Pengertian
Analisa gas darah adalah salah tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam
basa pasien (Wilson, 1999).
Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang
dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu sistem buffer, sistem respiratori, dan sistem renal
(Wilson, 1999).
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
“ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri.
Tujuan
Analisa gas darah memiliki tujuan sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri
(PaO2), dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2).
3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang
ditunjukkan melalui PaO2.
4. Mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan karbon dioksida yang
ditunjukkan oleh PaCO2.
5. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, serta untuk mengetahui jumlah
bikarbonat.
Asidosis metabolic
Dapat terjadi karena:
* Penambahan asam:
1) Oksidasi lemak tak sempurna, misalnya pada asidosis diabetika atau kelaparan.
2) Oksidasi karbohidrat tak sempurna, misalnya pada asidosis laktat.
* Pengurangan bikarbonat:
1) Renal tubular acidosis.
2) Diare.
Dengan penambahan H+ , metabo penyangga bikarbonat-asam karbonat akan
bekerja dengan mengeluarkan HCO3 guna mengikat penambahan H+ itu sehingga
perubahan pH yang terjadi tidak begitu besar. Karena mekanisme ini, akan terjadi:
1. pH ↓
2. HCO3— ↓
3. B.E. < 2,5.
Alkalosis metabolic
Dapat terjadi karena:
* Pengurangan asam:
1) Muntah-muntah, HCl lambung dikeluarkan.
2) Penggunaan antasida berlebihan.
* Penambahan basa:
1) Infus bikarbonat berlebihan.
2) Efek aldosteron/steroid.
Dengan adanya pengeluaran ion H+, metabo penyangga akan bekerja dengan
mengeluarkan H+ guna mengurangi perubahan pH. Karena mekanisme ini akan terjadi:
1. pH ↑
2. HCO3 ↑
3. B.E. > 2,5.
Asidosis respiratorik
Terjadi karena adanya hipoventilasi, sehingga P CO2 akan meningkat. Hal ini dapat
terjadi pada:
* Kelainan paru, misalnya Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM).
* Kelainan susunan saraf pusat, misalnya depresi pernapasan.
* Kelainan dinding dada.
Karena P CO2 darah meningkat, di dalam gas darah akan ditemukan:
1. pH ↓
2. P CO2 ↑
3. HCO3 normal.
Alkalosis respiratorik
Terjadi karena adanya hiperventilasi sehingga P CO2 darah akan turun. Hal ini dapat
terjadi karena:
Perangsangan S.S.P. : emosi, salisilat dan lain-lain.
Stimulasi kemoreseptor perifer: hipoksemia.
Stimulasi reseptor intratorakal: berbagai penyakit pam.
Keadaan hipermetabolisme: sepsis, hipertiroid.
Karena P CO2 darah menurun, di dalam analisa gas darah akan ditemukan:
1. pH ↑
2. P CO2 ↓
3. HCO3 normal.
MEKANISME KOMPENSASI
Kompensasi tubuh terhadap perubahan pH akan dilakukan melalui metabo
pernapasan dan ginjal, tergantung dari bentuk gangguan asam basa yang terjadi Bentuk –
bentuk kompensasi adalah sebagai berikut:
1) Asidosis metabolic, akan menimbulkan perangsangan untuk stimulasi
pernapasan. Akibatnya P CO2 darah akan menurun, dan ini tentu berakibat
kenaikan pH (lihat persamaan Henderson). Jadi, penurunan pH pada asidosis
metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi alkalosis respiratorik (pH ↑, P
CO2 ↓).
2) Alkalosis metabolic, akan menimbulkan depresi pernapasan sehingga P CO2
darah akan meningkat, yang ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pH.
Jadi kenaikan pH pada alkalosis metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi
asidosis respiratorik.
3) Asidosis respiratorik, akan menimbulkan peningkatan reabsorbsi HCO3 di ginjal,
akibatnya kadar HCO3— di darah akan meningkat dan pH juga akan naik. Jadi,
asidosis respiratorik akan dikompensasi oleh suatu alkalosis metabolic (pH ↑ ,
HCO3- ↓ ).
4) Alkalosis respiratorik, akan menurunkan reabsorbsi HCO3— di ginjal. Akibatnya
kadar HCO3— darah akan menurun dan dengan sendirinya nilai pH akan turun
pula. Artinya, alkalosis respiratorik di tubuh akan dikompensasi oleh suatu
asidosis metabolic.
Sistem penyangga
Sistem penyangga kimia (buffer system) adalah suatu bahan kimia yang dapat
menetralkan asam atau basa yang dihasilkan, atau masuk ke dalam tubuh. Artinya,
metabo ini dapat mengurangi perubahan pH pada suatu larutan yang padanya di
tambahkan asam ataupun basa. Ini dapat terjadi karena pada metabo penyangga ini
terdapat metabo asam dan metabo basa. Bila di dalam tubuh terdapat penambahan asam,
sehingga pH akan turun, asam ini akan ditangkap oleh unsure basa dari metabo
penyangga, sehingga perubahan pH akan dapat dinetralkan. Demikian juga sebaliknya,
bila di dalam tubuh terdapat penambahan basa, di mana pH seharusnya akan naik, basa
itu akan diikat oleh metabo asam dari system penyangga sehingga kenaikan nilai pH
dapat dikurangi Tentu harus disadari, metabo penyangga ini juga punya keterbatasan
kerja. Tidak semua asam atau basa yang masuk dapat diikatnya dengan baik. Bila
penambahan asam/basa itu cukup banyak, tentu akan terjadi juga perubahan nilai pH.
Hanya saja nilai perubahan itu dapat dikurangi. Ada 4 sistem penyangga kimia yang
penting di dalam tubuh, yaitu:
I. Sistem bikarbonat-asam karbonat, yang merupakan metabo terbanyak dan
terpenting.
II. Sistem penyangga hemoglobin.
III. Sistem penyangga fosfat.
IV. Sistem penyangga protein.
Sistem pernapasan
Melalui metabo pernafasan ini, CO2 darah dapat dikeluarkan. Seperti telah
dibahas terdahulu, perubahan kadar CO2 akan mempengaruhi kadar H2CO3 , yang pada
akhirnya akan mempengaruhi perubahan nilai pH. Pada keadaan asidosis metabolic
misalnya, akan terjadi hiperventilasi pam yang mengakibatkan pengeluaran CO2 ,
sehingga nilai pH yang rendah dapat diperbaiki
Ginjal
Di ginjal dapat terjadi sekresi dan reabsorbsi ion HCO3-. Kalau kita kembali ke
persamaan Henderson, jelas kerja ginjal ini akan berperan besar dalam penentuan nilai
pH. Artinya, ginjal berperan untuk mempertahankan keseimbangan komponen metabolic,
yaitu ion HCO3, agar proses metabolisme dapat berjalan dengan baik.
Indikasi
Indikasi tindakan analisa gas darah adalah sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Tindakan analisa gas darah ditujukan pada pasien dengan sebagai berikut:
a. Obstruktif kronik pulmonari,
b. Edema pulmonari,
c. Sindrom distres respiratori akut,
d. Infark myocardial,
e. Pneumonia.
2. Tindakan ini juga diberikan pada pasien yang sedang mengalami syok dan setelah
menjalani pembedahan bypass arteri koronaria.
3. Pasien yang mengalami resusitasi dari penyumbatan atau penghambatan kardiak.
4. Pasien yang mengalami perubahan dalam status pernapasan dan terapi pernapasan,
serta anesthesia.
Kontra Indikasi
Kontra indikasi pada tindakan analisa gas darah, yaitu (Potter & Perry, 2006):
1. Pada pasien yang daerah arterialnya mengalami:
a. Amputasi,
b. Contractures,
c. Infeksi,
d. Dibalut dan cast,
e. Mastektomi, serta
f. Arteriovenous shunts.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
1. Adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian menyebabkan
pasien mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan
injeksi.
2. Adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke
syringe.
3. Arteri femoral
Arteri femoral merupakan arteri yang melewati cukup dekat dengan permukaan atas,
dibagi ke dalam cabang yang kecil untuk menyediakan darah ke otot dan jaringan
superficial di daerah paha. Arteri femoral juga menyuplai kulit dan dinding abdominal
bawah. Cabang arteri femoral yang penting meliputi:
1. arteri superficial circumflex iliac, arteri ke lymph nodes dan kulit;
2. arteri superficial epigastric ke dinding kulit abdominal;
3. arteri superficial dan arteri eksternal pudenal ke kulit abdomen bawah dan
eksternal genital;
4. arteri profunda, yang merupakan cabang paling besar pada arteri femoral dan
menyuplai sendi paha dan berbagai otot di paha;
5. arteri deep genicular ke bagian paling jauh pada otot paha dan
menghubungkan jaringan impuls sekitar sendi lutut
4. Arteri tibialis posterior dan arteri doralis pedis
Interpretasi
1. Hipoksia
• Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
• Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
• Berat PaO2 20 – 30 mmHg
2. Hiperkapnia
• Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
• Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
• Berat PaCO2 70 – 80 mmHg
3. Harga normal :
-pH darah arteri 7,35 – 7,45
-PaO2 80 – 100 mmHg
-PaCO2 35 – 45 mmHg
-HCO3- 22 – 26 mEq/l
-Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
-O2 Saturasi 90 – 100 %
Keterangan:
1. pH, nilai pH dapat mengukur konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam cairan
tubuh. Peningkatan ion H+ menyebabkan larutan bersifat lebih asam,
sedangkan penurunan konsentrasi H+ dapat menyebabkan larutan bersifat
lebih basa. Nilai pH arteri normal adalah 7,35-7,45 (Potter & Perry, 2009).
2. PaO2, adalah tekanan parsial oksigen dalam darah arteri dengan kadar
normal, yaitu 80-100 mmHg. tekanan parsial oksigen yang kurang dari 60
mmHg dapat menyebabkan metabolisme anaerob, yang selanjutnya akan
menyebabkan produksi asam laktat dan asidosis metabolik (Potter & Perry,
2009).
3. PCO2, adalah tekanan parsial karbondioksida dalam darah dan merupakan
gambaran kedalaman ventilasi paru . rentang normalnya adalah 35-45 mmHg,
hiperventilasi terjadi saat PaCO2 berada dibawah 35 mmHg dan hipoventilasi
terjadi saat kadar PaCO2 berada diatas 45 mmHg (Potter & Perry, 2009).
4. HCO3- atau Bikarbonat adalah komponen komponen utama keseimbangan
asam-basa. Kadar normalnya adalah 22-26 mEq/L, kadar yang kurang dari 22
mEq/L biasanya mengindikasikan asidosis metabolic dan jika lebih besar dari
26 mEq/L mengindikasikan alkalosis metabolik (Potter & Perry, 2009)
5. Base excess (BE), adalah jumlah penyangga darah (hemoglobin dan
bikarbonat) yang didapatkan dalam tubuh. Kadar normalnya adalah -2 – 2
mEq/L. Nilai kadar yang tinggi dapat mengindikasikan alkalosis dan kadar
yang kurang dari normal dapat mengindikasikan asidosis (Ignatavicius &
Workman, 2005; Potter & Perry, 2009).
6. Saturasi O2, adalah persentase molekul hemoglobin yang tersaturasi dengan
oksigen (SaO2), saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 99 % (Chang,
2010). Ketika PaO2 berada dibawah 60 mmHg, maka saturasi juga menurun
dengan drastis (Heitz & Horne, 2005; Potter & Perry, 2009).
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat
keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
(1) Asidosis respiratorik adalah keadaan klinis yang terjadi akibat peningkatan
abnormal PaCO2 (hiperkapnia), sehingga terjadi asidemia, yang ditandai
dengan pH gas darah < 7,35 dan peningkatan PaCO2 primer hal ini
disebabkan karena ventilasi alveolar yang tidak efektif (Sari, 2002).
(2) Alkalosis respiratorik adalah keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan
abnormal PaCO2 (hipokapnia) sehingga, terjadi alkalemia. Penurunan
PaCO2 primer akan meningkatkan pH gas darah >7,45 disebabkan
meningkatnva ventilasi alveolar melebihi produksi C02 Penurunan PaCO2
(hipokapnia) menyebabkan dua efek yang bertentangan dalam persamaan
asam basa (Sari, 2002).
(3) Asidosis Metabolik adalah tingginya kadar asam dalam darah, yang juga
menyebabkan kehilangan natrium bikarbonat, sebagian besar alkali pada
system penyangga karbonat menyebabkan deficit bikarbonat (Chernecky et
al., 2006; Potter & Perry, 2009). Alkalosis metabolik merupakan hasil dari
kehilangan asam dari tubuh atau meningkatnya kadar bikarbonat. Penyebab
yang paling umum adalah muntah dan penghisapan gastrik. Kompensasi
terjadi dengan menurunkan kecepatan pernafasan dan kehilangan bikarbonat
oleh ginjal jika tidak disebabkan oleh penyakit ginjal (Potter & Perry, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
McCann, J. A. S., 2004, Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Wilson.D.D. 1997, Understanding Laboratory and Diagnostik Tests. Philadelphia:
Lippincolt.
Potter,P.A. & Perry, A.G., 1997, fundamental of nursing:Concept, Process and
Practice.4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby,Inc.
Pediatri Sari, 2002, Gambaran Analisa Gas Darah pada Distres Pernapasan, Vol.
4. No. 3.
Potter, P.A. Perry, A.G., 2009, Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku 3.
Salemba Medika, Jakarta.