Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK

Disusun Oleh:
KELOMPOK II
Anesia RSA1C113001
Yoos Yuliarso RSA1C113008
Ade Bitalia Pasaribu RSA1C113009
Ahmad Maulana Ardi RSA1C113019
Riski Mutiara RSA1C113020
Mega Musfita Sari RSA1C113024

Asisten:
1. Daniel Marison
2. Dhani Windra Gusva
3. Ekin Dwi Arif Kurniawan
4. Jauza Hardhy
5. Lisa Purnama
6. M. Dedy Heriyansyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... i

PERCOBAAN I .................................................................................................................................................. 1

PERCOBAAN II............................................................................................................................................... 16

PERCOBAAN III ............................................................................................................................................. 33

PERCOBAAN IV ............................................................................................................................................. 47

PERCOBAAN VI ............................................................................................................................................. 60

PERCOBAAN VII ............................................................................................................................................ 88

i
PERCOBAAN I

PEMISAHAN DENGAN JALAN PENGENDAPAN

I. Hari, tanggal : Minggu, 22 Maret 2015

II. Tujuan

1. Untuk mempelajari teknik pemisahan suatu zat dari campurannya.


2. Mengetahui hubungan antara Ksp dan pengendapan
3. Mengetahui prinsip metode gravimetric
4. Mengetahui pengaruh kopresifitasi
5. Memisahkan dan menentukan ion perak (I), besi (II) dan krom (III) dengan
cara Gabungan pengendapan dan volumetric

III. Pertanyaan Prapraktikum

1. Jelaskan keterkaitan antara Ksp dan pengendapan suatu senyawa ?


2. Uraikan bagaimana perhitungan sehingga diperoleh bahwa 1 ml Na Tiosulfat
0,1 N setara dengan 0,02533 gr dikromat trioksida ?
3. Apakah yang dimaksud dengan kofresifitasi dan bagaiman pengaruh terhadap
perhitungan kadar pada analisis gravimetric ?

Penyelesaian

1. KSP adalah nilai maksimum kelarutan ion – ion yang ada dalam larutan. Jika
hasil kali konsentrasi ion – ion melampaui harga Ksp ion tersebut maka
sebagai ion akan bergantung membentuk endapan. Jadi dengan ini dapat
diramaikan terjadi atau tidaknya endapan dengan membandingkan nilai
perkalian ion – ion (+/-) dengan nilai Ksp. Untuk terjadinya pengendapan Q ˃
Ksp larutan lewat jenuh.
𝑔𝑟
2. n Na tiosulfat = N x valensi x V n = Cr2O3 = 𝑀𝑟
0,02533
= 0,1 x 2 x 1 x 10-3 = 152

= 0,2 x 10-3 = 0,00016

1
= 2 x 10 -4 = 0,0002 mol
= 0, 0002 mol
3. Kopresipitasi dapat terjadi karena terbentuknya Kristal campuran atau oleh
adsopsi ion – ion selama proses pengendapan. Kristal campuran ini memasuki
kisi Kristal endapan, sedangkan ion – ion yang teradsorpsi ditarik kebawah
bersama endapan pada proses koagulasi.

IV. Tinjauan Pustaka

Kelarutan didefenisikan sebagai konsetrasi molar dari larutan jenuhnya.


Pembnetukan endapan adalah salah satu teknik pemisahan dengan pengendapan
ini disebut gravimetric. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan. Suatu zat akan mengendap jika Ksp ion – ionnya
lebih besar dari konsepnya. (Sukarna, 2003 : 206).

Menurut Day (1981 : 189) Dasar pemisahan pengendapan adalah perbedaan


kelarutan analit (komponen atau konstituen yang dicari) dengan zat – zat atau
komponen lain yang tidak diinginkan. Metode pengendapan membutuhkan
pemahaman yang memadai tentang reaksi pengendapan yang meliputi :
a. Kelarutan endapan
Endapan didefenisikan sebagai jumlah konsentrasi yang sama dengan
konsetrasi molar dari larutan jenuh suatu endapan. Kelarutan bergantung pada
suhu, tekanan, kemurnian larutan dan komposisi pelarut. Umumnya kelarutan
endapan meningkat dengan kenaikan suhu, sehingga perubahan suhu dapat
menjadi dasar pemisahan. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan
konsentrasi zat – zat lain, adanya ion sekutu dan ion asing memberikan efek –
efek yang berbeda terhadap kelarutan.
b. Hasil kali kelarutan
Rumus umum hasil kali kelarutan menunjukkan bahwa hasil kali kelarutan
konsentrasi ion-ion pembentuk endapan jenuh yang sangat sedikit larut pada
setiap suhu tertentu adalah konstan.
c. Penerapan hubungan hasil kali kelarutan
Hubungan hasil kali kelarutan memungkinkan untuk menerangkan dan
meramalkan reaksi-reaksi pengendapan. Jika hasil kali ion dengan sengaja
dibuat lebih besar dari hasil kali kelarutannya dengan menambahkan suatu
garam lain dan dengan satu ion sekutu, sistem akan menyesuaikan diri melalui
pengendapan garam padat.

Menurut Rifai, (1995 : 85 ) terdapat sejumlah zat organic yang dapat


digunakan untuk dapat mengendapkan anion ataupun kation. Ada dua jenis bahan
pengendapan organic yakni : (1) yang membentuk khelat netral dan (2) yang
membentuk garam. Kebanyakan pengendapan organic tergolong pembentuk
khalet. Khalet mudah larut dalam pelarut organic seperti karbon tertraklorida dan
kloroform. Penggunaan pereaksi pengendapan organic memiliki keuntungan
yaitu :
a. Pengendapan ion logam secara kuantitatif, sebab kebanyakan khelat yang
terbentuk tidak larut dalam air.
b. Berat molekul besar
c. Cukup selektif dan spesifik terutama dengan pengaturan PH dan
pemakaian masking agent.
d. Endapan kasar dan bervolume besar sehingga mudah ditangani.

Menurut A.L Underwood (1995 : 73 – 74) salah satu metode pemisahan


pengendapan yang paling sering digunakan adalah metode gravimetri . Suatu cara
analisa gravimetric biasanya berdasarkan reaksi kimia seperti : aA + rR
AaRr. Dengan ketentuan a adalah molekul analit A, bereaksi dengan r molekul
pereaksi R. hasil AaRr biasanya merupakan zat dengan kelarutan yang kecil yang
dapat ditimbang dalam bentuk yang lain setelah dikeringkan atau yang dapat
dibakar menjadi senyawa lain dengan susunan yang diketahui dan kemudian
ditimbang. Misalnya kalsium dapat ditentukan secara gravimetri dengan
pengendapan dari kalsium oksalat dan pembakaran oksalat menjadi kalsium
oksida. Suatu pereaksi R biasanya ditambahkan untuk menekan kelarutan
endapan. Persyaratan yang harus dipenuhi agar gravimetric berhasil :
a. Proses pemisahan harus cukup sempurna hingga kuantitas analit yang
tidak mengendap secara analitik tidak ditemukan.
b. Zat harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni
Suatu analisis kimia umumnya terdiri dari 5 tahap utama yaitu : sampling,
perubahan bentuk analit kedalam bnetuk yang sesuai dengan cara analisis,
pengukuran, perhitungan dan interpretasi data. Tahap kedua merupakan tahap
yang menentukan dalam suautu analisis. Pda tahap ini sampel diperlakukan
sedemikian rupasehingga sesuai dengan cara atau teknik analisis yang
dipergunakan perlakuan yang dimaksud disini salah satunya adalah memisahkan
analit dari zat – zat lain yang dapat menganggu kegiatan analisis. Pengendapan
suatu kation dan anion dalam suatu larutan sampel yang terdiri dari berbagai jenis
kation atau anion dapat dilakukan berbagai cara. (Tim Dasar Pemisahan Analitik,
2008 : 1).

V. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:

1. Alat – alat gelas 1. Amoniak


2. Buret 2. Amonium Nitrat
3. Asam Klorida
3. Desikator
4. Aquadest
4. Hot plate 5. HNO3
5. Kaca Alroji 6. H2O2
7. Natrium Nitrat
6. Lampu spritus
8. NaOH
7. Neraca 9. Kertas Saring
8. Oven 10. KI
11. Sampel yang berisi kation ion
9. Pipet tetes
perak, besi dan crom
10. Thermometer

VI. Prosedur Kerja

6.1 Pemisahan dan penentuan perak

GELAS BEKER

 100 ml larutan sampel


 Ditambahkan NaCl 5 % tetes demi tetes diaduk
 Penambahan terus dilakukan sampai larutan sampel jernih (± 3
menit)

BEKER GELAS

 Diletakkan ditempat gelap ± 1 jammsebelum penyaringan

 Timbang kertas saring dan catat beratnya

 Lakukan penyaringan dengan hati – hati dan beri kode dengan


FILTRAT A

 Disisihkan terlebih dahulu ditempat aman

 Lalu endapan dicuci dengan asam nitrat 0,02 N 2 kali

KERTAS SARING

 Di panaskan dalam oven beserta endapannya dengan suhu 110 –


1300 C 1 jam
 Didinginkan dan keringkan
 Ditimbang endapannya sebagai berat AgCl
HASIL

6.2 Pemisahan Besi

BEKER GLASS + 100 ml larutan NaOH 9 %

 Dituangkan filtrate A dengan perlahan


 Didihkan campuran ± 3 menit dan didinginkan
 Ditambahkan beberapa ml larutan hydrogen peroksida 1 : 1 dan
didihkan
 Disaring endapan
 Cuci endapan dengan air panas
 Dipisahkan filtrate (Filtrat B ) dansatukan dengan air panas
 Larutkan dengan beberapa ml HCl 2 N, tambahkan amoniak 1 : 1
sampai ion mengendap
 Diuji dengan penambahan tetes demi tetes amoniak apabila
belum mengendap
 Lalu didihkan selama 1 menit
 Disaring endapan dan dicuci dengan larutan ammonium nitrat 1 %
2 – 3 kali
HASIL

6.3 Pemisahan dan penentuan krom

ERLENMEYER

 Dimasukan 25 ml filtrate B lalu tambahkan 5 ml asam klorida 1 : 1


 Ditambahkan 20 ml larutan KI IN dan 5 ml HCl 1 : 1 dan 20 ml
aquadest
 Dibiarkan selama 5 menit
 Lalu dititrasikan dengan larutan standar Na Tiosulfat 0,1 N
 Ditambah amilum lalu dititrasi kembali sampai warna biru tepat

HASIL hilang

VII. Data Percobaan

7.1 Pemisahan dan penentuan perak

Volume sampel = 50 ml
Volume NaCl yang digunakan = 8 ml
Berat kertas saring = 1, 0365 gr
Berat endapan + kertas saring = 1,38 gr
Berat endapan = 0,3435 gr

NO PERLAKUAN HASIL
1 50 ml sampel I NaCl 5 % Larutan berwarna orange dan
menghasilakn endapan
2 Larutan diletakkan ditempatkan Larutan dan endapan terpisah
gelap ± 30 menit
3 Kertas saringwhatman ditimbang Diperoleh massanya 1 gr
4 Dilakukan penyaringan Didapat filtrate A
5 Kertas saring dan endapan Endapan kering
dipanaskan dalam oven
6 Endapan ditimbang Hasil berat endapan 0,3435 gr

7.2 Pemisahan besi

Berat kertas saring : 1,05 gr


Volume larutan H2O2 : 10 ml
Volume larutan amoniak : 8,5 ml
Berat endapan : 0,29 gr
Filtrat A + NaOH 5 % : larutan berwarna merah

7.3 Pemisahan dan penentuan krom

Amilum FiltratB Natrium Trosulfat


Bening
15 ml 25 ml 10 ml

VIII. Pembahasan

1. Pemisahan dan penentuan perak

Perak merupakan logam berwarna putih , dapat ditimpa dan liat. Rapatan
tinggi (10,5 g/ml) dan melebur pada 900 C, tidak larut dalam asam klorida, asam
sulfat encer (IM) atau asam nitrat encer (2M). perak merupakan salah satu katin
yang berada pada golongan 1A bersama – sama dengan Pb2+ dan Hg2+. Dalam
larutan asam nitrat yang lebih pekat (8M) atau asam pekat panas, kation akan
melarut dengan reaksi.

6 Ag + 8 HNO3 6 Ag+ + 2 NO Î + 6 NO3- + 4 H2O

2 Ag + 2H2SO4 2 Ag+ + SO42- + SO2 Î + 2 H2O

Kation golongan ini akan terendap dengan reagen asam klorida. Pada
percobaan ini sampel yang diberikan diduga mengandung ion Ag+ sehingga akan
dilakukan pemisahan melalui cara pengendapan. Ag+ akan terendapkan dengan
penambah reagen tertentu, sementara filtratnya akan disisihkan untuk pengujian
kation lebih lanjut.tujuan dari penambahan Nacl 5 % dalam percobaan ini adalah
agar AgNO3 terendap dalam bentuk kationnya. Endapan yang terbentuk dari
penambahan NaCl dalam percobaaan adalah endapan garam klorida (AgCl) yang
berwarna putih.

