Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK

Disusun Oleh :
Kelas F
Kelompok 6

MEGA FEBRIA 200110170172


RAMDAN AGUS S 200110170295
RINALDI RIANANDA 200110170297
LARASATI APRILIA 200110170306

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhannahuwata’ala yang


telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat
terselesaikan.Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pemuliaan Ternak.
Terimakasih disampaikan kepada dosen pengmampu mata kuliah Ilmu
Pemuliaan Ternak yaitu Johar Arifin, S.pt, MP dan Ir. Drs. Nono Suwarno, MS
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam pembuatan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan karena masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran
dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan dalam laporan
ini. Demikianlah laporan ini disusun semoga bermanfaat agar dapat memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak.

Jatinangor, 12 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

KATA PENGANTAR ............................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................. iii

DAFTAR TABEL ....................................................................... v

I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Tujuan Praktikum ................................................................. 2

1.3. Manfaat Praktikum ............................................................... 3

1.4. Metode Praktikum ................................................................ 3

II HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM ........................................ 4

2.1. Analisis Deskripsi Populasi .................................................. 4

A. Landasan Teori ................................................................ 4

B. Hasil Dan Pembahasan .................................................... 8

C. Kesimpulan ...................................................................... 9

2.2. Pendugaan Ripitabilitas ........................................................ 9

A. Landasan Teori ................................................................ 9

B. Hasil Dan Pembahasan ................................................... 12

C. Kesimpulan ..................................................................... 13

2.3. Pendugaan Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi ............ 14

iii
A. Landasan Teori ............................................................... 14

B. Hasil Dan Pembahasan ................................................... 18

C. Kesimpulan ..................................................................... 20

2.4. Menyusun Index Seleksi ...................................................... 20

A. Landasan Teori ............................................................... 20

B. Hasil Dan Pembahasan ................................................... 22

C. Kesimpulan ..................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 25

iv
DAFTAR TABEL

NOMOR HALAMAN

1 Hasil Data Deskripsi Populasi ..................................................... 8

2 Pencatatan Produksi Susu Test Day 8 Ekor Sapi ....................... 12

3 Sidik Ragam ............................................................................... 13

4 Hasil Pengukuran Perfoma Berat Lahir Sapi Brahman (kg) ...... 18

5 Pengukuran Performa Individu Ternak ...................................... 22

v
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemuliaan merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan

mutu genetik ternak melalui pengembangbiakan ternak-temak yang memiliki

potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang

diharapkan. Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan manusia untuk

menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah

ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan

dengan tujuan standar produksi atau kinerja yang ditentukan.

Keragaman merupakan sifat populasi yang sangat penting dalam

pemuliaan, terutama dalam seleksi. Keragaman suatu sifat dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu faktor genetik, dan faktor non genetik atau lingkungan. Faktor genetik

ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh individu. Faktor

genetik ini tidak akan berubah selama hidup individu, sepanjang tidak terjadi

mutasi dari gen yang menyusunnya, dan faktor genetik dapat diwariskan kepada
anak keturunannya.

Heritabilitas merupakan parameter paling penting dalam pemuliaan ternak.

Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi

peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi. Pengetahuan tentang nilai

heritabilitas sangat diperlukan dalam melakukan program seleksi dan rancangan

perkawinan untuk perbaikan mutu genetik ternak. Nilai heritabilitas bermanfaat

dalam menaksir nilai pemuliaan seekor individu ternak.

Ripitabilitas suatu sifat berguna dalam memperkirakan produktivitas ternak

pada masa yang akan datang berdasarkan satu atau lebih catatan produksi dan

mengetahui tingkat keseragaman suatu sifat dari seekor induk. Dengan kata lain,

1
ripitabilitas digunakan dalam seleksi untuk performan yang akan datang dari

individu yang sama. Upaya peningkatan ternak melalui pemuliaan bertujuan

meningkatkan produktivitas (sifat produksi dan reproduksi) ternak melalui

peningkatan mutu genetiknya.

Salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia peternakan adalah

pemuliabiakan dan lingkungan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan memenuhi

kebutuhan masyarakat terhadap suatu protein hewani, salah satunya yaitu melalui

produk peternakan. Suatu produk peternakan harus memiliki kualitas yang baik

dan tinggi, dan diperoleh dari hewan ternak yang berkualitas tinggi.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang

bermutu. Salah satunya yaitu dengan mewariskan sifat yang baik dari suatu induk

ternak yang berkelanjutan, untuk dapat mengetahui kemampuan suatu induk atau

tetua yang memiliki kualitas dan produktifitas yang baik, maka harus ada suatu

ilmu yang mempelajarinya, salah satunya adalah heritabilitas (suatu tolak ukur

yang digunakan dalam suatu seleksi untuk mengetahui kemampuan tetua dalam

menurunkan kesamaan sifat kepada keturunanya).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami deskripsi populasi (mencari nilai minimum,

maksimum, rata-rata, ragam, peragaman, standar deviasi, koefisien variasi,

korelasi, dan regresi ).

2. Mengetahui dan memahami pendugaan nilai ripitabilitas beberapa sifat

produksi penting.

