Syarat agar makanan dapat memberikan
pengaruh yang baik adalah tersedianya makanan dalam jumlah yang cukup dan
cocok untuk pertumbuhan serangga (Kartasapoetra, 1991).
Berkembangnya serangga hama gudang berhubungan dengan kadar
amilosa, bentuk beras, kekerasan dan kandungan nutrisi beras. Menurut Damardjati
dan Siwi (1982) kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan daya cerna pati oleh
α-amilase yang terdapat dalam air liur serangga. Dengan menurunnya daya cerna
pati maka, kandungan gula perduksi yang dihasilkan melalui pemecahan pati oleh
α-amilase dan β-amilase menjadi rendah. Berdasarkan hal ini, maka gula yang
dikonversi oleh serangga untuk menjadi energi menjadi rendah, maka
perkembangan serangga menjadi lambat dan populasi serangga menjadi rendah.
Makanan yang cukup sangat diperlukan pada tingkat hidup yang aktif,
terutama sejak penetasan telur berlanjut pada stadium larva dan kadang-kadang
pada tingkat setelah menjadi imago. Kumbang bubuk beras menyukai biji yang
kasar dan tidak dapat berkembang biak pada bahan makanan yang berbentuk
tepung. Kumbang ini tidak akan meletakkan telur pada material yang halus karena
imago tidak dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut (Kartasapoetra, 1991).
Dalam satu hari seekor kutu beras betina dapat bertelur sampai 25 butir,
tetapi rata-rata tiap hari sebanyak 4 butir. Banyak telur yang diletakkan tiap ekor
betina maksimum 575 butir (Rukmana & Saputra, 1995). Larva dapat
mengkonsumsi 25% berat bagian dalam bijian. Stadia larva 3-4 minggu (Marbun
& Yuswani, 1991).
Siklus hidup kutu beras selama 30-45 hari pada kondisi optimum yaitu pada
suhu 29ºC, kadar air biji 14% dan pada kelembapan 70%. Imago dapat hidup cukup
lama tanpa makan sekitar 36 hari, dengan makanan umurnya mencapai 3-5 bulan
bahkan 1 tahun (Sitepu dkk, 2004).
Gambar (3) siklus hidup Sitophylus sp.
Dengan demikian, kelahiran mempengaruhi pertambahan jumlah individu
dalam populasi. Sedangkan kamatian mengurangi junlah individu dalam
populasinya.Selain itu,menurut Siregar (2014), faktor yang menentukan tinggi
rendahnya populasi suatu organisme terdiri dari faktor internal, eksternal, dan
makanan. Faktor internal serangga meliputi siklus hidup, sex ratio, dan keperidian.
Siklus hidup yaitu lamanya waktu perkembangan serangga mulai telur hingga
serangga tersebut meletakkan telur untuk pertama kali. Semakin pendek siklus
hidup maka perkembangan populasi serangga akan semakin cepat. Sex ratio adalah
perbandingan serangga jantan dan betina yang mana semakin banyak betina yang
dihasilkan akan semakin cepat populasi serangga tersebut berkembang. Faktor
ekstemal terdiri dari lingkungan abiotik dan biotik. Lingkungan abiotik meliputi
curah hujan, suhu/temperatur, kelembaban, dan lain-lain yang akan membatasi atau
mendorong populasi serangga untuk berkembang. Curah hujan yang tinggi dapat
rnempengaruhi perkembangan populasi serangga secara langsung yaitu dengan
pengaruh fisiknya akibat turunnya hujan terutama untuk serangga-serangga
berukuran kecil dan mempengaruhi secara tidak langsung yaitu dengan mernbuat
kondisi yang baik bagi perkernbangan penyakit yang dapat menjadikan serangga
sakit hingga mengalami kematian.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kompetisi yang terjadi
pada suatu spesies yang berada pada suatu habitat yang sama. Kompetisi itu dapat
berupa kompetisi makanan, ruang gerak, dan sebagainya. Dalam mengetahui suatu
kepadatan populasi suatu jenis organisme di habitatnya maka dilakukan
penghitungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghitung semua jumlah
organisme pada habitatnya masing-masing dan angka yang diperoleh merupakan
angka yang absolute untuk menyatakannya sebagai kepadatan absolute ( Suin,
2003).
Menurut Suyono dan Sukarno (1985), kuantitas dan kualitas makanan juga
berpengaruh terhadap natalitas kumbang beras (Sitophilus oryzae). Supaya
makanan dapat memberi pengaruh yang baik, maka ketersediaan makanan juga
dalam jumlah yang cukup dan kandungan nutrisiyang sesuai dengan yang
dibutuhkan. Keadaan biji seperti bentuk biji, kekerasan kulit, warna dan adanya
kandungan zat kimia tertentu berpengaruh pula pada preferensi serangga. Selain itu
Yasin (2009) juga mengatakan bahwa kualitas makanan suatu bahan mempunyai
arti yang sangat dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan serangga.

I. KESIMPULAN

Kurva laju pertumbuhan pada Sitophylus oryzae berbentuk eksponensial. Laju


pertumbuhan populasi Sitophylus oryzae pada media Oryza sativa mengalami
mortalitas yang sangat signifikan. Faktor utama yang mempengaruhi laju
pertumbuhan populasi Sitophylus oryzaae pada media Oryza sativa adalah faktor
sumber nutrisi dan keadaan media (biji) seperti bentuk biji, kekerasan kulit, warna
dan adanya kandungan zat kimia tertentu yang berpengaruh pada preferensi
Sitophylus oryzae. Faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan populasi
adalah siklus hidup, sex ratio, keperidian, kondisi lingkungan eksternal seperti
suhu, kelembaban, intensitas cahaya, tekanan udara, sirkulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2010.Biologi. Edisi Kedelapan. Jilid 3. Jakarta.: Erlangga.

Imms, A.D., 1976. General Textbook of Entomology. London.: Methuen And Co


LTD.

Kaligis, J.R.E. 2007. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Terbuka

Kalshoven, 1981. Providing Agricultural Services in Rice Farming Areas.


Malaysian and Surinam Experiences. Malaysia.: Agricultural University.

Kertasapoetra. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Jakarta: PT Rinka


Cipta.

Marbun C U & Yuswani P. 1991. Ketahanan Beberapa Jenis Beras Simpan


Terhadap Hama Bubuk Beras Sitophylus oryzae (Coleoptera, Curculionidae)
di Gudang. Medan. Fakultas Pertanian USU.

Michael,P. 2000. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.


Jakarta.: UI Press.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Phildelphia.: Saunder Com.

Respositori USU, 2014. Pengendalian hamaSitophilus oryzae. Medan: USU Press.

Siregar, Sarah Mioliana. 2014. Teknologi Produksi Benih“Hama Gudang”.


Malang: Universitas Brawijaya.

Sitepu S F, Zulnayati & Yuswani P. 2004. Patologi Benih Dan Hama Pasca. Panen.
Medan: Fakultas Pertanian USU.

Siwi B H & Damardjati D S. 1986. Pengembangan dan Kebijaksanaan Produksi


Beras Nasional. Makalah Disampaikkan Pada Konsultasi Teknik
Pengembangan Industri Pengolahan Beras Non Nasi. Jakarta.

Suin, N. M. 2003. Ekologi Populasi. Padang : Andalas University Press.

Suin, N. M. 2004. Metoda Ekologi. Padang : Andalas University Press.

Susanto, Pudyo. 2000. Ekologi Hewan. Jakarta :Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Suyono dan Sukarno, 1985. Preferensi Kumbang C. Analis F. Pada Beberapa Jenis
Kacang-Kacangan. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Pangan.

Yasin M. 2009. Kemampuan Akses Makan Serangga Hama Kumbang Bubuk dan
Faktor Fisikokimia Yang Mempengaruhinya. Prosiding Seminar Nasional
Serealia 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia. ISBN :978-979-8940-27-
9.

Zulkifli, Hilda. 1996. Biologi Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
DOKUMENTASI

Penghitungan kutu pada media beras putih

Tempat pertumbuhan kutu

Anda mungkin juga menyukai