Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektronika Dasar II. Mengenai
aplikasi amplifier sampai ke speaker, saya menyadari penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saya membuka diri bila ada kritikan-
kritikan dari pembaca makalah ini.

Terakhir kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu menjaga dan membimbing dalam setiap langkah kita, sehingga
dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari Rahmat dan Hidayah Allah SWT, semoga
makalah ini bias turut andil dalam mencerdaskan generasi muda bangsa.Amin.

Padang, 03 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... II


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
b. TUJUAN ....................................................................................................... 4
c. RUMUSAN MASALAH ............................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
a. DEFINISI PENGUAT AUDIO (AMPLIFIER) ............................................. 5
b. CARA KERJA AUDIO AMPLIFIER ........................................................... 5
c. KLASIFIKASI PENGUAT AKHIR ............................................................. 7
d. TEKNOLOGI AUDIO .................................................................................. 24

BAB III PENUTUP


a. SIMPULAN ................................................................................................... 29
b. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 30
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada sistem audio, spektrum frekuensi dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu bass,
middle, dan treble. Untuk keperluan tertentu, ketiga wilayah nada tersebut diatur sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan karakteristik ruangan atau sesuai dengan keinginan si pendengar
musik. Sebuah pengatur nada biasanya ditambahkan untuk melengkapi penguat audio
sehingga didapatkan respon frekuensi seperti yang diinginkan. Pengatur nada tersebut
berfungsi untuk memperbesar (boost) atau memperlemah (cut) sinyal-sinyal audio pada
frekuensi tertentu. Pengatur nada aktif dibuat menggunakan filter yang diberi penguat dengan
umpan balik negatif.

Pada sistem kontrol, pengertian umpan balik berarti pengembalian hasil dari keluaran
kepada masukan dari suatu sistem. Konsep umpan balik ini sangat penting dalam teori sistem
kontrol karena akan menentukan karakteristik dan mempengaruhi kestabilan dari sistem
kontrol tersebut. Sistem audio dapat dipandang sebagai sebuah sistem kontrol yang juga
memiliki parameter-parameter seperti gain, frequency response, dan lain-lain. Pada sistem
audio, terdapat fenomena natural feedback dimana sinyal suara yang dikeluarkan dari speaker
akan masuk kembali ke dalam sistem dan mempengaruhi karakteristik dan performa dari
sistem tersebut. Ada banyak sistem kontrol umpan balik yang dirancang supaya acoustic
feedback yang muncul di dalam sistem bisa dimanfaatkan untuk memperoleh respon tertentu
dari sistem. Untuk menghasilkan nada rendah, tersedia loud-speaker khusus yang disebut
sebagai woofer. Beberapa penguat audio dilengkapi dengan penguat khusus untuk frekuensi
rendah ini karena konstruksi dari diafragma woofer itu sendiri yang cukup tebal disamping
ukuran coil dari loud-speaker woofer yang juga tergolong besar sehingga diperlukan daya
lebih untuk menggerakkan diafragma tersebut hingga dihasilkan bunyi nada rendah yang
cukup keras.

Pada umumnya loud-speaker tipe wooferini hanya menghasilkan suara dengan


frekuensi rendah di atas 100 Hz. Jika hendak memperkuat suara dengan frekuensi dibawah
100 Hz, biasanya digunakan loud-speaker tipe subwoofer.
Ada dua fenomena yang sering terjadi, yaitu kotak yang disediakan untuk subwoofer ini
menjadi sedemikian besar atau sistem penguat untuk subwoofer menjadi sangat kompleks dan
berlebihan. Keduanya disebabkan karena tanggapan frekuensi rendah yang dihasilkan belum
seperti yang diinginkan. Hal ini terjadi karena pada kebanyakan sistem penguat subwoofer,
sinyal umpan balik diambil sebelum loud-speaker subwoofer. Sedangkan loud-speaker
subwoofer itu sendiri juga memiliki karakteristik yang akan mempengaruhi tanggapan
frekuensi suara yang akan dihasilkan. Pada makalah ini akan disajikan salah satu
implementasi teori umpan balik pada sistem audio.

Umpan balik yang diberikan pada amplifier diperoleh dari sinyal akustik yang diubah
menjadi sinyal listrik menggunakan sebuah transducer. Makalah ini disusun dengan urutan
sebagai berikut. Di bagian awal akan dijelaskan teori dasar dari sistem berumpan balik dan
respon filter yang diharapkan. Kemudian dilanjutkan dengan perencanaan dan implementasi
sistem. Di bagian akhir akan disajikan hasil-hasil pengujian dan ditutup dengan kesimpulan.

Umpan Balik (Feedback)

Secara umum, skema dasar sebuah sistem penguat berumpan balik dapat dilihat pada gambar
1 di bawah ini.

Gambar 1. Sistem amplifier dengan umpan balik

Jika sinyal yang masuk sebelum komparator disebut sebagai Xs, perbedaan sinyal
antara sinyal yang masuk sebelum komparator dan sinyal terumpan balik ke masukan
disebut sebagai Xd (sinyal selisih), sinyal umpan balik disebut sebagai Xf, dan sinyal
keluaran disebut sebagai Xo, maka hubungan dari keempat sinyal tersebut dinyatakan
sebagai berikut.
Xd = Xi = Xs – Xf ..............................(1)

dimana:

Xf = B x Xo .......................................(2)

Xo = A x Xi ........................................(3)

Dengan mensubstitusikan persamaan 1 yaitu :

Xd = Xi = Xs - Xf disubstitusikan dengan Xf = B x Xo, didapat penguatan dari umpan balik


sebesar:

AB ≡ Xo / Xs ≡ BA / 1+.......................(4)

D (desensitifitas) atau perbedaan balik antara penguat dengan umpan balik didefinisikan:

D = 1+ AB ........................................(5)

Impedansi dari penguat umpan balik dapat dicari menggunakan:

ZiB = Zi x (1 + BA) = Zi x D .............(6)

ZoB = Zo / 1 + BA ..............................(7)

dimana:

ZiB = Impedansi masukan umpan balik.

ZoB = Impedansi keluaran umpan balik.

Untuk menghitung penguatan umpan baliknya di-gunakan rumus:

................(8)

Jika│AB│<│A│, maka umpan-balik dikatakan nega-tif, atau degeneratif. Jika AB│>


│A│, maka umpan-balik dikatakan positif, atau regeneratif. Pada umpan balik negatif,
sinyal yang dihasilkan mengalami perbedaan sudut fasa dengan sinyal masukannya. Pada
umpan balik positif, sinyal output sefasa dengan sinyal inputnya.

Berdasarkan konfigurasi penguat dengan umpan baliknya, dikenal ada empat macam
konfigurasi umpan balik: series input-series output (SISO), series-input parallel output
(SIPO), parallel input-series output(PISO), dan parallel input-parallel output(PIPO).

Pada umpan balik negatif, memang terjadi penurunan pada penguatan tegangannya
(persamaan 4). Tetapi, karakteristik positif yang dihasilkan adalah impedansi input yang
lebih tinggi (sehingga mengurangi efek pembebanan sumber sinyal), tanggapan frekuensi
yang lebih baik (dengan bandwidth dikalikan penguatan total yang selalu konstan), serta
penguatan yang lebih stabil (lebih kebal terhadap pengaruh perubahan eksternal).
Sedangkan pada umpan balik positif, penguat akan cenderung mengalami osilasi. Itu
sebabnya kebanyakan umpan balik positif digunakan sebagai osilator. Pada beberapa
sistem, umpan balik positif ini tidak diinginkan keberadaannya. Contoh-nya pada sistem
amplifier yang kurang dikontrol dengan baik, jika sebuah loudspeaker dipasang
berhadapan langsung dengan microphone, seringkali terdengar noise dengan frekuensi
tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi penguat audio (amplifier)?
2. Bagaimana cara kerja pada penguat audio?
3. Sebutkan klasifikasi tentang penguat audio (amplifier)!

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian tentang amplifier
2. Mengetahai cara kerja dari penguat audio
3. Mengetahui tentang klasifikasi penguat audio.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Penguat Audio (Amplifier)


Penguat audio (amplifier) secara harfiah diartikan dengan memperbesar dan
menguatkan sinyal input. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, sinyal input di replika
(copied) dan kemudian di reka kembali (re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan
lebih kuat. Dari sinilah muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa mirip bentuk
sinyal keluaran hasil replika terhadap sinyal masukan. Ada kalanya sinyal input dalam
prosesnya kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga bentuk sinyal keluarannya
menjadi cacat.
Sistem penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high fidelity), jika sistem
tersebut mampu menghasilkan sinyal keluaran yang bentuknya persis sama dengan sinyal
input. Hanya level tegangan atau amplituda saja yang telah diperbesar dan dikuatkan. Di sisi
lain, efisiensi juga harus diperhatikan. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi dari penguat
itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi dari power output dibandingkan dengan power
input. Sistem penguat dikatakan memiliki tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugi-
rugi pada proses penguatannya yang terbuang menjadi panas.

B. Cara Kerja Penguat Audio


Audio Amplifieradalah sebuah alat yang berfungsi memperkuat sinyal audio dari
sumber-sumber sinyal yang masih kecil sehingga dapat menggetarkan membran speaker
dengan level tertentu sesuai kebutuhan.
Gambar 2. Blok Audio Amplifier

a. Input Sinyal
Input sinyal dapat berasal dari beberapa sumber, antara lain dari CD/DVD Player,
Tape, Radio AM/FM, Microphone, MP3 Player, Ipod, dll. Masing-masing sumber sinyal
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Bagian Input sinyal harus mampu
mengadaptasi sinyal sinyal tersebut sehingga sama pada saat dimasukkan ke penguat awal/
penguat depan (pre-amp).

b. Penguat Awal/Penguat Depan (Pre-amp)


Penguat depan berfungsi sebagai penyangga dan penyesuai level dari masing-masing
sinyal input sebelum dimasukkan ke pengatur nada. Hal ini bertujuan agar saat proses
pengaturan nada tidak terjadi kesalahan karena pembebanan/loading. Penguat depan harus
mempunyai karakteristik penyangga/buffer dan berdesah rendah.

c. Pengatur Nada (Tone Control)

Pengatur nada bertujuan menyamakan (equalize) suara yang dihasilkan pada speaker
agar sesuai dengan aslinya (Hi-Fi). Pengatur nada minimal mempunyai pengaturan untuk
nada rendah dan nada tinggi. Selain itu ada juga jenis pengatur nada yang mempunyai
banyak kanal pengaturan pada frekuensi tertentu yang biasa disebut dengan Rangkaian
Equalizer. Prinsip dasar pengaturan nada diperoleh dengan mengatur nilai R/C resonator
pada rangkaian filter.

d. Penguat Akhir (Power Amplifier)

Penguat Akhir adalah rangkaian penguat daya yang bertujuan memperkuat sinyal
dari pengatur nada agar bisa menggetarkan membran speaker. Penguat akhir biasanya
menggunakan konfigurasi penguat kelas B atau kelas AB. Syarat utama sebuah penguat
akhir adalah impedansi output yang rendah antara 4-16 ohm) dan efisiensi yang
tinggi.Karena kerja dari penguat akhir sangat berat maka biasanya akan timbul panas dan
dibutuhkan sebuah plat pendingin untuk mencegah kerusakan komponen transistor penguat
akhir karena terlalu panas.

e. Speaker

Speaker berfungsi mengubah sinyal listrik menjadi sinyal suara. Semakin besar daya
sebuah speaker biasanya semakin besar pula bentuk fisiknya. Secara umum speaker terbagi
menjadi tiga, yaitu Woofer (bass), Squaker (middle), dan tweeter (high). Impedansi
speaker antara 4 ohm, 8 ohm dan 16 ohm.Saat ini ada juga speaker yang disebut dengan
subwoofer, yaitu speaker yang mampu mereproduksi sinyal audio dengan frekuensi yang
sangat rendah dibawah woofer.

f. Power Supply

Power Supply merupakan rangkaian pencatu daya untuk semua rangkaian. Secara
umum power supply mengeluarkan dua jenis output, yaitu output teregulasi dan tidak
teregulasi. Output teregulasi dipakai untuk rangkaian pengatur nada dan penguat awal,
sementara rangkaian power supply tidak teregulasi dipakai untuk rangkaian power
amplifier.

C. Klasifikasi Penguat akhir


a. Po-amp System OTL
OTL (Output TransformerLess) adalah system audio po-amp yang tidak menerapkan
transformator impedansi di jalur keluaran (output) nya, akan tetapi menerapkan
kondensator kopel untuk melimpahkan sinyal audio kepada speaker. System ini
memperbaharui system OT dan mempunyai keunggulan dalam hal tanggapan
frekwensinya. Perangkat system Hi-fi (high fidelity) generasi awal dibuat dengan amplifier
system ini. System ini menjadi system yang paling populer dan paling banyak digunakan
dalam keperluan daya audio kecil. Banyak perusahaan pembuat parts elektronik
mengeluarkan produk-produk IC audio dengan system OTL, baik untuk keperluan mono
amplifier ataupun untuk keperluan stereo amplifier dengan daya output yang bervariasi.
Rancangan po-amp OTL menggunakan Supply tegangan tunggal dan besar tegangan
supply bisa sangat bervariasi, mulai dari 3V hingga 80V. Biasanya semakin besar
tegangan supply maka semakin besar pula daya audio yang mampu dihasilkannya. Dalam
masalah efisiensi, system ini masih di bawah system OT karena system OTL umumnya
beroperasi dalam klas “AB”.
Di dalam po-amp system OTL transistor-transistor driver selalu komplementer
(berpasangan), yaitu yang satu transistor NPN dan satunya lagi transistor PNP di mana
kedua transistor yang berbeda jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dalam hal VCE
max, hFE, dan lain-lainnya. Untuk po-amp dengan daya yang lebih besar, dilengkapi
dengan transistor-transistor akhir (transistor power) yang bisa merupakan dua transistor
yang komplementer pula (NPN dan PNP berpasangan) namun bisa juga hanya dua
transistor yang sejenis.
Titik tegangan tengah dalam po-amp OTL Untuk memahami system OTL lebih
lanjut, perhatikanlah gambar rangkaian berikut.

Gambar 3. Rangkaian Po-Amp OTL


Pada gambar tampak po-amp OTL 4,5W yang diambil dari sebuah radio-tape mobil
keluaran lama. Titik X adalah titik di mana di situ terdapat tegangan DC sebesar kira-kira
setengah dari tegangan supply (Vcc). Dalam skema ini karena tegangan supply-nya 12V
maka pada titik X tegangannya sekitar 6V. Ini adalah salah satu ciri dari penguat OTL,
yaitu mempunyai tegangan setengah dari tegangan supply di titik X. Karena itu ketidak
beresan sebuah po-amp OTL biasanya bisa diketahui dari titik X ini, misalnya tegangannya
mendekati nol atau terlalu besar hingga mendekati tegangan supply.
Pada titik X ini dipasang kondensator bernilai besar (C5) untuk meng-
kopel/melewatkan sinyal audio yang berbentuk AC kompleks yang telah dikuatkan oleh
po-amp kepada speaker.
Tegangan di titik X ditentukan oleh besarnya arus kolektor (Ic) T2, sedangkan arus
kolektor T2 ini adalah sebesar hFE kali arus yang diambil oleh basis (Ib) T2.
Dengan tulisan didefinisikan : Ic = hFE x Ib. Semakin besar Ic akan semakin kecil
tegangan di titik X, atau semakin besar Ib akan semakin kecil tegangan di titik X karena Ib
yang membesar akan membesarkan Ic pula. Arus basis T2 dipasok melalui resistor VR1.
Dengan VR1 yang berbentuk variable (trimpot) maka tegangan di titik X bisa ditetapkan
dengan pengaturan VR1 (disetel-setel sehingga tegangan di titik X kira-kira 6V dari
ground). VR1 juga menyelenggarakan unpan balik negatif yang menentukan faktor
penguatan sinyal secara keseluruhan.

Arus stasioner bagi transistor daya


Setiap po-amp baik dalam klas A, klas B atau klas AB selalu mempersyaratkan
adanya arus stasioner (arus bias) bagi transistor-transistor dayanya. Dalam po-amp OTL
seperti contoh di atas, arus stasioner ditentukan oleh besarnya tegangan di antara kedua
basis transistor T3 dan T4. Tegangan itu juga adalah tegangan D1 bersama dengan R6.
Karena itu besar resistansi R6 ikut mempengaruhi arus stasioner. Ada kalanya R6
berbentuk trimpot sehingga arus stasioner bisa ditetapkan dengan menyetel-nyetel trimpot
ini. D1 berperan sebagai sensor panas karena sifat dioda yang merosot tegangan maju-nya
(Vfd) apabila terkena panas pada suhu-suhu tertentu. Dioda ini ditempatkan dekat dengan
T3 dan T4. Apabila T3 dan T4 menjadi semakin panas hingga batas tertentu, D1 akan
mengadopsi panas ini sehingga tegangan maju dioda mulai merosot. Akibatnya tegangan
di antara kedua basis T3 dan T4 juga akan sedikit turun sehingga arus stasioner kedua
transistor menjadi diturunkan juga. Karena setelan arus stasioner jadi mengecil, konsumsi
arus T3 dan T4 ketika menguatkan sinyal juga akan mengecil. Dengan demikian terjadi
stabilisasi agar transistor-transistor daya tidak mengalami panas yang berlebihan yang bisa
mengakibatkan kerusakan
Penguatan sinyal audio di dalam system OTL
T1 adalah transistor penguat penyangga yang memberikan sinyal audio dari
kolektornya melalui kondensator kopel C2 kepada basis transistor T2. Sinyal yang telah
dikuatkan lalu muncul di kolektornya T2. Sinyal ini kemudian dikuatkan lagi oleh
transistor T3 dan T4 yang merupakan dua transistor komplementer. Dalam skema di atas
kedua transistor ini berperan sebagai driver sekaligus juga sebagai transistor daya
(transistor akhir).
T3 dan T4 bekerja bergantian namun setiap transistor menangani setengah putaran lebih
sedikit dari gelombang sinyal audio (bandingkan dengan system OT yang setiap transistor
dayanya menangani setengah gelombang saja). T3 menangani belahan positif dan T4
menangani belahan yang negatifnya.
Setiap lebih dari setengah putaran gelombang yang telah dikuatkan oleh T3 dan T4
maka ia akan muncul di titik X saling mengisi sebagai perubahan-perubahan tegangan
sesuai dengan bentuk sinyal audionya. Perubahan-perubahan tegangan di titik X ini akan
utuh berbentuk seperti sinyal AC audio sebagaimana bentuk sinyal audio yang dimasukkan
ke jalur input po-amp, namun dengan amplitudo yang sudah jauh lebih besar karena telah
dikuatkan. Sinyal ini kemudian dikopel/dilewatkan oleh kondensator C5 untuk diberikan
kepada speaker.
Setengah tegangan supply di titik X yang merupakan tegangan DC tidak terhubung singkat
ke speaker oleh C5, karena sebagaimana telah diketahui bahwa sifat kondensator adalah
meluluskan (melewatkan) tegangan-tegangan AC sedangkan terhadap tegangan DC ia
menyekat atau tidak meluluskan (tentang ini lihat dalam : Pengenalan Parts/Komponen
elektronik – Kondensator).
Adapun R11 berperan sebagai pengumpan balik positif dari jalur keluaran ke emitor
T1. Umpan balik ini memperbaiki tanggapan frekwensi po-amp secara keseluruhan. Ada
kalanya untai umpan balik terdiri dari resistor-resistor dan kondensator yang memperbaiki
tanggapan frekwensi pada range tertentu yang diinginkan. C3 yang dipasang antara basis
dan kolektor T2 berfungsi sebagai high-cut bagi frekwensi-frekwensi tinggi di atas
frekwensi audio. Kondensator ini harus selalu ada karena jika ditiadakan akan
menyebabkan ketidak-stabilan po-amp karena cenderung berosilasi pada frekwensi tinggi.
Jika ini terjadi akibatnya adalah kerusakan pada transistor-transistor daya karena terbebani
lebih.
Nilai kapasitansi C3 harus diperhitungkan dengan tepat sesuai kondisi kerja po-amp.
Jika terlalu kecil dikhawatirkan rentan terjadi osilasi, dan jika terlalu besar akan berefek
ikut teredamnya frekwensi-frekwensi tinggi audio. Daya keluaran (power output) sebuah
po-amp OTL bisa diperkirakan dengan pendekatan :

Po = Vx² / 1,4RL

Po adalah daya keluaran (power output) dalam Watt


Vx adalah setengah tegangan supply efektif, dalam Volt
RL adalah impedansi speaker, dalam Ohm.

Yang dimaksud setengah tegangan supply efektif untuk Vx adalah setengah tegangan
supply terukur ketika po-amp menarik arus untuk mengeluarkan daya maksimal. Jadi,
yang dimaksud di sini bukanlah setengah dari tegangan maksimum (Vmax). Untuk
mudahnya, besar tegangan supply efektif bisa dirujuk kepada besar tegangan AC sekunder
dari trafo power supply. Jika tegangan dari trafo power supply yang digunakan adalah
32V, maka tegangan efektif adalah kira-kira tidak jauh dari itu atau secara praktis bisa
dikatakan sama. Maka setengah tegangannya adalah 16V.
Dalam prakteknya, Po akan mengalami penurunan dengan faktor pembagi 1,45
dikarenakan adanya kerugian-kerugian di dalam proses penguatan po-amp untuk
menghasilkan daya maksimal. Contoh hitungan :
Sebuah po-amp OTL dengan tegangan supply tertulis (Vmax) sebesar 85V. Berapakah
daya maksimalnya jika dibebani speaker berimpedansi 8 Ohm?
Tergangan efektif = Vmax / 1,41 = 60V, berarti Vx = 30V
Po = 900 / 11,2 = 80W
Dalam prakteknya, Po maksimal adalah : 80 / 1,45 = 55,4W.
tegangan tengah di titik X dilakukan oleh VR 50k, sedangkan arus stasioner
ditentukan oleh besarnya resistor yang diseri dengan dioda D (pada gambar besarnya 270
Ohm).Umpan balik positif dilakukan oleh untaian resistor 100k, 10k dan kondensator 473.
b. Power Amplifier system OCL
Keterbatasan po-amp system OTL salah satunya adalah sulitnya untuk
dikembangkan sebagai penguat “super-power” (berdaya sangat besar). Hal ini disebabkan
karena menerapkan supply tegangan tunggal dan juga karena selalu ada keperluan terhadap
kondensator kopel kepada speaker yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika
tegangan supply semakin ditinggikan, maka kondensator kopel ini harus mampu bertahan
terhadap tegangan yang tinggi pula. Begitu juga kondensator perata (smoothing
condensator) pada rangkaian power supply-nya.
Po-amp system OCL (Output CapacitorLess) memperbaiki kelemahan ini. Ia adalah
system power amplifier yang tidak lagi menerapkan kondensator kopel di jalan output-
nya. Transfer sinyal audio dari output kepada speaker dimungkinkan tanpa menggunakan
kondensator adalah dengan menerapkan supply tegangan terbelah (split power supply).
Perhatikanlah gambar berikut :

Gambar 5. Po-amp OCL


Gambar di atas adalah contoh sebuah po-amp system OCL 20W.
Po-amp ini memerlukan dua polaritas tegangan supply, yaitu polaritas - (negatif) dan
polaritas + (positif). Jadi, dengan demikian ada tiga sambungan dari power supply, yaitu
sambungan - (negatif), sambungan + (positif) dan sambungan ground (0 Volt).
Titik X adalah titik tengah di antara tegangan supply + dan -. Berbeda dengan
system OTL di mana pada titik tengah ini terdapat tegangan DC setengah dari tegangan
supplynya, pada system OCL di titik tengah X ini tidak ada tegangan DC, atau bertegangan
nol Volt terhadap ground. Itulah sebabnya bisa langsung disambungkan ke speaker tanpa
memerlukan kondensator kopel.
Ini menjadi ciri khas po-amp OCL, di mana pada titik tengahnya (sambungan ke
speaker) tidak terdapat tegangan DC (pengukuran dalam keadaan tanpa sinyal input).
Ketidak beresan sebuah po-amp OCL juga bisa dilihat langsung dari sini, yaitu apabila
pada titik tengahnya terdapat tegangan DC, entah berpotential negatif ataupun positif
terhadap ground.
Sebuah po-amp OCL biasa didahului dengan sebuah penguat differential di bagian
inputnya. Pada gambar di atas T1 dan T2 membentuk sebuah penguat differential, sehingga
dengan demikian terdapat dua jalur input, yaitu jalur input melalui basis T1 dan jalur input
melalui basis T2. Emitor kedua transistor ini saling terhubung secara langsung yang
menyebabkan satu transistor dengan transistor yang lainnya menjadi saling pengaruh-
mempengaruhi. Basis T1 merupakan non-inverting input (jalur masukan yang tidak
menjungkirkan), sedangkan basis T2 merupakan inverting input (jalur masukan yang
menjungkirkan).
Sinyal audio dimasukkan melalui non-inverting input dan dikuatkan oleh po-amp
sehingga muncul di jalur keluaran/output (titik X) dengan fase yang sama. Sinyal audio
yang telah dikuatkan ini kemudian sebagian diumpan balikkan lagi ke inverting input
melalui R4. Efeknya adalah berkurangnya penguatan T1 dan juga penguatan po-amp
secara keseluruhan. Jadi, melalui R4 ini diselenggarakan umpan balik negatif. Semakin
besar level umpan balik maka akan semakin kecil faktor penguatan.
Akan tetapi apabila level umpan balik semakin dikecilkan untuk mendapatkan faktor
penguatan yang sangat besar, ini akan beresiko menjadi labilnya po-amp dan bisa
menyebabkan osilasi. Karena itu umpan balik ini diperhitungkan sedemikian rupa
sehingga po-amp tetap mempunyai penguatan yang besar namun terbebas dari
kecenderungan labil.
Level umpan balik ditentukan oleh nilai resistansi R4 dan R3. R4 biasanya bernilai sama
dengan R2 (resistor-resistor basis). Semakin besar nilai resistor-resistor ini maka akan
semakin besar faktor penguatan. Jika dikecilkan maka akan semakin mengecil pula faktor
penguatan.
Namun R3 yang semakin kecil justeru akan memperbesar penguatan. Jika R3 diperbesar
maka akan mengecilkan faktor penguatan. Demikianlah keadaan-keadaannya dalam
penguat differential.
T3 adalah sumber arus bagi emitor T1 dan T2. Arus yang dipasok oleh T3 untuk
emitor T1 dan T2 besarnya adalah tetap karena adanya D1 dan D2 pada basisnya. Peran
sumber arus ini dalam banyak rancangan kadang hanyalah sebuah resistor. Namun dengan
diterapkannya sumber arus menggunakan transistor, keuntungannya adalah bagi sinyal-
sinyal AC audio ia menjadi perlawanan yang cukup besar (hingga bilangan Mega Ohm)
dan ini menjadikan lebih baiknya state pengaruh-mempengaruhi antara T1 dan T2 sebagai
sebuah kesatuan penguat differential.
Sebagaimana po-amp OTL, pendekatan untuk mengetahui besar daya keluaran
maksimum adalah :

Po = Vx² / 1,4RL

Po adalah daya keluaran (Power output) dalam Watt


Vx adalah setengah tegangan supply efektif, dalam Volt
RL adalah impedansi speaker dalam Ohm.

Yang dimaksud setengah tegangan supply efektif untuk Vx adalah setengah tegangan
dari supply positif dan negatif ketika po-amp menarik arus untuk mengeluarkan daya
maksimal. Jadi, yang dimaksud di sini bukanlah setengah dari tegangan supply maksimum
(Vmax). Untuk mudahnya, besar tegangan supply efektif bisa dirujuk kepada besar
tegangan AC sekunder dari trafo power supply. Jika tegangan dari trafo power supply
yang digunakan adalah 2x25V (CT), maka tegangan efektif adalah kira-kira tidak jauh dari
itu, yakni 50V. Maka setengah tegangannya adalah 25V.

Gambar 6. Po-amp OCL dengan IC

prakteknya, Po mengalami penurunan dengan faktor pembagi 1,45 dikarenakan


adanya kerugian-kerugian di dalam proses penguatan po-amp untuk menghasilkan daya
maksimal. Mengenai bagian-bagian lainnya dari Po-amp OCL ini, sepertinya tidak perlu
dijelaskan lagi di sini karena pada prinsipnya memang tidak jauh berbeda dengan apa yang
ada pada Po-amp OTL.

pada gambar tampak contoh sebuah po-amp OCL yang menggunakan IC. Po-amp
ini sempat populer sebagai amplifier speaker aktif di banyak rancangan. Dalam gambar
hanya diperlihatkan satu kanal, untuk versi stereo adalah dua kali dari itu.
Dengan gambar yang diperlihatkan, po-amp ini bisa langsung difungsikan sebagai
amplifier audio untuk PC (Personal Computer) berdaya besar. Meskipun tanpa ada
fasilitas pengaturan nada (tone control), akan tetapi hasilnya tetap cukup baik karena fungsi
pengaturan nada pada PC sebenarnya telah tersedia di dalam program media playernya.
Perhatikanlah bahwa fungsi R1 dan R3 adalah sama dengan R2 dan R4 pada skema po-
amp OCL bertransistor sebelumnya. Umpan balik negatif diselenggarakan oleh R3, R2
dan C2.
D1 dan D2 dipasang hanyalah sebagai protektor saja, tidak mempengaruhi kinerja IC
dalam menguatkan sinyal audio. R4 dan C5 berfungsi untuk mencegah terjadinya osilasi
ketika po-amp bekerja menguatkan frekwensi-frekwensi audio.
c. Power amplifier system BTL
BTL adalah singkatan dari Bridge TransformerLess, yaitu system power amplifier
yang menerapkan system jembatan dan meniadakan peran transformator impedansi di
dalam melimpahkan daya outputnya kepada speaker.

Prinsip po-amp BTL


Apabila pada dua buah penghantar yang pada masing-masingnya terdapat tegangan
AC sebesar Vx terhadap ground (jalur 0 Volt) namun satu sama lain saling berlawanan fasa
180 derajat, maka besar tegangan AC di antara kedua penghantar itu adalah sebesar 2Vx.

Jika pada penghantar 1 ada tegangan ac sebesar 3V terhadap ground (0V), dan pada penghantar 2
juga ada tegangan ac sebesar 3V terhadap ground namun berlawanan fasa dengan tegangan pada
penghantar 1, maka di antara penghantar 1 dan penghantar 2 terdapat tegangan ac sebesar 6V.
Perhatikan gambar di atas. Ketika pada penghantar 1 tegangan ac sedang mengayun
ke arah positif, pada penghantar 2 tegangan mengayun ke arah negatif. Inilah yang
dimaksud berlawanan fasa 180 derajat, yaitu bertolak belakang.

Gambar 7. Po-amp BTL


Apabila tegangan-tegangan AC itu adalah dua sinyal audio yang dihasilkan oleh dua
power amplifier, maka di antara kedua output power amplifier itu terdapat sinyal audio
dengan level tegangan yang dua kali lipat besarnya. Karena tegangannya menjadi dua kali
lipat, maka daya keluaran pun menjadi berlipat ganda juga karena sebagaimana telah
diketahui bahwa daya adalah perkalian antara tegangan dengan arus.
Dua power amplifier yang bisa diaktifkan sebagai po-amp BTL adalah po-amp
system OTL ataupun po-amp system OCL. Kedua po-amp haruslah kembar, yaitu masing-
masingnya mempunyai karakteristik yang benar-benar sama. Jika tidak, maka akan terjadi
kepincangan dan akan menghasilkan cacat audio yang cukup besar.

Mengkonfigurasikan dua po-amp menjadi po-amp BTL biasanya dilakukan dengan


membalik fasa sinyal masukan untuk diumpankan kepada salah satu po-amp. Lihat gambar
di samping, pada po-amp A1 sinyal masukan diumpankan ke jalan masuk non-inverting
(yang tak menjungkirkan) sehingga sinyal keluaran akan sefasa dengan sinyal masukan.

Gambar 8. Po-amp BTL

Pada po-amp A2 sinyal masukan diumpankan kepada jalan masuk inverting (yang
menjungkirkan) sehingga sinyal keluarannya akan berbeda fasa (terbalik) dengan sinyal
masukan. Hasilnya adalah di antara keluaran kedua po-amp (out1 dan out2) terdapat sinyal
keluaran yang saling berlawanan fasa.
Daya keluaran po-amp BTL
Telah diulas dalam tulisan sebelumnya tentang pendekatan untuk mengetahui
besarnya daya keluaran sebuah po-amp OTL atau OCL berdasarkan tinggi tegangan supply
dan impedansi speaker yang dibebankan kepadanya. Ketika dua po-amp OTL atau OCL
dirangkai sebagai penguat BTL, daya yang dihasilkan akan lebih besar sekitar 3,5 kali
lipat.
Pendekatan untuk mengetahui besarnya daya yang dihasilkan po-amp BTL adalah :
Po = (2Vx)² / 1,4RL
Di mana Po adalah daya keluaran (power output), Vx adalah setengah tegangan supply
efektif, dan RL adalah impedansi speaker. Dengan adanya kerugian-kerugian maka hasil
aktualnya masih harus dibagi lagi dengan faktor 1,45. Apa yang didapatkan dari
perhitungan di atas bukan suatu yang mutlak, akan tetapi hanyalah pendekatan secara
umum untuk mengetahui seberapa besar daya yang “mungkin” bisa dihasilkan dengan
besar tegangan supply sedemikian. Akan tetapi pada akhirnya faktor rancangan po-amp
merupakan hal yang sangat menentukan besarnya daya keluaran yang dihasilkan.
BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Penguat audio (amplifier) adalah, sinyal input di replika (copied) dan kemudian di reka kembali
(re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Sedangkan beberapa perangkat
yang berpengaruh terhadap penguat audio adalah sebagai berikut:

a. Input Sinyal
b. Penguat Awal/Penguat Depan (Pre-amp)
c. Pengatur Nada (Tone Control)
d. Penguat Akhir (Power Amplifier)
e. Speaker
f. Power Supply
Macam-macam penguat akhir tiga diantaranya adalah OTL, OCL, dan BTL.
OTL (Output TransformerLess) adalah system audio po-amp yang tidak menerapkan
transformator impedansi di jalur keluaran (output) nya, akan tetapi menerapkan kondensator
kopel untuk melimpahkan sinyal audio kepada speaker.
Po-amp system OCL (Output CapacitorLess) adalah system power amplifier yang tidak
lagi menerapkan kondensator kopel di jalan output-nya dengan menerapkan supply tegangan
terbelah (split power supply).
BTL adalah singkatan dari Bridge TransformerLess, yaitu system power amplifier yang
menerapkan system jembatan dan meniadakan peran transformator impedansi di dalam
melimpahkan daya outputnya kepada speaker.
Teknnologi dolby ternyata ada dolby a, dolby b, bolby sr, dolby hx pro dolby fm, dolby s,
dolby c dengan mempunyai fungsi yang berbeda dan setiap teknologi memiliki kelebihan dan
kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Katsuhiko Ogata. ìModern control engineering, 4th edition. Upper Saddle River, 2002.

Robert Boylestad, Louis Cashelsky. ìElectronic Devices and Circuit Theory, 8th edition. Prentice
Hall Inc., 2002.

Roland E. Thomas. The Analysis and Design of Linear Circuits, 5th edition. John Wiley & Sons
Inc., 2006.

Robert F. Coughlin, Frederick Driscoll. Opera-tional Amplifier and Linear Integrated Circuit,
6nd edition. Prentice Hall Inc., 2000.

James Boyk, Gerald Jay Sussman. Small-Signal Distortion in Feedback Amplifiers for Audio.

Eberhard Hansler and Gerhard Schmidt. Acoustic Echo and Noise Control. John Wiley & Sons
Inc, 2004.

Johan L. Nielsen, U. Peter Svensson. Perfor-mance of some time-varying systems in control of


acoustic feedback. The Journal of The Acoustical Society of America, 1999.

Jan Scheuing, Bin Yang. Frequency shifting for acoustic feedback reduction. European DSP
Education and Research Symposium (EDERS) 2006, M¸nchen, April 2006.

www.its.caltech.edu/~musiclab/feedback-paper-acrobat.pdf, diakses pada tanggal 15 Maret


2015.

www.sandielektronik.com/2014/06/tekhnik-audio-power-amplifier-btl.html, diakses pada 20


maret 2015

http://teknologi.inilah.com/read/detail/2145560/mengenal-teknologi-dolby-digital/16268/dolby-
srdiakses pasa 30 maret 2015

Anda mungkin juga menyukai