3. Mengetahui dan memahami pendugaan nilai heritabitas dengan pola

regresi.

4. Mengetahui dan meamahami indek ternak.

2
1.3 Manfaat Penulisan

1. Dapat mengetahui dan mempelajari deskripsi populasi.

2. Dapat mengetahui dan mempelajari pendugaan nilai ripitabilitas beberapa

sifat produksi penting.

3. Dapat mengetahui dan mempelajari pendugaan nilai heritabitas dengan

pola regresi.

4. Dapat mengetahui dan mempelajari indeks ternak.

1.4 Metode Praktikum

Praktikum Pemuliaan Ternak dilaksanakan :

Alat : Komputer, kalkulator dan alat tulis

Bahan : Soal

Jenis Data dan Hardcopy : Hard Copy dan 2 data

Analisis Data : Penjelasan materi dan prosedur praktikum oleh

dosen pengampu dan mengerjakan soal berkaitan

dengan materi yang bersangkutan

3
II

HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM

2.1 Analisi Deskripsi Populasi

A. Landasan Teoritis

Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan.

Di samping dengan melihat macam dan jumlah genotipenya, susunan genetik

suatu populasi dapat juga dideskripsi atas dasar keberadaan gennya. Hal ini karena

populasi dalam arti genetika, seperti telah dikatakan di atas, bukan sekedar

kumpulan individu, melainkan kumpulan individu yang dapat melangsungkan

perkawinan sehingga terjadi transmisi gen dari generasi ke generasi. Dalam proses

transmisi ini, genotipe tetua (parental) akan dibongkar dan dirakit kembali

menjadi genotipe keturunannya melalui segregasi dan rekombinasi gen-gen yang

dibawa oleh tiap gamet yang terbentuk, sementara gen-gen itu sendiri akan

mengalami kesinambungan (kontinyuitas). Dengan demikian, deskripsi susunan

genetik populasi dilihat dari gen-gen yang terdapat di dalamnya sebenarnya justru

lebih bermakna bila dibandingkan dengan tinjauan dari genotipenya.

Populasi dapat dibagi menjadi dua, yakni populasi alamiah dan buatan.

Populasi alamiah merupakan sekelompok individu dalam satu spesies yang

menempati wilayah tertentu karena alasan alamiah, yakni kepentingsn spesies

bagi kehidupan secara sosial, kondisi geografis mendukung kecukupsn nutrisi dan

mineral alam serta aktivitas reproduksi dan daya dukung wilayah bagi

perkembangan spesies. Populasi buatan merupakan populasi yang sengaja dibuat

manusia dengan perlakuan dan lingkungan yang ditentukan untuk kepentingan

tertentu pula, misalnya bisnis atau konservasi.

4
Populasi dasar merupakan populasi yang secara umum belum dilakukan

intervensi atas spesies yang terkandung di dalamnya. Dalam pemuliaan, populasi

dasar perlu dianalisis secsrs deskriptif menggunakan analisis statistic. Tujuan

penggunaan statistika dapat dibagi menjadi dua pokok mengingkat data menjadi

hanya beberapa parameter sederhana dan menilai pentingnya peranan parameter

tersebut. Analisis deskriptif terhadap populasi meliputi :

1. Ukuran tendensi pusat atau ukuran pemusatan, merupakan gambarann

populasi

2. Ukuran penyebaran untuk menggambarkan keragaman atau variasi tiap

individu terhadap tendensi pusatnya.

Dalam garis besarnya analisis statistik perlu dilakukan karena asalan

sebagai berikut :

1. Adanya variasi atau perbedaan di antara populasi dan sample yang

dipelajari.

2. Data yang dibutuhkan atau yang ada tidak sempurna

3. Tak mungkin dan tak efisien untuk mengumpulkan data dalam jumlah

besar dengan harapan dapat menarik kesimpulan bebas dari kesalahan.

4. Statistik merupakan cara yang rasional dan cocok untuk membuat

kesimpulan-kesimpulan secara deduktif.

Adapaun rumus analisis korelasi yaitu:

Model statistik : Y = α + βX

Menghitung komponen :

X rata-rata  X
n

Y rata-rata  Y
n
( X ) 2
 x2   X 2 
n

5
jumlah x kuadrat = jumlah X kuadrat – X rata-rata kuadrat
( Y ) 2
 y  Y 
2 2

n
jumlah y kuadrat = jumlah Y kuadrat – Y rata-rata kuadrat

 X Y
 xy   XY 
n
jumlah xy = jumlah XY – XY rata-rata
( X ) 2
X 2

n
Ragam X (σx2) =
n 1
( Y ) 2
Y 2

n
Ragam Y (σy2) =
n 1

 X Y
 XY  n
Peragam XY (Cov XY) =
n 1
Koefisien Korelasi (r)

 X Y
 XY  n Cov xy
rxy  
( X ) 2
( Y ) 2 (  2x )(  2 y )
X 2

n
Y 2

n
Untuk mengetahui korelasi tersebut nyata atau tidak nyata uji statistik adalah
sebagai berikut (Gasppers, 1991):

rxy n  2
t hit =
(1  r 2 xy )
t tabel dengan derajat bebas (db = n-2)

