Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
2.1.1 Pengertian Kosmetik
Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik adalah bahan atau sediaan
yang dimaksud untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Istilah kosmetik berasal dan kata Yunani yakni kosmetikos yang berarti keahlian
dalam menghias. Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,
diletakkan, diruangkan, dipercikkan atau disemprotkan, dimasukkan dalam, dipergunakan
pada badan atau bagian badan pada manusia dengan maksud membersihkan, memelihara,
menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat (Rostamailis,
2005).
2.1.2 Tujuan Penggunaan Kosmetik
Secara umum baik teori maupun praktek tujuan penggunaan kosmetik adalah untuk
memelihara dan merawat kecantikan kulit dengan kontinu/teratur. Tujuan dan penggunaan
kosmetik dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Melindungi kulit dan pengaruh-pengaruh luar yang merusak
2. Mencegah lapisan terluar kulit dan kekeringan.
3. Mencegah kulit cepat kering dan berkeriput
4. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daerah kulit tertentu.
5. Memperbaiki kondisi kulit.
6. Menjaga kulit tetap remaja (kencang).
7. Mengubah rupa/penampilan (Rostamailis, 2005).
2.1.3 Efek Kosmetik Terhadap Kulit
Ada berbagai reaksi negatif yang disebabkan oleh kosmetik yang tidak aman pada
kulit maupun sistem tubuh, antara lain (Tranggono, 2014) :
a. Iritasi
Reaksi iritasi langsung timbul pada pemakaian pertama kosmetik karena salah satu
atau lebih bahan yang dikandungnya bersifat iritan.
b. Alergi
Reaksi negatif pada kulit muncul setelah dipakai beberapa kali, kadang-kadang
setelah bertahun-tahun, karena kosmetik itu mengandung bahan yang bersifat alergenik
bagi seseorang yang menggunakannya.
c. Fotosensitisasi
Reaksi negatif muncul setelah kulit yang ditempeli kosmetik terkena sinar matahari
karena salah satu atau lebih dari bahan, zat pewarna atau zat pewangi yang dikandung
oleh zat kosmetik itu bersifat photosensitizer.
d. Jerawat (acne)
Beberapa kosmetik pelembap kulit yang sangat beminyak dan lengket pada kulit,
seperti yang diperuntukkan bagi kulit kering di iklim dingin, dapat menimbulkan jerawat
bila digunakan pada kulit yang berminyak. Terutama di negara-negara tropis seperti di
Indonesia karena kosmetik demikian cenderung menyumbat pori-pori kulit bersama
kotoran dan bakteri.
e. Intoksidasi
Keracunan dapat terjadi secara lokal maupun sistemik melalui penghirupan lewat
melalui hidung atau penyerapan lewat kulit, terutama jika salah satu atau lebih bahan-
bahan yang dikandung kosmetik itu bersifat toksik, misalnya merkuri didalam kosmetik
impor pemutih kulit pearl cream yang sudah dilarang peredarannya di indonesia oleh
pemerintah.
f. Penyumbatan fisik
Penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada dalam kosmetik
tertentu, seperti pelembab atau dasar bedak terhadap pori-pori kulit atau pori-pori kecil
pada bagian-bagian tubuh.
2.2 Krim Pemutih
2.2.1 Pengertian Krim Pemutih
Pemutih kulit merupakan suatu bahan yang digunakan untuk mencerahkan atau
merubah warna kulit yang tidak diinginkan (Rieger, 2000). Kosmetik krim pemutih
merupakan campuran bahan kimia atau bahan lainnya yang berkhasiat mampu memucatkan
noda hitam atau coklat pada kulit. Pemutih kulit adalah produk yang mengandung bahan
aktif yang dapat menekan atau menghambat melanin yang sudah terbentuk sehingga akan
memberikan warna kulit yang lebih putih (Tranggono, 2014)
2.2.2 Zat Aktif Dalam Krim Pemutih
Berikut ini adalah zat aktif yang biasanya terkandung dalam kosmetikkrim pemutih :
a. Vitamin A.
Vitamin A (retinoid atau retinol) memiliki kemampuan biologis yang sangat penting
dan bermanfaat bagi kulit, terutama untuk mengatasi masalah jerawat, penuaan, kelainan
kulit Iainnya seperti psoriasis. Beberapa keunggulan vitamin A dalam produk kosmetik
diantaranya adalah dapat dengan mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan
kandungan air kulit.
b. Vitamin C
Vitamin C sangat penting bagi kesehatan tubuh, oleh karenanya mengkonsumsi buah-
buahan dan sayuran yang kaya akan vitamin C sangat dianjurkan karena tubuh tidak bisa
mensintesanya sendiri. Salah satu manfaat vitamin C yang utama adalah sebagai
antioksidan. Berdasarkan penelitian, vitamin C sebagai kosmetik yang dipakaikan secara
topikal dapat diserap 20 kali lebih banyak ke dalam kulit dibandingkan secara oral.
c. Vitamin E
Sejak tahun 1920, vitamin E sudah banyak digunakan di dalam kosmetik perawatan
kulit (misalnya: minyak kecambah gandum yang sudah diproses secara dingin). Vitamin
E dapat ditemukan dalam beberapa jenis sayuran, minyak jagung, kedelai, tepung
gandum, kacang-kacangan dan margarin
2.3 Asam Retinoat
2.3.1 Pengertian Asam Retinoat
Asam retinoat atau tretinoin adalah bentuk asam dari vitamin A. Fungsi vitamin A
asam ini adalah berperan pada proses metabolisme umum (Hardjasasmita, 1991). Menurut
Menaldi (2003), asam retinoat merupakan zat peremajaan non peeling karena merupakan
iritan yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk stratum korneum yang
kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam dermis sehingga
kulit menebal dan padat, serta meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga menyebabkan
kulit memerah dan segar.
Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia asam retinoat adalah sebagai
berikut :

Rumus Molekul : C2OH28O2


Berat Molekul : 300,44
Pemerian : Serbuk hablur, kuning sampai jingga muda
Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform
2.3.2 Kegunaan Asam Retinoat
Asam retinoat mampu mengatur pembentukan dan penghancuran sel-sel kulit.
Kemampuannya mengatur siklus hidup sel ini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti aging
atau efek-efek penuaan (Badan POM, 2008). Penggunaan tretinoin yang sebagai obat keras,
hanya boleh dengan resep dokter, namun kenyataannya ditemukan dijual bebas kosmetik
yang mengandung tretinoin (Badan POM, 2006).
2.3.3 Efek Samping Asam Retinoat
Asam retinoat atau tretinoin juga mempunyai efek samping bagi kulit yang sensitif,
seperti kulit menjadi gatal, memerah dan terasa panas serta jika pemakaian yang berlebihan
khususnya pada wanita yang sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang
dikandungnya (Badan POM, 2008). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi
Sumatera Utara, produk krim pemutih yang dilarang penggunaannya dan mengandung
asam retinoat, antara lain RDL Hydroquinon Tretinoin Baby Face Solution 3 dan Maxi-
Peel Papaya Whitening Soap. Asam retinoat di label produk kadang ditulis sebagai
tretinoin. Asam retinoat ini dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan teratogenik
(cacat pada janin). Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A
(retinol). Asam retinoat ini sering dipakai sebagai bentuk sediaan vitamin A topikal, yang
dapat diperoleh dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada preparat untuk kulit
terutama untuk pengobatan jerawat, dan sekarang banyak dipakai untuk mengatasi
kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih (Andriyani,
2011).
2.3.4 Mekanisme Kerja Asam Retinoat
Asam retinoat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu:
1. Pengaktifan Reseptor Asam Retinoat (RAR). Interaksinya dengan RAR pada sel kulit
mampu merangsang proses perbanyakan dan perkembangan sel kulit terluar (epidermis)
sehingga asam retinoat secara topikal dengan dosis 0,05 atau 0,1 % mampu memperbaiki
perubahan struktur atau penuaan kulit akibat radiasi ultraviolet.
2. Pembentukan dan peningkatan jumlah protein NGAL (Neutrophil Gelatinase-Associated
Lipocalin). Asam retinoat dapat meningkatkan pembentukan dan peningkatan jumlah
protein NGAL yang mengakibatkan matinya sel kelenjar sebasea (sel penghasil sebum
atau minyak), yang kemudian akan mengurangi produksi sebum sehingga mampu
mengurangi timbulnya jerawat.
3. Berperan sebagai iritan asam retinoat juga bekerja sebagai iritan pada epitel folikel
(lapisan pada lubang tumbuhnya rambut) yang memicu peradangan dan mencegah
bergabungnya sel tanduk menjadi massa yang padat sehingga tidak menyumbat folikel
dan tidak menghasilkan komedo. Selain itu, asam retinoat juga meningkatkan produksi
sel tanduk sehingga mampu melemahkan dan mendesak komedo untuk keluar ( BPOM,
2007).
2.4 Metode Analisis
2.4.1 Analisis Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang
gelombang dan fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi. Jadi spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.
Spektroskopi UV–VIS adalah tekhnik analisis spektroskopi yang menggunakan
sumber radiasi elektromagnetik dan sinar tampak dengan mengunakan instrumen.
Spektrofotometri adalah penyerapan sinar tampak untuk ultraviolet dengan suatu molekul
yang daat menyebabkan eksitasi molekul dan tingkat dasar ke tingkat energi yang paling
tinggi. Satuan yang digunakan untuk menentukan panjang gelombang ini adalah
monokromator (1 nm = 10 -7 cm). Spektrum tampak sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm
(merah) sedangkan spektrum UV adalah 100 – 400 nm.
Mekanisme kerja spektrofotometri UV-Vis berdasarkan prinsipnya yaitu seberkas sinar
dilewatkan pada analat, setelah melewati analat, intensitas cahaya berkurang sebanding
dengan banyaknya molekul analat yang menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum
dan sesudah melewati bahan diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang
bersangkutan (Harjadi, 1993). Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada
suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap
oleh medium itu, dan sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh Io, Ia
intensitas sinar yang diserap, It intensitas sinar diteruskan, Ir intensitas sinar terpantulkan,
maka:
Io = Ia + Ir + It
Adapun Komponen spektrofotometri UV-Vis Untuk mendapatkan hasil pengukuran
yang optimum, setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik.
Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator dan
sistem optik.
a. Sebagai sumber sinar : lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran
UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel.
b. Monokromator : digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponenkomponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh
celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang
gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.
c. Optik-optik : dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar
melewati dua kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas
ganda (double beam) suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu
kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel, yang paling
sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang
digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri
ultraviolet yaitu: Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Panjang gelombang
yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi
absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat
diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu, selanjutnya pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian
absorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum
Lambert-Beer terpenuhi. Terakhir yaitu pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang
terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika
dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut
kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
2.4.1 Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Menurut Rohman (2007), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh
Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar,
selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya
berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara menurun (descending).
Keuntungan kromatografi planar adalah:
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Prinsip kromatografi Menurut Stahl (1985) mengemukakan kaidah dasar
kromatografi jerap yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama sekali, karena
itu ia bergerak paling cepat. Terdapat fase gerak dan fase diam dalam KLT. Menurut
Rohman (2007), Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. System yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organic karena daya elusi campuran kedua pelarut ini
dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Fase Diam KLT yaitu Lapisan dibuat dari salah satu penjerap dengan panjang
lapisan 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis totalnya 0,1-0,3 mm,
biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang baik
lembab dan bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985). Penjerap yang umum ialah silica
gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Dapat
dipastikan silica gel paling banyak digunakan. Silica gel ini menghasilkan perbedaan
dalam efek pemisahan yang terganyung kepada cara pembuatannya sehingga silica gel G
Merck, menurut spesifikasi Stahl, yang diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai
bahan standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti aluminium oksida dan silica
gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya (Stahl, 1985).
Deteksi Bercak pada KLT yaitu bercak pemosahan pada KLT umumnya merupakan
bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika,
maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara
fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan
radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk
senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak
dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi,
dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnyaa akan kelihatan
berfluoresensi (Rohman, 2007).
2.5 Analisis Jurnal
1. Judul
Analisis Asam Retinoat Pada Kosmetik Krim Pemutih Yang Beredar Di Pasaran Kota
Manado.
2. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah krim pemutih yang beredar di wilayah kota Manado
mengandung asam retinoat dan untuk mengetahui kadar asam retinoat yang terdapat pada
krim pemutih wajah tersebut.
3. Metode
a. Pembuatan Larutan Pembanding dan Larutan Uji
Timbang lebih kurang 3 g sampel pembanding dan sampel uji, masukkan
kedalam gelas kimia, bungkus dengan aluminium foil, tambahkan 10 mL metanol dan
kocok hingga homogen. Dinginkan dalam es selama 15 menit dan saring melalui
kertas saring Whatman No.41.
b. Pembuatan Larutan Pengembang
Sistem A: campuran n-heksan – asam asetat glasial 0,33% dalam etanol p.a
(9:1) v/v Sistem B: campuran n-heksan – aseton (6:4) v/v
c. Identifikasi Sampel dengan KLT
Lempeng KLT yang telah diaktifkan dengan cara dipanaskan didalam oven pada
suhu 1050C selama 30 menit dengan membuat batas penotolan dan batas elusi 10 cm.
Larutan pembanding dan larutan uji ditotolkan secara terpisah dengan menggunakan
pipa kapiler pada jarak 1,5 cm dari bagian bawah lempeng. Jarak antar noda adalah
2,5 cm, kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Lempeng KLT yang
telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam bejana KLT yang terlebih dahulu
telah dijenuhkan dengan fase gerak sistem A berupa n-heksan – asam asetat glasial
0,33% dalam etanol p.a (9:1) dan sistem B berupa n-heksan – aseton (6:4). Dibiarkan
fasa bergerak naik sampai mendekati batas elusi. Kemudian lempeng KLT diangkat
dan dibiarkan kering diudara. Diamati di bawah sinar UV254 berfluoresensi
memberikan bercak gelap, menunjukkan adanya asam retinoat (BPOM, 2011).
d. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri UV-Vis, yaitu kandungan asam retinoat
pada krim pemutih wajah sampel pembanding (Vitacid) sebesar 0,053%, sampel C
sebesar 0,021%, sampel D sebesar 0,026% dan sampel E sebesar 0,016%.
4. Hasil
5. Kesimpulan
1. Krim pemutih wajah dengan analisis kualitatif secara kromatografi lapis tipis pada
sampel krim pemutih wajah sampel C, D dan E positif mengandung asam retinoat
dengan memberikan bercak gelap dibawah penyinaran lampu UV254.
2. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri UV-Vis, yaitu kandungan asam retinoat
pada krim pemutih wajah sampel pembanding (Vitacid) sebesar 0,053%, sampel C
sebesar 0,021%, sampel D sebesar 0,026% dan sampel E sebesar 0,016%.

Anda mungkin juga menyukai