Anda di halaman 1dari 15

ANALISA GAS DARAH

Pengertian
Analisa gas darah adalah salah tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam
basa pasien (Wilson, 1999).
Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang
dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu sistem buffer, sistem respiratori, dan sistem renal
(Wilson, 1999).
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
“ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri.

Tujuan
Analisa gas darah memiliki tujuan sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri
(PaO2), dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2).
3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang
ditunjukkan melalui PaO2.
4. Mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan karbon dioksida yang
ditunjukkan oleh PaCO2.
5. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, serta untuk mengetahui jumlah
bikarbonat.

Kompetensi Dasar Lain yang Harus Dimiliki


Kompetensi dasar lain yang harus dimiliki oleh perawat dalam melakukan analisa gas
darah adalah sebagai berikut (Wilson, 1999):
1. Pemahaman mengenai keseimbangan cairan asam basa meliputi:
a. pH darah
pH normal di dalam darah dibutuhkan untuk banyak reaksi kimia di dalam tubuh.
Rentang normal pH darah arteri adalah 7,35-7,45. pH darah yang kurang dari
7,35 menunjukkan asidosis atau acidemia. Sedangkan, pH darah lebih tinggi dari
7,45 menunjukkan alkalosis atau alkalemia.
b. Tekanan parsial karbon dioksida (PCO2, Pa CO2)
Rentang normal dari tekanan parsial karbon dioksida (P CO2, Pa CO2) yaitu 35-
45 mmHg (torr).
c. Bikarbonat (HCO3-)
Kerja bikarbonat dengan carbonic acid untuk membantu meregulasi pH darah.
Bikarbonat diukur melalui dua cara, yaitu langsung melalui pengukuran level
bikarbonat. Pengukuran tidak langsung menggunakan penjumlahan total CO2 dan
PaCO2. Rentang normal bikarbonat yaitu 22-26 mEq/L (22-26 mmol/L).
d. Base excess/defisit
Base excess/defisit bertujuan dalam memberikan informasi mengenai jumlah
total buffer anion (bikarbonat, hemoglobin, dan protein plasma) dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada respiratori atau metabolik (Wilson, 1999). Jumlah
base excess/deficit dibawah -3 mEq/L mengindikasikan base deficit, yang
berhubungan dengan berkurangnya level bikarbonat. Sedangkan, peningkatan
jumlah yaitu diatas +3 mEq/L mengindikasikan base excess.
2. Adanya kompetensi bahwa dalam pengambilan gas darah tidak harus disuruh untuk
pengambilan individual, melainkan perawat seharusnya menginstruksikan pasien
untuk melaporkan ada atau tidaknya perdarahan yang dapat terjadi setelah tindakan
3. Pemahaman mengenai analisa gas darah

Setelah perawat mengambil sampel dan memberikan ke laboratorium, maka


ketika hasil telah keluar, perawat perlu memahami hasil tersebut dan menganalisanya.
Berikut adalah pemahaman yang harus dimiliki untuk menganalisa hasil analisa gas
darah.
a. Analisa apakah pH asidotik (< 7,35) atau alkalotik (> 7,45).
b. Analisa apakah PCO2 asidotik (> 45) atau alkalotik (< 35).
c. Analisa apakah HCO3- asidotik (< 22) atau alkalotik (>26).
d. Bandingkan ketika jumlah tersebut dan cari dua kesamaan di acidity atau
alkalinity untuk mengetahui ketidakseimbangan asam dan basa.
Tabel Ketidakseimbangan Asam dan Basa
pH PCO2 HCO3- Ketidakseimbangan
Komponen Komponen Asam dan Basa
Respiratori Metabolik
Asidosis Asidosis Respiratori asidosis
Alkalosis Alkalosis Respiratori alkalosis
Asidosis Asidosis Metabolik asidosis
Alkalosis Alkalosis Metabolik alkalosis
GANGGUAN SISTEM ASAM BASA
Ada 4 jenis gangguan utama yang selama ini telah kita kenal, yaitu asidosis
metabolic, alkalosis metabolic, asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik. Tentu saja
dapat saja terjadi 1 atau 2 gangguan asam basa sekaligus pada seseorang penderita.
Seperti diketahui, asidosis adalah suatu keadaan di mana kadar ion H+ dalam darah lebih
tinggi dari normal (pH rendah), sedangkan alkalosis adalah suatu keadaan di mana kadar
H+ di dalam darah lebih rendah dari normal (pH tinggi).

Asidosis metabolic
Dapat terjadi karena:
* Penambahan asam:
1) Oksidasi lemak tak sempurna, misalnya pada asidosis diabetika atau kelaparan.
2) Oksidasi karbohidrat tak sempurna, misalnya pada asidosis laktat.
* Pengurangan bikarbonat:
1) Renal tubular acidosis.
2) Diare.
Dengan penambahan H+ , metabo penyangga bikarbonat-asam karbonat akan
bekerja dengan mengeluarkan HCO3 guna mengikat penambahan H+ itu sehingga
perubahan pH yang terjadi tidak begitu besar. Karena mekanisme ini, akan terjadi:
1. pH ↓
2. HCO3— ↓
3. B.E. < 2,5.

Alkalosis metabolic
Dapat terjadi karena:
* Pengurangan asam:
1) Muntah-muntah, HCl lambung dikeluarkan.
2) Penggunaan antasida berlebihan.
* Penambahan basa:
1) Infus bikarbonat berlebihan.
2) Efek aldosteron/steroid.
Dengan adanya pengeluaran ion H+, metabo penyangga akan bekerja dengan
mengeluarkan H+ guna mengurangi perubahan pH. Karena mekanisme ini akan terjadi:
1. pH ↑
2. HCO3 ↑
3. B.E. > 2,5.

Asidosis respiratorik
Terjadi karena adanya hipoventilasi, sehingga P CO2 akan meningkat. Hal ini dapat
terjadi pada:
* Kelainan paru, misalnya Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM).
* Kelainan susunan saraf pusat, misalnya depresi pernapasan.
* Kelainan dinding dada.
Karena P CO2 darah meningkat, di dalam gas darah akan ditemukan:
1. pH ↓
2. P CO2 ↑
3. HCO3 normal.

Alkalosis respiratorik
Terjadi karena adanya hiperventilasi sehingga P CO2 darah akan turun. Hal ini dapat
terjadi karena:
 Perangsangan S.S.P. : emosi, salisilat dan lain-lain.
 Stimulasi kemoreseptor perifer: hipoksemia.
 Stimulasi reseptor intratorakal: berbagai penyakit pam.
 Keadaan hipermetabolisme: sepsis, hipertiroid.
Karena P CO2 darah menurun, di dalam analisa gas darah akan ditemukan:
1. pH ↑
2. P CO2 ↓
3. HCO3 normal.

MEKANISME KOMPENSASI
Kompensasi tubuh terhadap perubahan pH akan dilakukan melalui metabo
pernapasan dan ginjal, tergantung dari bentuk gangguan asam basa yang terjadi Bentuk –
bentuk kompensasi adalah sebagai berikut:
1) Asidosis metabolic, akan menimbulkan perangsangan untuk stimulasi
pernapasan. Akibatnya P CO2 darah akan menurun, dan ini tentu berakibat
kenaikan pH (lihat persamaan Henderson). Jadi, penurunan pH pada asidosis
metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi alkalosis respiratorik (pH ↑, P
CO2 ↓).
2) Alkalosis metabolic, akan menimbulkan depresi pernapasan sehingga P CO2
darah akan meningkat, yang ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pH.
Jadi kenaikan pH pada alkalosis metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi
asidosis respiratorik.
3) Asidosis respiratorik, akan menimbulkan peningkatan reabsorbsi HCO3 di ginjal,
akibatnya kadar HCO3— di darah akan meningkat dan pH juga akan naik. Jadi,
asidosis respiratorik akan dikompensasi oleh suatu alkalosis metabolic (pH ↑ ,
HCO3- ↓ ).
4) Alkalosis respiratorik, akan menurunkan reabsorbsi HCO3— di ginjal. Akibatnya
kadar HCO3— darah akan menurun dan dengan sendirinya nilai pH akan turun
pula. Artinya, alkalosis respiratorik di tubuh akan dikompensasi oleh suatu
asidosis metabolic.