Bila hasil analisis t-hitung lebih besar dari t-tabel 0,05 atau 0,01 masing-

masing menyatakan nyata atau sangat respon linearnya berpengaruh antara nilai X

terhadap nilai Y. Sedangkan bila t-hitung lebih kecil dari tabel baik 0,05 atau 0,01
masing-masing menyatakan tidak nyata atau sangat tidak nyata respon linearnya

6
berpengaruh antara nilai X terhadap nilai Y. Biasanya bila t-hitung lebih kecil dari

t-tabel 0,05 atau 0,01, cukup dinyatakan tidak nyata respon linearnya berpengaruh

antara nilai X terhadap Y.

Dalam pembalasan untuk menetukan besarnya dugaan nilai korelasi (r),

dapat menggunakan asumsi r x 100%. Sehingga dapat menginterpretasikan sekian

persen didalam rata-rata X yang dihitung nyata/nyata ditentukan oleh peubah Y.

Hubungan antara dua sifat terjadi karena adanya gen pleiotraphi, yaitu satu

gen mengawasi dua macam sifat atau lebih, atau sifat yang satu bersosialisasi

dengan sifat yang lainnya yang berkorelasi. Hubungan dua sifat di atas dinyatakan

dalam korelasi baik korelasi penotipik maupun genetik.

Korelasi penotipik adalah hubungan dua varable yang disebabkan oleh

faktor phenotipe, sedangkan korelasi genetik adalah hubungan dua variable yang

banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Keeratan korelasi disebut kofesien

korelasi, nilainya dari -1 sampai dengan +1, bila kofesien korelasi bernilai +1

berarti bahwa kedua sifat memiliki hubungan yang sangat erat dan positif adalah

bila dilakukan seleksi terhadap satu sifat akan meningkatkan juga sifat lain yang

berkorelasi tersebut, dan berlaku sebaliknya bagi yang nilainya negatif. Bila

koefisien korelasi seleksi 0, maka kedua sifat tidak berkorelasi, korelasi dikatakan

tinggi bila koefisien korelasinya antara 0,5 sampai 1, sedangkan koefesien

korelasi yang rendah adalah 0,1 sampai 0,25 dan nilai korelasi sedang antara 0,25

sampai 0,5.

Korelasi fenotipik dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang biasanya

disebut korelasi lingkungan dan genetik. Korelasi genetik adalah korelasi dari

pengaruh genetik aditif, atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu, korelasi

lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh genetik yang bukan

7
aditif. Korelasi fenotipik (korelasi total) sering tidak menunjukkan keadaaqn

genetik dasar yang sesungguhnya atau sebagian korelasi palsu (Widodo, 1981).

B. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

 Nilai Minimum : X = 132,0 cm ; Y = 201,0 cm

 Nilai Maximum : X = 142.0 cm ; Y = 219,0 cm

 Nilai Rata-Rata : X = 138,0 cm ; Y = 208,0 cm


̅̅̅̅̅
∑(𝑥𝑖−𝑥)2
 Ragam (S2) = : X = 9,78 cm ; Y = 40,44
𝑛−1

 Peragam : X,Y = 16,33

 Standar Deviasi (s) : X = 3,13 ; Y = 6,36


𝑆
 𝐾𝑉 = × 100 % : X = 2,27 ; Y = 3,06
𝑥
𝐶𝑜𝑣 (𝑥1 𝑦)
 Koefisien korelasi = = 0,82
√𝑆𝑥.𝑆𝑦
𝐶𝑜𝑣 (𝑥1 𝑦)
 Koefisien regresi = = 1,67
√𝑆

Tabel 1. Hasil data deskripsi populasi


No. Tinggi Pundak Lingkar Dada _ _ _ _
(cm) (x) (cm) (y) (x-x)(y-y) (x-x)2 (y-y)2

1. 142 219 44 16 121


2. 136 202 12 4 36
3. 139 210 2 1 4
4. 138 207 0 0 1
5. 137 212 –4 1 16
6. 136 201 14 4 49
7. 132 202 36 36 36
8. 137 201 7 1 49
9. 142 214 24 16 36
10. 141 212 12 9 16
Jumlah 1380 2080 147 88 364
Rata- 138 208 14,7 8,8 36,4
rata

8
2. Pembahasan

Dalam analisis deskriptif dan analisis statistika lain yang penting dalam

pemuliaan ternak adalah mencari nilai rata-rata, nilai minimum dan maksimum,

ragam, peragam, standar deviasi, koefisien variasi, koefisien korelasi dan

koefisien regresi, oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu nilai niali

tersebut. Dari data yang kami peroleh maka, koefisien variasi dan lingkar dada

lebih banyak atau lebih variatif dibandingkan dengan tinggi pundak. Terlihat pada

hasil koefisien veriasi lingkar dada lebih besar yaitu 3,06% dibandingkan dengan

tinggi pundak yaitu 2,27%. Tinggi pundak dan lingkar dada memiliki perbedaan

yang tidak jauh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa populasi tersebut seragam.

C. Kesimpulan

Nilai koefisien korelasi yang didapatkan menunjukkan bahwa dengan

mengetahui lingkar dada maka dapat menduga tinggi pundak ataupun sebaliknya

karena nilai koefisien korelasinya sedikit yaitu sebesar 0,82. Jadi tidak perlu

mengukur keduanya.

2.2 Pendugaan Nilai Ripitabilitas

A. Landasan Teoritis

Ripitabilitas atau daya ulang, merupakan suatu konsep dasar untuk

mengetahui daya ulang terhadap sifat – sifat yang diukur beberapa kali selama

hidup dari ternak, misalnya produksi susu, produksi telur, tebal kerabang telur,

berat telur, produksi wol, jumlah anak sekelahiran, jarak beranak, bobot lahir,

bobot sapih, dan sebagainya. Rumusan nilai ripitabilitas adalah meliputi semua

pengaruh genetik, ditambah pengaruh lingkungan yang bersifat permanen.

Menurut Mc Dowell (1972) menyatakan bahwa ripitabilitas adalah suatu fraksi

9
dari ragam fenotipik yang disebabkan oleh adanya perbedaan yang tetap dari

individu – individu. Besarnya nilai ripitabilitas berkisar antara 0 dan 1 dan selalu

lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas karena nilai ripitabilitas

dipengaruhi oleh lingkungan permanen (r ≥ h2 ). Nilai riptabilitas (r) diduga

dengan rumus :

Bila ragam lingkungan permanen sama dengan nol maka artinya

lingkungan permanen tidak memberikan respon, sehingga nilai r = h2 . Akan tetapi

jika ragam lingkungan permanen tidak sama dengan nol maka artinya lingkungan

permanen memberikan respon, sehingga nilai r > h2 . Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa ripitabilitas merupakan batas atas dari heritabilitas (r ≥ h2 ).

Pengetahuan tentang ripitabilitas suatu sifat dapat digunakan dalam

beberapa hal :

1. mengetahui batas minimal nilai heritabilitas dari sifat yang sama diamati.

2. menaksir besarnya suatu sifat yang pemunculannya berulang selama

hidupnya.

3. aplikasi dalam menduga produktivitas pada masa yang akan datang yang

mempunyai satu atau lebih catatan produksi dengan predikasi MPPA

4. menduga ketelitian nilai heritabilitas dengan menggunakan beberapa

catatan produksi menggunakan prediksi

10
5. menduga respon seleksi dari catatan berulang menggunakan prediksi

(dibahas kemudian)

Nilai ripitabilitas suatu sifat akan ditentukan oleh keragaman

komponenkomponen penyusunnya, yaitu komponen genetic yang terdiri atas gen

aditif, dominan dan epistatis serta komponen lingkungan, yang bersifat permanen

maupun yang bersifat sementara (Warwick dkk, 1995). Apabila repitabilitas

tinggi, maka ternak tersebut menunjukan keunggulan pula pada produksi

berikutnya, begitu juga sebaliknya. Nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1 (Noor,

2008).

Apabila tersedia lebih dari dua catatan produksi per individu, maka

ripitabilitas ditaksir dengan menghitung korelasi antara semua pasangan catatan,

kemudian dirata-ratakan. Pada umumnya repitabilitas lebih mudah penaksirannya

karena dapat dilakukan (dibandingkan heritabilitas) atas dasar catatan produksi

yang diulang dalam satu generasi yang sama tanpa menunggu generasi berikut

berproduksi seperti pada penaksiran heritabilitas. Dengan menghitung korelasi

antar catatan telah dapat ditaksir ripitabilitas, tanpa ada catatan silsilah ternak.

Ripitabilitas dapat juga dihitung dari regresi data pengukuran yang lebih akhir

terhadap pengukuran sebelumnya. Nilai inilah yang akan digunakan sebagai

pendekatan terhadap nilai ripitabilitas (Warwick dkk, 1995).

Manfaat ripitabilitas suatu karakteristik yaitu dapat digunakan untuk

menaksir nilai maksimum yang dapat dicapai heritabilitas, dapat digunakan untuk

menaksir kemampuan produksi dalam masa produktif seekor ternak, dapat

digunakan untuk meningkatkan ketelitian seleksi dan apabila nilai repitabilitas

suatu karakteristik tinggi, maka dalam seleksi calon bibit, ternak dapat dipilih

berdasarkan fenotipiknya (karakteristik yang kita ukur). Warwick dkk (1995)

menyatakan bahwa ripitabilitas suatu sifat berguna dalam memperkirakan

11
produktivitas ternak pada masa yang akan datang berdasarkan satu ataulebih

catatan produksi. Ripitabilitas menduga nilai maksimum heritabilitas yang

dihitung dalam rata-rata beberapa kali pengukuran (Warwick dkk, 1995).

Ripitabilitas digunakan untuk menduga kemampuan produksi dalam masa

produksi seekor ternak MPPA (Most Probable Producing Ability), dan untuk

meningkatkan ketepatan seleksi (Martojo dan Mansjoer, 1995).

B. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 2. Pencatatan Produksi Susu Test Day 8 Ekor Sapi

Catatan Sapi Total


1 2 3 4 5 6 7 8
1 13.36 13.02 13.02 12.36 12.02 12.02 11.35 10.69
2 13.36 14.36 14.69 12.69 13.02 12.02 12.02 12.02
3 14.03 14.03 13.02 13.02 13.36 12.02 12.36 12.36
∑ 40.75 41.41 40.73 38.07 38.4 36.06 36.4 35.07 306.89
∑ 2 3944.64

n = 8 ; k = 3 ; N = 24
306.892
1) FK = 24 = 3924.23
2) JK total = 3944.64 – 3924.23 = 20.41

3) JKW = (553.52 + 571.60 + 552.98 + 483.12 + 491.52 + 433.44 +

441.65+ 409.97) – 3924.23 = 13.57

4) JKE = 20.41 – 13.57 = 6.84

12
Tabel 3. Sidik Ragam

Sumber Keragaman db JK KT Komponen

Antar Individu (W) 7 13.57 1.9386 𝜎𝐸2 + K𝜎𝑊


2

Dalam Individu (E) 16 6.84 0.4275 𝜎𝐸2

Total 23 20.41 2.3661

5) 𝜎𝐸2 = 0.4275
2 1.9386− 0.4275
6) 𝜎𝑊 = = 0.5037
3
0.5037
7) 𝑟 = = 0.5409
0.5037+0.4275

2(1−𝑟)2 [1+(𝑘−1)𝑟] 2(1−0.5409)2 [1+(3−1)0.5409]


8) 𝑆. 𝐸(𝑟) = √ =√
𝑘 (𝑘−1)(𝑛−1) 3 (3−1)(8−1)

0.8775
=√ = 0.1445
42

2. Pembahasan

Nilai ripitabilitas yang didapatkan dari hasil perhitungan yaitu 0.1445,

nilai ripitabilitas yang kami dapatkan termasuk kategori rendah. Hasil ini sesuai

dengan pernyataan Warwick et al (1995) dimana nilai ripitabilitas terbagi dalam

tiga kategori, rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4), dan tinggi (di atas 0,4) (Warwick

dkk, 1995). Menurut Lasley (1987) bahwa perbedaan nilai heritabilitas maupun

ripitabilitas suatu sifat dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah pengamatan, jenis

ternak, waktu, lingkungan serta metode pendugaan yang digunakan.

C. Kesimpulan

Nilai ripitabilitas sapi berdasarkan catatan 8 laktasi termasuk ketagori

rendah

13
2.3 Pendugaan Nilai Heritabilitas Pola Regresi

A. Landasan Teori

1. Heritabilitas

Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu

seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan

sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick, dkk (1983) heritabilitas adalah istilah

yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur

dengan ragam) dari suatu sifat yang dia diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara

statistik merupakan reaksi observased fenotipik variance, yang disebabkan

perbedaan hereditas diantara gen dan kombinasi gen genotipe individu-individu

sebagai suatu unit.

2. Heriditas dan Lingkungan

Perbedaan yang dapat diamati pada ternak-ternak untuk berbagai sifat

disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini berperan

sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Ternak yang secara

genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan optimal jika tidak didukung

oleh factor lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, ternak yang memiliki mutu

genetik rendah, meski didukung oleh lingkungan yang baik juga tidak akan

menunjukkan produksi yang tinggi. Jadi, pada dasarnya ternak yang memiliki

mutu genetik tinggi harus dipelihara pada lingkungan yang baik pula agar ternak

tersebut bisa menampilkan produksi secara maksimal.

a) Sumber – Sumber Keragaman

Pada dasarnya keragaman fenotip (Vp) yang merupakan keragaman yang

diamati disebabkan oleh adanya keragaman genetik (VG) dan keragaman

lingkingan (VE).

14
Vp = VG + VE

Sumber keragaman lainnya adalah keragaman yang timbul akibat interaksi

antara factor genetik dengan factor lingkungan VGxE. Untuk memperjelas

pengertian tentang sumber keragaman ini, digunakan sapi sebagai contoh. Sapi-

sapi bagsa Eropa dan Inggris dibentuk dan diseleksi untuk bereproduksi pada

lingkungan yang dingin dan yang sedang. Lingkungan seperti ini secara tidak

langsung mempengaruhi ternak melalui kualitas makanan alami yang tumbuh di

daerah tersebut. Jika sapi-sapi ini dibawa ke daerah tropis, sapi-sapi ini tidak

dapat menampilkan produktifitasnya sebaik tempat asalnya.

Keragaman genetik bisa disebabkan oleh gen-gen yang aditif (VA) dan

juga oleh gen yang tidak aditif (Vn). Aksi gen yang tidak aditif ini bisa disebabkan

oleh aksi gen dominant (VD) dan aksi gen epistasis (VI). Jadi, secara lengkap

keragaman fenotipik dipengaruhi oleh keragaman aditif, keragamn gen dominant,

keragaman interaksi genetik dan lingkungan, keragaman lingkungan, dan

keragaman gen epistasis.

