Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PROMOTIF DAN PREVENTIF


PENYAKIT SENDI (OSTEOARTRITIS)

Dosen Pengampu :
Dra. Kisrini M.Si.,Apt.

Disusun oleh :

1. Agnes Age Marsilia 1920374089


2. Choirunnisa’ Ilmi Nahandi 1920374099
3. Eka Ary Ramadhani 1920374111
4. Endah Novitasari 1920374113
5. Heplin Rahman 1920374122

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin


tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang
positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan di bidang ekonomi, lingkungan,
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan bidang kesehatan.

Kemajuan bidang kesehatan akan memunculkan pemikiran-pemikiran untuk


meningkatkan derajat kesehatan yang semakin lama semakin bekembang. Kesadaran
masyarakat tentang kesehatan membuat tuntutan akan pelayanan kesehatan juga
meningkat. Pelayanan kesehatan dengan pendekatan medis sekarang ini dirasakan
kurang memadai lagi, perlu pendekatan yang bersifat multidisiplin yang berarti
seseorang penderita mendapatkan pelayanan medis yang melibatkan disiplin ilmu
antara lain: dokter, fisioterapi, keperawatan, okupasi terapi, psikologi, pekerja sosial
medis, dan lain-lain. Sesuai dengan strategi nasional, upaya kesehatan yang dilakukan
lebih diutamakan pada upaya preventif dan promotif tanpa meninggalkan upaya kuratif
dan rehabilitatif (Paradigma Sehat, 2010).

Sendi lutut merupakan sendi besar yang sangat berfungsi pada hampir semua
aktifitas kehidupan manusia. Adat istiadat, budaya, keagamaan, bekerja, serta olah raga
merupakan suatu realitas yang menjadi bagian dari 11 2 kehidupan kita. Oleh karena
itu gangguan yang terjadi pada sendi lutut merupakan suatu keluhan pasien yang perlu
mendapat perhatian serius oleh para fisioterapis (Pudjianto, 2008).

Pergeseran pola penyakit yang semula penyakit infektif ke penyakit degeneratif


memberi dampak bagi fisioterapi dalam memberikan intervensi. Salah satu contoh
penyakit degeratif yang dapat mengubah gaya hidup dan interaksi individu terhadap
lingkungan serta mempengaruhi kapasitas kemampuan fungsional fisik adalah
osteoarthritis sendi lutut (Isbagio, 1998).

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi mengenai sendi yang


dapat digerakkan, terutama sendi penumpu berat badan. Kelainan ini bersifat progresif
lambat dan tidak diketahui penyebabnya. Dari beberapa kelainan sendi, osteoartritis
merupakan kelainan sendi yang paling banyak dijumpai. Di Bagian Rematologi RSCM
prevalensinya 56,7%. Dengan meningkatnya usia prevalensi kelainan ini meningkat
pula. Osteoatritis lutut menyebabkan nyeri pada sendi lutut dan daerah sekitarnya.
Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan,
naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa berjalan. Osteoarthritis adalah
penyakit sendi yang paling dan lebih dari 80% menjelang usia 70 tahun. Tulang rawan
sendi yang baik dengan lubrikasi normal penting sekali untuk mempertahankan fungsi
dari sendi. Studi epidemilogi melaporkan bahwa kelainan radiografik yang timbul pada
OA lutut tidak selalu paralel 3 dengan keluhan penderitanya terutama sebelum usia 45
tahun, kecuali setelah usia 65 tahun (Kalim, 2003).

Osteoarthritis pada sendi lutut merupakan penyakit rematik yang bisa mengenai
sendi lutut dan sering menimbulkan rasa sakit serta ketidakmampuan untuk mencapai
fungsinya sebagai penumpu berat badan serta aktifitas lain seperti jongkok, berdiri, dan
berjalan. Rasa sakit dan ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya
kelemahan otot quadriceps dan atropi otot. Otot merupakan bagian yang penting dalam
membantu menstabilkan persendian, sedangkan kelemahan otot quadriceps dapat
mengakibatkan semakin parahnya osteoarthritis tersebut (Yudi, 2000).

Osteoarthritis dapat mengenai semua usia, pada umumnya mengenai usia diatas
50 tahun. Pada umumnya laki-laki dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini,
meskipun pada umur sebelum 45 tahun, lebih sering pada laki-laki, tetapi setelah umur
45 tahun, lebih banyak pada wanita dengan perbandingan ± 4:1 (Hudaya, 2002). Selain
faktor usia, jenis kelamin, pekerjaan, kegemaran, ras dan hereditas bisa berperan dalam
manifestasi klinis osteoarthritis (Garrison, 1996).

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu


dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi
(Menkes, 2007).

Fisioterapi sebagai salah satu pelaksana layanan kesehatan ikut berperan dan
bertanggungjawab dalam peningkatan derajat kesehatan, terutama yang berkaitan
dengan obyek disiplin ilmunya yaitu mengembangkan, memelihara, memulihkan dan
maksimalisasi gerak maupun fungsi. Usaha untuk meningkatkan kesehatan oleh
fisioterapi meliputi semua unsur yang terkait dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan yaitu peningkatan (promosi), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif)
dan pemeliharaan (rehabilitatif) (World Confederation for Physical Therapy, 1999,
dikutip oleh Hargiani, 2001).

Terapi yang disarankan untuk penanganan nyeri sangatlah beragam, mulai dari
terapi analgesik, rehabilitasi medis, sampai terapi pembedahan. Terapi analgesik pada
osteoartritis bersifat simtomatik. Nyeri sendi sering dapat dikontrol dengan
menggunakan analgesik sederhana, misalnya asetaminofen. Untuk nyeri yang parah,
dapat digunakan dekstrapropoksifen hidroklorida. Narkotik jarang diindikasikan untuk
kasus ini. NSAID sering menurunkan nyeri dan dapat memperbaiki mobilitas pada OA.
Namun belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh efek antiradangnya atau efek
analgesiknya yang independen terhadap efek antiradangnya (Wall, 1990).

Berdasarkan interview penelitian dengan responden, dinyatakan bahwa obat


analgetik anti inflamasi masih merupakan tindakan terapi yang paling efektif dalam
mengurangai nyeri yang mereka alami. Namun dengan lamanya waktu pemakaian dan
meningkatnya pemahaman pasien bahwa obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia,
menyebabkan pasien mulai sering bertanya efek samping yang mungkin ditimbulkan.

B. Identifikasi Masalah

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling sering


dijumpai dan merupakan kelainan sendi non inflamasi mengenai sendi yang dapat
digerakkan, terutama sendi penumpu berat badan seperti sendi lutut (Nelson, 1998).
Osteoarthritis pada umumnya memberikan gejala atau keluhan nyeri, dari tingkat
ringan sampai berat. Keluhan nyeri yang timbul akan sangat mengganggu penderita
sehingga penderita tidak dapat bekerja atau beraktifitas dengan nyaman bahkan juga
tidak dapat merasakan kenyamanan dalam hidupnya. Oleh karena itu, dalam
pengolahan penyakit ostearthritis yang pertama kali harus kita lakukan adalah
mengurangi nyeri yang ditimbulkan (Pramudiya, 2006).

Walaupun nyeri sudah dirasakan oleh manusia pertama di muka bumi, namun
pengertian nyeri mengalami evolusi yang panjang seperti nyeri lutut dapat menghambat
aktivitas penderita, lambat laun dapat terjadi kelemahan otot, yang akhirnya dapat
mengakibatkan atropi dan perubahan bentuk sendi lutut. Jika tidak ditangani dengan
tepat, lambat laun dapat terjadi kekakuan sendi, sehingga penderita kesulitan untuk
berdiri, berjalan dan selalu merasakan nyeri (Merdikoputro, 2006).

Banyak ragam cara yang bisa dilakukan untuk penanganan nyeri akibat
osteoartritis, mulai dari terapi analgesik, rehabilitasi medis, sampai terapi pembedahan.
Fisioterapi yamg merupakan salah satu tim dari rehabilitasi medik dalam mengurangi
nyeri bisa menggunakan beberapa bentuk terapi, salah satunya dengan TENS. Menurut
(Belanger,2002); (Johnson,2002); and (Barlas&Lundeberg,2006) TENS merupakan
modalitas fisioterapi yang biasa digunakan untuk menangani nyeri. Penelitian sejenis
telah dilakukan oleh (Jensen,1991) mengevaluasi efek dari TENS untuk osteoarthtritis
di lutut, dengan 20 pasien rata-rata umur 75 tahun (rata-rata 63 – 85 tahun) dengan
memberikan salah satu TENS konvensional atau TENS pulse burst selama 20 menit
selama 5 hari dapat menimbulkan kontraksi otot.

Melihat latar belakang tersebut diatas, penulis mengambil judul perbandingan


efek analgesik antara penggunaan konvensional transcutaneous elektrical nerve
stimulation dengan iontophoresis pada nyeri lutut akibat osteoarthritis. Semoga dengan
penelitian ini, dapat berguna bagi peneliti, tenaga medis ataupun masyarakat umum. 7
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN OSTEOARTHRITIS
1. Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat, biasa mempengaruhi
sendi diartrodial perofer dan rangka aksial. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan dan
hilangnya kartilago artikukar yang berakhibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit,
pergerakan yang terbatas, deformitas, dan ketidakmampuan. Inflamasi dapat terjadi atau tidak
pada sendi yang dipengaruhi (Elin dkk, 2008).
2. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing negara, tetapi data pada
berbagai negara menunjukkan bahwa athritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui,
terutama pada kelompok usia dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai
pertambahan usia (Bethesda, 2013).
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data radiografi menunjukkan
bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir
setiap orang pada usia 75 tahun (Hansen & Elliot, 2005). Osteoarthritis ditandai dengan
terjadinya nyeri pada sendi, terutamanya pada saat bergerak (Priyanto, 2008).
3. Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, osteoarthritis dibedakan menjadi dua yaitu osteoarthritis
primer dan osteoarthritis sekunder. Osetoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis
idiopatik, yang tidak memilik penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh
penyakit sistematik maupun proses perubahan lokal sendi. Osteoarthritis sekunder terjadi
disebebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolit, pertumbuhan, faktor
keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus osteoarthritis primer lebih
sering dijumpai pada praktek sehari-hari dibandingkan dengan osteoarthritis sekunder (
Soeroso dkk, 2006).
Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa osteoarthritis merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolise kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih
belum jelas diketahui (Soeroso dkk, 2006). Kerusakan tersebut dapat diawali oleh kegagalan
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Felson, 2008).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi, yaitu kapsula dan
ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang dasarnya. Kapsula dan ligamen-
ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (range of motion) sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antara kertilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan
lubrican merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan
berhenti disekresikan apabila terjadi cidera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang
tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkan memungkinkan otot
dan tendon mampu memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi
sedang bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.
Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang
cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnnya. Kontraksi otot tersebut turut
meringankan tekanan yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum
terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh
permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan
kartilago yang dapat 10 dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima
sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya osteoarthritis dapat terlihat pada kartilago
sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu kolagen tipe dua dan
aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul aggrekan di
antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan
asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit merupakan sel yang tedapat dijaringan vaskular, mensintesis seluruh elemen
yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, yaitu
sitokin [Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)], dan juga faktor pertumbuhan.
Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan
sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini
dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson,
2008).
Kondrosit mensintesis metalloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe
dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.
Namun pada fase awal osteoarthritis, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan dari kartilago (Felson, 2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks,
namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF
menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein
lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada
proses awal timbulnya osteoarthritis (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lambat, dengan pergantian matriks yang lambat
dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun ada fase awal
perkembangan osteoarthritis, kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson,
2008).
Pada proses timbulnya osteoarthritis, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada
kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan
dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kejadian
osteoarthritis pada daerah sendi (Felson, 2008).

4. Faktor Resiko
Resiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada
usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dilihat pada pasien
osteoarthritis secara umum seperti berikut : (Anonim, 2006) :
1). Usia
Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan bertambahnya usia
seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada
sendi.
2). Berat badan
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang untuk
menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan karena seiring dengan bertambahnya berat
badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang
diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya
pada bagian lutut dan pinggul.
3). Trauma
Trauma pada sendi atau penggunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan orang-orang yang
memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena osteoarthritis karena mengalami cidera dan peningkatan tekanan pada sendi tertentu.
Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah retak dan telah dilakukan pembedahan.
4). Genetika
Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis. Kelainan warisan
tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat menyebabkan osteoarthritis. Nodus
Herberden adalah 10 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko
dua kali lipat jika ibu kepada wanita itu mengalami osteoarthritis (Hansen & Elliot, 2005).
Nodus Herberden dan Nodus Bouchard terjadi pada bagian sendi pada tangan.
5). Kelemahan pada otot
Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis.
Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau
karena adanya peradangan pada sendi.
6). Nutrisi
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D
yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal
proses terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan
vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami
osteoarthritis, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D.
5. Tanda – tanda dan gejala klinis
Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada sendi yang terkena dan
seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun, gejala yang paling umum adalah kekakuan,
terutamanya terjadi pada pagi hari atau setelah istirahat, dan nyeri. Sendi yang sering terkena
adalah punggung bawah, pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di daerah sendi tersebut akan
mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan seperti berjalan, menaiki tangga, dan
mengangkat suatu beban. Bagian lain yang sering terkena juga adalah leher dan jari, termasuk
pangkal ibu jari. Ketika bagian jari dan sendi tangan terkena osteoarthritis dapat membuat
keadaam bertambah sulit terutama untuk memegang suatu objek untuk melakukan pekerjaan
(Anonim, 2006).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakan
telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien osteoarthtitis :
1) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan
dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan yang tertentu terkdang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski
osteoarthritis masih tergolong dini (secara radiologis) (Soeroso dkk, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak
diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan nyeri yang timbul pada
osteoarthritis berasal dari luar kartilago (Felson, 2008). Pada penelitian dengan menggunakan
MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
(sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang (Felson, 2008). Osteofit merupakan salah
satu penyebab dari timbulnya rasa nyeri. Ketika osteofit tumbuh, terjadi proses inervasi
neurovascular yang menembusi bagian dasar tulang hingga ke bagian kartilago dan menuju
ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini yang menyebabkan timbulnya nyeri (Felson,
2008).
Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk pada bagian bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibal band (Felson, 2008).
2) Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertumbuhan rasa nyeri (Soeroso dll, 2006)
3) Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau setelah tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau duduk di mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setiap bangun tidur pada pagi hari (Soeroso dkk, 2006).
4) Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso dkk, 2006).
5) Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso dkk, 2006).
6) Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah
(Soeroso dkk,2006).
7) Tanda – tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoarthritis lutut (Soeroso dkk, 2006).
8) Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang membebankan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien osteoarthritis, terutama pada pasien lanjut usia. Keadaan ini
selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan tertentu pasa
osteoarthritis lutut ( Soeroso dkk, 2006)

B. MEKANISME KERJA SEDERHANA OSTEOARTHRITIS


Osteoarthritis terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi.
Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoarthritis yaitu fase inisiasi, fase
inflamasi, nyeri, dan fase degradasi.
 Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang
mengontrol poliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti
Insuline-like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor n (TGF-
b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Factor – factor ini mengindikasi khondrosit
untuk mensintesis asam deoksikarbo nukleat (DNA) dan protein sepertikolagen dan
proteoglikan. IGF-1 memegang peranan penting dalam perbaikan rawan sendi.
 Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga
meningkatkan pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi. IL-
1 (Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi
seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoarthritis.
Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago
sendi, dan menghasilkan kerusakan sendi.
 Fase nyeri : Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan
aktifitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid
pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan
nekrosis jaringan. Hal ini mengakhibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin
dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga akhibat lepasnya
mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendon, ligamen
seperti spasme otot-otot. Nyeri juga di akhibatkan oleh adanya osteofit yang menenkan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medula spinalis serta kenaikan tekanan
vena intramedular akhibat statis vena pada proses remodelling trabekula dan subkondrial.
 Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan
sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi
juga bermanfaat yaitu apabila terjadi jejas mekanik, material asing hasil nekrosis jaringan
atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang kondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpi
matriks rawan sendi.
Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan osteoarthrits. Sitokin cenderung merangsang degredasi komponen
matriks rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et. al,
2007).

C. GOLONGAN OBAT
1. Terapi Farmakologi
Terapi obat osteoarthritis ditargetkan pada penghilang rasa sakit. Karena osteoartritis sering
terjadi pada individu lanjut usia yang memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu
pendekatan konsenvartif terhadap pengobatan obat, antaranya (Elin dlkk, 2008) :
1). Golongan Analgetik
a). Golongan Analgetik Non Narkotik
(1). Asetaminofen (Analgetik oral)
Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat (SSP).
Asetaminofen diindikasi pada pasien yang mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga
pada pasien yang demam. Obat yang sering digunakan sebagian lini pertama adalah
parasetamol.
(2). Kapsaisin (Analgetik Topikal)
Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang menyebabkan pelepasan dan
pengosongan substansi P dari serabut syaraf. Obat ini juga bermanfaat dalam
menghilangkan rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan secara topikal pada sendi
yang berpengaruh. Kapsaisin dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan analgetik
oral atau NSAID. Kapsaisin ini diberikan dalam bentuk topikal, yaitu dioleskan pada
bagian nyeri sendi.
b). Golongan Analgetik Narkotik
analgetik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai berta. Penggunaan dosis obat
analgetik narkotika dapat berguna untuk pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan
asetaminofen, NSAID, injeksi intra artikular atau terapi secara topikal. Pemberian
narkotika alagesik merupakan intervasi awal, dan sering diberikan secara kombinasi
bersama asetaminofen. Pemberian narkotika ini harus diawasi karena dapat
menyebabkan ketergantungan.

2). Golongan NSAID

Dalam dosis tunggak antiinflamasi non steroid (NSAID) merupakan aktivitas analgetk yang
setara dengan paracetamol, tetapi paracetamol lebih banyak dipakai terutamanya pada
pasien lanjut usia.Dalam dosisi penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus
memperlihatkan efek analgetikyang bertahan lama membuatnya sangat berguna pada
pengobatan nyeri berlanjut ataunyeri berulang akhibat radang. NSAID lebih tepat
digunakan daripada paracetamol atau analgesik opioid dlam arthitis rematoid dan pada
kasus osteoarthritis lanjut.
3). Kortikosteroid
Krtikosteroid berfungsi sebagai antiinflamasi dn digunakan dalam dosis yang beragam untuk
berbagai penyakit dan beragam individu, agar dapat dijamin rasio manfaat dan rasio
setinggi-tingginya. Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi intra artikular
dibandingkan dengan penggunaan oral.
4). Suplemen Makanan
Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin, kondroitin yang berdasarkan
uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi atau mengurangi simptom osteoarthritis
(Priyanto, 2008). Suplemen makanan ini dapat digunakan sebagai obat tambahan pada
penderita osteoarthritis terutamanya diberikan pada pasien lanjut usia.
5). Obat osteoarthritis Yang Lain
a). Injeksi Hialuronat
Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial, meningkatkan elastisitas,
viskositas dan meningkatkan fungsi sendi. Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya
(sodium hialuronat) melalui injeksi intra arthrikular pada sendi lutut jika osteoarthritis
tidak responsif dengan terapi yang lain (Priyanti, 2008). Dua agen intra artrikular yang
mengandung asam hialuronat tersedia untuk mengobati rasa sakit yang berkaitan dengan
osteoarthritis lutut.
Injeksi asam hailuronat diberikan pada pasien yang tidak lagi teloransi terhadap pemberian
obat anti nyeri dan anti inflamasi yang lainnya (Hansen & Elliot, 2005). Injeksi asam
hailuronat diberikanoleh tenaga medis yang mempunyai keahlian karena kesalahan
dalam memberikan injeksi akan mempengaruhi kosisi lutu pasien.
2. Terapi Non Farmakologi
1). Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang penyakit, prognosis, dan
pendekatan manajemennya. Selain itu diperlukan konseling diet untuk pasien
osteoarthritis yang mempunyai kelebihan berat badan (Elin dkk, 2008).
Ahli bidangkesehatan harus memberikan informasi pada pasien dengan penyakit
osteoarthritis mengikuti kesesuaian keadaan dan keselesaan pasien (Anonim, 2008).
2). Terapi fisik dan rehabiltasi
Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin dan program olahraga
bagi membanti untuk menjaga dan mengembalikan rentang pergerakan sendi dan
mengurangi rasa sakit serta spasmus otot. Program olahraga dengan menggunakan teknik
isometric didisain untuk menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan
serta menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit dan kebutuhan akan penggunaan
analgesik (Elin dkk, 2008).
Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat bantu gerak, heel cups,
dan insole dapat digunakan selama olahraga atau aktivitas harian (Elin, dkk, 2008).
Pasien osteoarthritis lutut yang memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk yang
bertujuan untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan
mengurangi tekanan di lutut (Bethesda, 2013).
Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk memelihara sendi,
mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya kekakuan (Priyono, 2008). Kompres
hangat dan dingin dilakukan pada bagian sendi yang mengalami nyeri.
3). Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat diteapkan dengan mempunyai gaya hidup sehat. Penurunan
berat badan dapat membanti mengurangi beban atau mengurangi gejala pada bagian yang
mengalami penyakit osteoarthritis terutamannya pada lutut dan pinggul (Felson, 2008).
4). Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain itu juga istirahat dapat
menghindari taruma pada persendian secara berulang (Priyono, 2008).
3. Pembedahan
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit parah yang tidak
memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang menyebabkan
ketidakmampuan fungsional substansial dan mempengaruhi gaya hidupn (Elin dkk,
2008).
Beberapa sendi, terutama sendi oinggul dan lutut, dapat diganti dengan sendi bantuan.
Biasanya dengan pembedahan dapat memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi serta
mengurangi nyeri.
Terdapat bebrapa jenis pembedahan yan dapat dilakukan. Antara pembedahan yang dapat
dilakukan jika terapi pengobatan tidak dapat berespon dengan baik atau tidak efektif pada
pasien adalah Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion (Lozada, 2013).
D. CONTOH OBAT OSTEOARTHRITIS
Obat – obat yang umum digunakan pada pengobatan osteoarthritis sebagai berikut :
Tablet I. Obat – obat yang Umum Digunakan Pada Pengobatan Osteoarthritis
Dosis Maksimum
Pengobatan Dosis dan Frekuensi (mg/hari)

Analgesik oral
Asetaminofen 325-650 mg setiap 4-6jam 4000
atau 1 g 3-4 kali/hari
Tramadol 50-100mg setiap 4-6jam 400

Analgetik topikal
Kapsaisin 0,025% atau Dapat mempengaruhi sendi 3- -
0,075% 4 kali/hari
Supelment nutrisi
Glukosamin sulfat 500 mg 3 kali/hari atau 1500 1500
mg sekali sehari
Antiinflamasi Non Steroid
(NSAID)
Asam karboksilat
Asam asetilasi
Aspirin 325-650 mg setiap 4-6 jam 3600
untuk nyeri
Dosis antiinflamasi dimuali
pada 3600 mg/hari dalam
dosisi terbagi.
Non asetil salisilat
Salsalat 500-1000 mg 2-3 kali perhari 3000
Difunisal 500-1000 mg 2 kali perhari 1500
Kolin salisilat 500-1000 mg 2-3 kali perhari 3000
Kolin magnesium salisilat 500-1000 mg 2-3 kali perhari 3000
Asam asetat
Etodolak 800-1200 mg/hari dalam 1200
dosis terbagi
Diklofenak 100-150 mg/hari dalam dosis 200
terbagi
Indometasin 25mg 2-3 kali/hari ; 75 mg SR 200 ; 150
sekali sehari
Ketorolak 10mg setiap 4-6 jam 40
Nabumeton 500-1000 mg 1-2 kali/hari 2000
Asam propionate
Fenoprofen 300-600 mg3-4 kali/hari 3200
Flubiprofen 200-300 mg/hari dalam 2-4 300
dosis terbagi
Ibupofen 1200-3200 mg/hari dalam 3-4 3200
dosis terbagi
Ketoprofen 150-300 mg/hari dalam 3-4 300
dosis terbagi
Naproxen 250-500 mg 2 kali sehari 1500
Sodium narpoxen 275-550 mg 2 kali sehari 1375
Oxaprozin 600-1200mg perhari 1800
Fenamat
Meklofenamat 200-400 mg/hari dalam 3-4 400
dosis terbagi
Asam mefenamat 250 mg tiap 6 jam 1000
Oksikam
Piroxicam 10-20mg perhari 20
Meloxicam 7,5 mg perhari 15
Coxibs
Celecoxib 100 mg 2 kali perhari atau 200 ; 400 untuk
200mg perhari RA
Valdecoxib 10mg perhari
10 ; 40 untuk nyeri
disminorae
E. INDIKASI DAN EFEK SAMPING OBAT OSTEOARTHRITIS
1. Tramadol
Tramadol adalah obat analgetik opioid sintetis yang bekerja sentral pada reseptor sistem saraf
pusat.
Indikasi
Untuk mengatasi nyeri dengan intensitas menengah sampai berat seperti nyeri akhibat trauma
berat, nyeri setelah operasi, nyeri akhibat gangguan saraf.
Efek Samping
Kemungkinan terjadinya efek samping pada penggunaan Tramadol akan semakin meningkat
dalam penggunaan jangka panjang. Efek samping yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut :
 Gangguan neurologis seperti pusing berputar, mengantuk, dan nyeri kepala.
 Gangguan pencernaan seperti mual – mual, muntah, sembelit, kembung, dan diare.
 Gangguan mood, ggup, gelisah, angitasi, tremor, euforia, dan halusinasi.
 Gangguan lain seperti astenia, berkeringat, dan mulut kering.
2. Glukosamin
Glukosamin adalah supelmen makanan yang digunakan untuk meringankan ostoarthritis,
rematik, dan gangguan persendian. Suplemen ini adalah senyawa monosakarida yang
diproduksi dengan cara menghidrolisis cangkang kerang, tulang hewan, sumsum talang,
dan jamur.
Indikasi
Untuk meringankan osteoarthritis, reumatik, dan gangguan persendian seperti nyeri sendi
bengkak dan kekakuan yang disebabkan oleh arthritis. Glukosamin bekerja dengan cara
merangsang produksi proteoglikan dan meningkatkan serapan sulfat oleh tulang rawan
artikular.
Efek Samping
Berikut adalah efek samping glukosamin :
 Efek samping ringan berupa gatal – gatal dan ketidaknyamanan lambung, musalnya
diare, mulas, mual, dan muntah.
 Efek samping lain seperti dispepsia, konstipasi, sakit perut, jantung berdebar, sakit perut
dan sakit kepala.
 Pasien yang memiliki penyakit hati kronis kondisinya dapat memburuk setelah
menggunakan supelmen ini. Namun efek samping ini jarang terjadi.
 Penggunaan dosis yang besar di;luar dosis yang dianjurkan dapat merusak sel – sel
pankreas.
3. Ketoprofen
Indikasi
Nyeri dan radang pada penyakit reukamtik dan gangguan otot skelet lainnya. Nyeri setelah
pembedahan orthopedi, gout akut dan dismenorea.
Efek Samping
Efek samping ketoprofen yang cukup ringan dan umum terjadi adalah :
 Sakit perut, diare, sembelit, kembung.
 Pusing, sakit kepala, gugup.
 Gatal atau ruam kulit.
 Mulut kering.
 Banyak berkeringat, pilek.
 Penglihatan kabur atau telinga berdenging.
Efek samping yang cukup serius antara lain :
 Nyeri dada, lemas, masalah peglihatan atau keseimbangan.
 BAB hitam, berdarah atau berwarna gelap, batuk darah, atau muntah seperti kopi.
 Bingung, tremor atau menggigil.
 Lebih jarang atau tidak BAK.
 Mual, nyeri perut, demam ringan, tidak nafsu makan, urin gelap, kulit atau mata
menguning.
 Sakit tenggorokan, sakit kepala, ruam kulit merah.
 Memar, kesemutan berat, baal, dan lemah otot.
4. Asam mefenamat
Indikasi
Untuk mengobati nyeri akut, misalnya nyeri pada sakit gigi atau rasa sakit setelah trauma.
Misalnya cidera otot, sendi, tulang, atau keseleo. Dapat digunakan untuk mengobati nyeri
haid.
Efek Samping
 Semeblit, diare, perut kembung, mual, sakit perut.
 Reaksi alergi yang parah seperti ruam, gatal – gatal, kesulitan bernafas, pembengkakan
mulut, wajah, bibir atau lidah.
 Buang aiir besar berdarah
 Nyeri dada, detak jantung tidak teratur.
5. Meloxicam
Indikasi
Untuk mengurangi rasa nyeri, bengkak, dan kaku pada sendi. Meloxicam sering digunakan
untuk mengobati arthritis dan asam urat.
Efek Samping
 Nyeri pada dada, letih, nafas pendek, bicara tidak jelas, masalah penglihatan atau
keseimbangan.
 Feses berwarna gelap atau berdarah.
 Mual atau nyeri pada perut bagian atas.
 Ruam pada kulit atau memar.
 Pusing, gugup, sakit kepala.
 Diare, dan kembung.
6. Piroxicam
Indikasi
Piroxicam berfungsi untuk mengurangi rasa sakit, pembengkakan, dan peradangan sendi
akibat arthritis.
Efek Samping
 Sensitivitas terhadap cahaya meningkat.
 Demam, sakit kepala, leher kaku, menggigil.
 Nyeri pada dada, letih, nafas pendek, bicara tidak jelas, masalah penglihatan atau
keseimbangan.
 Feses berwarna gelap atau berdarah.
 Mual atau nyeri pada perut bagian atas.
 Ruam pada kulit atau memar.
 Pusing, gugup, sakit kepala.
 Diare, dan kembung.
7. Celecoxib
Indikasi
Fungsi utama Celecoxib adalah untuk mengobati peradangan dan meredakan nyeri terutama
pada kondisi berikut :
 Peradangan sendi, misalnya pada penyakit osteoarthritis, rheumatoidarthritis dan
ankylosing spondylitis.
 Nyeri sedang dan berat, misalnya pada perlukaan, peradangan, atau saat haid.
 Polip pada usus besar, misalnya pada penakit familial adenomatous polyposis.
Efek Samping
 Sakit kepala, nyeri perut, mual.
 Diare, muntah, sering buang angin.
 Sulit tidur.
 Pingsan, gagal jantung, gagal ginjal.
 Nyeri dada, telinga berdenging, perdarahan.
 Pandangan kabur, sensitivitas terhadap cahaya meningkat.
 Berat badan naik.
 Ulkus atau luka lambung atau usus halus.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat, biasa
mempengaruhi sendi diartrodial perofer dan rangka aksial. Penyakit ini ditandai dengan
kerusakan dan hilangnya kartilago artikukar yang berakhibat pada pembentukan
osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas, dan ketidakmampuan
beraktifitas normal. Proses pembentukan osteoarthritis yaitu fase inisiasi, fase
inflamasi, fase nyeri, dan fase degradasi. Penggolongan obat dapat berupa dengan terapi
farmakologi, terapi non farmakologi dan juga pembedahan.

B. SARAN
Dengan beberapa uraian tentang osteoarthritis, mekanisme kerja osteoarthritis,
golongan obat, contoh obat osteoarthritis, indikasi dan efek samping dari obat
osteoarthritis diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai