PERSPEKTIF GENDER
(Evaluasi Terhadap Materi Buku Ajar Agama Islam)
Syafrida
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan
EmIL: Syafrida-ida@gmail.com
Abstract: Education is a tool for transferring the norms of society, knowledge and human capabilities, as
well as a tool to assess and convey ideas and new values, including the values and norms of gender. It is
known that many gender inequality occurred in society are assumed to arise because there is a gender bias
in education, including religious education. As an example of gender bias in the curriculum of Islam among
the materials about the origin of human events, the obligation to pray in congregation, the provisions of
polygamy, spousal function in marriage. In an effort to realize the religious understanding of the nature of
gender, then it should be required revisions to matters of gender bias in textbooks of the Islamic religion. It
should be stressed also awareness about the value of education gender perspective to all parties, especially the
author and editor of books on the fact that the curriculum is not gender neutral. Meanwhile, for the religious
teachers are required to be more critical and sensitive in identifying and examine all matters relating to
gender inequality in the learning process that takes place in their daily work.
Keywords: Gender, Textbooks, Islam
Abstrak: Pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan
kemampuan manusia, juga sebagai alat untuk mengkaji dan menyampaikan ide-ide dan nilai baru, termasuk
nilai dan norma gender. Diketahui telah terjadi banyak ketimpangan gender di masyarakat yang
diasumsikan muncul karena terdapat bias gender dalam pendidikan, termasuk pendidikan agama. Sebagai
contoh bias gender dalam kurikulum agama Islam di antaranya pada materi tentang asal kejadian manusia,
kewajiban salat berjama’ah, ketentuan poligami, fungsi suami-istri dalam munakahat. Dalam upaya
mewujudkan pemahaman keagamaan yang bersifat gender, maka sudah selayaknya diperlukan revisi
terhadap hal-hal yang bias gender dalam buku ajar Agama Islam tersebut. Perlu ditekankan pula penyadaran
tentang nilai-nilai pendidikan yang berperspektif gender kepada semua pihak khususnya para pengarang dan
editor buku tentang kenyataan bahwa kurikulum yang ada tidak netral gender. Sementara itu, bagi para
guru agama dituntut untuk lebih kritis dan sensitif dalam menelaah dan mencermati segala hal yang terkait
dengan ketimpangan gender dalam proses pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kesehariannya.
termasuk nilai dan norma gender. Nilai dan Selain itu semakin mengentalnya
norma tersebut ditransfer secara lugas kecenderungan bias gender ini dikarenakan
maupun secara tersembunyi, baik melalui para penulis buku menganggap kitab fiqh
buku-buku teks yang digunakan maupun yang menjadi rujukkannya sebagai sesuatu
pada suasana dan proses pembelajaran. yang final, sakral tidak bisa diubah.
Sebagaimana diketahui telah terjadi Realitas ini jelas akan menghantar
banyak ketimpangan gender di masyarakat pada gambaran sosok perempuan yang
yang diasumsikan muncul karena terdapat lemah secara fisik dan psikis dibandingkan
bias gender dalam pendidikan termasuk laki-laki. Akhirnya, citra perempuan dengan
pendidikan agama. Di antara aspek yang berbagai aspek negatifnya, mendarah daging
menunjukkan adanya bias gender dalam seiring sejalan dengan sejarah manusia dan
pendidikan dapat dilihat pada perumusan kemanusiaan itu sendiri.3
kurikulum. Implementasi kurikulum
pendidikan sendiri terdapat dalam buku ajar TINJAUAN TEORITIS
yang digunakan di sekolah-sekolah. Realitas
yang ada, dalam kurikulum pendidikan Gender dalam Diskursus Sosial
perempuan berada pada sektor domestik. kesimpulan yang beragam. Hal tersebut
Dengan kata lain, kurikulum yang memuat disebabkan oleh adanya perbedaan sudut
bahan ajar bagi siswa belum bernuansa netral pandang dan pendekatan dalam mencermati
gender baik dalam gambar ataupun ilustrasi hubungan gender dan dinamika interaksi
kalimat yang dipakai dalam penjelasan yang terjadi dalam hubungan gender pada
sebagai contoh dalam materi asal kejadian ketimpangan peran sosial antara laki-laki dan
munakahat. yang banyak mengandung bias Kata gender dan sex sebenarnya
gender. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan berbeda, kedua kata ini semakin penting
dalil-dalil (argumen hukum) yang diambil untuk dibedakan karena ada kaitan erat
sebagai rujukan berasal dari kita-kitab klasik antara perbedaan gender (gender differences)
yang penuh dengan budaya patriarkhi. dan ketidakadilan gender dengan struktur
58
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. kata sex. 10 Pengertian sex merupakan
Kata sex berasal dari bahasa Inggris yang pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin
berarti jenis kelamin.6 Kata sex dalam kamus manusia yang ditentukan secara biologis dan
lain dijelaskan, "Sex is the characteristics which melekat pada jenis kelamin tertentu, secara
distinguish the male from the female”. 7 Sex permanen tidak berubah atau sering
adalah ciri-ciri yang membedakan antara dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan
jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang Tuhan. Kata gender adalah suatu konsep
bersifat biologis. Misalnya jenis laki-laki yang mengacu pada peran-peran dan
adalah manusia yang memiliki penis, jakum, tanggung jawab laki-laki dan perempuan
memproduksi sperma dan seterusnya. sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural
Sedangkan perempuan adalah manusia yang yang dapat diubah sesuai dengan perubahan
memiliki alat reproduksi seperti rahim, zaman.
memproduksi sel telur, memiliki vagina, Berdasarkan uraian di atas dapat
payudara, dan lain-lain. disimpulkan bahwa kata gender dan sex
Menurut kamus Bahasa Inggris, kata adalah berbeda. Sex adalah jenis kelamin
gender diartikan sebagai "the grouping of yang bersifat biologis dan
words into masculine, feminine and neuter, kodrati/pemberian dari Tuhan yang bersifat
according as they are regarded as male, female or permanen, sedangkan gender adalah
without sex". Artinya gender adalah perbedaan tingkah laku (behavioral differences)
kelompok kata yang mempunyai sifat antara laki-laki dan perempuan yang secara
maskulin, feminim, atau tanpa sosial dibentuk (socially constructed).
keduanya/netral. 8 Mosse berpendapat, Perbedaan tingkah laku dan peran yang
konsep gender pada dasarnya berbeda dari bukan kodrat ini dibentuk melalui proses
jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis sosial budaya yang panjang, dan dapat
laki-laki atau perempuan merupakan berubah sesuai dengan kondisi zaman.
pemberian dari Tuhan, akan tetapi jalan yang Perubahan konsep gender pada masyarakat
menjadikan maskulin atau feminim adalah dapat terjadi melalui proses sosialisasi, yaitu
gabungan antara blok-blok bangunan proses menanamkan nilai-nilai dan adat
biologis dasar dan interpretasi biologis oleh istiadat masyarakat tertentu. Sosialisasi
kultur sosial. 9 gender tidak statis, melainkan berlangsung
Sejalan dengan pendapat Mosse terus menerus selama masih ada kehidupan
tersebut, Mansour Fakih ikut mempertegas di dunia ini. Peran gender mengambil bentuk
bahwa harus dibedakan kata gender dengan dalam peran sosial, seperti peran seseorang
Syafrida, Evaluasi Materi Pendidikan Islam Perspektif Gender...
pada sektor domestik dan publik. 11 Dengan demikian peran mendidik anak, mengasuh,
demikian peran gender merupakan peran memberi makan anak dan keluarganya
laki-laki dan perempuan yang sering dibebankan kepada perempuan, padahal
dikaitkan dengan status. sebenarnya laki-laki dengan fungsi
Peran gender sebenarnya dapat reproduksinya menghasilkan sperma dan
dipertukarkan dan hal tersebut sangat membuahi sel telur sehingga menghasilkan
tergantung pada kondisi dan situasi janin, seyogyanya laki-laki mempunyai
masyarakat di mana dia berada. Peran tanggung jawab yang sama dalam mendidik
seseorang dapat dikelompokkan ke dalam dan mengurus anak. Namun pada
tiga bagian, yaitu: 1. Peran publik atau kenyataannya peran tersebut dibebankan
disebut peran produktif (productive work), 2. kepada perempuan, dan dianggap sebagai
Peran domestik atau disebut peran kodrat perempuan.
reproduktif (reproductive work), 3. Peran sosial Peran berikutnya adalah peran sosial
kemasyarakatan (community kemasyarakatan atau manajemen komunitas
managing/manajemen komunitas). Ketiga yaitu aktivitas seseorang sebagai anggota
peran itu biasanya sering dilakukan masyarakat, seperti: kegiatan sosial, kegiatan
perempuan sehingga disebut “tiga serangkai keagamaan, dan lain-lain. Peran ini
peran perempuan” atau “triple roles”. 12 dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
Peran publik atau peran produktif dalam komunitasnya sebagai anggota
adalah kegiatan seseorang yang berkaitan masyarakat yang perlu sosialisasi dan
dengan pekerjaan yang dihargai dengan berinteraksi dengan anggota masyarakat
uang ataupun barang. Produktif mempunyai lainnya. Berdasarkan hal tersebut dapat
arti bersifat menghasilkan. mendatangkan, disimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan
memberi manfaat, hasil dan sebagainya. dapat berkiprah dalam ketiga peran tersebut
Dengan demikian pekerjaan perempuan di dan masing-masing peran dapat berubah
dalam rumah maupun di luar rumah apabila sesuai dengan kondisi zaman.
menghasilkan uang, maka berarti perempuan Peran, atribut dan identitas gender
tersebut telah melakukan peran produktif. seperti digambarkan di atas, selanjutnya
Peran domestik atau peran dibentuk dan mendapat peran menurut
reproduktif adalah kegiatan seseorang yang konstruksi budaya masyarakatnya. Beberapa
terkait dengan fungsi reproduksi dan tidak pandangan sosial budaya yang membedakan
menghasilkan uang atau barang. Contoh peran dan kedudukan antara laki-laki dan
fungsi reproduksi perempuan adalah hamil, perempuan memberikan stereotype yang
melahirkan, dan menyusui. Dengan berbeda-beda. Sebagai contoh seorang laki-
60
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
feminim dan dianggap sebagai pencari Kondisi inilah –disadari atau tidak- yang
nafkah tambahan. Selain itu menurut Arief seringkali melahirkan dan melembagakan
Budiman pembagian kerja secara seksual berbagai ketidakadilan yang seringkali
sudah berlangsung ribuan tahun, karena itu diskriminatif pada laki-laki dan perempuan
orang cenderung menganggapnya sebagai terhadap sesuatu yang didasarkan atas
suatu yang alamiah. 13 Perbedaan peran yang pembagian kerja menurut kategori jenis
dimiliki perempuan dan laki-laki sama kelamin dan asumsi ideologi patriarki.
nilainya. Akibat kuatnya ideologi gender yang
Stereotype yang diberikan masyarakat patriarkis yang berkembang di masyarakat
terhadap perempuan dan laki-laki tersebut ini, maka laki-laki dan perempuan tidak
merupakan peran jenis (sex role), peran jenis mempunyai kebebasan untuk menentukan
adalah perilaku spesifik yang diharapkan pilihan peran-peran sosial dan kultural
dan dipergunakan sebagai standar yang karena secara faktual ketidakadikan gender
diterapkan pada perempuan dan laki-laki. telah termanifestasikan dalam pelbagai
Kalau terjadi penyimpangan maka subjek bentuk keyataan sosial, budaya, ekonomi,
dianggap tidak mengikuti norma-norma politik dan agama.
yang berlaku. Peran jenis yang diberikan Jika ditelusuri keberlangsungan
kepada perempuan dan laki-laki dapat keterpurukkan perempuan salah satunya
melahirkan perbedaan peran-peran yang dilatarbelakangi oleh “kekurangarifan”
ditentukan secara sosial, yang pada masing- dalam menafsirkan dalil-dalil agama Islam
masing masyarakat berbeda dalam yang kemudian seringkali dijadikan dasar
menentukan peran tersebut, sehingga tidak utuk menolak kesetaraan jender. Kitab-kitab
ada peran gender yang benar-benar sama tafsir dijadikan referensi untuk melegitimasi
antara satu kultur dengan kultur lainnya. paradigma patriarki, yang memberikan hak-
Syafrida, Evaluasi Materi Pendidikan Islam Perspektif Gender...
hak istimewa kepada laki-laki dan cenderung dipimpin (ma‟mum). Perempuan boleh
memojokkan perempuan dengan menjadi pemimpin hanya terbatas pada
pendefinisian yang negatif. Pendefinisian kaumnya saja, yang berfungsi sebagai
sosok perempuan yang negatif ini kemudian pendukung kegiatan utama kaum laki-
diwariskan secara turun temurun yang pada laki, misalnya di Dharma Wanita,
akhirnya mengendap dalam alam bawah Muslimat, Aisyiah, Fatayat dan
sadar perempuan yang menimbulkan sebagainya.
ketimpangan relasi antara laki-laki dan 2. Perempuan cenderung dimarginalisasi,18
perempuan dalam hubungannya sebagai yaitu diposisikan dipinggir. Dalam
hamba tuhan. Dengan kata lain pemahaman kegiatan masyarakat, perempuan paling
akan posisi perempuan yang bias gender tinggi hanya menjadi seksi konsumsi
sudah dengan sendirinya tertradisikan di atau penerima tamu saja. Dalam rumah
masyarakat yang dibakukan oleh konstruksi tangga, perempuan adalah konco
budaya dan doktrin keagamaan serta wingking di dapur.
ditopang oleh nilai-nilai kultural dan 3. Kaum perempuan berada dalam posisi
ideologis. yang lemah, karenanya kaum
Sementara itu menurut Masdar. F. perempuan sering menjadi sasaran
Mas‟udi ketidakadilan dan diskriminasi tindak kekerasan (violence) oleh kaum
terhadap perempuan dalam masyarakat laki-laki. Dalam masyarakat, bentuk
disebabkan oleh banyak faktor. Pada kekerasan itu mulai dari digoda,
awalnya adalah disebabkan adanya dilecehkan, dipukul, dicerai sampai
stereotype yang cenderung merendahkan diperkosa.
posisi kaum perempuan, seperti bahwa 4. Akibat ketidakadilan gender itu, kaum
perempuan itu lemah, lebih emosional perempuan harus menerima beban
daripada nalar, cengeng tidak tahan banting, pekerjaan yang lebih berat dan lebih
tidak patut hidup selain di dalam rumah, dan lama daripada yang dipikul kaum laki-
sebagainya. 16 Menurutnya ada empat laki. Dalam bekerja, laki-laki paling aktif
persoalan yang menimbulkan stereotype maksimal bekerja rata-rata 10 jam/hari,
terhadap perempuan; sedangkan perempuan bekerja 18
1. Melalui subordinasi,17 kaum perempuan jam/hari. Pada umumnya beban ini
harus tunduk kepada kaum laki-laki. dianggap remeh oleh kaum laki-laki,
Pemimpin (imam) hanya pantas karena secara ekonomi dinilai kurang
dipegang oleh laki-laki, sedangkan berarti.19
perempuan hanya boleh menjadi yang
62
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
budaya patriarkhi bukan dari Islam, bahkan “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
sangat bertentangan dengan Islam.26 Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari "diri" yang satu, dan dari padanya
Allah menciptakan pasangannya, dan dari
Pangkal Stereotip Gender: Asal-usul pada keduanya Allah
Kejadian Manusia memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
Hampir semua agama dan kepada Allah yang dengan
kepercayaan membedakan asal-usul (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
kejadian laki-laki dan perempuan. Agama- meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
agama yang termasuk di dalam kelompok hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Abrahamic religions, yaitu Agama Yahudi, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
Agama Kristen, dan Agama Islam Cerita tentang asal-usul kejadian itu
menyatakan bahwa laki-laki (Adam) hanya ditemukan di dalam beberapa
diciptakan lebih awal dari pada perempuan. hadits.Keterangan dari Bibel dan hadits-
Di Dalam Bibel ditegaskan bahwa hadits mengilhami para exegesist,
perempuan (Hawwa/Eva) diciptakan dari mufassir, penyair, dan novelis menerbitkan
tulang rusuk Adam, seperti dapat dilihat berbagai karya. Karya-karya tersebut dapat
pada Kitab Kejadian (Genesis) 1:26-27, 2:18- mengalihkan pandangan bahwa seolah-olah
24, Tradisi Imamat 2:7, 5:1-2. Tradisi manusia, terutama laki-laki, secara biologis
Yahwis 2:18-24. Di antaranya yang paling adalah makhluk supernatural, terlepas sama
jelas ialah Kitab Kejadian 2:21-23: sekali dengan makhluk biologis lainnya,
seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.
"21 Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu Tidak heran kalau Darwin dengan teori
tidur nyenyak; ketika tidur, Tuhan Allah evolusinya dianggap "murtad" di kalangan
mengambil salah satu rusuk dari padanya, kaum agamawan, karena mengembangkan
lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 faham yang bertentangan dengan teks Kitab
Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah Suci.
dari manusia itu, dibangunNyalah seorang
perempuan, lalu dibawaNya kepada Bias Gender dalam Pendidikan
manusia itu".27 (Bibel Edisi Indonesia).
Berbeda dengan Bibel, al-Qur'an Rendahnya kualitas hidup
menerangkan asal-usul kejadian tersebut di perempuan Indonesia terlihat pada beberapa
dalam satu ayat pendek (QS. al-Nisa' (4): 1): aspek diantaranya adalah pada aspek
64
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
66
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
bertahan. Satu-satunya cara yang dianggap quldi, yang mana Siti Hawa dibujuk oleh
aman adalah dengan membunuh Syaithan untuk memakan buah quldi,
kepribadian mereka untuk kemudian seterusnya Siti Hawa membujuk Nabi Adam
mengikuti keinginan masyarakat dengan untuk mau mengikuti saran syaithan”.
menjadi suatu objek yang diinginkan oleh Berdasarkan sejarah yang yang dipaparkan
laki-laki. Objek yang diinginkan ini selalu bahwa perempuan tercipta dari bagian tubuh
berkaitan dengan tubuhnya. laki-laki yaitu tulang rusuk yang bengkok, ini
Jadilah mereka kemudian anak-anak mengindikasikan bahwa perempuan tidak
perempuan yang mengikuti stereotip yang sama dengan laki-laki tapi adalah bagian dari
diinginkan seperti tubuh langsing, wajah laki-laki. Pada giliran membawa pemahaman
putih nan cantik, kulit halus dan lain bahwa perempuan adalah manusia yang
sebagainya. Tidak heran jika semakin banyak lemah. Dari kisah terusirnya Nabi Adam dan
anak perempuan mengusahakan penampilan Siti Hawa dari syurga karena Siti Hawa yang
sempurna bak peragawati dengan cara-cara membujuk Nabi Adam untuk memakan
yang justru merusak tubuhnya. buah quldi. ini mengisyaratkan bahwa
Padahal, di sekolah, siswa perempuan perempuan mudah digoda oleh syaithan,
umumnya memiliki prestasi akademik yang selanjutnya perempuan sering
lebih baik jika dibandingkan dengan laki- menjerumuskan laki-laki dengan bujuk
laki. Situasi dan kondisi memungkinkan rayunya, yang notabenenya membawa
mereka jauh lebih tekun dan banyak pemahaman bahwa perempuan adalah
membaca buku. manusia penggoda dan sering
menjerumuskan pasangannya.
Bias Gender dalam buku ajar Agama Islam Selain itu, dalam buku-buku ajar
agama Islam untuk SD mulai kelas 1-3,
Terdapat beberapa bagian yang bias Kisah-kisah Nabi dan Rasul diceritakan
gender dalam kurikulum agama Islam hanya kisah Nabi dan Rasul dari kaum laki-
diantaranya pada materi tentang asal laki saja.29 Hal senada juga dapat dilihat pada
kejadian manusia, “ dijelaskan bahwa laki- tema Profil tokoh di dalam buku ajar SMP
laki diciptakan dari tanah sementara kelas 3 terbitan Ganeca 30 juga pada tema
perempuan di ciptakan dari tulang rusuk Sepenggal Kisah atau Kisah Islami dalam
Nabi Adam” . selanjutnya dijelaskan sebab buku ajar SD Kelas 1-6 terbitan Erlangga. Di
manusia terusir dari syurga adalah karena dalam dua buku terakhir yang penulis
Nabi Adam dan Siti Hawa memakan buah sebutkan profil tokoh yang dikisahkan lebih
Syafrida, Evaluasi Materi Pendidikan Islam Perspektif Gender...
banyak pada gambaran ketokohan dan sementara ayah dan anak laki-lakinya sedang
ketauladanan seorang laki-laki dibandingkan berbincang-bincang. 34 Hal ini jelas sekali
perempuan. 31 Dari teks di atas dapat menunjukkan domestifikasi pekerjaan
dipahami bahwa yang dapat menjadi orang perempuan.
baik adalah laki-laki, sedangkan perempuan Kalimat-kalimat di atas tersebut
tidak dapat menjadi seorang yang menjadi mensosialisikan domestifikasi pekerjaan
suri tauladan.32 perempuan dalam rumah tangga. Sementara
Bias Gender yang lain dalam buku itu dalam tema-tema tentang wudu, salat
ajar Agama Islam juga terdapat dalam berjama‟ah (fiqih) mayoritas gambar yang
bentuk gambar dimana dalam topik dibuat adalah gambar laki-laki.
Takabur(sombong) digambarkan sekelompok Penggambaran ini bagi penulis juga bernuasa
perempuan yang sedang membicarakan bias gender karena kewajiban pelaksanaan
seorang perempuan yang sombong. Secara dan praktek ibadah (fiqih) tidak hanya
implisit ilustrasi gambar yang diberikan juga dibebankan kepada laki-laki tetapi juga bagi
telah menumbuhkan dan membangun bias perempuan.35
gender bagi yang membaca ataupun Persoalan bias gender dalam masalah
melihatnya dimana perempuan akan fiqih yang lain, adalah tentang salat jama‟ah,
diidentikan dengan sosok yang suka dan munakahat. Dalam buku pendidikan
mengunjing, menggosip dan sebagainya. Hal Agama Islam untuk SD KELAS 3 Bab VI
senada juga dapat dilihat pada bahasan tentang Shalat jama‟ah 36 dijelaskan bahwa
rukun iman dimana terdapat satu keluarga ketentuan menjadi imam, yaitu :(a)laki-laki
yang sedang beraktifitas; sosok anak laki- mengimami laki-laki-laki; (b)laki-laki
lakinya digambarkan sedang belajar, mengimami perempuan; (c)perempuan
Ayahnya sedang melihat pemandangan, mengimami pertempuan; (d)laki-laki
sementara si Ibu memasak di dapur. 33 mengimami banci; (e)banci mengimami
Selain melalui gambar, bias gender perempuan 37 . Dalam buku itu, Latihan II
juga dapat terlihat pada ungkapan ataupun No.3, terdapat pertanyaan: “ Bolehkan
narasi kalimat dalam uraian materi. Dalam perempuan mengimami laki-laki ?”
uraian pokok bahasan adab makan dan Hal senada juga terdapat dalam buku
minum, terdapat kalimat, ”kemudian Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan
bantulah ibumu membereskan meja makan‟ Agama Islam untuk kelas 1 SLTP, Bab VII
dengan ilustrasi gambar adegan keluarga tentang salat berjama‟ah,dijelaskan bahwa
yang selesai makan,si Ibu dan anak syarat-syarat menjadi imam, yaitu; (a)sehat
perempuan membereskan peralatan makan, akalnya; (b)harus baik dan benar bacaannya;
68
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
(c)harus laki-laki ( tidak boleh perempuan perzinahan, karena istrinya dalam keadaan
menjadi imam laki-laki; (d)lebih tua sakit yang menahun dan tidak dapat
umurnya; (f)hendaknya memiliki melaksanakan kewajibannya sebagai seorang
pengetahuaan yang memadai, khususnya istri, dan sebaginya. 39
tentang salat berjama‟ah 38 Dari teks tersebut, tampak bahwa
Dari teks di atas, dapat dipahami dasar hukum bagi poligami diambil dari
bahwa perempuan tidak dapat menjadi surat An-Nisa ayat 3 dan Undang-undang
imam bagi laki-laki dengan dipertegas salah Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 5 tentang
satu syarat untuk menjadi imam adalah poligami yang menjelaskan bolehnya
harus laki- laki (tidak boleh perempuan poligami yaitu :(1) Istri tidak dapat
menjadi imam). Dari teks ini timbul menjalankan kewajiban sebagai istri; (2) Istri
pertanyaan, “Mengapa perempuan tidak mendapat cacat badan atau penyakit yang
boleh mengimami laki-laki?‟, “bagaimana tidak dapat disembuhkan dan (3) Istri tidak
jika yang menjadi makmum itu laki-laki yang dapat melahirkan keturunan.
masih kanak-kanak?”, “ atau bolehkah Berdasarkan Asbab an-Nuzul
perempuan mengimami laki-laki karena diketahui jelas permasalahan ayat tersebut
bacaan salatnya lebih fasih dan „alim bukan dalam konteks perkawinan melainkan
dibandingkan laki-laki yang menjadi dalam konteks pemeliharaan anak yatim.
makmum?‟. Dalam masalah ini penyusun buku
Dalam buku Integrasi Budi Pekerti tampaknya memandang alasan
dalam Pendidikan Agama Islam untuk kelas dibolehkannya praktik berpoligami hanya
1 SLTP, Bab XII tentang munakahat, dilihat dari perspektif kepentingan laki-laki,
dijelaskan bahwa” dalam ajaran Islam tidak tidak mempertimbangkan kepentingan
ada larangan seorang laki-laki beristri sampai perempuan. 40
batas empat. Akan tetapi, untuk
melaksanakan hal itu harus dapat memenuhi Rekonstruksi Materi Pendidikan Agama
syarat-syarat yang sangat berat, yaitu bisa Islam
berlaku adil dalam mengatur kebutuhan tiap-
tiap istri”. Dasar hukum yang digunakan Dalam upaya mewujudkan
adalah surah An-Nisa : 3. Selain itu, pemahaman keagamaan yang bersifat gender,
dijelaskan bahwa salah satu alasan boleh maka perlu diadakan pembukaan ruang
melakukan poligami adalah untuk keadilan gender melalui optimalisasi proses
menghindarkan seorang laki-laki melakukan pendidikan Islam. Optimalisasi yang
Syafrida, Evaluasi Materi Pendidikan Islam Perspektif Gender...
dimaksudkan adalah upaya untuk mengikis dan dirumuskan dengan sudut pandang laki-
bias gender yang terjadi dalam segala proses laki. Sehingga mereka tidak lagi membuat
pendidikan Islam. Optimalisasi tersebut gambar ataupun narasi bahan ajar agama
meliputi optimalisasi tujuan, metode,dan yang bias gender. Sementara itu, bagi para
materi pendidikan Islam. Tujuan pendidikan guru agama dituntut untuk lebih kritis dan
Islam bisa dioptimalkan melalui perumusan sensitif dalam menelaah dan mencermati
kembali tujuan pendidikan yang tidak segala hal yang terkait dengan ketimpangan
mengarah kepada bias gender. Yaitu dengan gender dalam proses pembelajaran yang
lebih memprioritaskan kepada:1)peneguhan berlangsung dalam kerja kesehariannya.
nilai kemanusiaan tanpa membedakan jenis
kelamin. 2)pengembangan pengetahuan KESIMPULAN
secara dinamis agar tidak tertinggal 3)
membentuk kesadaran individu yang Tidak dapat dipungkiri bahwa
mempunyai kepekaan sosial 4) komunikasi banyak ketentuan hukum Islam yang
secara terbuka 5) tanpa membedakan jenis membedakan norma hukum untuk laki-laki
kelamin. dan perempuan. Namun perbedaan tersebut
Dengan demikian sudah selayaknya tidak menyebabkan terjadinya kesenjangan
diperlukan revisi terhadap materi-materi dan ketidakadilan, semuanya bermuara
yang bias gender dalam buku ajar Agama untuk saling melengkapi. Ketidakadilan yang
Islam tersebut. Revisi ini menjadi penting terjadi selama ini lebih disebabkan oleh
dikarenakan pemahaman keagamaan yang hukum Islam yang dipahami secara tekstual,
bias ini jusru menjadi pemahaman mayoritas dan juga budaya yang sudah mendarah
di masyarakat. Kenyataan ini dilatar daging dalam kehidupan masyarakat yang
belakangi karena umat Islam memahami mulai dari keluarga, masyarakat dan
ajaran agamanya secara dogmatis dan bukan lingkungan sekolah.
berdasarkan penalaran yang kritis kususnya Pada akhirnya kesetaraan gender
pengetahuan agama yang menjelaskan peran dalam proses pembelajaran memerlukan
dan kedudukan perempuan. keterlibatan seluruh pihak, Depag,
Perlu ditekankan pula penyadaran Depdiknas sebagai pengambil kebijakan di
tentang nilai-nilai pendidikan yang bidang pendidikan, sekolah secara
berperspektif gender kepada semua pihak kelembagaan dan terutama guru. Dalam hal
khususnya para pengarang dan editor buku ini diperlukan standardisasi buku ajar yang
tentang kenyataan bahwa materi buku ajar salah satu kriterianya adalah berwawasan
yang ada tidak netral gender artinya disusun gender. Selain itu, guru akan menjadi agen
70
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015
39 Tim Abdi Guru: M. Nasikhin dan Hanif Hornby, AS. (1987). Oxford advanced
Nurcholish, Pedoman Belajar Agama Islam dictionary of current English, (London:
untuk SLTP KELAS 2, ( Jakarta : Gelora Aksara
Pratama, 2003), h. 112-113
Oxford University Press, 1987).
40 Huzaemah Tahido Yanggo, „Pandangan Islam Louise Ricklander, “ Women and Politics”,
tentang Gender, „ dalam Mansour Faqih, dalam Women at work Psychological
Membincang Feminisme: Diskursus Gender and Organizaational Perspective, ed.
Persfektif Islam, cet. I, ( Surabaya: Risalah
Michael A. West (Philadelphia :
Gusti, 1996), h. 155
Open University Press, 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Mansour Fakih, Analisis gender dan
Ahmad Tafsir, Flsafat Pendidikan Islam transformasi social, (Yoyakarta:
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Pustaka Pelajar 2005).
2006).
Moser, C.O.N., Gender planing and
Achmadi Wahid, M. Ag dan Drs. H. development; theory, practice and
Masrun, Pendidikan Agama Islam training, (London: Routledge, 1993).
untuk SMP kelas 3, (Jakarta: Ganeca
Exact, 2005) Mosse, J.C., Half the worl, half a chance an
introduction to gender and development,
Ahmad Syafi‟i Mufid, Integrasi Budi Terjemahan Hartian Silawati,
Pekerti dalam Pendidikan Agama Gender dan Pembangunan, (Oxford:
Islam untuk kelas 1 SLTP, (Jakarta: Oxfam, 1985).
Ghalia Indonesia, 2002).
Muhadjir Darwin, & Tukiran, Menggugat
Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Budaya Patriarkhi, (Yogyakarta:
seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis Pusat Penelitian Kependudukan
tentang Peran Wanita di dalam UGM, 2001).
Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia,
1985). Musdah Mulia, Menggagas Kurikulum
Yang berperspektif Gender,
Asriati Djamil dan Lubis, A., Seks dan ( Jakarta : Jurnal Inovasi, Vol VI/
gender. Dalam Pengantar Kajian No .01/ 2003).
Gender, (Jakarta: PSW UIN Syarif
Hidayatullah kerja sama dengan Nasaruddin Umar, Argumen kesetaraan
McGill Project/IISEP, 2003). gender: perspektif Alqur'an, (Jakarta:
Paramadina, 2002).
Cholil Umam, dkk., Pendidikan Agama
Islam untuk SD Kelas 3, (Sidoarjo:
Duta Aksara, 2003).
Syafrida, Evaluasi Materi Pendidikan Islam Perspektif Gender...
74