Vp = VA + VD + VGxE + VE + VI

Keragaman lingkungan (VE) dapat disebabkan oleh faktor iklim, cuaca,

makanan, penyakit, dan system manajemen.

b) Estimasi Nilai Heretabilitas

Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman

fenotipikyang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi

selanjutnya. Perludiingat bahwa kita tidak dapat membicarakan masalah nilai

mutlak dari suatu sifat,melainkan mengukur perbedaan antar individu untuk sifat

yang sama.

15
Ada dua macam heritabilitas, yaitu heritabilitas dalam arti luas dan

heritabilitas dalam arti sempit. Heritabilitas (h2) dalam arti luas merupakan rasio

antara keragaman genetik dengan keragaman fenotip.

h2 = VG

Vp

Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang adaitif dan

yang non aditif. Heritabilitas dalam arti sempit adalah ratio antara keragaman

aditif dengan keragamanfenotip.

h2 = VA

Vp

Pada perhitungan heritabilitas dalam arti sempit ini aksi gen nonaditif

(dominant dan epistasis) tidak dimasukkan. Hal ini disebabkan oleh daya

penurunan gen dominant dan episitasis tidak semutlak aksi gen aditif. Di samping

itu, pengaruh lingkungan terhadap aksi gen nonaditif sangat kecil. Nilai

heritabilitas suatu sifat berkisar antara 0 sampai 1.

Pada umumnya nilai heritabilitas dapat digolongkan ke dalam tiga

kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Nilai heritabilitas suatu sifat dikatakan

rendah jika nilainya berada antara 0 – 0,20, sedang antara 0,2 – 0,4 dan tinggi

untuk nilai lebih dari 0,4. Sifat yang memiliki heritabilitas rendah adalah sifat-

sifat yang berhubungan dengan fertilitas, seperti persentase kebuntingan, jumlah

anak pada anjing, kucing, dan babi, serta daya tetas telur pada ayam. Sifat-sifat

yang memiliki nilai heritabilitas sedang, misalnya produksi susu dan sifat-sifat

pertumbuhan pada saat ternak disapih. Contoh sifat-sifat yang memiliki nilai

heritabilitas tinggi meliputi sifat-sifat yang diukur pada saat ternak sudsah dewasa

kelamin, seperti sifat-sifat karkas dan bobot dewasa kelamin.

16
3. Cara Mengestimasi Nilai Hereditas

Pada dasarnya perhitungan heritabilitas didasarkan pada prinsip bahwa

ternak-ternak yangmasih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performa

yang mirip jika dibandingkandengan ternak-ternak yang tidak memiliki hubungan

keluarga.

a) Heritabilitas Nyata

Perhitungan heritabilitas nyata memerlukan perbandingan antara performa

anak darikelompok ternak terseleksi dengan performa tetuanya. Jadi, dalam hal ini

sebenarnya kitamembandingkan rataan keunggulan anak dengan keunggulan

tetuanya.

Peningkatan rataan performa pada anak jika dibandingkan dengan rataan

performa populasi disebut dengan kemajuan genetik. Rataan peningkatan keunggu

lan tetua diatasrataan populasi disebut diferensial seleksi.

Sebagai contoh, produksi susu dari kelompok terseleksi adalah 10.000

kg/tahun. Rataan produksi adalah 8.000 kg. Sapi terseleksi memiliki produksi

susu 2.000 kg lebih baik dari rataan populasinya. Perbedaan ini disebut diferensial

seleksi. Jika sapi-sapi betina tersebut disilangkan dengan pejantan-pejantan yang

memiliki kemampuan genetik yang sama, akan dihasilkan sapi-sapi betina yang

memiliki produksi susu sebesar 8.700 kg/tahun. Perlu dicatat bahwa pengumpulan

data seperti ini memerlukan waktu antara 5-6 tahun. Anak-anak sapi betina ini

memiliki keunggulan produksi sebesar 700 kg diatas rataan populasi. Nilai ini

merupakan ukuran keunggulan tetua yang diwariskan pada anak yang merupakan

variasi aditif genetik. Heritabilitas produksi susu ini adalah 700/2.000 = 0,35.

Perhitungan seperti itu menggunakan asumsi bahwa variasi lingkungan pada

generasi tetua sama dengan variasi lingkungan pada generasi anak.

17
b) Metode Regresi dan Korelasi

Jika diasumsikan bahwa keragaman antara dua populasi tidak berbeda

maka regresiantara anak dengan rataan tetuanya (pejantan dan induk) dapat

digunakan untuk mengestimasinilai heritabilitas suatu sifat. Oleh karena anak

hanya mewarisi setengah gen-gen dari salahsatu tetuanya maka heritabilitas dapat

juga diestimasi dari regresi antara anak dengan salah satutetuanya. Heritabilitas

yang diestimasi dengan cara ini adalah sebesar 2 x koefisien rehresinya.Ternak-

ternak yang memiliki hubungan keluarga fullsib (saudara kandung)

memilikikesamaan gen sebesar 50%. Oleh sebab itu, nilai heritabilitasnya adalah

sebesar 2 x koefisien regresinya.

Ternak-ternak yang memiliki hubungan keluarga halfsib (saudara tiri)

memilikikesamaan gen sebesar 25%. Jadi, estimasi heritabitasnya adalah 4 x

koefisien regresi. Jikakeragaman pada dua populasi yang diamati tidak berbeda

jauh maka koefisien korelasi dapatdigunakan untuk menghitung heritabilitas. Cara

perhitungannya sama dengan perhitungan nilaiheritabilitas dari koefisien regresi.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 4. Hasil pengukuran performa berat lahir sapi Brahman anak dan bapaknya

(kg).
Bapak Anak
No.
(X) (Y) X2 (X-X)(Y-Y)
1 14,95 22,64 223,5 19,182
2 18,24 24,46 332,7 3,44
3 19,73 24,29 389,27 2,41
4 19,78 26,13 391,25 -1,55
5 20,35 26,87 414,12 -2,28

18
6 20,85 25,88 434,72 -0,5
7 21,25 25,88 451,56 -0,31
8 21,90 25,51 479,61 0
9 21,95 24,73 481,8 -0,03
10 22,27 25,63 495,95 0,08
11 23,69 25,41 561,22 0,02
12 23,71 26,82 562,16 2,57
13 23,91 23,99 571,68 -2,83
14 24,36 24,29 593,41 -2,73
15 24,76 27,62 613,06 6,35
16 24,81 25,90 615,54 1,45
17 25,88 25,75 669,77 1,39
Ʃ 372,39 431,8 8281,32 26,662
Rata-rata 21,9 25,4 487,14 1,57

h2 = 2 Cov (X,Y)
σx²
= 2 (1,57)
487,14
= 6,44 x 10-3

2. Pembahasan

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh nilai heritabilitasnya sebesar 6,44 x

10-3 atau 0,00644. Nilai heritabilitas yang didapatkan ini termasuk kedalam

kategori rendah. Hal ini sesuai menurut Hardjosubroto (1994), kategori nilai

heritabilitas terbagi menjadi 3 yaitu rendah dengan nilai heritabilitas < 0,1; sedang

dengan nilai heritabilitas 0,1 – 0,3; tinggi dengan nilai heritabilitas > 0,3.

Besar kecilnya nilai heritabilitas (h2), berkisar antara 0 sampai 1,0.

Heritabilitas menunjukkan bagian atau persentase dari keragaman fenotipik yang

disebabkan oleh keragaman genetik additif. Semakin rendah nilai h2 dapat

diartikan bahwa keragaman sifat lebih banyak dipengaruhi oleh keragaman

19
lingkungan, dan hanya sedikit pengaruh perbedaan genotipe ternak dalam

populasi.

Menurut Fehr (1987), beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya

pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang

diteliti, metode perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidak

seimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai

duga heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang

diakibatkan oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya

(Poehlman, 1979).

C. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa nilai heritabilitas dari performa berat lahir sapi

brahman anak dan bapaknya adalah sebesar 6,44 x 10-3 atau 0,00644 dan termasuk

kedalam kategori rendah.

2.4 Menyusun Indeks Seleksi

A. Landasan Teori

Seleksi adalah segala hal menyangkut pemilihan hewan unggul yang akan

dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya. Proses ini terjadi pula di alam

bebas yang sering disebut sebagai seleksi alami. Didalamnya individu yang

paling mampu beradaptasi dengan lingkungan (the fittest) dapat bertahan hidup

untuk kemudian berkembang biak, sedangkan yang lainnya akan mati. Dengan

demikian hanya genetik individu terbaiklah yang diteruskan ke generasi

berikutnya.

Proses seleksi pada hewan ternak didasarkan pada nilai pemuliaan (NP

atau BV = breeding value), yang merupakan nilai keunggulan genetis seekor

20
individu dibandingkan dengan rerata populasi, untuk memperoleh NP diperlukan

data performan. Data dapat berasal dari berbagai sumber tergantung dari sifat

yang diamati. Sumber tersebut antara lain performan sendiri, kerabat maupun

keturunan genotip dari genom hewan ternak itu sendiri.

Nilai pemuliaan atau Breeding value adalah penilaian dari mutu genetik

ternak untuk suatu sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar

kedudukannya dalam populasi. Pengaruh dari masing-masing gen jarang dapat

diukur, tetapi nilai pemuliaan suatu individu dapat diukur (Hardjosubroto, 1994).

Ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi sebaiknya digunakan untuk

induk pada generasi berikutnya. Ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih

besar dari yang lainnya akan lebih baik jika dijadikan tertua bila dibandingkan

dengan ternak yang memiliki nilai pemuliaan rendah (Johansson dan Rendel,

1966).

Pada program seleksi untuk memilih individu-individu ternak yang

mempunyai keunggulan genetik tinggi, maka nilai pemuliaan menjadi suatu

keharusan untuk diketahui.Keunggulan ternak bukan dilihat dari nilai mutlak hasil

pengukuran, tetapi berdasarkan atas hasil pembandingan antara penampilannya

dengan penampilan kelompok lainnya.Nilai pemuliaan ternak diduga dari hasil

kali antara pembobot dengan selisih rata-rata penampilan dirinya terhadap

penampilan pembandingnya.Besarnya pembobot tergantung pada sumber

informasi yang digunakan untuk menduga nilai pemuliaan (Kurnianto, 2010).

Martojo (1992) menyatakan bahwa dugaan nilai pemuliaan seekor ternak

dapat digunakan sebagai dasar seleksi.Dengan membuat peringkat keunggulan

nilai pemuliaan pada sekelompok ternak, seleksi dapat dilakukan dengan memilih

ternak pada peringkat utama, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Oleh karenanya, pejantan yang mempunyai nilai pemuliaan tinggi (diatas rata-rata

21
kelompok) dapat dipilih sebagai pejantan unggul untuk menurunkan kelompok

anak generasi berikutnya.

Seleksi indeks adalah seleksi yang diberlakukan pada ternak dengan

menerapkan indek terhadap sifat-sifat yang menjadi kriteria seleksi.Pendugaan

nilai pemuliaaan seekor ternak dilakukan dengan menggunakan semua sifat-sifat

yang telah dipertimbangkan.Caranya adalah menghitung indeks melalui perkalian

pengukuran tiap sifat dengan massing-masing faktor pembobotnya, kemudian

dijumlahkan (Kurnianto, 2010).

B. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 5. Pengukuran Perfoma Individu Ternak

ID Produksi Berat NP NP Index Ranking

Ternak Telur Telur Produksi Berat NP

(Butir) (g) Telur Telur Total

A 86 69 0.34 2 2.34 1

B 75 67 -1.86 1 -0.86 7

C 81 62 -0.66 -1.5 -2.16 10

D 89 66 0.94 0.5 1.44 3

E 88 64 0.74 -0.5 0.24 4

F 85 65 0.14 0 0.14 5

G 80 71 -0.86 3 2.14 2

H 84 61 -0.06 -2 -2.06 9

I 87 62 0.54 -1.5 -0.96 8

J 88 63 0.74 -1 -0.26 6

Rata-rata 84,3 65 0 0 0

22
Heritabilitas Produksi Telur = 0.2

Heritabilitas Berat Telur = 0.5

2. Pembahasan

Rata–rata hasil index NP (Nilai Pemuliaan) yang didapatkan yaitu 0,

dengan demikian ternak yang mempunyai nilai indeks negatif, performa nya

dibawah rata-rata populasi. Penyusunan indeks diatas diasumsikan nilai ekonomi

produksi telur dan berat telur sama atau 1 :1. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Hardjosubroto (1994), dimana jika nilai NP yang negatif menunjukkan bahwa

kedudukan ternak dalam suatu populasi berada di bawah rata-rata populasinya.

Menurut Hardjosubroto (1994) apabila seekor ternak memiliki NP yang tinggi

maka ternak tersebut akan memiliki performan yang tinggi sehingga dapat

diwariskan kepada keturunannya.

Nilai Pemuliaan dari seekor ternak adalah sebuah gambaran nilai gen-gen

ternak yang bersangkutan untuk keturunannya (KINGHORN, 1992). Seleksi

dilaksanakan biasanya bertujuan untuk memilih tetua yang memiliki Nilai

Pemuliaan paling tinggi dari semua ternak yang tersedia, supaya keturunan dari

tetua yang terseleksi mencapai rataan performans setinggi mungkin. Seandainya

dapat diketahui secara pasti Nilai Pemuliaan sebenarnya (true breeding value) dari

setiap ternak maka tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien dengan meranking

ternak-ternak menurut true breeding value tersebut dan memilih dari daftar

teratas.

23
C. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa performa ternak yang di atas populasinya yaitu

A, D, E, F, G dan performa ternak yang di bawah populasi yaitu B, C, H, I, J.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development Vol. 1. Mac Millian


Publising Co. New York.
Hardjosubroto, Wartono. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan. Grasindo.
Jakarta.

Johnson, I. and J. Rendel. 1966. Genetiks and Animal Breeding. W. H. Freeman


and Co. San Francisco.

Kinghorn, A. Douglas. 1992. Stevia The Genus Stevia. Departement of Medicinal


Chemistry and Pharmacognosy. University of Illinois at Chicago. United
South America.

Kurnianto, Edy. 2010. Ilmu Pemuliaan Ternak. Lembaga Pengembangan dan


Penjaminan Mutu Pendidikan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Lasley, J.F., 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice Hall, Inc.
Englewood Cliffs. New Jersey

Martojo, H. Dan S. S. Mansjoer, 1995. Diktat Kuliah Pemuliaan Ternak.


Sisdiknas, Intim. Bogor.

Martojo, H.1992. Peningkatan mutu genetik ternak. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Poehlman, J. M. and Sleeper, D. A. 1995. Breeding Field Crops 4th Ed. USA:lowa
State University Press

Warwick ,E. J. M. Astuti, W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.


Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Warwick, E.J., J. Maria Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan Ternak.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai