PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya
berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan
seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik,
tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan
sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat
jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab. Jamur uniseluler
dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu vegetatif dapat dilakukan dengan
cara membentuk spora, membelah diri, kuncup (budding). Secara generatif
dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk jamur multiseluler reproduksi
vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora. Secara generatif dapat
dilakukan dengan cara konjugasi,hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora
askus, spora basidium.
Awal dari budidaya jamur membutuhkan biakan murni yang bebas dari
kontaminasi dan memiliki sifat-sifat genetik yang baik dalam hal kuantitas
maupun kualitas. Suatu industri jamur di luar negeri biasanya mempunyai tempat
mengoleksi biakan yang disebut bank miselium jamur (Mushroom mycelium
bank). Keberhasilan seorang pengusaha atau petani dalam budidaya jamur sangat
tergantung pada cara pemeliharaan dan penyimpanan biakan murni miselium
jamur. Sehingga jamur tetap dapat memproduksi tubuh miselium jamur. Sehingga
jamur tetap memproduksi tubuh buah dengan produktivitas tinggi dan kualitas
yang baik.
Bibit jamur pada dasarnya terdiri dari 4 jenis yaitu bibit murni/kultur
murni (P/Parental) dengan media PDA, bibit induk (F1), log tebar (F2), dan log
produksi (F3).Pembuatan bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan
kultur murni atau biakan murni dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
Yang dimaksud dengan kultur jaringan adalah mengambil bagian dari
jamur untuk ditumbuhkan pada media PDA agar dapat berkembang dan
memperbanyak diri. Sel-sel pada spora jamur tiram diharapkan dapat berkembang
1
menjadi individu baru secara sempurna pada media yang sesuai dalam hal ini
mediaPDA. Teknik kultur jaringan dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) ini
sangat penting untuk dikuasai oleh pebudidaya jamur karena dari sinilah semua
proses multiplikasi atau pengembangan jamur tiram berlangsung.
B. Tujuan praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan bibit jamur F0 sampai F1.
2. Mahasiswa mampu dan terampil dalam mempraktekan pembuatan bibit
jamur F0 sampai F1.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur merang merupakan jenis jamur yan g pertama kali dapat
dibudidayakan di Cina sekitar tahun 1650, dan mulai di budidayakan di
Indonesia pada tahun 1950. Secara taksonomi menurut Singer (1975) jamur
merang masuk dalam klasifikasi sebagai berikut :
Kelas : Basidiomycetes
Subkelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Plutaceae
Genus : Volvariella
Spesies : Volvariella volvaceae
Jamur merang merupakan organisme yang tersusun atas komponen dasar
berupa hifa yang terbentuk seperti benang halus dan panjang. Sebagian hifa
dibatasioleh dinding melintang yang disebut septa/sekat, namun ada pula hifa
yang tidak memiliki sekat/ asepta. Selanjutnya kumpulan hifa tersebut membentuk
misellium yang menyusun tubuh buah.
3
b. Sporangiospora: merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung
yang disebut sporangium,pada ujung hifa khusus.
Pembuatan bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan kultur
murni atau biakan murni dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Yang
dimaksud dengan kultur jaringan adalah mengambil bagian dari jamur untuk
ditumbuhkan pada media PDA agar dapat berkembang dan memperbanyak diri.
Sel-sel spora jamur tiram diharapkan dapat berkembang menjadi individu baru
secara sempurna pada media yang sesuai dalam hal ini media PDA. Teknik kultur
jaringan dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) ini sangat penting untuk
dikuasai oleh pembudidaya jamur karena dari sinilah semua proses multiplikasi
atau pengembangan jamur tiram berlangsung.( Dewi, 2009)
4
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan tempat
Praktikum acara 1 “Pembuatan Bibit F0 Jamur” dilakukan pada Jumat, 22-
29 April 2019 dan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.
5
C. Cara kerja
a. Langkah pembuatan cairan PDA :
1. Mengupas kentang kemudian cuci dengan air bersih lalu cincang
kira-kira 1cm2
2. Merebus kentang yang sudah di potong dengan air sebanyak 1ltr
selama ± 15-20 mnt atau sampai air berwarna kekuningan (kentang
lunak) kira-kira air menjadi 500 ml dari 1ltr tadi
3. Mengambil cairan hasil rebusan kedalam gelas ukur dengan
takaran 450ml-500ml
4. Memasukan Dextrosa dan Agar- agar masing-masing 20gr seperti
keterangan di atas
5. Mengaduk sampai larut dan merata kemudian masukan cairan tadi
kedalam botol (tabung reaksi tergantung keinginan) masing-masing
10ml
6. Kemudian menutup botol /tabung dengan kapas dan lapisi dengan
kertas email kemudian ikat dengan karet bila perlu.
7. Mensterillkan botol yang berisi cairan PDA tadi dalam Autoclave
selama kurang lebih 30-45menit dalam suhu 121°c, tekanan 1,5 - 2
atm. Pertahankan kondisi ini selama kurang lebih 45 menit.
8. Menunggu mendingin hingga suhu kurang lebih 37°c
9. Mengeluarkan botol-botol tadi dan letakkan dalam posisi
miring/tidur agar cairan bisa melebar dengan tujuan
memperbanyak area media. Jangan sampai cairan mencapai mulut
botol. Jika cairan PDA agar tadi sudah mengeras, barulah siap
untuk di Inokulasikan bibit yang didapat dari jamur langsung.
Catatan : Sebelumnya botol dibersihkan dan disteril dengan
merebus botol dengan air mendidih selama kurang lebih 10 menit.
Memang dalam membuat bibit PDA, kebersihan, sterilisasi tempat,
alat dan bahan adalah syarat utama dalam menunjang
keberhasilannya.
6
b. Pembuatan F0
1. Menuang/ memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari tabung
reaksi ke dalam petridisk, memasukkan media tersebut dalam
keaadaan masih agak panas agar belum membentuk jel/mulai
memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah dinyalakan.
2. Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan
digunakan, alat-alat tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset,
blade, petidish), LAFC dibersihkan menggunakan alkohol dan di
UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan digunakan LAFC
blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci jamur merang/kancing yang akan digunakan untuk bahan
bibit dengan kultur jaringan.
4. Setelah media padat, media tersebut dimasukkan ke dalam laminar
yang sebelumnya disemprot menggunakan alkohol, selain media
yang dimasukkan alat-alat yang lain yaitu petridish, scapel, blade,
lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol terlebih dahulu.
5. Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan
inokulasi eksplan dengan cara:
Memasang blade pada scapel
Menyalakan lampu Bunsen
Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen
yang sebelumnya dicelupkan kedalam alcohol
Membelah jamur kancing/merang bagian tudung buah
menjadi 3 bagian diatas permukaan petridish.
Potongan-potongan bagian tubuh jamur tersebut
dimasukkan kedalam media, masing-masing media dalam
petridish diisi 3 potongan
Setelah digunakan scapel dan blade kembali disterilkan
6. Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan
gelap dan steril
7
7. Melakukan pengamatan secara berkala dan mengukur panjang
miselium. Jika terjadi kontaminasi segera memisahkannya agar
tidak menular ke yang lain.
8. Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan
untuk membuat bibit F1.
c. Pembuatan F1
1. Menyiapkan media dan memasukkannya kedalam tabung reaksi
2. Menyiapkan alat-alat yang sudah dalam keadaan steril (pinset,
scalpel, petidish), LAFC dibersihkan menggunakan alkohol dan di
UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan digunakan LAFC
blower dan lampu dihidupkan.
3. Menyemprotkan alkohol pada petridisk yang berisi bibit F0 lalu
memasukkannya kedalam LAF
4. Memotong bagian jamur beserta sedikit medianya yang telah
terdapat miseliumnya.
5. Memindahkannya menggunakan pinset yang telah steril ke dalam
tabung reaksi (lakukan kegiatan ini disekitar lampu bunsen agar
keadaan tetap steril).
6. Diamkan lalu diamati setiap minggu
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasar praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
KONTAMINASI
9
B. Pembahasan
10
Terjadinya kontaminasi pada bibit F0 dapat disebabkan karena beberapa
faktor:
1. Berbicara atau bersin saat inokulasi. Mulut itu sumber bakteri, memang
hal ini sangat kecil kemungkinannya mengakibatkan kontaminasi tapi dari
hembusan angin dari mulut tertuju langsung ke dalam baglog atau bibit
jamur. Akibatnya jamur kontaminan yang ada di udara ikut masuk ke
dalamnya
2. Menggunakan alas kaki dari luar areal budidaya. Bisa saja alas kaki yang
dipakai sebelumnya menginjak atau bersinggungan dengan sumber
kontaminsi
3. Kontak udara saat isolasi. Idealnya isolasi spora dilakukan dengan cepat
agar meminimalisir kontak dengan udara. Tapi terkadang ada kendala,
bahan tanam yang sulit dieksekusi, persiapan belum sempurna sehingga
terjadi pemindahan alat dari luar ke dalam laminar atau enkas atau
sebaliknya, akibatnya zona steril yang cuma 1/3 dari luas laminar jadi
kacau.
4. Kemungkinan terdapat mikroorganisme yang survive saat penuangan
media yang dingin (kontak dengan udara) ke cawan petri.
5. Kestrerilan alat dan media. Alat-alat yang steril sangat menentukan dalam
keberhasilan penumbuhan miselium dalam media. Karena jika tidak steril
tentu bakteri
Setelah pembuatan bibit F0 yang dilakukan ialah membuat bibit F1. Dari
hasil praktikum, bibit F1 tumbuh semua. Setelah 3 hari bibit yang telah di
kulturkan diamati dan hasilnya terdapat miselium pada bagian jamur yang telah
dipindahkan dari petridisk ke tabung reaksi berisi media. Panjang miselium pada
pengamatan pertama sebesar 1-2 cm.
11
BAB V
KESIMPULAN
Berdasar praktikum acara pembuatan bibit F0 dan F1 maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Bibit jamur F0 atau disebut dengan kultur murni, PDA atau biakan murni,
adalah tingkatan pertama, dimana cara membuatnya di ambil langsung dari
spora jamur dengan menggunakan PDA.
2. Isolasi dengan kultur spora pada prinsipnya adalah isolasi dari spora jamur
yang fertil (subur), caranya hampir sama dengan isolasi jaringan kultur
bedanya hanya dalam pengambilan ekplan. Pada isolasi kultur spora yang
diambil sebagai ekplan adalah lamella (bilah) karena spora jamur
menempel pada lamella jamur. Isolasi dengan kultur spora dapat
dilaksanakan dengan monospora dan multispora.
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan miselium bisa
berupa faktor fisik, kimia ataupun biologi.
4. Kontaminasi terjadi karena adanya mikroorganisme lain yang tumbuh di
media tanam.
5. Panjang miselum pada bibit F1 sebesar 1-2 cm pada pengamatan pertama
12