Infeksi Saluran Pernapasan Akut menjadi salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi menular di dunia. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit ini cukuplah tinggi terutama pada anak-anak dan balita (Solomon et al., 2018). Kurang lebih empat juta orang meninggal karena menderita ISPA setiap tahunnya. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara- negara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017). Tujuan umum dilakukan pengabdian masyarakat ini adalah terbentuknya Laskar KKAN ( Kader Kesehatan Anak Jalanan) di daerah Ambengan Selatan Karya . Jumlah anak jalanan yang akan dilakukan pelatihan kader ini yaitu 35 peserta. Hasil survei secara keseluruhan didapatkan usia rata-rata anak jalanan di daerah ambengan selatan yaitu 12-18 tahun. Diharapkan calon kader kesehatan ini dapat melaksanakan dan menyebarluaskan pengetahuan dan kemampuan dalam mengendalikan angka kejadian ISPA. BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ispa merupakan s Keberadaan anak jalanan dapat dijumpai dengan mudah di setiap sudut Kota Surabaya. Selain berkaitan dengan persoalan kemiskinan, permasalahan yang sering terjadi di kalangan anak jalanan adalah kerentanan terhadap penularan penyakit. Di Surabaya, jumlah anak jalanan tahun 2016 yang tercatat oleh Dinas Sosial Kota Surabaya sebanyak 50 jiwa masih banyak anak jalanan yang belum terdaftar secara formal di Dinas Sosial. Banyak hal menjadi faktor pendorong ataupun penarik bagi seorang anak untuk terjun dan bergabung menjadi anak jalanan, salah satunya masalah kemiskinan yang tentu saja bukan hal baru di Indonesia. Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara, 2017). Lingkungan yang buruk juga dapat mempengaruhi kecepatan dalam penularan penyakit seperti ISPA yang merupakan infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006)(tahunnya terlalu lama). Selain itu, hal tersebut didukung dengan lingkungan yang dekat dengan tempat pembuangan akhir sampah, kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah TPA sampah memiliki pendidikan yang rendah sehingga kurangnya pengetahuan mereka terhadap pengelolahan sampah menyebabkan banyak masyarakat yang membakar sampah agar tidak menumpuk. Di Indonesian berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 didapatkan data bahwa prevalensi nasional ISPA di Indonesia adalah 9,3%, yang mengalami penurunan jauh berbeda dengan tahun 2013 yaitu 25,0%. Provinsi Jawa Timur sendiri menempati 10 besar provinsi dimana angka kejadian ISPA lebih tinggi yaitu 9,5%. Profil kesehatan kota Surabaya tahun 2015 menunjukkan kasus ISPA pada balita di Kota Surabaya sebanyak 4.018, tahun 2016 ditemukan 3.925 kasus dari perkiraan balita yang menderita pneumonia dan berdasarkan buku laporan tahunan Puskesmas Sidotopo untuk tahun 2017 penyakit ISPA berada pada posisi pertama dari sepuluh daftar penyakit terbanyak yang ditangani puskesmas Sidotopo dan posisi ini tidak mengalami perubahan dari tahun belumnya, jumlah penderita ISPA pada tahun 2017 sebanyak 460 kasus baru (Dinkes Kota Surabaya, 2016). Berbagai faktor yang menyebabkan ISPA adalah lingkungan dan host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah kualitas udara (Layuk,2012). Di Surabaya, khusus nya wilayah Ambengan Selatan Karya merupakan daerah yang di dalamnya terdapat TPA (tempat pembuangan akhir) dan kebiasaan masyarakat yang sering membakar tumpukan sampah tersebut. Pada kondisi temperatur ataupun tekanan tertentu pencemar bahan padat atau cair dapat berubah menjadi gas. Baik partikel maupun gas membawa akibat terutama bagi kesehatan manusia seperti debu batubara, asbes, semen , belerang, asap pembakaran, uap air, gas sulfida, uap amoniak dan lain-lain. Arah angin mempengaruhi daerah pencemaran karena sifat gas dan partikel yang ringan dan mudah terbawa (Arief, L.M, 2010). Melihat permasalahan tersebut, solusi yang dapat digunakan dalam menanggulangi penularan penyakit ISPA di wilayah tempat tinggal anak jalanan adalah Pemberdayaan dan Pembentukan Laskar KKAN (Kader Kesehatan Anak Jalanan) dalam Upaya Menurunkan Angka Kejadian ISPA di Wilayah Ambengan Selatan Karya Kota Surabaya. Adapun target luaran dari program ini adalah terbentuknya kader kesehatan dari kalangan anak jalanan yang telah diedukasi mengenai bahaya penularan penyakit menular dan cara pencegahannya. Mereka dapat menyampaikan dan mengedukasi kembali mengenai bahaya penularan penyakit menular dan cara pencegahannya terhadap lingkungan anak jalanan lainnya yang masih awam tentang penularan infeksi dan bahayanya. BAB 2 GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN
Daerah Ambengan Selatan Karya merupakan wilayah dengan Kondisi
lingkungan yang sangat buruk hal tersebut ditandai dengan banyaknya sampah yang menumpuk dan banyak rumah-rumah yang terbuat dari kayu sehingga terlihat kurang layak untuk dihuni. Sampah-sampah tersebut dibakar dan asapnya sangat mengganggu warga sekitar sehingga angka kejadian ISPA diwilayah tersebut meningkat. Setelah mengadakan survei tim PKM-M Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya memutuskan memilih daerah Ambengan Selatan Karya sebagai tempat pembentukan Laskar KKAN (Kader Kesehatan Anak Jalanan) Tingkat pendidikan warga ambengan selatan karya umumnya adalah lulusan SLTA. Oleh karena itu perlu dilakukan pembentukan laskar KKAN dengan tujuan para kader yang sudah diberikan pengetahuan dan pelatihan bagaimana cara mengurangi polusi asap hasil pembakaran sampah serta dapat meminimalisir sampah dengan cara menggunakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tersebut sehingga laskar KKAN bisa menjadi pelopor dalam penanggulangan ISPA di wilayah Ambengan Selatan Karya. BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Program ini dilaksanakan selama 4 bulan. Anak jalanan yang menjadi sasaran program ini adalah anak jalanan yang tergolong Children from families of the street, yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Tim bekerja sama dengan komunitas Save Street Child Surabaya (SSCS) karena cakupan anak jalanan yang dinaungi oleh SSCS sangat besar (jumlah anak jalanan yang banyak) yang tersebar di beberapa daerah seperti ambengan selatan, taman bungkul, jembatan merah plaza, ambengan batu. serta kehidupan mereka yang kurang memperhatikan lingkungan tempat tinggal yang mereka tempati dan belum ada program yang dilakukan sebagai upaya atas permasalahan penyakit menular seperti ISPA di kalangan anak jalanan serta di wilayah tersebut. Program ini hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kegiatan ini diawali dengan observasi awal sebelum program dijalankan untuk mengetahui secara mendalam terkait lokasi, kondisi sosial dan fisik di SSCS, lebih tepatnya di Ambengan Selatan Karya. Setelah dilakukan observasi maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan pada anak jalanan yang akan dibentuk kader kesehatan diwilayah tersebut agar mendapatkan integrasi yang cukup baik dengan mereka. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan adalah penyampaian materi secara dua arah antara penyampaian materi dan penerima materi (anak jalanan) dengan cara-cara yang kreatif dan edukatif. Sebagai penutup, dilakukan evaluasi dan rewarding sebagai tolak ukur keberhasilan program serta ajang apresiasi terhadap hasil karya kader kesehatan anak jalanan dalam upaya menurunkan angka kejadian ISPA.
3.2 Teknik, Cara, dan Tahapan
Teknik yang digunakan yaitu teknik yang memusatkan pada pembentukan jaringan kader kesehatan yang terintegrasi dan berjalan secara efektif melalui program pembinaan yang kreatif. Metode ini merupakan bentuk tindakan sosial yang ditujukan untuk anak jalanan dengan tujuan memberikan pengetahuan tentang ISPA sehingga dapat menurunkan angka kejadian ISPA di Ambengan Selatan Karya serta dapat mengembangkan potensi pada pembentukan skill kepemimpinan anak jalanan. Selain dilatih menjadi kader, mereka akan dibimbing mengenai teknik 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan kreatifitas mereka sebagai bentuk pengurangan polusi yang berdampak pada kesehatan mereka. Pelaksanaan program pemberdayaan ini dibagi dalam beberapa tahap yaitu : 1. Pendekatan awal 2. Penyampaian materi kreatif Penyampaian materi tentang penyakit menular (ISPA) berupa “Cerita Boneka”, “Game Edukasi Bahaya Infeksi Pernapasan”, “permainan tebak ekspresi” 3. Simulasi penanggulangan ISPA Pada tahap ini, anak jalanan mempraktikkan secara langsung hal -hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan pada masyarakat umum, khususnya pada kalangan teman sebaya melalui kreatifitas mereka. Lebih realnya, kegiatan pada tahap ini antara lain “prakarya”, serta pembentukan “Laskar KKAN (Kader Kesehatan Anak Jalanan)”. Prakarya para kader berupa karya tiga dimensi penanggulangan ISPA. 4. Evaluasi dan rewarding Dalam tahap ini, para kader menerima reward atas pencapaiannya selama tiga bulan berlangsungnya program. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan berupa gelar karya buatan kader. Kegiatan ini dibarengi dengan acara makrab “malam keakraban” dengan mitra (Ambengan Selatan Karya). Para kader terbaik mendapatkan reward yang telah dinilai dari awal tahap, baik pendekatan, penyampaian materi kreatif, simulasi penanggulangan ISPA, serta evaluasi dan rewarding.