Anda di halaman 1dari 20

IDENTIFIKASI BATUBARA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 1D

KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI KAWASAN LAM APENG


KECAMATAN SEULIMUM KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH.

Disusun oleh:

Fadhil Ramadhana 16041070100


Mita Krisna Dewi 1604107010015

Dosen Pengajar:
Muzakir, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
laporan yang berjudul ” Identifikasi Batubara Menggunakan Metode Geolistrik 1D
Konfigurasi Shlumberger Di Kawasan Lam Apeng Kecamatan Seulimum Kabupaten
Aceh Besar, Provinsi Aceh” dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penulis semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi dari laporan ini agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin
masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
laporan ini.

Banda Aceh, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II ISI .................................................................................................................... 3

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 8

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara yang memiliki hasil alam yang melimpah salah satunya yaitu hasil alam
yang berupa batubara. Kandungan batubara bawah permukaan di Indonesia
diperkirakan cukup besar tetapi belum tereksplorasi dengan baik. Indonesia adalah
salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005, ketika
melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal.
Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas
menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100
cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India.
Endapan batubara adalah salah satu sumber daya alam yang digunakan sebagai
sumber energi alternatif pengganti minyak, sebagai sumber energi manusia.
Penggunaan batubara sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan manusia
semakin lama semakin meningkat. Eksplorasi batubara telah digalakkan untuk
memenuhi kebutuhan pemakaiannya sebagai sumber energi alternatif dalam rangka
mengantisipasi krisis sumber energi migas, maka perlu diketahui penyebaran dari
batubara di suatu tempat tertentu, sehingga dapat diketahui daerah yang prospek.
Penyebaran batubara di suatu tempat pasti diikuti dengan penyebaran kalori dan
kualitasnya, meskipun dalam wilayah tersebut umumnya kualitas dan nilai kalorinya
tidak jauh berbeda.
Lam Apeng adalah salah satu daerah yang terletak di Kecamatan Seulimum
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Lam Apeng merupakan daerah yang memiliki
potensi mineral berupa mineral batubara yang terdapat di bawah permukaan. Potensi
yang terdapat pada daerah ini yaitu seperti adanya kegiatan pertambangan dan energi
yang diproduksi di kawasan ini. Dikutip dari SerambiNews, kebakaran batubara di
daerah Lam Teuba dan Lam Apeng diketahui dari kebakaran hutan yang terjadi akibat
pembakaran lahan oleh warga untuk membuka lahan baru pada tahun 2016. Api
pembakaran tersebut menyambar endapan batubara. Berdasarkan pakar Geologi di
Aceh potensi batubara di kawasan temuan itu mencapai sekitar 1400 Ha. Ketebalan
lapisannya 3 meter, namun masih muda dan belum layak tambang.
Hasil telaah dan diskusi sejumlah ahli geologi di Banda Aceh menyimpulkan
bahwa lingkungan pengendapan batubara berada pada cekungan yang pernah di timbun
lahan gunung api purba. Adanya gunung api purba dapat dilihat dari banyaknya
bongkahan batuan vulkanik di sepanjang jalan. Salah satu metode geofisika yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi mineral batubara adalah metode geolistrik 1D
konfigurasi Schlumberger.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan benar adanya mineral
batubara di kawasan Lam Apeng agar dapat diinterpretasikan dan didapatkan hasil
signifikan dengan menggunakan salah satu metode geofisika yaitu dengan
menggunakan metode geolistrik 1D konfigurasi Schlumberger.

1.3 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk
kajian sesar di Desa Lam Apeng, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar bagi
pemerintah daerah, dengan sudah adanya beberapa penelitian terdahulu dengan
menggunakan metode yang berbeda, sehingga jika hasil-hasil penelitian tersebut ada
sinergisitas, maka akan menjadi penelitian terpadu, karena setiap metode pasti ada
kelebihan dan kekurangan.

1.4 Batasan Masalah


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara merupakan salah satu jenis sumber daya alam yang tersusun dari
bahan organik dan anorganik. Kandungan bahan organik ini berasal dari sisa-sisa
tumbuhan yang mengalami berbagai dekomposisi dan perubahan sifat-sifat fisik dan
kimia, baik sebelum maupun sesudah tertutup oleh endapan di atasnya. Sedangkan
bahan anorganik terdiri dari bermacam-macam mineral, terutama mineral lempung,
karbonat, silikat dan berbagai mineral lainnya yang jumlahnya lebih sedikit. Formasi
batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta Ha yang meliputi Pulau Sumatera, Pulau
Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Jawa dan Papua. Salah satunya di daerah Aceh
sendiri, terdapat daerah yang memiliki formasi batu bara yaitu di daerah Lam Apeng,
Seulimum, Aceh Besar (Amri,2000).
Aliran listrik didalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi
secara dielektrik.
a. Konduksi secara elektronik
Konduksi secara elektronik terjadi karena batuan atau mineral
mengandung banyak elektron bebas yang dapat mengalirkan arus listrik. Selain
itu, aliran listrik juga dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing batuan atau
mineral yang dilaluinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan atau mineral
tersebut adalah resistivitas. Semakin tinggi nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Resistivitas
memiliki pengertian berbeda dengan resintasi (hambatan), dimana resistansi
tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri
atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor
geometri.
b. Konduksi secara elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Batuan biasanya bersifat porus dan memiliki
pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Batuan-batuan tersebut menjadi
konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung
pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan
semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.
c. Konduksi secara dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron
bebas yang sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah
dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di
luar, sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini bergantung bergantung pada
konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan, seperti: mika.
Batuan dan mineral memiliki nilai resistivitas yang bervariasi. Menurut Telford
et al., (1990), berdasarkan nilai resistivitasnya, batuan digolongkan ke dalam beberapa
kategori yaitu konduktor, isolator, dan semikonduktor. Konduktor baik dicirikan
dengan nilai resistivitas antara 10-8 yang didalamnya berisi banyak elektron bebas
dengan gerakan yang sangat tinggi, semikonduktor dicirikan dengan nilai resistivitas
antara 107 yang memiliki jumlah elektron bebas yang lebih sedikit dan isolator
dicirikan dengan nilai resistivitas antara 107 yang memiliki ikatan ionik sehingga
elektron-elektron valensinya tidak bebas bergerak.
Besarnya aliran arus listrik dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga
dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan (Telford et al.,
1990: 445-447).
Nilai resistivitas berbagai bahan mineral bumi mempunyai interval nilai yang
berbeda, seperti disajikan pada tabel 1 (Telford et al., 1990).
Table 1.1. Reisitivitas Beberapa Batuan

Material Resistivitas pada


20 C (Ωm)
Udara 0
Air Asin 0.2
Air Tanah 0.5-200
Lempung 1-100
Pasir 1-1000
Tembaga 1.7
Magnesium 4.2
Besi 10.1
Khrom 13.2
Alluvium 10-800
Mangan 44-160
Kerikil 100-600
Batu Pasir 200-8000
Gamping 400-5000
Karbon 3000

2.2 Metode VES (Vertical Electrical Sounding)


Metode VES adalah metode pengukuran resistivitas 1D untuk memperoleh
variasi resistivitas bawah permukaan secara vertikal. Metode VES memanfaatkan sifat
penjalaran arus listrik yang diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua buah elektroda
kemudian diukur respon beda potensial yang terjadi antara dua buah elektroda yang
ditancapkan di permukaan (Tellford,dkk., 1990). Dari informasi nilai arus listrik yang
diinjeksikan dan besarnya respon beda potensial yang terukur, selanjutnya dapat
dihitung resistivitas semu batuan. Skema pengukuran dengan metode VES ditunjukkan
pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Skema pengukuran menggunakan metode Vertical Electrical


Sounding (VES). Simbol C menunjukkan elektroda arus dan simbol P
menunjukkan elektrode potensial.
Berdasarkan nilai arus listrik (I) yang diinjeksikan dan beda potensial (ΔV) yang
ditimbulkan, besarnya resistivitas (ρ) dapat dihitung denga persamaan rumus dibawah
ini :
𝛥𝑉
ρ=K 𝐼

Parameter K disebut faktor geometri. Faktor geometri merupakan besaran


koreksi terhadap perbedaan letak susunan elektroda arus dan potensial. Oleh karena
itu, nilai faktor geometri ini sangat ditentukan oleh jenis konfigurasi pengukuran yang
digunakan. Konfigurasi elektroda yang digunakan untuk pengukuran VES
menggunakan Konfigurasi Schlumberger.
Faktor geometri konfigurasi Schlumberger dapat dihitung dengan persamaan
dibawah ini :
1 𝑝2 𝑎
K= [ − ]
2 𝑎 4
Nilai resistivitas konfigurasi Schlumberger dapat dihitung dengan persamaan
dibawah ini :
𝑝2 𝑎 𝛥𝑉
ρ=𝜋[ − ]
𝑎 4 𝐼
Data resistivitas batubara yang diperoleh dari pengukuran dengan metode VES
masih merupakan nilai resistivitas semu. Untuk memperoleh nilai resistivitas
sebenarnya, maka dilakukan pengolahan data menggunakan inversi dengan bantuan
perangkat lunak EarthImager 1D.
Parameter yang diukur :
1. Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)
2. Arus (I)
3. Beda Potensial (∆ V)
Parameter yang dihitung :
1. Tahanan jenis (R)
2. Faktor geometrik (K)
3. Tahanan jenis semu (ρ )

2.3 Konfigurasi Tahanan Jenis Schlumberger


Kondisi atau struktur geologi bawah permukaan dapat diketahui dengan survey
geolistrik yang berdasarkan variasi tahanan jenis batuannya. Struktur geologi yang
dapat digambarkan dengan metode ini adalah yang mempunyai kontras tahanan jenis
yang cukup jelas terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya untuk keperluan eksplorasi
air tanah, mineral, geothermal (panasbumi). Konfigurasi metode geolistrik tahanan
jenis Schlumberger bertujuan untuk mengidentifikasi diskontinuitas lateral (anomali
konduktif lokal).
Prinsip dasar metode ini adalah menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi
menggunakan dua buah elektroda aruss, kemudian mengukur beda potensial melalui
dua buah elektroda lainnya di permukaan bumi. Arus listrik yang diinjeksikan akan
mengalir melalui lapisan batuan di bawah permukaan, dan menghasilkan data beda
potensial yang nilainya bergantung pada tahanan jenis dari batuan yang dilaluinya.
Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda
dapat digunakan untuk menunjukkan variasi nilai tahanan jenis lapisan dibawah titik
ukur (sounding point).
Metode geolistrik tahanan jenis seperti diperlihatkan pada gambar 2.2, arus
listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan beda potensial yang
terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.
Gambar 2.2. Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial di atas permukaan tanah
yang homogen isotropis dengan tahanan jenis ρ (Telford et al., 1990).
Menurut Akmam (2004) “Tahanan jenis yang terukur pada metode geolistrik
bukanlah tahanan jenis yang sesungguhnya, melainkan tahanann jenis semu (apparent
resistivity)”. Konsep tahanan jenis semu dengan menganggap medium berlapis terdiri
dari dua lapisan yang mempunyai tahanan jenis berbeda (ρ1 dan ρ2). Medium dua lapis
ini dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu nilai tahanan jenis
yaitu tahanan jenis semu ρa dalam pengukuran.
𝛥𝑉
ρa = K 𝐼

dengan ρa adalah tahanan jenis semu yang bergantung pada jarak elektroda.
Konfigurasi Schlumberger merupakan metode pengukuran gelistrik tahanan
jenis dengan menggunakan empat buah elektroda, masing-masing dua elektroda arus
dan dua elektroda potensial yang disusun dalam satu garis lurus, seperti yang terlihat
pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Konfigurasi Schlumberger


Nilai K konfigurasi Schlumberger, sebagai berikut:
𝜋 (𝐿2 −𝑙 2 )
K=
2𝑙
Berdasarkan nilai K yang diperoleh maka dapat dihitung tahanan jenis semu
untuk konfigurasi Schlumberger :
𝜋 (𝐿2 −𝑙 2 ) 𝛥𝑉
ρa =
2𝑙 𝑙
dimana, ρa adalah tahanan jenis semu, L adalah jarak elektroda arus, l adalah jarak
elektroda potensial, ΔV adalah beda potensial, I adalah kuat arus.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Akuisisi data metode geolistrik 1D dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran secara langsung di desa Lam Apeng, Kecamatan Seulimum, Kabupaten
Aceh Besar pada hari Minggu, 02 Desember 2018. Pengukuran dilakukan
menggunakan metode geolistrik resistivitas 1D untuk melihat kondisi bawah
permukaan dengan cara menancapkan elektroda pada satu lintasan dengan panjang
lintasan 200 m. Pada lintasan sepanjang 200 m, dengan pembagian 100 m ke arah
kanan dan 100 m ke arah kiri ditancapkan 4 elektroda dengan 2 elektroda arus dan
2 elektroda potensial dinjeksikan dengan memindahkan 2 elektroda arus nya..
Koordinat lokasi pengukuran berada pada N789605/610857.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran metode geolistrik 1D di desa
Lam Apeng. Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar adalah :
Tabel 3.1. Alat dan bahan yang digunakan
No Nama Alat dan Bahan Jumlah

1 Kabel 8

2 Elektroda 11

3 Ares 1

4 Baterai 1

5 Pemotong Kabel 1

6 Palu 3

7 Matras 1

8 Meteran 200 m

9 Kabel Power 1

10 Kabel Download 1

11 Kabel T 1

12 Kabel Adaptor 1

13 Kompas 1

14 GPS 1

15 HT 3

3.3 Metodologi Penelitian


a. Cara Penggunaan Alat
Pada metode ini akan diperoleh data resistivitas yang kemudian akan
diproses secara lanjut untuk menyelidiki lapisan bawah permukaan Lam Apeng,
Seulimuem, Aceh Besar. Alat yang digunakan adalah Ares. Data yang didapatkan
dari survei geolistrik 1D ini akan diproses ditahapan selanjutnya.Jumlah line yang
digunakan 1 line dan panjang line total yaitu 200 meter. Tahapan akuisisi data
dalam metode geolistrik 1D yaitu :
 Membuat lintasan menggunakan meteran sepanjang 200 m.
 Tancapkan elektroda MN dan AB sesuai desain yang telah ditentukan.
 Hubungkan kabel MN dan AB ke Ares.
 Pasang kabel penghubung, sesuaikan dengan posisi nya masing-masing.
Sambungkan ke baterai negatif dan positif. Jika sudah selesai, lepaskan
kabel positif terlebih dahulu pada baterai lalu negatif.
 Hidupkan alat kemudian lakukan setting pada alat dengan benar dan
masukkan jarak AB dan MN.
 Jika sudah siap semuanya, lakukan injeksi setiap 3 kali pengulangan.
b. Pengolahan Data
Penelitian ini dilakukan di desa Lam Apeng dengan parameter yang diamati
adalah arus (I), tegangan (V), dan jarak elektroda, sedangkan untuk parameter yangg
terhitung yaitu nilai tahanan jenis semu (ρa).
Pengukuran menggunakan metode Geolistrik dilakukan dengan
menginjeksikan arus melalui elektroda arus. Susunan elektroda diatur sesuai
konfigurasi Schlumberger secara manual melalui ARES. Kemudian menggeser
elektroda (dimulai jarak elektroda potensial M-N=1/2 jarak elektroda arus A-B),
selanjutnya pengukuran hanya dilanjutkan dengan memindahkan elektroda arus sampai
satu jarak dimana hasil ukur beda potensial M-N sudah kecil kemudian A-B dilebarkan
secara bertahap sesuai dengan yang telah ditentukan.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dijadikan suatu pemodelan yang
menghasilkan respons yang cocok. Dengan demikian, model tersebut dapat dianggap
mewakili kondisi bawah permukaan di tempat pengukuran data. Pada penelitian ini
untuk memodelkan perlapisan bumi diperoleh dengan menggunakan bantuan software
EarthImagerTM1D. EarthImagerTM1D merupakan sebuah software yang didesain untuk
mengolah data Vertical Electrical Sounding (VES) atau Induced Polarization (IP)
secara otomatis dan semi otomatis dengan berbagai macam variasi dari konfigurasi
rentangan yang umum dikenal dengan pendugaan geolistrik seperti dipole-dipole,
Schlumberger, dan Wenner. EarthImagerTM1D digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah geologi sesuai dengan kurva pendugaan yang dihasilkan. Program ini
jugg mengoreksi kombinasi nilai ketebalan dan harga resistivitas sebenarnya untuk
mendapatkan angka kesalahan (RMS error) terkecil setelah terjadi beberapa kali
iterasi. Angka kesalahan terkecil ini tergantung pada kualitas data lapangan serta
banyaknya parameter yang dimasukkan. Bila hasil perhitungan masih menunjukkan
angka kesalahan yang relatif besar, akan dicoba menambah atau mengurangi jumlahh
parameter yang dimasukkan dan proses perhitungan dimulai lagi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Pengukuran ini menggunakan bentangan sepanjang 200 m, ddengan panjang
lintasan kea rah barat sepanjang 100 m dan ke arah timur 100 m., sesuai dengan deagrre
100 ke arah utara. Kedalam yang dihasilkan 1/5 dari panjnag lintasan sehigga didapat
kedalam 20 m.
Dari data yang telah didapatkan di lapangan, menghasilkan jenis kurva K.
Dimana kurva K menunjukkan harga 𝜌 maksimum dan variasi lapisan batuan dengan
𝜌1 < 𝜌2 > 𝜌3 (pada lapisan pertama nilai resistivitasnya lebih kecil dibandingkan dengan
nilai resistivitas pada lapisan kedua dan resistivitas pada lapisan kedua lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai resistivitas pada lapisan ketiga). Setelah data di input ke
software earthimaginer didapatkan hasil bahwa pada lintasan yang diteliti di kawasan
Lam Apeng ditemukan perbedaan resistivitas pada setiap lapisan batuan yang
menandakan adanya perbedaan lapisan batuan.

Gambar 4.1. Hasil kurva dari pengukuran di Lam Apeng


Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan menggunakan metode
penyamaan kuva (kurva matching). Ada 3 (tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan
dalam intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan kurva, yaitu:
 Kurva Baku
 Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q
 Kurva Lapangan

Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui
bentuk umum masing-masing kurva lapangannya.

 Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan


dengan ρ1 > ρ2 < ρ3.
 Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan
ρ1 < ρ2 < ρ3.
 Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1
< ρ2 > ρ3. Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1
> ρ2 > ρ3.

Secara umum terdapat 2 lapisan. Pada lapisan pertama nilai resistivitasnya lebih
rendah yang berada pada kedalaman 0-5.54 m dan pada lapisan kedua memiliki nilai
resistiitas lebih tinggi dari lapisan pertama pada kedalaman 8.41-35.46. Pada lapisan
pertama nilai konduktivitasnya lebih rendah dari lapisan kedua. Pada lapisan pertama
ditemukan pada kedalaman 0-5.54 lapisan batuan lempung yang bercampur dengan
lapisan batuan andesit dan pada kedalaman 8.41-35.46 m terdapat lapisan batuan
lempung pada umumnya yang dipengaruhi oleh konduktivitas batuan tersebut. Pada
pengolahan ini iterasi yang digunakan adalah 2, dengan nilai RMS 7.23%.
Nilai RMSE menunjukkan tingkat perbedaan dari pengukuran nilai resistivitas
material terhadap nilai resisitivitas material yang sebenarnya. Semakin besar nilai
RMSE maka model yang diperoleh dari proses inversi akan semakin halus. Model yang
halus dengan nilai RMSE yang tinggi cenderung semakin tidak mewakili kondisi
sebenarnya dilapangan. Interpretasi dari model distribusi nilai resistivitas material
bawah permukaan Bumi dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai resistivitas material dan pola distribusinya. Faktor-faktor tersebut
antara lain jenis batuan, komposisi dan kondisi Alam (Nostrand, 1966:189).
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Pada lapisan pertama nilai resistivitas lebih rendah dari lapisan kedua
2. Hasil penelitian pada kedalaman 0-5.54 ditemukan lapisan batuan lempung
bercampur batuan andesit, sedangkan pada lapisan kedua ditemukan batuan
lempung.
DAFTAR PUSTAKA

Ardi, N. D., and Mimin, I. 2009. “Profil Resistivitas 2D pada Gua Bawah Tanah
Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger (Studi Kasus
Gua Dago Pakar, Bandung)”. Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 14 No 2 ISSN:
142-0917: hal 81.
Amri. 2000. “Reschedulling Pemanfaatan Energi Batubara Indonesia”. Tesis
ITB. Bandung.
Akmam. 2004. Existensi of Spring in Batulimbak Village Simawang Kecamatan
Rambatan Kabupaten Tanahdatar. Jurnal Prosiding Seminar PPD Forum
HEDS 2004 Bidang MIPA, ISBN 979-95726-7-3. Hlm 593-608.
Tellford, W.M., Geldart, L.P & Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics. New
York, Cambridge. 579-580.

Anda mungkin juga menyukai