Anda di halaman 1dari 5

Judul Trauma pada Mata yang Terkait dengan Traumatik Hifema pada

Rumah Sakit Tingkat Tiga

Olusola Joseph Omotoye, Iyiade Adeseye Ajayi, Emmanuel Chinwedu


Abah
Sudanese Journal of Ophthalmology | Volume 10 | Issue 2 | July-December 2018
Pendahuluan Akumulasi darah pada ruang anterior pasca trauma adalah hal yang paling
menantang yang sering ditangani oleh dokter mata. Hal tersebut biasa terjadi
baik dari luka pada mata yang dapat dicegah seperti pukulan yang disengaja
atau objek proyektil. Traumatik hifema dapat terjadi baik pada luka bola
mata terbuka maupun tertutup. Hifema yang terjadi secara spontan dapat
sulit dibedakan dengan traumatik hifema dimana hal tersebut disebabkan
oleh gangguan neovaskularisasi (akibat diabetes mellitus, iskemia,
pembentukan sikatriks) dan neoplasma pada mata ( retinoblastoma,
melanoma iris, medulloepithelioma). Traumatik hifema adalah kondisi yang
penting karena risikonya yang dihubungkan dengan pengurangan signifikan
pada kemampuan penglihatan dan juga karena dihubungkan dengan luka
pada jaringan mata. Hifema seringnya tidak menyebabkan kehilangan
penglihatan permanen jika tidak ada kerusakan pada kornea, lensa atau saraf
optik. Hilangnya penglihatan tergantung pada level hifema; pasien dengan
mikrohifema kadang masih memiliki penglihatan yang normal atau
pandangan kabur, sedangkan pada pasien dengan full hifema akan
mengalami hilangnya penglihatan total.
Hifema kecil karena trauma pada mata bisa jadi merupakan tanda trauma
intraokular yang besar yang dihubungkan dengan kerusakan vaskular dan
jaringan lain pada bola mata. Komplikasi sekunder yang dihasilkan akibat
glukoma, noda darah pada kornea, atrofi optik bisa menyebabkan
kehilangan penglihatan secara permanen, khususnya jika hifema yang
berkepanjangan yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan intraokuli
(TIO).
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan prevalensi trauma bola mata
yang didiagnosis sebagai traumatik hifema pada center ini.
Material dan Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang didasarkan pada
Metode data yang diperoleh dari klinik pada Januari 2010 sampai Januari 2017.
Informasi didasarkan pada karakteristik demografik , durasi symptom
sebelum kedatangan pasien ke RS, ketajaman penglihatan, grade hifema,
tekanan intraokuli, hubungan dengan trauma bola mata; treatment yang
telah diberikan. Tekanan intraokuli dikatakan normal jika nilainya antara 10
mmHg- 21 mmHg dan dikatakan abnormal ketika nilainya melebihi 21
mmHg. Hifema dibagi menjadi beberapa grade berdasarkan pada level
darah pada bilik mata anterior.
Grade 1 – Darah menempati kurang dari 1/3 bilik mata anterior
Grade 2 – Darah menempati 1/3-1/2 bilik mata anterior
Grade 3 – Darah menempati lebih dari ½ total bilik mata anterior
Grade 4 - total darah beku menempati bilik mata anterior juga disebut bola
hitam
Data dinyatakan sebagai rata-rata + standar deviasi dan frekuensi
dinyatakan dalam persentase. Hubungan antara data yang dianalisis
menggunakan test Chi square. Dengan value P < 0,05 yang berarti
signifikan. Studi ini dilakukan sesuai dengan prinsip Deklarasi Helsinki.
Persetujuan etis diperoleh dari Komite Tinjauan Etis Institusional
Hasil Terdapat 45 mata pasien yang mengalami traumatik hifema. Hal tersebut
merupakan 4,2% dari semua keadaan darurat okuler (1054) yang dirawat di
pusat ini. Ada 37 (82,2%) laki-laki dan 8 (17,8%) perempuan dengan rasio
laki-laki terhadap perempuan 4,6: 1,0. Usia berkisar antara 6 bulan hingga
84 tahun dengan usia rata-rata 25,1 ± 19,9 tahun dengan 23 (51,1%) terjadi
di mata kiri, sedangkan 22 (48,9%) di mata kanan.
Gambar 1 menunjukkan bahwa laki-laki secara konsisten melebihi jumlah
perempuan di semua kelompok umur. Sebagian besar kasus 36 (80,0%)
terjadi di antara kelompok usia <40 tahun.
Dari 45 kasus, 32 (71,1%) mengalami kebutaan (<3/60) pada mata yang
terkena dengan presentasi terburuk di mana 90,9% terjadi pada hyphema
kelas 4 [Tabel 1].
Tiga puluh tiga pasien (73,3%) datang lebih dari 24 jam ke fasilitas mata
sejak saat cedera. Gender dan kehilangan penglihatan tidak secara signifikan
mempengaruhi waktu munculnya gejala. Namun, usia dan nyeri pada mata
secara signifikan mempengaruhi kedatangan pasien ke fasilitas kesehatan
[Tabel 2].
Gambar 2 menunjukkan bahwa cedera mata lainnya terdapat pada 34
(75,6%) pasien. Banyak dari pasien ini 14 (31,1%) menunjukkan patologi
kornea mulai dari lecet kornea hingga laserasi kornea diikuti oleh cedera
uveal 12 (26,7%) meskipun proporsi substansial pasien 11 (24,4%) tidak
menunjukkan cedera okular terkait lainnya. Gambar 3 menunjukkan bahwa
39 pasien (86,7%) mengalami peningkatan TIO dibandingkan dengan 6
(13,3%) pasien yang mengalami TIO normal (2 = 24.200, df = 1, P =
0,001).
Diskusi Insiden traumatik hifema yang dikelola di pusat ini dari semua keadaan
darurat okuler selama penelitian adalah 4,2%. Penelitian ini mirip dengan
penelitian keadaan darurat terkait okular di rumah sakit tersier di Arab Saudi
bagian tengah; meskipun itu adalah studi 1 bulan, sedikit lebih rendah dari
5,5% di komunitas pinggiran kota di Nigeria dilakukan lebih dari setahun.
Ini menunjukkan bahwa traumatik hifema adalah keadaan darurat okular
yang relatif umum dan biasanya akibat sekunder cedera mata yang menetap
menjadi penyebab paling umum kebutaan di seluruh dunia. Jumlah pria
yang dominan (hampir lima kali lipat) mirip dengan banyak laporan dalam
literatur.
Sebagian besar terjadi pada laki-laki yang terlibat dalam kegiatan atau
pekerjaan yang rentan yang yang membuat mereka cenderung mengalami
cedera mata. Luka-luka ini dapat diminimalkan dengan terlibat dalam
kampanye pencegahan yang akan memastikan penggunaan perangkat
pelindung mata oleh kelompok rentan ini. Sebagian besar kasus terjadi pada
kelompok usia muda, ekonomi, dan masih reproduktif. Beban ekonomi
kebutaan pada orang dewasa muda memiliki dampak besar pada status
sosial ekonomi masyarakat mana pun.
Mayoritas pasien mengalami kebutaan uniokular dengan proporsi terbesar
terjadi pada pasien dengan hifema grade 4 mirip dengan laporan lain. Hal
ini tidak berbeda dari beberapa faktor yang dilaporkan dalam literatur yang
dipengaruhi oleh waktu kedatangan, tingkat hifema, dan cedera. Sebagian
besar pasien 33 (73,3%) datang lebih dari 24 jam ke fasilitas mata sejak saat
cedera. Ini secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan nyeri pada mata
sebagai keluhan utama. Ini mirip dengan beberapa penelitian yang
dilakukan di bagian lain negara itu tetapi bertentangan dengan penelitian
lain di mana proporsi yang lebih tinggi disajikan dalam 24 jam setelah
cedera. Meskipun fakta bahwa kedatangan lebih awal diketahui
mempengaruhi prognosis yang baik dan nyeri pada mata, keluhan utama
yang biasanya menakutkan dan membuat pasien tidak nyaman untuk
mencari perhatian medis sejak dini, proporsi yang substansial masih
terlambat datang ke fasilitas mata. Pengamatan ini mungkin karena
ketidaktahuan atau ketidakmampuan keuangan meskipun tidak dinilai
dalam penelitian ini.
Prevalensi komplikasi okular yang dikaitkan dengan traumatik hifema
sebanyak 75,6%, dengan patologi kornea sebagai masalah utama, mulai dari
abrasi kornea hingga laserasi kornea diikuti oleh cedera uveal. Ini
bertentangan dengan temuan dalam studi kota Benin di mana cedera tutup
menduduki daftar komplikasi mata terkait dengan traumatik hifema.
Terlepas dari sekuele visual konsekuensial yang timbul dari traumatik
hifema, komplikasi kornea ditambah dengan keterlambatan kedatangan
lebih lanjut akan memperburuk prognosis visual pasien ini. Untuk
meminimalkan prognosis buruk ini, penanganan harus melibatkan
konseling pasien pada kedatangan lebih awal, pemeriksaan cermat mata
yang terluka dengan semua peralatan modern yang tersedia, dan intervensi
bedah yang cepat dan tepat seperti yang diindikasikan untuk mencegah sisa
warna darah pada kornea. Lebih dari lima perenam pasien (86,7%)
mengalami peningkatan TIO yang bertentangan dengan laporan di mana
hanya 13% dengan peningkatan TIO. Semua pasien ini dikelola secara
medis dengan 26,7% di antaranya memiliki intervensi bedah
Kesimpulan Prevalensi komplikasi okular terkait dengan traumatik hifema cukup tinggi
dengan cedera kornea sebagai komplikasi paling tinggi. Untuk mengurangi
prognosis visual yang buruk, manajemen harus melibatkan konseling pada
presentasi dini, pemeriksaan mata yang teliti, dan intervensi bedah yang
cepat dan tepat seperti yang diindikasikan untuk mencegah sisa warna darah
pada kornea.

Anda mungkin juga menyukai