Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. EMM (PT. Emas Mineral Murni) merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing
(PMA) seluruhnya dilakukan melalui pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, tanpa melibatkan Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten
Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tengah serta tidak melibatkan masyarakat yang akan
menerima dampak langsung dari aktifitas PT.EMM. PT. EMM mempunyai tanda batas pada
wilayah izin usaha pertambangan operasi produksi PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) pada
tanggal 9 Juli 2018, dengan luas area konsensi 10.000 Hektar. Lokasi izin berada di Area
Penggunaan Lain (APL) seluas 2.779 Ha, hutan lindung 4.709 Ha. Wilayah usaha terletak dalam
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 2.478 Ha yang terdiri dari APL 1.205 Ha dan HL 1.273
Ha. Lokasi pertambangan emas PT. EMM berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Beutong
Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya dan Kecamatan Pegasing.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Pemkab Nagan Raya (SK Bupati
Nagan Raya No.545/143/SK/Rev.IUP-eksplorasi/2013 tanggal 15 April 2013) kepada PT. Emas
Mineral Murni (PT. EMM) merupakan bagian dari suatu kebijakan pemerintahan dan keputusan
administratif pemerintahan atas tindak lanjut ketentuan Undang-Undang (UU) No.4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebelumnya, pada 11 Juni 2011, PT. EMM telah
memperoleh izin penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kehadiran PT. EMM di Nagan Raya saat ini menuai pro-kontra di kalangan masyarakat,
tentu harus disikapi dan dilihat secara jernih dari berbagai aspek, baik aspek normatif dan
sosiologis. Sebagaimana diketahui bahwa PT. EMM setelah memperoleh IUP dari Bupati Nagan
Raya, kemudian memperoleh izin pertambangan operasi produksi berdasarkan SK Kepala
BPKM No. 66/I/IUP/PMA/2017 tertanggal 19 Desember 2017. Dalam konteks perizinan
tambang PT. EMM di Nagan Raya yangg dikaitkan dengan dampak lingkungan, maka gambaran
dampak terhadap lingkungan itu seharusnya dituangkan dalam suatu kajian ilmiah dari kalangan
akademisi atau lembaga pemerhati lingkungan seperti Walhi sebelum lahirnya izin mengenai
analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dari instansi atau kementerian terkait.
Sangat mengherankan jika ada beberapa politisi di DPR Aceh yang menarik persoalan
PT. EMM ini ke dalam pusaran UUPA. Ada semacam antipati yang berlebihan tanpa didasari
oleh landasan persepsi hukum yang tekstual dan kontekstual, serat cenderung mengabaikan sisi
manfaat bagi kepentingan Aceh ke depan sebagaimana diamanahkan UUPA itu sendiri.
Ironisnya, DPRA pun sama sekali tidak berkutik pada saat Kemendagri membatalkan Qanun
Aceh No. 13 Tahun 2013 tentag Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Anda mungkin juga menyukai