Faktor-faktor yang mempertahankan nilai Ph

Sistem penyangga
Sistem penyangga kimia (buffer system) adalah suatu bahan kimia yang dapat
menetralkan asam atau basa yang dihasilkan, atau masuk ke dalam tubuh. Artinya,
metabo ini dapat mengurangi perubahan pH pada suatu larutan yang padanya di
tambahkan asam ataupun basa. Ini dapat terjadi karena pada metabo penyangga ini
terdapat metabo asam dan metabo basa. Bila di dalam tubuh terdapat penambahan asam,
sehingga pH akan turun, asam ini akan ditangkap oleh unsure basa dari metabo
penyangga, sehingga perubahan pH akan dapat dinetralkan. Demikian juga sebaliknya,
bila di dalam tubuh terdapat penambahan basa, di mana pH seharusnya akan naik, basa
itu akan diikat oleh metabo asam dari system penyangga sehingga kenaikan nilai pH
dapat dikurangi Tentu harus disadari, metabo penyangga ini juga punya keterbatasan
kerja. Tidak semua asam atau basa yang masuk dapat diikatnya dengan baik. Bila
penambahan asam/basa itu cukup banyak, tentu akan terjadi juga perubahan nilai pH.
Hanya saja nilai perubahan itu dapat dikurangi. Ada 4 sistem penyangga kimia yang
penting di dalam tubuh, yaitu:
I. Sistem bikarbonat-asam karbonat, yang merupakan metabo terbanyak dan
terpenting.
II. Sistem penyangga hemoglobin.
III. Sistem penyangga fosfat.
IV. Sistem penyangga protein.
Sistem pernapasan
Melalui metabo pernafasan ini, CO2 darah dapat dikeluarkan. Seperti telah
dibahas terdahulu, perubahan kadar CO2 akan mempengaruhi kadar H2CO3 , yang pada
akhirnya akan mempengaruhi perubahan nilai pH. Pada keadaan asidosis metabolic
misalnya, akan terjadi hiperventilasi pam yang mengakibatkan pengeluaran CO2 ,
sehingga nilai pH yang rendah dapat diperbaiki

Ginjal
Di ginjal dapat terjadi sekresi dan reabsorbsi ion HCO3-. Kalau kita kembali ke
persamaan Henderson, jelas kerja ginjal ini akan berperan besar dalam penentuan nilai
pH. Artinya, ginjal berperan untuk mempertahankan keseimbangan komponen metabolic,
yaitu ion HCO3, agar proses metabolisme dapat berjalan dengan baik.

Indikasi
Indikasi tindakan analisa gas darah adalah sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Tindakan analisa gas darah ditujukan pada pasien dengan sebagai berikut:
a. Obstruktif kronik pulmonari,
b. Edema pulmonari,
c. Sindrom distres respiratori akut,
d. Infark myocardial,
e. Pneumonia.
2. Tindakan ini juga diberikan pada pasien yang sedang mengalami syok dan setelah
menjalani pembedahan bypass arteri koronaria.
3. Pasien yang mengalami resusitasi dari penyumbatan atau penghambatan kardiak.
4. Pasien yang mengalami perubahan dalam status pernapasan dan terapi pernapasan,
serta anesthesia.

Kontra Indikasi
Kontra indikasi pada tindakan analisa gas darah, yaitu (Potter & Perry, 2006):
1. Pada pasien yang daerah arterialnya mengalami:
a. Amputasi,
b. Contractures,
c. Infeksi,
d. Dibalut dan cast,
e. Mastektomi, serta
f. Arteriovenous shunts.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
1. Adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian menyebabkan
pasien mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan
injeksi.
2. Adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke
syringe.

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan :


1.Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka
ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang
dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
2.Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin
yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena
efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
3.Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa,
dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
4.Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan
P CO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan P CO2.

Alat dan Bahan yang Digunakan


Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan analisa gas darah meliputi (McCann,
2004):
1. 3 ml sampai 5 ml gelas syringe,
2. 1 ml ampul heparin aqueous,
3. 20 G 11/4” jarum,
4. 22 G 1” jarum,
5. Sarung tangan,
6. Alkohol atau povidone-iondine pad,
7. Gauze pads,
8. Topi karet untuk syringe hub atau penutup karet untuk jarum,
9. Label,
10. Ice-filled plastic bag,
11. Laporan permintaan laboratorium,
12. Perekat balutan, dan
13. Opsional: 1% licoaine solution, atau
14. Peralatan siap AGD.

F. Anatomi Daerah Target


Anatomi daerah yang menjadi target tindakan analisa gas darah adalah sebagai berikut:
1. Arteri radial
Arteri radial merupakan kelanjutan dari brakhial, tetapi lebih kecil dibandingkan
dengan ulnar. Arteri radial dimulai di percabangan brakhial, dibawah lekukan dari siku
dan melewati sisi radial dari bagian depan lengan ke pergelangan tangan. Lalu ke daerah
belakang, sekitar sisi lateral carpus, dibawah tendon abductor pollicis longus, extensors
pollicis, dan brevis ke ruang bagian atas diantara tulang metakarpal ibu jari dan jari
telunjuk. Terakhir, arteri radial melewati diantara dua kepala pertama interosseous
dorsalis, ke dalam telapak tangan, dimana arteri radial menyeberangi tulang metakarpal
dan sisi ulnar tangan dengan deep volar branch dari arteri ulnar ke deep volar arch. Hal
inilah yang menyebabkan arteri radial terdiri dari tiga porsi, yaitu forearm, belakang
pergelangan tangan, dan tangan.
2. Arteri brakhial
Arteri brankhial dimulai dari batas bawah tendon pada teres major dan menurun
kebawah lengan, dan berakhir sekitar 1 cm dibawah lekukan siku dimana dibagi menjadi
arteri radial dan arteri ulnar. Pertama, arteri brakhial terletak dari medial ke humerus,
tetapi ketika arteri brachial menuju lengan secara perlahan menuju atau terletak di depan
tulang dan lekukan siku yang terletak diantara dua epicondyles

3. Arteri femoral
Arteri femoral merupakan arteri yang melewati cukup dekat dengan permukaan atas,
dibagi ke dalam cabang yang kecil untuk menyediakan darah ke otot dan jaringan
superficial di daerah paha. Arteri femoral juga menyuplai kulit dan dinding abdominal
bawah. Cabang arteri femoral yang penting meliputi:
1. arteri superficial circumflex iliac, arteri ke lymph nodes dan kulit;
2. arteri superficial epigastric ke dinding kulit abdominal;
3. arteri superficial dan arteri eksternal pudenal ke kulit abdomen bawah dan
eksternal genital;
4. arteri profunda, yang merupakan cabang paling besar pada arteri femoral dan
menyuplai sendi paha dan berbagai otot di paha;
5. arteri deep genicular ke bagian paling jauh pada otot paha dan
menghubungkan jaringan impuls sekitar sendi lutut
4. Arteri tibialis posterior dan arteri doralis pedis

5. Bagian arteri lain


 Pada bayi = arteri kulit kepala, arteri tali pusat.
 Pada orang dewasa = arteri dorsal pedis.
Bagian-bagian ini tidak boleh diambil oleh phlebotomis. Arteri femoralis atau
brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak
mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak.

Aspek Keamanan dan Keselamatan


Aspek keamanan dan keselamatan (safety) yang harus diperhatikan dalam
melakukan tindakan analisa gas darah, yaitu perawat harus memeriksa kebijakan terhadap
tenaga kesehatan yang diperbolehkan dalam melakukan ini (Potter & Perry, 2006).
Beberapa kebijakan dari rumah sakit menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yaitu perawat
yang diberikan izin dalam melakukan analisa gas darah adalah perawat di bidang critical
care (Potter & Perry, 2006).

Protocol atau Prosedur Tindakan


Prosedur pada tindakan analisa gas darah ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sebelum memasuki ruangan pasien.
2. Cuci tangan dengan menggunakan tujuh langkah benar.
3. Bila menggunakan peralatan AGD yang sudah siap, buka peralatan tersebut serta
pindahkan label contoh dan tas plastik (plastic bag).
4. Catat label nama pasien, nomor ruangan, temperatur suhu pasien, tanggal dan
waktu pengambilan, metode pemberian oksigen, dan nama perawat yang bertugas
pada tindakan tersebut.
5. Beritahu pasien alasan dalam melakukan tindakan tersebut dan jelaskan prosedur
ke pasien untuk membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatif
pasien dalam melancarkan tindakan tersebut.
6. Cuci tangan dan setelah itu gunakan sarung tangan.
7. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen.
Cara allen’s test
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung
pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan
tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan
tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s
negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain.
8. Bersihkan daerah yang akan di injeksi dengan alkohol atau povidoneiodine pad.
9. Gunakan gerakan memutar (circular) dalam membersihkan area injeksi, dimulai
dengan bagian tengah lalu ke bagian luar.
10. Palpasi arterti dengan jari telunjuk dan tengah satu tangan ketika tangan satunya
lagi memegang syringe.
11. Pegang alat pengukur sudut jarum hingga menunjukkan 30-45 derajat. Ketika area
injeksi arteri brankhial, posisikan jarum 60 derajat.
12. Injeksi kulit dan dinding arterial dalam satu kali langkah.
13. Perhatikan untuk blood backflow di syringe.
14. Setelah mengambil contoh, tekan gauze pad pada area injeksi hingga pedarahan
berhenti yaitu sekitar 5 menit.
15. Periksa syringe dari gelembung udara. Jika muncul gelembung udara, pindahkan
gelembung tersebut dengan memegang syringe ke atas dan secara perlahan
mengeluarkan beberapa darah ke gauze pad.
16. Masukan jarum ke dalam penutup jarum atau pindahkan jarum dan tempatkan
tutup jarum pada jarum yang telah digunakan tersebut.
17. Letakkan label pada sampel yang diambil yang sudah diletakkan pada ice-filled
plastic bag.
18. Ketika pedarahan berhenti, area yang di injeksi diberikan balutan kecil dan
direkatkan.
19. Pantau tanda vital pasien, dan observasi tanda dari sirkulasi. Pantau atau perhatikan
risiko adanya pedarahan di area injeksi.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan Perawat
Hal-hal yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan tindakan, antara lain:
1. Faktor yang menyebabkan kontra indikasi dalam penggunaan tindakan analisa
gas darah ini, meliputi amputasi, kontraktur, tempat atau area infeksi, balutan,
mastektomi, atau arteriovenous shunts (Potter & Perry, 2006).
2. Lakukan tes Allen sebelum memulai mengambil contoh darah dari arteri.
3. Area injeksi yang sebelumnya atau kondisi yang sesudahnya mungkin dapat
mengeliminasikan menjadi area potensial. Arteri seharusnya dapat dijangkau
4. Perawat harus memberikan pengajaran kepada klien bahwa segera melaporkan
kepada perawat bila terjadi lumpuh atau mati rasa, dan terbakar di daerah tangan
tepatnya di area injeksi, arteri radial.

Hal-hal yang Harus Dicatat/Dokumentasi


Hal-hal yang harus dicatat setelah tindakan analisa gas darah meliputi:
1. Catat hasil tes Allen.
2. Catat waktu pengambilan contoh.
3. Catat suhu tubuh pasien.
4. Catat area yang akan di injeksi untuk mengambil contoh darah arteri.
5. Catat waktu total yang dibutuhkan untuk menghentikan pedarahan setelah
melakukan tindakan.
6. Catat tipe dan jumlah terapi oksigen yang pasien terima.

Interpretasi
1. Hipoksia
• Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
• Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
• Berat PaO2 20 – 30 mmHg

2. Hiperkapnia
• Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
• Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
• Berat PaCO2 70 – 80 mmHg
3. Harga normal :
-pH darah arteri 7,35 – 7,45
-PaO2 80 – 100 mmHg
-PaCO2 35 – 45 mmHg
-HCO3- 22 – 26 mEq/l
-Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
-O2 Saturasi 90 – 100 %
Keterangan:
1. pH, nilai pH dapat mengukur konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam cairan
tubuh. Peningkatan ion H+ menyebabkan larutan bersifat lebih asam,
sedangkan penurunan konsentrasi H+ dapat menyebabkan larutan bersifat
lebih basa. Nilai pH arteri normal adalah 7,35-7,45 (Potter & Perry, 2009).
2. PaO2, adalah tekanan parsial oksigen dalam darah arteri dengan kadar
normal, yaitu 80-100 mmHg. tekanan parsial oksigen yang kurang dari 60
mmHg dapat menyebabkan metabolisme anaerob, yang selanjutnya akan
menyebabkan produksi asam laktat dan asidosis metabolik (Potter & Perry,
2009).
3. PCO2, adalah tekanan parsial karbondioksida dalam darah dan merupakan
gambaran kedalaman ventilasi paru . rentang normalnya adalah 35-45 mmHg,
hiperventilasi terjadi saat PaCO2 berada dibawah 35 mmHg dan hipoventilasi
terjadi saat kadar PaCO2 berada diatas 45 mmHg (Potter & Perry, 2009).
4. HCO3- atau Bikarbonat adalah komponen komponen utama keseimbangan
asam-basa. Kadar normalnya adalah 22-26 mEq/L, kadar yang kurang dari 22
mEq/L biasanya mengindikasikan asidosis metabolic dan jika lebih besar dari
26 mEq/L mengindikasikan alkalosis metabolik (Potter & Perry, 2009)
5. Base excess (BE), adalah jumlah penyangga darah (hemoglobin dan
bikarbonat) yang didapatkan dalam tubuh. Kadar normalnya adalah -2 – 2
mEq/L. Nilai kadar yang tinggi dapat mengindikasikan alkalosis dan kadar
yang kurang dari normal dapat mengindikasikan asidosis (Ignatavicius &
Workman, 2005; Potter & Perry, 2009).
6. Saturasi O2, adalah persentase molekul hemoglobin yang tersaturasi dengan
oksigen (SaO2), saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 99 % (Chang,
2010). Ketika PaO2 berada dibawah 60 mmHg, maka saturasi juga menurun
dengan drastis (Heitz & Horne, 2005; Potter & Perry, 2009).
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat
keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
(1) Asidosis respiratorik adalah keadaan klinis yang terjadi akibat peningkatan
abnormal PaCO2 (hiperkapnia), sehingga terjadi asidemia, yang ditandai
dengan pH gas darah < 7,35 dan peningkatan PaCO2 primer hal ini
disebabkan karena ventilasi alveolar yang tidak efektif (Sari, 2002).
(2) Alkalosis respiratorik adalah keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan
abnormal PaCO2 (hipokapnia) sehingga, terjadi alkalemia. Penurunan
PaCO2 primer akan meningkatkan pH gas darah >7,45 disebabkan
meningkatnva ventilasi alveolar melebihi produksi C02 Penurunan PaCO2
(hipokapnia) menyebabkan dua efek yang bertentangan dalam persamaan
asam basa (Sari, 2002).
(3) Asidosis Metabolik adalah tingginya kadar asam dalam darah, yang juga
menyebabkan kehilangan natrium bikarbonat, sebagian besar alkali pada
system penyangga karbonat menyebabkan deficit bikarbonat (Chernecky et
al., 2006; Potter & Perry, 2009). Alkalosis metabolik merupakan hasil dari
kehilangan asam dari tubuh atau meningkatnya kadar bikarbonat. Penyebab
yang paling umum adalah muntah dan penghisapan gastrik. Kompensasi
terjadi dengan menurunkan kecepatan pernafasan dan kehilangan bikarbonat
oleh ginjal jika tidak disebabkan oleh penyakit ginjal (Potter & Perry, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
McCann, J. A. S., 2004, Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Wilson.D.D. 1997, Understanding Laboratory and Diagnostik Tests. Philadelphia:
Lippincolt.
Potter,P.A. & Perry, A.G., 1997, fundamental of nursing:Concept, Process and
Practice.4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby,Inc.

Pediatri Sari, 2002, Gambaran Analisa Gas Darah pada Distres Pernapasan, Vol.
4. No. 3.
Potter, P.A. Perry, A.G., 2009, Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku 3.
Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai