Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH MELATONIN TERHADAP KADAR GULA DARAH SEWAKTU PADA

TIKUS WISTAR JANTAN MODEL SEPSIS

Alice Valeria*, dr.Satrio Adi W, Sp.An**, dr. Widya Istanto N,Sp. An, KAKV,KAR**,
dr. Endang Sri L,Ph.D***
ABSTRAK
Latar Belakang : Melatonin merupakan salah satu obat yang sedang dikembangkan dalam
terapi sepsis. Toksisitas serius yang diakibatkan tidak hadir bahkan pada pemakaian dosis
tinggi. Melatonin termasuk suplemen antioksidan yang dapat mengurangi kadar sitokin
proinflamasi, stres oksidatif, dan disfungsi mitokondria. Salah satu marker sepsis adalah
kadar gula darah yang meningkat, yang dapat diturunkan dengan pemberian melatonin.
Tujuan : Membuktikan pengaruh melatonin terhadap kadar gula darah sewaktu tikus wistar
jantan model sepsis.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan design randomized
control group pre-post test design. Sampel sebanyak 12 ekor tikus yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, kemudian dibagi ke dalam kelompok kontrol dan perlakuan. Kedua
kelompok mendapat injeksi LPS intraperitoneal. Kelompok perlakuan diintervensi dengan
pemberian melatonin via sonde oral setelah terjadi kondisi sepsis. Uji statistik menggunakan
uji Paired t-Test, Independent t-Test, Mann-Whitney Rank Test, dan Wilcoxon.
Hasil : Pada uji Independent t-Test, kadar gula darah sewaktu kelompok perlakuan lebih
rendah dari pada kelompok kontrol setelah pemberian melatonin. Pada uji Paired t-Test dan
Wilcoxon, tidak terdapat perbedan yang signifikan pada kelompok kontrol maupun perlakuan
baik pada pre-post 1, pre post-2, maupun post 1-post 2. Pada uji Mann-Whitney, tidak
terdapat perbedaan kadar gula darah sewaktu yang bermakna antara kelompok kontrol
dengan perlakuan setelah pemberian LPS.
Kesimpulan : Pemberian melatonin tidak menyebabkan penurunan kadar gula darah sewaktu
yang signifikan.
Kata kunci : Sepsis, kadar gula darah sewaktu, Melatonin, Lipopolisakarida
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2013
**Bagian Ilmu Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
***Bagian Ilmu Mikrobiologi Kedokteran Universitas Diponegoro

PENDAHULUAN
Sepsis menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting karena menjadi salah satu
penyebab terbesar kematian di Intensive Care Unit (ICU). Dibutuhkan juga biaya yang tinggi
untuk menyelesaikan masalah sepsis.1 Kondisi lingkungan yang kurang higenis; status sosial-
ekonomi; individu dengan kondisi atau penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), kanker, imunosupresif, malnutrisi, diabetes mellitus, dan menggunakan alat
prostetik sangat mempengaruhi tingkat terjadinya sepsis. Faktor resiko seperti ini terutama
banyak ditemukan di negara berkembang.2
Angka kejadian sepsis, syok sepsis, maupun kegagalan organ multipel sangat tinggi; hampir
mengenai 750.000 penduduk Amerika Serikat, dan untuk tahun – tahun mendatang
diperkirakan meningkat. Angka kematian akibat sepsis di Amerika Serikat yaitu 93% dari
total angka kematian. Di bagian Obstetri dan Ginekologi RSU dr.Soetomo Surabaya, angka
kematian akibat sepsis tertinggi kedua setelah preeklampsia/ eklampsia.3 Angka kematian di
rumah sakit akibat sepsis pada 16 negara di Asia tahun 2009 yaitu 44,5%. Kemudian
penelitian di Thailand pada salah satu rumah sakit, selama 2 tahun menunjukkan angka
kematian akibat sepsis berat yaitu 49,7% dan syok sepsis yaitu 39,2%.4
Sepsis menyebabkan terjadinya badai sitokin yang akan diedarkan di darah dan mengganggu
metabolisme organ.5 Progres dari sepsis akan berkaitan dengan kegagalan organ multipel dan
mortalitas.6
Bagaimana ketepatan mendiagnosis sepsis dan administrasinya pada waktu awal terjadi
severe sepsis akan sangat berpengaruh terhadap prognosisnya.7 Setelah hasil kultur
dinyatakan positif, artinya pasien harus diberi antibiotik. Namun untuk melakukan suatu
kultur membutuhkan waktu 24-48 jam, karena waktu yang cukup panjang tersebut, terdapat
cara lain yang lebih cepat untuk mendiagnosis sepsis yaitu dengan melihat biomarker dari
sepsis. Biomarker yang dapat digunakan yaitu tumor necrosis factor α (TNF-α), interleukin 6
(IL-6), interleukin 8 (IL-8), C-reactive protein (CRP), procalcitonin.1 Namun, belum semua
rumah sakit memiliki fasilitas untuk pemeriksaan biomarker tersebut, sehingga dapat juga
dilakukan beberapa pemeriksaan marker tambahan yang lebih mudah dilakukan.8
Pengukuran kadar gula darah sangat penting dilakukan pada pasien yang berada di ICU.
Hiperglikemia merupakan kondisi yang sangat sering terjadi pada pasien sepsis di ICU.9 75%
pasien sepsis di ICU yang tidak memiliki diabetes, memiliki kadar gula darah basal
>110mg/dL. Peningkatan kadar gula darah terjadi pada pasien sepsis karena pengaruh dari
sitokin pro-inflamasi yang menghambat pelepasan hormon insulin, terjadi juga resistensi
insulin, yang keduanya juga menyebabkan peningkatan hormon counter regulatory dari
insulin, yaitu epinefrin, norepinefrin, dan glukagon.10
Menurut penelitian terdahulu, melatonin banyak digunakan sebagai terapi sepsis. Melatonin
memiliki efek antioksidan dan memperbaiki kerusakan oksidatif pada organ.11 Hasil
metabolit dari melatonin yaitu 6-hidroksimelatonin sulfat, dapat bersifat stabil di darah untuk
beberapa jam. Hasil metabolit tersebut memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi yang
dapat digunakan sebagai terapi sepsis.12
Dengan memperhatikan hasil penelitian terdahulu, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti
pengaruh melatonin pada tikus wistar model sepsis dengan melihat marker gula darah
sewaktu.

TUJUAN
Membuktikan pengaruh melatonin 20 mg/kgBB terhadap kadar gula darah sewaktu pada
tikus wistar jantan model sepsis.
METODE
Penelitian ini termasuk eksperimental laboratorik dengan desain randomized control group
pre-post test design yang bertujuan mengetahui perbandingan pengaruh pemberian melatonin
tablet via sonde terhadap kadar gula darah sewaktu pada model sepsis tikus wistar dengan
kelompok kontrol. Sampel penelitian 12 ekor tikus wistar jantan, umur 2-3 bulan, berat 150-
300 gram, sehat , bergerak aktif, dan tidak tampak cacat secara anatomi.
Besar sampel ditentukan berdasarkan ketentuan WHO yaitu minimal 5 ekor wistar untuk
setiap kelompok. Pada penelitian ditambahkan cadangan yaitu 1 ekor untuk setiap kelompok
sehingga jumlah wistar jantan untuk setiap kelompok sebanyak 6 ekor, sehingga total tikus
wistar jantan yang dibutuhkan adalah 12 ekor.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian suplementasi melatonin via sonde pada
wistar model sepsis. Variabel terikat penelitian ini adalah kadar gula darah sewaktu.

HASIL
Karakteristik Subyek Penelitian
Pada penelitian ini terdiri dari 2 kelompok di mana masing-masing kelompok terdiri dari 6
ekor hewan percobaan. Tikus diadaptasi terlebih dahulu selama seminggu dan hingga masa
adaptasi selesai tidak ditemukan adanya tikus yang mati. Percobaan dilakukan selama 1 hari
setelah masa adaptasi selesai.
Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang hanya diberi makan dan minum standar
serta injeksi intraperitoneal LPS dosis 2 mg/200 g tikus. LPS diinjeksikan pada hari ke-8
penelitian. Ke-6 tikus tersebut dalam keadaan mati saat akhir masa penelitian.
Kelompok kedua adalah kelompok perlakuan yang diberi makan dan minum standar, injeksi
intraperitoneal LPS dosis 2 mg/200 g tikus yang diinjeksikan pada hari ke-8 penelitian serta
melatonin dosis 4 mg/200 g tikus per oral yang diberikan pada hari yang sama seperti LPS
sebanyak 2 kali setelah pemberian LPS dilakukan. Pada kelompok ini juga dalam keadaan
mati saat akhir masa penelitian.
Pada hari ke-8 penelitian, tikus wistar diambil darahnya melalui pembuluh darah retroorbita
dan diukur kadar gula darah sewaktu menggunakan alat POCT. Pengambilan darah dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu 6 jam setelah injeksi LPS, 1 jam dan 2 jam setelah pemberian
melatonin. Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, penulis
melakukan cleansing data dan memperoleh data yang sesuai dengan yang diperlakukan yaitu
6 sampel tikus wistar tiap kelompok.

Analisis Diskriptif dan Uji Hipotesis


Data yang diperoleh dari pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah data numerik. Uji
normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah parameter klinis atau laboratoris terdistribusi
normal. Oleh karena jumlah sampel kurang dari 50 buah, maka uji normalitas data dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk, adapun hasil uji normalitas dengan Saphiro Wilk disajikan
dalam tabel 5 sebagai berikut:

Kelompok
Variabel Keterangan
Kontrol Perlakuan
Setelah LPS (pre) 0,031 0,760 Tidak normal
Melatonin 1 (post 1) 0,293 0,064 Normal
Melatonin 2 (post 2) 0,051 0,060 Normal
Δ Setelah LPS – Melatonin 1 0,472 0,008 Tidak normal
Δ Setelah LPS – Melatonin 2 0,642 0,027 Tidak normal
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro-Wilk
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan hasil uji normalitas pada kelompok kontrol variabel
setelah LPS nilai p < 0,05 sedangkan pada kelompok perlakuan dengan variabel yang sama
didapatkan nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal. Pada
variabel melatonin 1 dan melatonin 2, baik kelompok kontrol maupun perlakuan didapatkan
nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi normal. Pada variabel selisih
setelah LPS dengan melatonin 1 dan selisih setelah LPS dengan melatonin 2, didapatkan nilai
p > 0,05 pada kelompok kontrol dan p < 0,05 pada kelompok perlakuan, sehingga dapat
disimpulkan data terdistribusi tidak normal.
Hasil analisa deskriptif, uji parametric t-test dan uji non parametric t-test dapat dilihat sesuai
dengan table dibawah ini :

Perlakuan Uji berpasangan


Variabel Setelah LPS Melatonin 1 Melatonin 2 Pre- Post 1- Pre-
(Pre) (Post 1) (Post 2) post 1 post 2 post 2
163,33 ± 171,67 ± 0,028* 0,005* 0,028*
Kontrol 133 ± 19,97 b a b
13,84 15,88
149,17 ±
Perlakuan 133,5 ± 17,09 132,83 ± 50,7 0,500a 0,538a 0,979a
39,23
Tidak
berpasanga 0,589d 0,424c 0,124c
n
Keterangan : Nilai dalam tabel asalah Rerata ± SD
a b c
* Signifikan p < 0,05; Uji Paired t-Test; Uji Wilcoxon; Uji Independent t-Test;
d
Uji Mann Whitney

Tabel 2. Hasil Uji Beda Berpasangan dan Tidak Berpasangan


Berdasarkan tabel diatas, uji Paired t-Test, perbandingan kadar gula darah sewaktu pada
kelompok kontrol pre-post 1 yaitu p = 0,028, pada post 1-post 2 diperoleh p = 0,005, dan
pada pre-post 2 diperoleh p = 0,028 sehingga dapat disimpulkan ketiga data tersebut memiliki
perbedaan kadar gula darah sewaktu yang signifikan karena nilai p < 0,05.
Selanjutnya dengan uji Independent t-Test, perbandingan kadar gula darah sewaktu antara
kelompok kontrol dan perlakuan setelah LPS diperoleh p = 0,589, pada post 1 diperoleh nilai
p = 0,424, dan pada post 2 diperoleh nilai p = 0,124. Sehingga dapat disimpulkan pada ketiga
data tersebut memiliki perbedaan kadar gula darah sewaktu yang tidak signifikan yang
artinya LPS memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kadar gula darah sewaktu pada
kondisi sepsis terhadap kedua kelompok tersebut.

Kelompok
Variabel p
Kontrol Perlakuan
Δ Setelah LPS – Melatonin 1 30,33 ± 19,75 15,67 ± 52,87 0,873d
Δ Setelah LPS – Melatonin 2 38,67 ± 11,66 -0,67 ± 59,17 0,262d
Keterangan : d Uji Mann Whitney

Tabel 3. Hasil Uji Beda Selisih


Menurut uji normalitas terhadap variabel selisih setelah LPS dengan melatonin 1 maupun
melatonin 2, diperoleh hasil distribusi yang tidak normal sehingga dilanjutkan dengan uji
Mann Whitney. Hasil uji beda selisih pada variabel setelah LPS – melatonin 1 diperoleh nilai
p = 0,873, dan pada variabel setelah LPS – melatonin 2 diperoleh nilai p = 0,264. Sehingga
dapat disimpulkan pada kedua data tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak
signifikan.
Grafik selisih pre-post 1 dan pre-post 2 dapat dilihat pada gambar 10 dibawah ini :
45
40 38.67
35
30 30.33
25
Kontrol
20
Perlakuan
15 15.67
10
5
0 -0.67
-5 Δ Pre - Post 1 Δ Pre - Post 2

Gambar 1. Grafik selisih Jumlah Trombosit Pre dan Post


Nilai delta pre-post yaitu menunjukkan perubahan kadar gula darah sewaktu sebelum
pemberian melatonin dan setelah pemberian melatonin. Selisih rerata pre-post 1 pada
kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Selisih rerata pre-post 2 pada
kelompok perlakuan juga lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Menurut grafik diatas, terdapat peningkatan selisih kadar gula darah sewaktu pada kelompok
kontrol yaitu selisih pre dan post 2 jam terhadap selisih pre dan post 1 jam. Pada kelompok
perlakuan didapatkan penurunan selisih pre dan post 2 jam terhadap selisih pre dan post 1
jam.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengontrol beberapa faktor
seperti pengandangan hewan coba dan pemberian makanan. Pada penelitian ini
pengandangan hewan coba tidak dapat dipantau setiap saat sehingga memungkinkan
terjadinya stress akibat kontak dengan tikus lainnya didalam kandang yang sama serta
kebersihannya yang tidak dapat dipastikan apakah selalu dalam keadaan bersih atau tidak.
Dan pemberian makanan apakah sudah sesuai dengan pemberian makan standar atau tidak.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel penelitian yang
lebih banyak serta dengan marker dan terapi sepsis yang lain.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Melatonin tidak dapat menurunkan kadar gula darah sewaktu dengan jumlah yang signifikan.
Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian, pada kelompok kontrol terjadi peningkatan
kadar gula darah sewaktu yang signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi
penurunan kadar gula darah sewaktu yang sangat kecil. Sehingga pemberian melatonin pada
kondisi sepsis hanya sebagai suplemen pendukung terapi.
Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan marker lain pada sepsis untuk mengetahui sejauh mana
kerusakan yang diakibatkan oleh pemberian LPS.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar serta memperhatikan
durasi waktu dan interval dosis melatonin yang digunakan sehingga dapat mengetahui waktu
dan dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek pada jumlah trombosit tikus wistar model
sepsis.

Anda mungkin juga menyukai