Reaksi yang terjadi sebagai berikut : Ag+ + Cl- AgCl

Endapan AgCl merupakan endapan yang dapat melarut bila berada dalam
suhu tinggi. Penyinaran dengan cahaya matahari atau ultraviolet akan
menguraikan endapan perak klorida menjadi abu – abu atau hitam karena
terbentuknya logam perak. Setelah endapan dicuci dan dikeringkan maka endapan
ditimbang. Pada percobaan ini, berat endapan yang didapat adalah 0,3512 gr
dengan kadar perak klorida (AgCl). Pada 50 ml sampel 1 NaCl 5 % larutan
berwarna orange dan menghasilkan endapan. Saat larutan diletakkan tempat
gelap ± 30 menit larutan dan endapan terpisah. Saat kertas saring whatman
ditimbang massanya 1 gr dilakukan penyaringan dan didapat filtrate A dan kertas
saring dan endapan dipanaskan dalam oven hasilnya endapan kering.

Pada percobaan ini didapatkan berat endapan sebesar 0,3512 gr dengan


kadar perak klorida adalah % dengan perhitungan sebagai berikut :

𝐴𝑟 𝐴𝑔
% perak = 𝑀𝑟 𝐴𝑔𝐶𝑙 𝑥100%

108
= 143,5 𝑥100%

= 75,26%

2. Pemisahan Besi

Percobaan ini menggunakan filtrat sisa yang didapat dari percobaan


sebelumnya (pemisahan perak). Metode pemisahan yang digunakan masih tetap
sama, yakni menambahkan pereaksi spesifik agar kation besi terendapkan. Asam
klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer mampu melarutkan besi
menghasilkan garam-garam besi(II) dan gas hidrogen.
Fe + 2H+ Fe2+ + H2

Filtrat yang digunakan dalam percobaan ini ditambahkan NaOH 5% panas.


Penambahan NaOH akan menghasilkan endapan putih akibat terbentuknya besi(II)
hidroksida, Fe(OH)2 bila tidak terdapat udara sama sekali. Endapan ini tidak larut
dalam reagensia berlebih, tetapi larut dalam asam. Dalam percobaan yang
praktikan lakukan, tidak ada sedikitpun endapan putih yang terbentuk. Hal ini
dikarenakan endapan terkena udara dan teroksidasi dengan cepat menghasilkan
besi(III) hidroksida yang berwarna cokelat-kemerahan. Fungsi penambahan
hidrogen peroksida (H2O2) adalah sebagai reagen pereduksi (oksidator).
Seharusnya pada penambahan hidrogen peroksida akan terbentuk endapan
berwarna hijau kotor. Namun, sampai kepada penambahan 5 mL hidrogen
peroksida endapan belum juga terbentuk. Reaksi yang seharusnya tejadi pada saat
penambahan hidrogen peroksida (H2O2) adalah sebagai berikut :

Fe2+ + 2OH- Fe(OH)2

4Fe(OH)2 + 2H2O + O2 4Fe(OH)3

2Fe(OH)2 + H2O2 2Fe(OH)3

Endapan kemudian dicuci dengan air panas. Tujuan dari pencucian endapan
ini adalah menghilangkan kontaminasi pada permukaan endapan. Pencuci yang
digunakan adalah air panas, karena endapan Fe(OH)3 tidak larut dalam air panas.
Hal ini memungkinkan senyawa pengotor lain larut tetapi kuantitas endapan tidak
berkurang. Endapan kemudian dilarutkan dalam HCl dan ditambahkan amoniak.
Penambahan amoniak ini bertujuan agar endapan mengendap sempurna. Namun,
penambahan larutan amoniak harus dengan volume yang tepat. Karena jika
terdapat ion ammonium dalam jumlah yang lebih banyak, disosiasi ammonium
hidroksida akan tertekan dan konsentrasi ion hidroksil menjadi semakin besar,
sehingga hasil kali kelarutan besi(III) hidroksida tidak akan tercapai dan endapan
yang terbentuk justru akan larut. Endapan yang didapat disaring dan dicuci
kembali menggunakan ammonium nitrat. Berdasarkan data pengamatan diketahui
bahwa endapan FeCl3 yang didapatkan sebesar 0,29 gram dengan kadar FeCl3
sebesar 52,3 % .
𝐴𝑟 𝐹𝑒
% Besi = 𝑀𝑟 𝐹𝑒(𝑂𝐻) 𝑥100%
3

56
= 107 𝑥100%

= 52,3 %

3. Pemisahan Krom

Pada percobaan pemisahan kromium ini, filtrat sisa ditambahkan dengan


asam klorida 1:1. Fungsi penambahan HCl yakni untuk membuat logam ini larut,
kromium akan larut dalam asam klorida (HCl) encer maupun pekat. Reaksi ini kila
tidak terkena udara, akan membentuk ion-ion kromium(II). , penentuan kadar
krom dapat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi oksida-reduksimetri.
Titrasi oksidametri merupakan metode titrasi dimana larutan baku standar yang
digunakan mengalami oksidasi dan titrasi reduksimetri merupakan metode titrasi
dimana larutan baku standar yang digunakan mengalami reduksi. Penambahan
kalium iodida (KI) dalam larutan, bertujuan sebagai pereduksi pada sampel yang
bersifat oksidator. Sampel yang bersifat Oksidator akan direduksi oleh KI (kalium
iodida) secara berlebih dan akan menghasilkan I2 (Iodium) yang selanjutnya akan
di titrasi oleh Na2S2O3 ( natrium thiosulfat).Banyaknya volume Na2S2O3 ( natrium
thiosulfat) yang digunakan sebagai titran setara dengan I2 (iodium) yang
dihasilkan dan setara dengan kadar sampel.

Indikator pada metode ini menggunakan amilum. Amilum memiliki sifat


sukar larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi air membentuk senyawa
kompleks yang sukar larut dalam air jika bereaksi dengan iodium. Jika larutan
iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
2S2O3I- + I- S4O62- + I3-
S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-

Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjadi larutan
bening (dari warna biru sampai warna biru hilang). Jadi penambahan amilum
yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali
ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat dari I2 yang mudah menguap.Pada percobaan pemisahan
kromium ini dapat dikatakan gagal,faktor-faktor yang menyebabkan hal ini terjadi
karena larutan yang digunakan sudah rusak, padahal praktikan telah melakukan
percobaan ini sesuai prosedur.

IX. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Jelaskan fungsi penambahan zat lain dalam tiap prosedur kerja untuk
pemisahan dan penentuan Ag dan Cr ?
Jawab :
 Penambahan NaCl adalah untuk mengendapkan Ag menjadi AgCl
 Endapan dicuci dengan asam nitrat untuk menghilangkan zat – zat lain
yang ikut mengendap

2. Tentukan kadar Ag, Fe dan Cr dalam sampel ?


Jawab :
𝐴𝑟 𝐴𝑔
Kadar Ag = 𝑀𝑟 𝐴𝑔𝐶𝑙 x massa endapan x 100 %
107,86
= 143,35 x 0,3512 gr x 100 %

= 0,2642
𝐴𝑟 𝐹𝑒
Kadar Fe = 𝑀𝑟𝐹𝑒(𝑂𝐻)3 x massa endapan x 100 %
55,8
= 106,8 x 0, 41 gr x 100 %

= 21,42 %

3. Factor – factor apakah yang mempengaruhi hasil pratikum ini, analisis dengan
membandingkan hasil kerja kelompok saudara dengan satu kelompok lainnya ?
Jawab :
 Sifat endapan dapat dilihat ari harga KSp
 Pemberian ion pengendapan berlebihan
 Pada umumnya suhu tinggi akan memperbesar kelarutan endapan
 Sifat polaritas larutan perlu dikurangi dengan menambahkan misalnya
alcohol karena endapan elektrolit sebagai suatu senyawa polar juga akan
berkurang kelarutannya (lebih mudah mengendap).

X. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat


disimpulkan :

1. Pemisahan dengan jalan pengendapan merupakan metode pemisahan yang


paling umum dan sederhana. Pemisahan ini didasarkan pada hasil kali
kelarutan suatu senyawa ketika ditambah suatu ion sehingga menjadi reaksi
yang menghasilkan senyawa berbentuk Kristal, gelatin atau gumpalan amorf.
2. Pemisahan dengan jalan pengendapan yang dilakukan dalam percobaan ini
adalah :
 Pemisahan perak
Dengan cara menambahkan reagen pengendap tertentu. Endapan yang
didapat sebesar 0,3512 gr.
 Pemisahan besi
Dengan cara menambahkan reagen pengendap tertentu. Endapan yang
didapat 0,29 gr.
 Pemisahan dan penentuan krom
Dengan cara menambahkan reagen pengendap tertentu. Endapan yang
didapat berwarna bening.
3. Lima tahap analisis kimia yaitu sampling, perubahan bnetuk analit kedalam
bentuk yang sesuai dengan cara analisis, pengukuran, perhitungan dan
interpretasi data.

XI. Daftar Pustaka

Day RA, 1981. Analisis kimia kuantitatif, Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga
Rifai, 1995. Asas-Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Sukarna, I Made, 2003. Kimia Analitik Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Tim Dasar Pemisahan Analitik, 2008. Penuntun Pratikum DDPA. Jambi : Universitas
Jambi
Underwood, A.L, 1995 . Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta : Erlangga

XII. Lampiran

No Gambar No Gambar
1 2

Larutan sampel Penambahan NaCl


3 4

Penyaringan larutan Filtrat A


5 6

Endapan AgCl Pengeringan endapan


7 8

Filtrat A + H2O2

Penyaringan dan diperoleh endapan +


filtrat B
9 10

Melarutkan kembali endapan dengan HCl 2


N Penimbangan
11 12

Filtrat B + HCl Penambahan KI


13 14

Penambahan H2O Titrasi dengan Na2S2O3


15 16

Penambahan NH3 Pemanasan larutan


PERCOBAAN II

PEMISAHAN DENGAN CARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR

I. Hari, tanggal : Minggu, 12 April 2015

II. Tujuan

 Dapat melakukan pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut


 Dapat menentukan tetapan distribusi(kd)asam asetat dalam system organic-
air
 Melakukan pemisahan ion dari dalam larutan air dan KI dengan cara ekstraksi
menggunakan pelarut kloroform
 Menentukan konstanta distribusi iod pada sistem air dan kloroform
 Memisahkan asam lemak yang terdapat dalam sabun dan menentukan
kuantitasnya dengan cara titrasi asam basa

III. Pertanyaan Prapraktikum

1. Suatu zat x dalam pelarut B memiliki KD sebesar 500 ingin diekstraksi


dengan pelarut A. jika volum pelarut B dan A masing-masing 100 ml.
dilakukan dua cara ekstraksi, yang pertama dengan menggunakan 100 ml
larutan A sekaligus dan kedua dilakukan ekstraksi secara bertahap sebanyak
10 kali dengan 10 ml pelarut A tiap kali ekstraksi. Perlihatkan dengan
perhitungan bahwa cara kedua lebih evisien?
Jawab:

mis : massa awal sampel = 5 gram

dik : KD = 500

Vair = 100 mL

Vorg = 100 mL

Wo = 5 gram
dit : W1 ….. ?
Jawab :

𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑊1 = 𝑊𝑜 [𝐾𝐷.𝑉𝑜𝑟𝑔 +𝑉𝑎𝑖𝑟]1

100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [500.100 𝑚𝐿 +100 𝑚𝐿]1

100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [ 50100 ]1

= 0,078

Zat yang terekstraksi dapat dihitung menggunakan rumus :

W = WO – W1

= 5 gram – 0,078

= 4,922

Untuk ekstraksi berulang sebanyak 10 kali

𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑊1 = 𝑊𝑜 [𝐾𝐷.𝑉𝑜𝑟𝑔 +𝑉𝑎𝑖𝑟]10

100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [500.10 𝑚𝐿 +100 𝑚𝐿]10

100 𝑚𝐿 10
= 5 𝑔𝑟 [ ]
5100

= 19.10-30

Zat yang terekstraksi dapat dihitung menggunakan rumus :

W = WO – W1

= 5 gram – 19.10-30

= 4,999999999999999999999999002

Dari perhitungan didapat hasil, bahwa ekstraksi berulang jauh lebih effisien.
Berdasarkan literatur, ekstraksi dengan bayak pengulangan lebih efektif
karena jumlah zat terlarut yang tertinggal setiap kali ekstraksi akan semakin
berkurang.

2. Buatlah reaksi redoks yang terjadi pada titrasi iod dengan Na-tiosulfat dan
tentukan berapa kadar iod jika volume Na-tiosulfat 0,1 N yang terpakai
sebanyak 1 ml?
Jawab:
Reaksi redoks
𝐼2 + 2𝑆2 𝑂3 2− → 2𝐼 − + 𝑆4 𝑂6 2−
0 +2 -1 +2,5

Reduksi
oksidasi

Reduksi : 2I- + 2e-  I2


Oksidasi : 2S2O32-S4O62- + 2e
Hasil I2 + 2S2O32-2I- + S4O62-

3. Jenis asam lemak apakah yang umumnya terdapat dalam minyak dan
berapakah massa molekul relative dari massa asam stearat?
Jawab :
Umumnya asam lemak yang terkandung dalam minyak adalah asam lemak
jenuh, seperti asam stearat yang mempunyai rumus molekul C17H35COOH
dengan massa atom relative sebesar 284,48 g/mol.

IV. Tinjauan Pustaka

Ektraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan transfer suatu


zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain yang tidak saling bercampur.
Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada kedua solven sehingga
perbandingan konsentrasi pada kedua solven tersebut tetap untuk tekanan dan
suhu yang tetap.
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi
padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan
kedua fasa cair itu sesempurna mungkin
(Shevla, 1985:45).
Metode pemisahan pada ekstraksi diantaranya :
1. Ekstraksi bertahap adalah cara yang paling sederhana,mencampurkan
pelarut pengekstraksinya yang tidak bercampur dengan pelarut semula
kemudian dilakukan pengocokan.
2. Ekstraksi kontiyu adalah perbandingan distribusi relatif kecilsehingga
untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap distribusi.
3. Ekstraksi Counter current adalah fase cair pengekstraksi dialirkan dengan
arah yang berlawanan dengan larutan yangmengandung zat yang akan
diekstraksikan. Biasanya digunakan untuk pemisahan zat, pemurnian
ataupun isolasi
Mekanisme ekstraksi dengan proses distribusi dari zat yang terekstraksi ke
fase organik, tergantung pada bermacam faktor,antara lain: kebasaan ligan, faktor
stereokimia dan adanya garam pada sistem ekstraksi. Kelarutan kompleks logam
selain ditetapkan oleh perbandingan koefisien distribusinya juga ditentukan oleh
perubahan aktivitas zat terlarut pada masing-masing fase.
Pengaruh adanya pelarut lain yang tercampur pada pelarut pertama dapat
menambah kelarutannya bila pelarut keduatersebut bereaksi dengan zat
terlarut. Jenis ikatan mempengaruhi kelarutan kompleks pada fase organik.
Kelarutan elektrolit pada medium yang sangat polar akan bertambah dengan gaya
elektrostatik. Kelarutan zat pada air atau alkohol lebih ditentukan oleh
kemampuan zat tersebut membentuk ikatan hidrogen. Kelarutan zat-zat
aromatik pada fase organik sebanding dengan kerapatan elektron pada inti
aromatik dari senyawa-senyawa tersebut. Garam-garam logam tidak dapat larut
sebab bersifat sebagai elektrolit kuat. Sifat kelarutan khelat atau asosiasi ion
sangat penting pada mekanisme ekstraksi.
(Khopkar, 2008:70)

Partikel-partikel zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur menawarkan
banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Seringkali
pemisahan secara ekstraksi dapat dilakukan dalam beberapa menit, teknik itu
dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah dipakai
secara ekstensif untuk isolasi isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah
yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari
material-material industri yang dihasilkan dalam jumlah ton. Pemisahan ekstrasi
pelarut biasanya “bersih” dalam arti tidak ada analogi kopresipitasi dengan sistem
sejenis itu.
Pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, semua bahan yang diinginkan
akan larut dalam satu pelarut dan semua bahan yang tidak diinginkan akan larut dalam
pelarut yang lain. Pemindahan semua atau tidak satu pun dari satu pelarut
kepelarut yang lain yang demikian itu jarang,dan besar kemungkinannya untuk
didapatkan campuran bahanyang hanya berbeda sedikit dalam kecenderungannya
untuk berpindah dari pelarut yang satu ke yang lain.Jadi satu kali pemindahan tidak
akan berakibatkan pemisahan yang benar-benar murni
(Underwood, 1986:55).
Ektraksi cairan-cairan merupakan sutu teknik dalam mana suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dalam satu pelarut kedua (biasanya
organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang disebut pertama,
dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam
pelarut yang kedua itu. Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana,
bersih, cepat, dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan
dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit.
Teknik ini sama dengan ditetapkan untuik bahan-bahan dari tingkat runutan
maupan yang dalam jumlah-jumlah banyak. Untuk suatu zat terlarut A yang
didistribusikan dalam dua fase tak tercampurkan a dan b, hukuj distribusi (atau
partisi) Nerst menyatakan bahwa, asala keadaan molekulnya sama dalam kedua
cairan dan temperarur adalah konsta : di mana KD adalah sebuah tetapan, yang
dikenal sebgai koefisien distribusi atau koefisien partisi
(Basset dkk, 1994:95).

Ekstraksi pelarut atau biasa dikenal dengan penyarian, merupakan suatu


proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak
bercampur. Penyarian merupakan pemisahan dimana suatu zat terdistribusi
kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Kegunaan besar dari penyarian
ini adalah kemungkinan untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan
perbedaan perbedaan koefisien distribusi (KD). Menurut Walter Nerst, hukum
diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami perubahan pada kedua
pelarut . Bila zat terlarut tidak mengalamii disosiasi, asosiasi atau tidak bereaksi
dengan zat pelarut, amka dapt dihitung berapa zat terlarut yang dapat diekstasi
dalam ekstraksi pelarut
(Rudi, 2013:84).

Ekstraksi jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan suatu solut dalam
pelarut A dengan menggunakan pelarut B. Pada saat penambahan pelarut B, solut
akan membagi diri antara 2 pelarut yang tak saling campur tersebut. Pada saat
kesetimbangan terdapat hubungan antara konsentrasi solut dalam 2 pelarut
tersebut. Hal ini sesuai dengan Hukum Distribusi yang dinyatakan oleh Nernst dan
dirumuskan sebagai:
CA
𝐾𝐷 =
CB
Dimana KD adalah tetapan distribusi dan CA serta CB adalah konsentrasi solut,
masing-masing dalam solvent A dan B. harga ketetapan kesetimbangan distribusi
yang khas untuk masing-masing zat. Dan satu hal yang penting untuk di ingat
bahwa Hukum Distribusi tersebut hanya dapat ditrapkan pada zat-zat yang tak
mengalamidisosiasi dan asosiasi serta tidak bereaksi dengan solvent.
(Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik, 2008:5)

V. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:
1. Corong pisah 1. Iodium
2. Statif 2. Aquades
3. Erlenmeyer 3. Indikator PP
4. Buret 4. NaCl
5. Pipet tetes 5. PE(petroleum eter)
6. Gelas ukur 6. KI
7. Ring penyangga 7. Kloroform
8. Pipet gondok 8. Na-Tiosulfat
9. Pisau 9. Indikator amilum
10. Lampu spritus/alat pemanas 10. Etanol dan NaOH

VI. Prosedur Kerja

A. Pemisahan Larutan Iod dalam Air dan Menentukan Konstanta Distribusi

CORONG PISAH

 Dimasukkan 25 ml larutan iod 0,1 N


 Dititrasi dengan Na-Tiosulfat 0,1 N
 Ditambahkan 25 ml kloroform
 Dikocok dengan kuat selama + 15 menit
 Dipisahkan larutan ion dalam kloroform
 Dititrasi dengan larutan ion dengan Na-Tiosulfat 0,1 N
 Dititrasi dengan larutan iod dlm air dengan indicator amilum
 Dicatat volume Na-Tiosulfat

HASIL

B. Pemisahan Asam lemak dalam Sabun dan Penentuan Kadarnya

ERLENMEYER

 Dimasukkan 0,5 gr sabun potong kecil larutan dalam 400ml


aquadest
 Ditambahkan 2 tetes indicator pp dan panaskan
 Dinginkan larutan dan encerkan hingga 500ml

CORONG PISAH

 Dimasukkan 20ml larutan tersebut


 Ditambahkan 10ml PE dan dikocok
 Ditambahkan 10ml NaCl jenuh Jika terbentuk emulsi
 Dikocok selama +15 menit dan biarkan hingga terjadi
pemisahan
 Dipisahkan larutan PE
 Dilakukan kembali ekstraksi 3 kali dengan 10ml PE
HASIL

 Semua larutan PE yang mengandung asam lemak dimasukkan


ke corong pisah
 Ditambahkan 2ml dan 2tetes indicator pp
 Dipisahkan airnya & tambahkan lagi lalu kocok hingga tak
bersifat basa
 Ditambahkan 20ml etanol dan kocok selama 15 menit
 Dibiarkan beberapa menit hingga larut terbentuk lapisan
 Dipisahkan larutan alcohol dan letak di Erlenmeyer
 Ditambahkan 2tetes indicator pp
 Dititrasi dengan NaOH 0,01 N
 Dicatat volume NaOH yang digunakan

HASIL

VII. Data Percobaan

A. Pemisahan larutan iod dalam Air dan menentukan Konstanta Distribusi

 Larutan iod awal 0,1 N = 12,5 ml


 Larutan kloroform = 12,5 ml
 Hasil yang didapat terbentuk dua lapisan :
atas = merah pekat
bawah = merah kebeningan
 Titrasi lapisan bawah
Volume Na-Tiosulfat yang digunakan = 0,6 ml
 Titrasi lapisan atas
Indikator amilum 3 tetes
Volume Na-Tiosulfat yang digunakan = 16,8 ml

B.Pemisahan Asam lemak dalam Sabun dan Penentuan Kadarnya

 Serat sabun = 0,25 ml


 Volume aquades = 200 ml
 Indikator PP = 2 tetes
 Adanya bau seperti balon tiup yang tercium saat proses pemanasan
mentitrasi dengan NaOH= 1 ml

VIII. Pembahasan

1. Pemisahan Larutan Iod dalam air dan Menentukan Konstanta Distribusinya.

Pada percobaan ini praktikan akan mengekstraksi kandungan Iod dalam


larutan KI dengan menggunakan pelarutan kloroform dan menetukan konstanta
distribusinya.
Ion I- merupakan senyawa halida yang mudah larut dalam pelarut organik
seperti kloroform maupun pelarut air. Ketika kloroform di reaksikan dengan ion I-
dalam laruatn KI maka akan membentuk reaksi kesetimbangan sebagai berikut :
𝐶𝐻𝐶𝑙3 + 𝐼 − → 𝐶𝐻𝐼3 + 3𝐶𝑙 −
Reaksi ini terjadi karena daya oksidasi dari Cl- yang lebih besar daripada I-
sehingga dapat mendesak I- untuk berikatan. Sedangkan ion I- dalam KI akan
terlarut dalam air membentuk kesetimbangan ionisasi:
𝐾𝐼 ⇌ 𝐾 + + 𝐼 −
Masing-masing pelarut tersebut memiliki kelarutan yang berbeda satu sama
lainnya. Disamping itu kedua pelarut tersebut merupakn senyawa yang tidak
saling melarutkan, artinya ketika dicampurkan maka akan terbentuk dua fasa
yang berbeda pada larutan, sehingga keduanya dapat dipisahkan menggunakan
corong pisah.
Sebelum memulai prosedur ekstraksi, perku diketahui konsentrasi dari Ion I-
yang akan digunakan. Karena itu perlu dilakukan standarisasi menggunakan
larutan standar seperti Natrium tiosulfat dengan metode titrasi.
Dari hasil pengamatan terhadap praktikum yang dilakukan. Untuk larutan KI
yang digunakan setelah dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 0,3 tetes
diketahui normalitas dari larutan KI sebesar 0,192 N. Reaksi yang berlangsung
saat titrasi ini yaitu:
𝐼2 (𝑎𝑞) + 2𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 (𝑎𝑞) → 2𝑁𝑎𝐼(𝑎𝑞) + 𝑁𝑎2 𝑆4 𝑂6 (𝑎𝑞)

Natrium tiosulfat akan mereduksi I2 menjadi I- disertai perubahan warna


pada larutan, yang semla kuning akibat adanya I2 menjadi bening ketika menjadi I-.
Prosedur ekstraksi,digunakan 12,5 ml larutan iod dan 12,5 ml kloroform
yang diletakkan dicorong pisah lalu menggoncangnya.Dari hasil pengamatn yang
dilakukan, terbentuk 2 fasa dimana L1 berupa iod-air yang kemudian dititrasi
dengan indikator amilum dan L2 berupa iod-kloroform yang akan dititrasi dengan
Na-Tiosulfat 0,1 N.Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses
titrasi natrium thiosulfat karena Natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya
dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat
didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna
berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan Natrium
thiosulfat.
Sebanyak 0,6 ml titran Na-tiosulfat bereaksi dengan larutan Iod membentuk
perubahan warna pada larutan, dari semula kuning menjadi bening. Dan setelah
dilakukan perhitungan diketahui bahwa jumlah mol dari larutan I- setelah
diekstraksi lebih besar dari pada sebelum diekstraksi, yaitu dengan selisih 2,37
mmol. Sementara sebanyak 16,8 ml amilum bereaksi dengan larutan iod pada L2.

2. Pemisahan asam lemak dalam sabun dan penetuan kadarnya

Prosedur ini menjelaskan bagaimana proses ekstraksi senyawa yang


terkandung dalam sabun menggunakan metode ekstraksi pelarut. Diketahui
bahwa sabun merupakan persenyawaan antara senyawa logam alkali dengan
asam karbosilat. Reaksi ini disebut saponifikasi, berikt reaksinya
𝑅 − 𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 ⇌ 𝑅 − 𝐶𝑂𝑂 − 𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂
Reaksi ini berlangsung reversibel sehingga dapat digunakan untuk
menentukan kandungan asam lemaknya.
Pada praktikum yang dilakukan, sebanyak 0,25 gr sabun dilarutkan dalam
air untuk melarutkan ion-ionya. Senyawa alkali karbosilat akan mengalami reaksi
penguraian membentuk asam lemaknya dan larutan yang bersifat basa. Reaksinya:

𝑅 − 𝐶𝑂𝑂 − 𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂 → 𝑅𝐶𝑂𝑂− − 𝐻 + + 𝑁𝑎+ − 𝑂𝐻 −

𝑅 − 𝐶𝑂𝑂 − 𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂 → 𝑅 − 𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻
Dengan terbentuknya kembali asam lemak dari senyawanya, maka dapat
diekstraksi untuk memperoleh kadarnya.
Prosedur ekstraksi ini menggunakan pelarut dietil eter. Sebanyak 10 ml
larutan sabun diektraksi dengan n-hexane sebanyak 3 kali guna untuk
memaksimalkan pelarutan dari asam lemak. Kemudian dari hasil ekstraksi dengan
pelarut n-hexane tersebut kemudian ditambahkan etanol untuk melarutkan asam
lemak yang terkandung pada pelarut sebelumnya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan kelarutan pelarut n-hexane dengan
etanol sangat besar. Hal tersebut mengakibatkan tidak terpisahnya kedua pelarut
tersebut dalam larutan. karena itu praktikan mengalami kesulitan dalam prosedur
pemisahannya.
Setelah disimpulkan bahwa reaksi di atas tidak dapat dipisahkan, maka
praktikan melanjutkan prosedur dengan menitrasi menggunakan larutan NaOH
0,01 N. Tujuan titrasi ini untuk menentukan jumlah mol kandungan asam lemak
dalam larutan sehingga dapat diketahui kadarnya terhadap senyawa sampel.
Sebanyak 1 ml larutan NaOH digunakan untuk menitrasi asam lemak dalam
larutan yang terlebih dahulu ditambahkan indikator PP sebagai media perubahan.
Diketahuilah jumlah mol asam lemak yang terkandung dalam senyawa sabun yang
digunakan yaitu sebanyak 0,00001 gram (dengan menganggap bahwa kandungan
asam lemak yang dimaksud adalah asam stearat). Dengan begitu kadar kandungan
asam lemak dalam media sampel yang digunakan sebesar 1,15 % dengan
perhitungan sebagai berikut :
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁1 𝑥 𝑉1 = 𝑁2 𝑥 𝑉2
𝑁1 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,01 𝑁 𝑥 1 𝑚𝑙
0,01 𝑁 𝑚𝑙
𝑁1 = = 0,001 𝑁
10 𝑚𝑙
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑁 𝑥 𝑉 = 0,001 𝑁 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑠𝑘𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑟𝑎𝑡) = 𝑚𝑜𝑙 𝑥 𝑀𝑟


𝑚𝑔
= 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 284,48 𝑚𝑚𝑜𝑙

= 2,8448 𝑥 10−3 𝑔𝑟

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛 = 𝑥 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛
2,8448 𝑥 10−3
= 𝑥 100% = 1,15 %
0,25 𝑔𝑟

IX. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Pada titrasi iod dalam kloroform dengan Na-tiosulfat tidak digunkan indicator
amilum, sedangkan pada titrasi iod dalam air digunakan indicator amilum.
Mengapa demikian, apakah tujuannya, jelaskan?
Jawab:
Digunakan indicator amilum yang berfungsi untuk mengetahui apakah
seluruh iod telah habis bereaksi atau belum.

2. Hitunglah konstanta distribusi dalam iod berdasarkan data hasil percobaan,


bandingkan dengan data dari literature, serta hitung persentase kesalahan?
Jawab:
Berdasarkan literature :
KD = C1 / C2
= 0,098 / 0,888
= 1,11364

3. Hitunglah kadar asam lemah dalam sabun, anggap saja bahwa asam lemah
yang ada dalam sabun hanya asam stearat?
Jawab:
Volume ekstrak asam lemak = 10 ml
Normalitas NaOH = 0,01 N
Volume NaOH = 1 ml
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁1 𝑥 𝑉1 = 𝑁2 𝑥 𝑉2
𝑁1 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,01 𝑁 𝑥 1 𝑚𝑙
0,01 𝑁 𝑚𝑙
𝑁1 = = 0,001 𝑁
10 𝑚𝑙
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑁 𝑥 𝑉 = 0,001 𝑁 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑠𝑘𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑟𝑎𝑡) = 𝑚𝑜𝑙 𝑥 𝑀𝑟
𝑚𝑔
= 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 284,48 𝑚𝑚𝑜𝑙

= 2,8448 𝑥 10−3 𝑔𝑟

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛 = 𝑥 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛
2,8448 𝑥 10−3
= 𝑥 100% = 1,15 %
0,25 𝑔𝑟

X. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:


1. Ekstraksi merupakan prosedur pemisahan yang menggunakan prinsip
perbedaan kelarutan dalam sistemnya.
2. Proses pemisahan ekstraksi pelarut merupakan prosedur pemisahan yang
menggunakan media pelarut dalam menentukan kuantitas ekstrak yang akan
dipisahkan.
3. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat trlarut (solut) diantara 2
fasa cair yang tidak saling bercampur teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organic maupun untuk zat
anorganik.
4. Larutan iod lebih banyak terdistribusi kedalam kloroform dibandingkan air.
5. Kadar asam lemak dalam sabun diperoleh sebesar 1,15 %

XI. Daftar Pustaka


Bassett, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC.
Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Rudi. 2012. Buku Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari:
Universitas Haluoleo.
Shevla, G. 1985. Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta :
PT. Kalman Media Pustaka
Tim Dasar-Dasar Pemisahan Analitik.2008.Penuntun Praktikum Dasar-Dasar
Pemisahan Analitik. Jambi: Universitas Jambi
Underwood & R.A Day. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

XII. Lampiran

N Gambar N Gambar
o o
1 2

Mengukur volume iod Larutan iod dalam air


3 4

Memasukkan larutan iod Larutan iod dalam air dan kloroform


dalam air ke corong pemisah
5 6

Memisahkan larutan iod Titrasi dengan Natrium tiosulfat


dalam kloroform
7 8

Memotong sabun Menambahkan air pada sabun


9 10

Memasukkan sabun dalam corong

Memanaskan sabun
11 12

Mengocok corong pemisah

Menambahkan pelarut
13 14

Memisahkan asam lemak dari Hasil titrasi


sabun
PERCOBAAN III

PEMISAHAN DENGAN CARA DESTILASI

I. Hari, tanggal : Jum’at, 3 April 2015

II. Tujuan

1. Dapat memahami prinsip pemisahan dengan cara destilasi


2. Dapat memisahkan anilin dari pengotornya dengan teknik destilasi
3. Dapat menghitung persentase anilin yang diperoleh dari hasil destilasi
4. Dapat memisahkan benzena pada campuran benzena dengan air dengan
teknik destilasi

III. Pertanyaan Prapraktikum

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tinggi rendahnya titik didih dan


tekanan uap suatu zat, serta bagaimana keterkaitan antara keduanya?
Jawab:
Titik didih suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tekanan uap,
jenis zat, massa molekul zat, dan gaya antarmolekul dalam zat. Sedangkan
tekanan uap dipengaruhi oleh suhu dan jenis zat. Hubungan antara titik didih
dengan tekanan uap adalah bahwa titik didih suatu zat dipengaruhi oleh
tekanan uap dimana titik didih suatu zat akan tercapai saat tekanan uapnya
sama dengan tekanan udara luar.

2. Buatlah tabel yang memperlihatkan perbedaan keempat teknik destilasi, yaitu


destilasi biasa, vakum, uap, dan destilasi fraksionisasi!
Jawab:
No Aspek Destilasi Destilasi Destilasi Uap Destilasi
Biasa Vakum Fraksionisasi
1 Jenis zat Memiliki Memiliki Tidak larut Memiliki
yang perbedaan perbedaan dalam air, perbedaan
didestilasi titik didih titik didih namun dapat titik didih
cukup tinggi sangat didestilasi relatif kecil
tinggi dengan air
2 Kondisi Berada Berada di Berada pada Kondensor
sistem dalam bawah tekanan memiliki
tekanan 1 tekanan 1 atmosfer fraksi-fraksi
atmosfer atm dengan uap atau kolom-
air sebagai kolom
media
destilasi
3 Contoh Alkohol-air Minyak Minyak atsiri Minyak bumi
komponen bumi
yang
didestilasi

3. Berapa titik didih dari senyawa anilina dan benzena pada tekanan 1 atm?
Jawab:
Titik didih anilin = 117,9 oC dan titik didih benzena = 80,1 oC

4. Jelaskan penggunaan hukum Raoult dan kaitannya dengan proses destilasi!


Jawab:
Destilasi merupakan pemisahan komponen-komponen dalam suatu zat
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Prinsip destilasi didasarkan pada
hukum Raoult yang berbunyi: “tekanan parsial suatu komponen setara dengan
hasil kali tekanan uap komponen murni dengan fraksi mol komponen tersebut
dalam suatu campuran”, yang dituliskan dengan:
PA=XAPAo
Dimana:
PA = tekanan parsial komponen A
XA = fraksi mol komponen A dalam campuran
P Ao = tekanan uap murni komponen A

IV. Tinjauan Pustaka

Kebanyakan materi yang terdapat di bumi ini tidak murni, tetapi berupa
campuran dari berbagai komponen. Contohnya, tanah terdiri dari berbagai
senyawa dan unsur baik dalam wujud padat, cair dan gas. Untuk memperoleh zat
murni kita harus memisahkannya dari campurannya. Campuran dapat dipisahkan
memlalui peristiwa fisika atau kimia, satu komponen atau lebih direaksikan
dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan. Cara atau teknik pemisahan campuran
pada jenis, wujud dan sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Jika
komponen berwujud padat dan cair, misalnya pasir dan air, dapat dipisahkan
dengan saringan. Saringan bermacam-macam, mulai dari porinya yang besar
sampai yang sangat halus, contohnya kertas saring dan selaput semipermeabel.
Kertas saring dipakai untuk memisahkan endapan atau padatan dari pelarutnya.
Campuran homogen, seperti alkohol dalam air, tidak dapat dipisahkan dengan
saringan, karena partikelnya lolos dalam pori-pori kertas saring da selaput
semipermeabel. Campuran seperti itu dapat dipisahkan dengan cara fisika yaitu
destilasi, rekristalisasi, ekstraksi dan kromatografi (Syukri, 1999: 15-16).

Destilasi adalah suatu teknik pemisahan suatu zat dari campurannya


berdasarkan titik didih. Destilasi ada dua macam, yaitu destilasi sederhana dan
destilasi bertingkat. Destilasi sederhana merupakan proses penguapan yang
diikuti pengembunan. Destilasi dilakukan untuk memisahkan suatu cairan dari
campurannya apabila komponen lain tidak ikut menguap (titik didih komponen
lain jauh lebih tinggi). Misalnya pengolahan air tawar dan air laut. Sementara
destilasi bertingkat merupakan proses destilasi berulang-ulang yang terjadi pada
kolom fraksionasi. Kolom fraksionasi terdiri atas beberapa plat yang lebih tinggi
lebih banyak mengandung cairan yang mudah menguap, sedangkan cairan yang
tidak mudah menguap lebih banyak dalam kondensat. Contoh destilasi bertingkat
adalah pemisahan campuran alkohol-air, pemurnian minyak bumi dan lain-lain
(Syarifudin, 2008: 10).

Destilasi sering digunakan untuk memurnikan senyawa-senyawa yang


mempunyai titik didih berbeda. Senyawa dalam bentuk cair dipanaskan dan saat
titik didih senyawa dengan titik didih lebih rendah tercapai, uapnya akan
diembunkan (dikondensasi) dan dikumpulkan. Pemurnian suatu campuran yang
terdiri dari berbagai senyawa dengan titik didih berbeda-beda dapat dilakukan
dengan alat destilasi fraksionasi (Kotong, 2003: 96).

Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap


tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana
tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali
disebut destilat. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya,
dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair
lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada destilasi biasa,
tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk
senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada
tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Yazid,
2005: 67).

Proses destilasi dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat destilasi


yang terdiri dari labu destilat, labu dasar bulat, dan kondensor. Larutan atau
campuran zat ditempatkan dalam labu dasar bulat dan biasanya ditambahkan
batu didih untuk mencegah golakan gelembung udara. Ketika larutan tersebut
dipanaskan secara perlahan tekanan uap masing-masing zat akan naik hingga
mencapai 1 atm dan selanjutnya panas yang diberikan digunakan zat untuk
mengubah fasa cair menjadi fasa gas/uap.
Uap yang terbentuk akan naik melalui kondensor sehingga uap mengalami
kondensasi dan zat cair kembali terbentuk dengan tingkat kemurnian yang relatif
tinggi. Cairan yang terbentuk kembali tersebut dinamakn destilat dan ditampung
dalam satu labu destilat. Setelah tahap pemisahan ini analit yang diperoleh
ditentukan kuantitasnya.
(Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik, 2008)

Menurut Cahyono (1991), macam-macam destilasi yaitu:


1. Destilasi Uap
Proses penyaringan suatu campuran air dan bahan yang tidak larut sempurna
atau larut sebagian dengan menurunkan tekanan sistem sehingga didapatkan
hasil penyulingan jauh dibawah titik didih awal.
2. Destilasi Vakum
Untuk memurnikan senyawa yang larut dalam air dengan titik didih tinggi
sehingga tekanan lingkungan harus diturunkan agar tekanan sistem
turun.Untuk memurnikan campuran senyawa dimana komponen-komponen
yang akan dipisahkan memiliki titik didih yang jauh berbeda.
V. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:

1. Seperangkat alat destilasi 1. Anilin yang kotor


2. Lampu spiritus 2. Benzena yang telah tercampur air
3. Termometer
4. Batu didih atau padatan berpori
5. Mentel pemanas
6. Rotary evaporator
7. Gelas ukur

VI. Prosedur Kerja

A. Pemisahan Anilin dari Pengotornya

B. Pemisahan Benzena dari Campuran Air dan Benzena


VII. Data Percobaan

A. Pemisahan Anilin dari Pengotornya


( Tidak dilakukan karena keterbatasan alat dan bahan)

B. Pemisahan Benzena dari Campuran Air dan Benzena

No Volume destilat Suhu (oC) Waktu


1 Tetesan pertama 85 19’ 13”
2 10 mL 89 20’ 53”
3 20 mL 89 21’ 37”
4 40 mL 90 30’ 41”
5 60 mL 90 39’ 37”
6 80 mL 90 48’ 58”

VIII. Pembahasan

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia


berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan,
zat yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan lebih mudah menguap.
Teknik pemisahan dengan metode ini didasarkan atas perbedaan titik didih cairan
komponen yang akan dipisahkan. Dalam destilasi, campuran zat dididihkan
sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk
cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau
campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen yang tersebut.
Salah satu aplikasi dari destilasi ini adalah pada pemisahan anilin dari
pengotornya dan pemisahan benzena dari campuran air dan benzena.
Adapun fungsi dari masing-masing alat yang dirangkaikan yaitu labu dasar
bulat sebagai wadah sampel yang akan didestilasi. Kondensor atau pendingin
berguna untuk mendinginkan uap destilat yang melewati kondensor sehingga
menjadi cair. Termometer digunakan untuk mengamati suhu dalam proses
destilasi sehingga dapat dikontrol sesuai dengan yang diinginkan. Erlenmeyer
berfungsi untuk menampung destilat yang diperoleh. Penghubung (adaptor)
berfungsi menghubungkan kondensor dengan erlenmeyer. Sedangkan pemanas
berguna untuk memanaskan sampel pada labu dasar bulat.

A. Pemisahan Anilin dari Pengotornya

Percobaan ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya bahan anilin yang
diperlukan sehingga pembahasannya dilakukan berdasarkan literatur yang
didapatkan.
Sebanyak 50 mL anilin kotor dimasukkan ke dalam labu dasar bulat dan
ditambahkan batu didih di dalamnya. Fungsi batu didih ini adalah untuk
meratakan panas yang diterima sampel dan agar tidak menimbulkan percikan saat
pemanasan. Kemudian sampel didestilasi dengan menggunakan metode destilasi
sederhana.
Destilasi sederhana merupakan prosedur pemisahan atau pemurnian zat
yang menggunakan tekanan yang sama dengan tekanan atmosfer di sekitarnya.
Destilasi ini baik digunakan dalam pemisahan atau pemurnian zat yang memiliki
perbedaan titik didih yang besar. Destilasi ini juga dipengaruhi sifat kevolatilan
(kemudahan untuk) menguap dari zat yang akan didestilasi.
Senyawa anilin (C6H5-NH2) merupakan senyawa aromatik dari turunan
benzena. Anilin memiliki sifat fisik dan kimia antara lain:
Sifat Fisika Anilin
 Berat molekul : 93,128 g/mol
 Temperatur kritis : 699 K
 Titik lebur : 267,13 K
 Titik didih : 457,6 K
 Tekanan kritis : 53,09 bar
 Volume kritis : 270 cm3/mol
 Indeks bias : 1.58

Sifat Kimia Anilin

 Berupa zat cair seperti minyak


 Larut pada pelarut organik dengan baik, larut pada air dengan tingkat
kelarutan 3,5 % pada 25 oC
 Anilin adalah basa lemah (Kb = 3,8 x 10-10)

Sebagaimana prinsip dasar destilasi adalah memisahkan zat berdasarkan


perbedaan titik didihnya, maka komponen zat yang memiliki titik didih yang
rendah akan lebih dulu menguap dan yang lebih tinggi titik didihnya tetap
tertinggal pada labu destilasi. Proses penguapan komponen zat ini dilakukan
dengan pemanasan labu destilasi sehingga komponen yang memiliki titik didih
rendah akan menguap dan melewati kondensor yang mendinginkan uap tersebut
sehingga terkondensasi menjadi berwujud cair. Cairan tersebut dialirkan dan
ditampung pada erlenmeyer/labu destilat.
Pada destilasi ini, destilat ditampung pada suhu konstan agar diperoleh
destilat yang murni. Penempatan ujung termometer juga harus diperhatikan.
Ujung termometer harus tepat berada di persimpangan menuju kondensor agar
suhu yang teramati benar-benar suhu uap senyawa yang diamati.
Anilin yang dihasilkan yang dihasilkan melalui destilasi ini dipisahkan
menggunakan corong pemisah karena destilat yang diperoleh terdiri dari dua fasa.
Hal ini dikarenakan perbedaan sifat kepolaran atau massa jenis dari dua fasa
larutan tersebut, kemudian volume anilin yang dihasilkan diukur.

B. Pemisahan Benzena dari Campuran Air dan Benzena

Percobaan ini dilakukan dengan cara destilasi vakum. Destilasi vakum


adalah destilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (<300 mmHg). Fungsi destilasi
ini adalah untuk menurunkan titik didih pada minyak berat sehingga
menghasilkan produk-produknya. Destilasi vakum biasanya digunakan jika
senyawa yang ingin didestilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat
terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang
memiliki titik didih di atas 150 oC. Metode destilasi ini tidak dapat digunakan pada
pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin,
karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Namun
karena keterbatasan alat, percobaan ini hanya dilakukan dengan metode destilasi
biasa/sederhana.
Pada percobaan ini, zat yang didestilasi adalah campuran air dan benzena.
Hasil akhir dari destilasi (destilat) ini akan berupa benzena murni karena
menguap terlebih dahulu disebabkan titik didihnya (80,1 oC) lebih rendah
daripada titik didih air (100 oC). Benzena juga dikenal dengan rumus kimia C6H6,
PhH, merupakan senyawa organik berupa cairan tak berwarna dan mudah
terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari 6 atom karbon
yang membentuk cincin dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiam 1 atom
karbon. Benzena adalah salah satu komponen dalam minyak bumi, dan
merupakan salah satu bahan petrokimia yang paling dasar serta pelarut yang
penting dalam dunia industri. Namun karena sifatnya yang karsinogenik,
pemakaiannya selain bidang non-industri menjadi sangat terbatas.
Sifat fisik benzena:
 Rumus molekul : C6H6
 Massa molar : 78,1121 g/mol
 Penampilan : cairan tak berwarna
 Densitas : 0,8786 g/ml, zat cair
 Titik lebur : 5,5 ⁰C (278,6 K)
 Titik didih : 80,1 ⁰C (353,2 K)
 Kelarutan dalam air : 0,8 g/l (25 ⁰C)

Air mempunyai rumus molekul H2O dan merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam kegiatan kimia karena sifatnya yang terdisosiasi
membentuk Ion H+ dan ion OH-.
Sifat fisik air:
 Rumus molekul : H2O
 Massa molar : 18,0153 g/mol
 Densitas : 0,998 g/cm3 (cairan pada 20⁰C)
0,92 g/cm3 (padatan)
 Titik lebur : 0 ⁰C (273,15 K)
 Titik didh : 100 ⁰C (373,15 K)
 Kalor jenis : 4184 J/kg.K
Dilihat dari sifat fisiknya, diketahui bahwa kelarutan benzena dalam air
sangat kecil, sehingga ketika dicampukan benzena dan air akan sulit saling
melarutkan. Hal ini juga dipengaruhi sifat kepolaran yang dimilki kedua senyawa
tersebut. Senyawa benzena memilki sifat non polar, sedangkan air adalah senyawa
polar. Karena ketidaklarutan tersebut, maka campuran benzena-air dapat
dipisahkan melalui destilasi. Hasil akhir dari destilasi (destilat) ini akan berupa
benzena murni karena menguap terlebih dahulu disebabkan titik didihnya (80,1
oC) lebih rendah daripada titik didih air (100 oC). Berikut adalah grafik hubungan
antara waktu dengan volume destilat dan hubungan suhu dengan volume destilat

Hubungan Waktu dengan Volume Destilat


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60

Y-Values
Hubungan Suhu dengan Volume Destilat
90
80
70
Volume destilat (mL)

60
50
40
30
20
10
0
84 85 86 87 88 89 90 91
Suhu (oC)

Grafik pertama menunjukkan bahwa sejak tetesan pertama, destilat


mengalami penambahan volume setiap menitnya. Hal ini dikarenakan ketika
pemanasan berlangsung, temperatur larutan mengalami kenaikan sehingga
mendekati titik didihnya dan mengakibatkan semakin banyak cairan yang
menguap. Hal ini terus berlangsung sampai benzena terpisahkan seluruhnya.
Sedangkan grafik kedua menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur
larutan maka akan semakin banyak volume destilat. Sedangkan konstannya suhu
larutan pada 90 oC karena memang sengaja dipertahankan agar air tidak ikut
mendidih. Tetesan pertama diperoleh saat suhu 85 oC, yang menandkan suhu
tersebut adalah titik didih benzena, berbeda dengan yang terdapat pada literatur,
yaitu 80,1 oC. Perbedaan ini dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam
membaca skala termometer atau bisa juga karena tekanan udara luar yang tinggi.
Volume destilat (benzena) yang diperoleh adalah 80 mL, sama dengan volume
benzena yang dicampurkan mula-mula.

IX. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Apakah fungsi batu didih dapat digantikan dengan bahan lain? Jelaskan!
Jawab:
Batu didih berfungsi untuk meratakan panas larutan dan menahan percikan
panas yang dapat merusak alat destilasi. Fungsi batu didih dapat diganti
dengan media lain yang terbuat dari keramik, pecahan kaca, maupun batu
kapur selama media tersebut bersifat inert atau tidak bereaksi dengan larutan.

2. Tentukan persentase anilin yang diperoleh


Jawab:
Persentase anilin tidak dapat ditentukan karena percobaan ini tidak dilakukan,
sehingga tidak diketahui berapa volume anilin yang diperoleh. Persentase
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑒𝑠𝑡𝑖𝑙𝑎𝑡
anilin dihitung dengan rumus: 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 × 100%

3. Apakah yang dapat saudara simpulkan dari grafik titik didih terhadap voalume
titik didih tersebut?
Jawab:
Semakin tinggi suhu larutan yang didestilasi, makin banyak volume destilat
yang diperoleh karena senyawa akan mencapai titik didihnya dan menguap.

X. Kesimpulan

1. Prinsip pemisahan campuran dengan destilasi didasarkan pada perbedaan titik


didih komponen campuran. Komponen yang titik didihnya lebih rendah
menguap terlebih dahulu saat pemanasan, lalu didinginkan sehingga terbentuk
cairan kembali.
2. Teknik destilasi pada pemisahan anilin dari pengotornya dilakukan dengan
pemanasan campuran sampai anilin menguap karena titik didihnya yang lebih
rendah lalu didinginkan sehingga kembali berwujud cairan.
3. Persentase anilin yang diperoleh dapat dihitung dengan membandingkan
volume anilin yang diperoleh dengan volume campuran mula-mula, atau
dengan rumus:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑒𝑠𝑡𝑖𝑙𝑎𝑡
%𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖𝑛 = × 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
4. Teknik destilasi pada pemisahan benzena dari campuran benzena dan air
dilakukan dengan pemanasan campuran sampai benzena menguap karena titik
didihnya yang lebih rendah dari titik didih air, lalu uap didinginkan sehingga
berwujud cairan dan ditampung.
XI. Daftar Pustaka

Cahyono, B. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang:
Undip Press
Kotong, H. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates
Syarifudin. 2008. Pemisahan Senyawa Organik. Tengerang: Scientific Press
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik. 2008. Penuntun Praktikum Dasar-dasar
Pemisahan Analitik. Jambi: Universitas Jambi
Yazid, E. 2005. Kimia Fisik untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi

XII. Lampiran

No Gambar No Gambar
1 2

Mengukur volume benzena Menambahkan air


3 4

Merangkai alat destilasi Seperangkat alat destilasi


5 6

Memanaskan campuran air dan benzena Tetesan destilat pertama


7 8

Semakin banyak uap destilat yang mencair Destilat (benzena) yang diperoleh
PERCOBAAN IV

PEMISAHAN DENGAN CARA EKSTRAKSI PADAT-CAIR

I. Hari, tanggal : Minggu, 19 April 2015

II. Tujuan

1. Memahami prinsip pemisahan dengan cara ekstraksi padat – cair


2. Memisahkan lemak atau minyak yang terdapat dalam ikan dengan cara
sokletasi
3. Dapat mengkuantitaskan seberapa besar kandungan lemak atau minyak total
dalam ikan jenis tertentu

III. Pertanyaan Prapraktikum

1. Zat-zat yang bagaimanakah yang sebaiknya dipisahkan dengan menggunkan


teknik sokletasi ? apakah syarat pelarut yang dapat digunakan untuk teknik
ini ?
Jawab: Zat-zat yang bersifat non polar seperti kemiri atau biji jarak pagar
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :
a. Pelarut yang mudah menguap Ex : heksan, eter, petroleum eter, metil
klorida dan alkohol
b. Titik didih pelarut rendah
c. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
d. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi
e. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan
f. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar

2. Berapakah rata-rata kadar lemak dan minyak dalam ikan ?


Jawab: Minyak ikan merupakan sumber vitamin A dengan kandungan 10-55
IU per gram dan vitamin D dengan kandungan 20-100 IU per gram
3. Gambarkan alat sokletasi lengkap dengan nama tiap bagian dan fungsinya
masing-masing !
Jawab:

Nama-nama instrumen dan fungsinya:


1. Kondensor : berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat
proses pengembunan
2. Timbale : berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya
3. Pipa F : berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari
proses penguapan
4. Sifon : berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya
penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus
5. Labu alas bulat : berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
6. Hot plate : berfungsi sebagai pemanas larutan

IV. Tinjauan Pustaka

Menurut Diana Barsasella (2012 : 175 – 176) Ada dua jenis ekstraktor yang
lazim digunakan untuk skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan
ekstraktor Butt. Pada ekstraktor soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih
sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui
pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk kedalam
selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan didalam
selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di
selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali
kedalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Prinsip kerja ekstrkator Butt mirip dengan ekstrkator Soxhlet. Namun, pada
ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus diantara
selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk kedalam
selongsong langsung lau keluar dan masuk kembali kedalam labu didih tanpa efek
sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepatdan
berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt
dinilai lebih efektif dari pada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor
berikut :
1. Pada estraktor Soxhlet cairan akan meggerojok kedalam labu setelah tinggi
pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada
bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian
lainnya. Sehingga sampel yang berada dibawah akan terekstraksi lebih banyak
daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata.sementara
pada ekstraktor Butt, pelarut langsung menuju keluar labu didih.sampel
berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.
2. Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan
udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas
didalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu didalam Soxhlet tidak merata.
Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap
yang mencegah perpindahan pelarut keudara dalam ruangan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:


 Tipe persiapan sampel
 Waktu ekstraksi
 Kuantitas pelarut
 Suhu pelarut
 Tipe pelarut
Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut
yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya
hanya sekali.
(Arsyad. 2001 : 96)
Ekstrasi adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu sample ke
suatu pelarut dengan cara melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut ekstraksi
padat-cair yaitu proses pemindahan solut dari padatan ke pelarut lainnya dan
bercampur dengan cara soxhletasai. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah
distribusi zat terlarut kedalam pelarut yang bercampur.
Ekstraksi padat cair merupakan salah satu unit operasi pemisahan tertua
yang digunakan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya
dalam padatan dengan cara mengontakannya dengan pelarut yang sesuai. Operasi
ekstraksi ini dapat dilakukan dengan mengaduk suspense padatan didalam tangki
atau dengan menyusun padatan tersebut dalam suatu unggun tetap, kemudian
cairan pelarut mengalir diantara butiran padatan, cara ini disebut cara perkolasi.
Misalnya ada campuran fasa padat A dan C yang akan diambil C-nya, maka
ditambahkan solven B cair yang bisa melarutkan C tetapi tidak melarutkan A.
Diperoleh ekstrak berupa larutan C dalam B. Selanjutnya B dipisahkan dari C,
biasanya dengan penguapan, dan dipakai lagi untuk leaching. Proses ini juga bisa
dipakai untuk pengambilan minyak atsiri dari hasil-hasil tanaman Indonesia.
Industri rakyat umumnya masih belum bisa memanfaatkan teknologi ini karena
kelayakan proses ini sangat ditentukan oleh keberhasilan pengambilan kembali
(recovery) salven, yang membutuhkan peralatan yang relatif baik. Harga salven ini
biasanya relatif mahal, sehingga kehilangan salven akan sangat merugikan.
Kelemahan lain proses ini adalah adanya sedikit salven yang tertinggal dalam
produk. Untuk produk-produk tertentu, terutama bahan makanan, adanya sedikit
salven tersisa tersebut perlu dihindari. Usaha-usaha penghilangan salven dalam
produk merupakan masalah pemisahan yang perlu dipelajari lebih lanjut
(Wahyudi, 2000 : 80).

Menurut Khopkar ( 1990 : 78) Tiga metode dasar pada ekstraksi padat-cair,
yaitu:
1. Ekstraksi bertahap
Merupakan cara yang paling sederhana. Caranya dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan
pelarut semula, kemudian dilakukan ekstraktor soxhlet yang dilakukan
secara berkesinambungan, sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi
zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan
didiamkan dan dipisahkan dengan metode distilasi.
2. Ekstraksi kontinu
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk
pemisahan yang kuantitatif diperlukan berapa tahap ekstraksi
3. Ekstraksi continu counter current
Fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan
dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya
digunakan untuk pemisahan zat, isolasi ataupun pemurnian.

Sokletasi adalah suatu teknik ekstraksi dengan menggunakan alat


soklet,dimana suatu zat yang terikat dalam zat padat diekstrak dengan suatu
pelarut panas secara kontinu.Pelarut panas tersebut merupakan destilat dari
pelarut yang digunakan.Suatu alat soklet dengan sendirinya juga terdiri dari alat
alat destilasi dengan kondensor dan alat pemanas.Pada alat ini ditambahkan pula
alat ekstraksi untuk menempatkan thumbel yang berisi sampel.
Proses ekstraksi yang terjadi umumnya adalah proses melarutnya zat dalam
pelarut yang digunakan.Temperatur pelarut yang cukup panas dengan sendirinya
menambah efektivitas proses ekstraksi.Pada teknik ekstraksi ini pelarut yang
digunakan mula-mula destilasi dan destilatnya akan mengekstrak zat yang
diinginkan.Destilat yang telah mengekstrak turun kembali dan proses ekstraksi
berlangsung pula,begitu secara sinambung hingga zat yang diekstrak diperoleh
semua.Untuk mengetahui kapan proses sokletasi dihentikan,secara sederhana
dapat dilihat dari warna destilat yang telah sama dengan warna pelarut murni
( Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik, 2008 : 12-13 ).

V. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:

1. Seperangkat alat soklet 1. Ikan kering


2. Neraca 2. CaCl2
3. Lumping porselin 3. Petroleum eter (PE)
4. Rotary evaporator
5. Gelas ukur 100 mL
6. Oven
7. Batu didih
8. Gelas piala 200 mL
9. Kaca arloji
10. Spatula

VI. Prosedur Kerja

50 gr daging ikan

Dipotong-potong
Dikeringkan dalam oven 1 hari pada suhu 110oC
Ditimbang ikan kering tersebut
Digerus sampai lembut
Dimasukkan hasil gerusan ke dalam kertas saring
3 gr CaCl2 anhidrat
Ditambahkan
Ditutup dengan sumbat kapas
Dimasukkan sampel ke dalam wadah ekstraksi
Diisi bagian kosong wadah dengan kaleng sehingga
bungkusan dapat berdiri vertical
Beberapa volume PE
Diisi dalam labu pemanas
Dilakukan sokletasi dengan pemanasan perlahan agar PE
mendidih secara sempurna
Dihentikan sokletasi setelah 2 jam atau minimal 6 kali
siklus
Ditimbang labu bulat
PE yang mengandung lemak dan minyak
Dipindahkan ke dalam labu bulat
Dipisahkan PE dengan cara didestilasi PE tersebut dengan
rotary evaporator
Ditimbang kembali labu bulat bersama dengan lemak dan
minyak yang tidak mengandung PE
Diukur volume minyak yang diperoleh
Hasil

VII. Data Percobaan

Berat kertas saring I = 2,475 gr


Berat kertas saring II = 1,0172 gr
Berat kertas saring + ikan kering sebelum digerus = 17,47 gr
Berat CaCl2 = 3 gr
Berat kertas saring + ikan kering setelah digerus = 15 gr
Berat gelas kimia kosong = 68,4 gr
Berat gelas kimia + minyak ikan = 73,78 gr
Volume n-hexane = 450 ml
Suhu awal = 220c
Suhu konstan = 700c
Minyak ikan yang diperoleh = 5,38 gr
Volume minyak = 5,9 mL
Jumlah siklus = 8 kali
Efisiensi kadar minyak
5,38 gr
× 100 % = 38,47 %
13,9828 gr

VIII. Pembahasan

Pada percobaan ini, dilakukan pemisahan dengan cara ekstaksi padat-cair.


Ekstraksi Padat-cair merupakan pemisahan satu komponen dari padatan dengan
melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan
dalam pelarut tersebut. Proses ini banyak digunakan dalam pemisahan minyak
dari bahan yang mengandung minyak. Padatan yang dijadikan sampel yaitu ikan
patin kering, sedangkan cairan yang akan diambil yaitu minyak yang terkandung
didalam ikan tersebut.

Minyak ikan termasuk senyawa lipida yang bersifat tidak larut dalam air.
Sifat minyak ikan yang telah dimurnikan atau diuji secara organoleptik, yaitu
cairan yang berwarna kuning muda, jernih dan berbau khas minyak ikan. Sifat
fisiknya berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92 gr/ml dengan angka iod
lebih dari 65 gr/100 gr, angka penyabunan 185-195 mg/gr, asam lemak bebas 0,1-
13 %, dan angka tidak tersabunkan 0,5-2,0 mg/gr.

Kadar minyak dalam ikan sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu: spesies (jenis) ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan (umur), musim,
siklus bertelur, dan lokasi geografis. Komposisi minyak ikan laut lebih kompleks,
mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang, yang lebih banyak
dibandingkan ikan air tawar. Pada percobaan ini, 50 gr ikan patin yang telah
dikeringkan dan digerus dimasukkan kedalam selonsong ditambahkan
CaCl2 anhidrat dan ditutup dengan sumbat kapas. Penambahan CaCl2 ini bertujuan
untuk menyerap cairan yang terkandung pada ikan, hal ini dapat dilihat dari dari
ikan detelah diekstraksi sangat kering. CaCl2 juga tidak berwarna, berbau, beracun
sehingga dapat digunakan sebagai katalis dan mempercepat proses ekstraksi.
Dilakukan soxhletasi dengan menggunakan n-hexane sebagai pelarut,
berlangsung dengan 8 kali siklus. Sebenarnya dalam penuntun pelarut yang akan
digunakan adalah petroleum eter (PE), akan tetapi karena keterbatasan bahan
dilaboratorium digunakan n-hexane. Petroleum eter adalah bahan pelart lemak
nonpolar yang paling banyak digunakan karena harganya relative murah kurang
berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan serta lebih selektif untuk
lemak nonpolar. Pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi lemak adalah
heksan, eter atau atau kloroform, jadi penggantian PE dengan dietil eter bukan
merupakan masalah besar yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi.
Selanjutnya pisahkan larutan n-hexane dengan lemak dengan menggunakan
alat Rotary evaporator. Prinsip utama dalam instrument ini adalah penurunan
tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat sehingga pelarut
dapat menguap lebih cepat dibawah tititk didihnya. Karena teknik itulah suatu
pelarut akan menguap dan senyawa yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut
menguap. Dan pemanasan dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut,
sehingga senyawa yang terkandung didalam pelaruttidak rusak oleh suhu
tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau
keseluruhan sebuah pelarut dari bentuk cair menadi uap. Evaporator mempunyai
dua prisip dasar, yang pertama yaitu untuk menukar panas dan yang kedua untuk

memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.


Setelah proses destilasi menggunakan rotary evaporator selesai, dilakukan
pengukuran terhadap minyak ikan yang diperoleh. Banyaknya minyak ikan yang
didapatkan dari hasil destilasi adalah 5,38 gr. Setelah dilakukan perhitungan,
kadar lemak yang terdapat dalam ikan patin adalah sebanyak 38,47%.Dengan
perhitungan kadar lemak sebagai berikut :
𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
% 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

5,38 gr
= 13,9828 gr × 100 %

= 38,47 %

IX. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Apakah fungsi penambahan kalsium klorida anhidrat ke dalam sampel


tersebut ? dapatkah zat tersebut diganti dengan zat lain ? jelaskan jawaban
anda !
Jawab: Penggunaan CaCl2 anhidrat untuk proses pengeringan karena dapat
mengikat sisa air yang masih terdapat pada ikan.

2. Tentukan kadar lemak dan minyak (%) dalam sampel ikan tersebut!
5,38 gr
Jawab: × 100 % = 38,47 %
13,9828 gr

3. Sebutkan jenis pelarut lain yang dapat digunakan dalam melarutkan lemak
atau minyak!
Jawab: Pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan minyak atau lemak
adalah dietil eter , petroleum eter, etanol, petroleum benzin, n-heksan

X. Kesimpulan
1. Ekstraksi Padat-cair merupakan pemisahan satu komponen dari padatan
dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat
dilarutkan dalam pelarut tersebut. Proses ini biasanya dilakukan dalam fase
padatan, sehingga disebut juga ekstraksi padat-cair.
2. Dalam ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang
diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Proses ini banyak
digunakan dalam pemisahan minyak dari bahan yang mengandung minyak.
3. Kadar minyak ikan yang terdapat dalam sampeldapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan :
Minyak yang Diperoleh
Kadar lemak = : × 100 %
Berat Sampel

4. Dari percobaan yang dilakukan banyaknya minyak ikan yang didapatkan dari
hasil destilasi adalah 14 mL. Setelah dilakukan perhitungan, kadar lemak yang
terdapat dalam ikan patin adalah sebanyak 38, 47%.

XI. Daftar Pustaka

Arsyad. 2001. Kamus Kimia. Jakarta: Rineka Cipta,


Barasella, D. 2012. Buku Wajib Kimia Dasar. Jakarta : Trans Info Media.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptoraharjo a.
Jakarta : UI Press
Wahyudi. 2000. Berbagai Teknologi Proses Pemisahan Prosiding Presentasi Ilmiah
Daur Bahan Bakar Nuklir V. Jakarta: P2TBDU dan P2BGN-BA TAN
Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik. 2015. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar
Pemisahan Analitik. Jambi: Universitas Jambi

XII. Lampiran

No Gambar No Gambar
1 2

Mengeringkan sampel Menggerus sampel


3 4

Menimbang sampel Memasukkan sampel dalam kertas saring


5 6

Memasukkan sampel dalam timbel Mengukur volume pelarut n-heksana


7 8

Seperangkat alat sokletasi

Merangkai alat sokletasi


9 10

Memanaskan pelarut Proses sokletasi


PERCOBAAN VI
PEMISAHAN DENGAN CARA KROMATOGRAFI

I. Hari, tanggal : Minggu, 26 April 2015

II. Tujuan

1. Mengetahui harga Rf dari senyawa-senyawa dalam pelarut tertentu


2. Mengetahui prinsip kerja dari berbagai macam jenis kromatografi

III. Pertanyaan Prapraktikum

1. Buatlah tabel yang memperlihatkan perbandingan empat jenis kromatografi


yang dicobakan pada Praktikum ini!
Jawaban:
Jenis kromatografi Pengertian
Kromatografi Kromatografi kertas merupakan salah satu metode
kertas pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua
fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana
suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan
kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis
kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai
pengganti kolom.
Kromatografi lapis kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau
tipis (KLT) alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika
gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada
umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada
pemisahan dengan kromatografi
Kromatografi gas Campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi gas.
Fasa stationer dapat berupa padatan (kromatografi gas-
padat) atau cairan (kromatografi gas-cair). Umumnya,
untuk kromatografi gas-padat, sejumlah kecil padatan inert
misalnya karbon teraktivasi, alumina teraktivasi, silika gel
atau saringan molekular diisikan ke dalam tabung logam
gulung yang panjang (2-10 m) dan tipis. Fasa mobil adalah
gas semacam hidrogen, nitrogen atau argon dan disebut gas
pembawa. Pemisahan gas bertitik didih rendah seperti
oksigen, karbon monoksida dan karbon dioksida
dimungkinkan dengan teknik ini
Kromatografi Kromatografi kolom adalah salah satu metode yang
kolom digunakan untuk pemurnian senyawa dari
campuran dengan memakai kolom. Kromatografi
kolom termasuk kromatografi preparatif.

2. Apakah yang dimaksud dengan Rf? Jelaskan fungsi harga Rf ini bagi suatu
kegiatan analisis!
Jawaban :
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu
perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak
yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan
tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif
antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila
identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda.

3. Sebutkan syarat-syarat jenis eluen yang dapat digunakan untuk kromatografi


lapis tipis (TLC/KLT)!
Jawaban :
Syarat-syarat pelarut yang diinginkan dalam KLT : Pelarut yang digunakan
tergantung pada sifat zat yang akan dianalisa. Yang polar akan larut pada
pelarut polar. Untuk komponen yang lebih polar.

IV. Tinjauan Pustaka

Kromatografi adalah teknik pemisahan dimana suatu zat dalam campuran


diuraikan berdasarkan kemampuannya untuk diserap oleh komponen lain yang
ada dalam kromatografi yang dikenal sebagai fasa diam. Dalam kromatografi,
komponen-komponen terdistribusi dalam dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak.
Fasa diam dapat berupa zat cair atau padat. Sedangkan fasa bergerak dapat
berupa cairan atau gas. Dengan demikian, kromatografi dapat dibedakan menjadi
aras dasar kombinasi antara fasa diam dan fasa bergerak. Kombinasi tesebut
dapat berupa cair-gas, padat-cair, cair-cair dan gas-padat.
Transfer masa antara fasa dian dan fasa gerak terjadi karena bila molekul-
molekul terserap pada permukaan fasa diam yang dapat berupa zat padat atau zat
cair. Kemampuan fasa diam untuk mengadopsi fasa bergerak sangat bergantung
pada sifat-sifat fasa diam dan fasa bergerak. Untuk setiap zat, hal ini sangat
spesifik sehingga teknik kromatografi dusamping bertujuan untuk pemisahan
dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi suatu zat. Pada saat ini telah dikenal
cukup banyak teknik kromatpgrafi, diantaranya: kromatografi kertas, lapis tipis
(TLC), gas (GC), kolom dan ekslusi. Dengan berbagai cara tersebut, kegiatan
prevatif dan analitik semakin valid dan reliable hasil yang diperoleh.
(Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik, 2008)

Ada berbagai cara penggolongan teknik kromatografi, pertama berdasarkan


perbedaan teknik pengerjaan dikenal kromatografi elusi, partisi dan pendesakan.
Kedua berdasarkan jenis fasa yang dipakai (mobil-stasioner) yaitu a) kromatografi
gas-cair, b) kromatografi gas padat, c) kromatografi cair-cair dan d) kromatografi
cair-padat. Teori dasar kromatografi pertama kali dikembangkan untuk
kromatografi cair-cair oleh Martin dan Synge. Metoda kromatografi planar
meliputi kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Setiap metode ini
memerlukan lapis tipis materi berbentuk bidang datar, yang dapat langsung
dipakai untuk pemisahan atau harus dilapiskan di atas lempeng kaca atau plastik
atau logam. Fasa mobil bergerak melalui fasa stasioner berdasarkan kerja kapiler
kadang-kadang dibantu tarikan gravitasi. Kromatografi lapis tipis dilakukan pada
lempeng kaca yang dilapisi dengan selapis tipis partikel-partikel halus. Lapis tipis
ini berfungsi sebagai fasa stasioner (Lukum, 2006 : 49 & 62)

Teknik kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden, Gordon dan Martin


(1994), yang menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam. Kertas
merupakan selulosa murni yang memiliki afinitas terhadap air atau pelarut polar
lainnya. Bila air diadsorbsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis
yang dapat dianggap analog dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai
penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap di antara struktur
pori kertas. Cairan fase bergerak yang biasanya berupa campuran dari pelarut
organik dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang didepositkan pada
kertas dengan kecepatan yang berbeda. Pemisahan terjadi berdasarkan partisi
masing-masing komponen diantara fase diam dan fase bergeraknya. (Yazid, 2005:
92)

Dalam teknik kromatografi kertas, proses pengeluaran asam mineral dari


kertas disebut desalting. Larutan ditempatkan pada kertas dengan menggunakan
mikropipet pada jarak 2-3 cm dari salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan
garis horizontal. Setelah kertas dikeringkan, diletakkan di ruang yang sudah
dijenuhkan dengan air atau dengan pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat
dilakukan 24 jam sebelum analisis. Descending adalah salah satu teknik di mana
cairan dibiarkan bergerak menuruni kertas akibat gravitasi. Pada teknik ascending,
pelarut bergerak ke atas dengan gaya kapiler. Nilai Rf harus sama baik pada
descending maupun ascending. Sedangkan yang ketiga dikenal sebagai cara radial
atau kromatografi kertas sirkuler. Kondisi - kondisi berikut harus diperhatikan
untuk memperoleh nilai Rf yang reprodusibel. Temperatur harus dikendalikan
dalam variasi tidak boleh lebih dari 0,5oC. Kertas harus didiamkan dahulu paling
tidak 24 jam dengan atmosfer pelarutnya, agar mencapai kesetimbangan sebelum
pengaliran pelarutnya pada kertas. Dilakukan beberapa pengerjaan yang parallel,
Rfnya tidak boleh berbeda lebih dari 0,02.
Suatu atomiser umumnya digunakan sebagai reagent penyemprot bila
batas permukaan pelarut dan zat terlarut dalam kertas ingin dibuat dapat dilihat.
Atomiser yang halus lebih disukai. Gas - gas juga dapat digunakan sebagai
penanda bercak, untuk karbohidrat notasi Rg digunakan untuk menggantikan Rf.
Setelah penandaan bercak batas permukaan, selanjutnya dapat dilakukan
analisis kalorimetri atau spektroskopi reflektansi bila sampel berupa logam.
Materi yang terdapat di dalam kertas dapat ditentukan secara langsung dengan
pelarutan. Kromatografi kertas selain untuk pemisahan dan analisis kuantitatif,
juga sangat bermanfaat untuk identifikasi. Hal ini dapat dilakukan misalkan
dengan membuat grafik antara Rm α terhadap jumlah kation dalam suatu deret
homolog
(Khopkar, 2008 : 206-208)

Menurut Wiryawan,A ( 2008 : 260) kromatografi dapat digolongkan


berdasrkan fase yang terlibat antar lain:
1. Kromatografi gas-cair, bila fase geraknya berupa gas dan fase
diamnya berupa cairan yang dilapiskan pada padatan pendukung yang inert
2. Kromatografi gas-padat, bila fase geraknya berupa gas dan fase diamnya
berupa padatan yang dapat menyerap/mengadsorpsi
3. Kromatografi cai-cair, bila fase gerak dan diamnya berupa cairan, dimana
fase diamnya dilapiskan pada permukaan padatan pendukung yang inert
4. Kromatografi cair-padat, bila fase geraknya berupa gas sedangkan fase
diamnya berupa padat an yang amorf yang dapat menyerap
Kromatografi juga dapat didasarkan atas prinsipnya, misalnya
kromatografi partisi (partition chromatography) dan kromatografi serapan
(adsorption chromatography).
Fase Fase Prinsip Teknik Kerja
Bergerak Diam
Gas Padat Adsorbsi Kromotografi gas-
padat
Cair Padat Adsorbsi, Kromatografi
Partisi kolom, KLT,
kromatografi
kertas
Cair Cair Partisi Kromatografi
kolom, KLT,
kromatografi
kertas
Gas Cair Partisti Kromatografi gas-
cair

V. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:

1. Seperangkat alat-alat gelas 1. Butanol pa


2. Kertas saring whatman 2. Kristal iod
3. Palt TLC 3. Sampel ekstrak daun
4. Chamber 4. Kloroform
5. Pipa kapiler 5. n-pentana
6. Gunting 6. n-heptana
7. Seperangkat alat kromatografi gas 7. n-heksana
8. Seperangkat alat kromatografi kolom 8. Asam nitrat
9. Mistar 9. Aniline ptalat
10. Pensil 10. Etanol
11. Lumpang porselen 11. Aseton
12. Pipet tetes 12. Kapas
13. Corong pisah 13. Aseton dan natrium
sulfat

VI. Prosedur Kerja

1. Pemisahan dan Penentuan Karbohidrat dengan Kromatografi Kertas


Butanol : asam asetat : air (4 :1 : 5)
Disiapkan sebagai fasa gerak dengan dicampurkan larutan
tersebut
Disiapkan kertas whatman no. 1 yang telah dijenuhkan
dengan uap air
Larutan sampel

Disiapkan yang terdiri dari beberapa macam karbohidrat


Larutan penyemprot berupa aniline platat
Disiapkan untuk menandai berkas gula reduksi dan uap
iodine untuk gula non reduksi
Larutan standar

Disiapkan yang tediri dari zat murni untuk glukosa,


fruktosa, maltose dan amilum
Disiapkan perangkat kromatografi kertas
Diberi garis pada kertas + 0,5 cm dari pinggirnya
Larutan standar
Ditotolkan 3-4 larutan pada garis tersebut
Dimasukkan kertas tersebut dalam posisi tegak pada
chamber yang telah berisi larutan standar
Dibiarkan beberapa lama hingga pelarut naik mendekati
batas tepi atas kertas lalu diangkat dan dikeringkan
Disemprot zat pemula noda yang sesuai dengan larutan
standar yang digunakan
Dicatat nilai RF-nya
Diulangi kegiatan ini untuk semua larutan standard dan
juga sampel
Dibandingkan RF yang diperoleh dan dapat ditentukan jenis
karbohidrat yang terdapat dalam sampel

Hasil

2. Pemisahan Komponen Penyusun Daun Bayam secara TLC


50 gr daun
Diekstraksi zat dengan menggunakan 10 mL aseton dan 25
mL FE
Dipindahkan hasil ekstraksi ke dalam corong
Ditambahkan 10 mL air dan dikocok serta dipisahkan

Diambil
Lapisan aseton, FEdan
danditambahkan
zat terekstrak natrim sulfat

Dipanaskan beberapa saat secara perlahan sehingga


ekstrak tersebut dapat lebih pekat
Digunakan ekstrak ini sebagai sampel dan ditotolkan pada
plat TLC
Dilakukan hal serupa sebagaimana kromatografi kertas

Dicampur
Etanol dan diguanakan
dan kloroform (1 : 1) sebagai fasa gerak (eluen)
Diganti kertas dengan plat TLC
Diberi garis pada kedua sisi kertas + 1 cm dan pada salah
satu garisnya ditotolkan sampel
Dimasukkan plat ke dalam chamber yang berisi fasa gerak
dan dibiarkan beberapa saat hingga eluen mancapai batas
garis atas
Diangkat plat TLC dan ditempatkan dalam gelas kimia yang
berisi padatan iodium
Ditutup gelas kimia tersebut dengan kertas saring dan
dibiarkan beberapa saat hingga noda pada plat tampak
Ditandai noda-noda yang terlihat dan dihitung nilai Rf-nya
Dilakukan hal serupa tetapi menggunakan fasa bergerak
yang terdiri dari etanol dan kloroform (2 :1) atau (1 : 2)
Dibandingkan nilai Rf-nya

Hasil

3. Pemisahan Zat dengan Kromatografi Kolom


a. Siapkan kolom dengan cara berikut
Kapas atau glass woll
Ditempatkan dalam kolom kering dan ditekan
hingga mencapai dasar kolom
Ditutup klem dan ditambahkan 10 mL PE dan
dihilangkan gelembung pada kapas dengan batang
pengaduk
Ditambahkan pasir + 3 mm dari tinggi kapas
20 gr alumina
Dicampurkan dalam gelas kimia 100 mL dengan
menggunakan 40 gr PE
Diaduk dengan sampel untuk menghilangkan
gelembung udara
Dimasukkan campuran tersebut ke dalam kolom
secara perlahan-lahan
Dipadatkan dengan cara diketuk-ketuk dinding
kolom dengan pensil
Dibiarkan lapisan alumina turun, kemudian
ditambahkan lagi pasir setinggi 5 mm diatas lapisan
alumina tersebut
Ditambahkan secara perlahan eluen di atas lapisan
pasir

Hasil

b. Pengerjaan Kolom Kromatografi


Pelarut
Ditampung di dalam gelas Erlenmeyer 250 mL
ketika klem dibuka hingga pelarut tepat di atas
lapisan eter
Ditambahkan 25 tetes (0,6 mL) zat yang telah
diekstrak dari percobaan TLC
Dibuka kran hingga zat ini turun sebagian, tetapi
jangan sampai kolom benar-benar kering
Ditambahkan 5 mL PE dan dibiarkan mengalir
melalui kolom dengan cara dibuka klem dan ditutup
klem
Ditambahkan eluen pertama (PE : CH2Cl2 = 4 : 1)
Dibuka klem dan dibiarkan pelarut turun
Dipisahkan tiap fraksi yang berbeda warna ke dalam
tabung yang berbeda
Dilakukan penambahan eluen (CH2Cl2 : methanol =
95 : 5)
Diulangi lagi prosedur elusi ini hingga semua fraksi
yang berbeda warna di peroleh
Diberi label tiap tabung yang berisi larutan dengan
warna yang berbeda
Diidentifikasi komponen yang terdapat dalam tiap
tabung dengan cara TLC tersebut
Hasil

4. Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Gas


Campuran standar
Disiapkan yang terdiri dari 5 mL n-pentana, 10 mL n-
heksana dan 15 mL n-heptana
Campuran larutan sampel
Disiapkan yang perbandingan jumlahnya tidak diketahui
Diset alag GC sesuai dengan kondisi percobaan yang
diperlukan
Digunakan syringe yang sesuai dan diambil kromatografi
untuk tiap-tiap senyawa
Dibandingkan dengan kromatogram campuran larutan
standard an kromatogram dari tiap individu larutan
standar
Hasil
VII. Data Percobaan

1. Pemisahan dan penentuan karbohidrat dengan kromatografi kertas


Jarak yg Jarak yg
Sampel ditempuh ditempuh Harga Rf
sampel pelarut
Glukosa 0,42 4.9 cm 0,085
Fruktosa 0,6 cm 4.9 cm 0,122
Maltosa 0,68 cm 4.9 cm 0,138
Amilum 1,45 cm 4.9 cm 0,3

2. Pemisahan komponen penyusun dau n bayam secara TLC


Percobaan ini tidak dilakukan, karena alat yang digunakan pada kromatografi
TLC ini tidak ada

3. Pemisahan zat dengan kromatografi kolom


Percobaan ini tidak dilakukan, karena alat yang digunakan pada kromatografi
kolom ini tidak ada

4. Pemisahan senyawa dengan kromatografi gas


Percobaan ini tidak dilakukan, karena alat yang digunakan pada kromatografi
gas ini tidak ada

VIII. Pembahasan

Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia


yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen
campuran yang terpisah pada fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase yang
bergerak. Beberapa sifat fisika umum dari molekul yang dipakai sebagai asa teknik
pemisahan kromatografi adalah :
 Kecenderungan molekul untuk teradsorpsi oleh partikel-partikel
padatan yang halus
 Kecenderungan mlekul untuk melarut pada fase cair
 Kecenderungan molekul untuk teratsir
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan dengan proses berlipat
ganda, artinya selama proses berlangsung terjadi berulang kali kontak adsorbsi;
atau partisi dari komponen-komponen yang dipisahkan.
Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada
kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan
reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa
dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Ada beberapa faktor
yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, dan kertas.
Perubahan suhu dapat merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran
sedangkan ukuran tau volume dari bejana dapat mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen
pelarut dari kertas.
Ciri noda yang baik adalah ketika noda yang ditotolkan terserap dengan
bentuk yang konstan atau tidak meninggalkan noktah pada jalan yang dilaluinya
Pada percobaan pemisahan secara kromatografi ini dilakukan perlakuan,
yaitu pemisahan dan penentuan karbohidrat dengan kromatografi kertas,
Sedangkan untuk pemisahan senyawa dengan kromatografi gas,pemisahan
komponen penyusun daun bayam secara TLC dan pemisahan zat dengan
kromatografi kolom tidak dilakukan, karena alat yang digunakan tidak ada.

1. Pemisahan dan Penentuan Karbohidrat dengan Kromatografi Kertas

Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa


antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu senyawa terjadi
antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewati berupa pelarut
organik yang sudah dijenuhkan dengan air dan melalui serat dari kertas oleh gaya
kapiler dan menggerakkan komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan
jarak pada arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergeser sampai
jarak yang cukup jauh atau setelah waktu yang telah ditentukan, kertas diambil
dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran
kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka akan
terlihat sebagai pita atau noda yang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus
dideteksi dengan cara fisika dan kimia. Yaitu dengan menggunakan suatu
pereaksi-pereaksi yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau
semua dari senyawa-senyawa. Bila daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi,
maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa. Metoda identifikasi yang
paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda relatif terhadap
permukaan pelarut, menggunakan harga Rf.
Pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi
kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi.
Kromatografi kertas dapat digunakan terutama untuk kandungan tumbuhan
yang mudah larut dalam air, satu keuntungan utama kromatografi kertas adalah
kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya
pada lmbaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan
penyangga. Untuk kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang lebih
besar dari pada utuk analisis. Suatu analisis kimia menjadi meragukan jika
pengukuran sifat tidak berhubungan dengan sifat spesifik senyawa terukur.
Analisis meliputi pengambilan cuplikan, pemisahan senyawa pengganggu, isolasi
senyawa yang dimaksudkan, pemekatan terlebih dahulu sebelum identifikasi dan
pengukuran.
Pada percobaan ini, kita akan menentukan nilai Rf dari larutan cuplikan
dengan menggunakan kromatografi kertas. Sampel yang digunakan berupa
larutan karbohidrat yang menggandung glukosa fruktosa, maltose dan amilum
yang juga berfungsi sebagai fasa diam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran
yang sesuai yaitu butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4:1:5. Alasan
untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas
kimia terjenuhkan denga uap pelarut.
Setelah sampel ditotolkan dikertas saring kemudian dicelupkan dalam fasa
gerak tadi (eluen).Larutan eluen akan meresap kedalam kertas dan menyebabkan
noda pada kertas terangkat keatas dan terpisahkan berdasarkan komponen
penyusunnya.Setiap komponen penyusun pada sampel mempunyai kecepatan air
yang berbeda.Perbedaan ini dinyatakan sebagai Rf.Rf adalah perbandingan jarak
yang ditempuh zat terhadap jarak yang ditempuh pelarut.Rf untuk masing-masing
sampel adalah sebagai berikut :
Jarak yang ditempuh komponen
Rf = Jarak yang ditempuh pelarut

 Untuk sampel Glukosa


0,42 cm
Rf standar = = 0,085
4,9 cm

 Untuk sampel Fruktosa


0,6 cm
Rf sampel = 4,9 cm = 0,122

 Untuk sampel Maltosa


0,68 cm
Rf sampel = = 0,138
4,9 cm

 Untuk sampel Amilum


1,45 cm
Rf sampel = = 0,3
4,9 cm

2. Pemisahan Komponen Penyusun Daun Bayam secara TLC

Bayam (Amaranthus spp.) merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk


dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini berasal
dari Amerikatropik namun sekarang tersebar ke seluruh dunia. Tumbuhan ini
dikenal sebagai sayuran sumber zat besi yang penting.
Berdasarkan literatur langkah pertama yang dilakukan adalah eksttraksi
sampel. Daun bayam yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan, kemudian
ditimbang sebanyak 50 gram lalu ditambahkan 30 mL aseton dan 75 mL dietil eter.
Penambahan larutan ini berfungsi untuk melarutkan klorofil. Sehingga didapatkan
ekstraknya sebanyak 28,5 mL.
Pada ekstrak tersebut ditambahkan 10 mL aquades lalu dikocok larutan
tersebut. Saat terbentuk 2 lapisan, lapisan tersebut dipisahkan. Pada dasar corong
pisah masih terdapat sedikit air, sehingga perlu ditambahkan natrium sulfat.
Penambahan natrium sulfat ini berfungsi untuk menghilangkan air yang masih
terdapat pada larutan ekstrak. Larutan ekstrak didapatkan sebanyak 22 mL.
Larutan ekstrak tersebut dipanaskan. Dilakukan pemanasan agar larutan tersebut
lebih pekat.
Fase gerak membawa zat terlarut melalui media fase diam sehingga terpisah
dari zat terlarut lainnya yang terelusi lebih awal atau paling atau paling akhir
karena perbedaan afinitas masing-masing zat terlarut dengan fase diam. Fase
diam disini adalah berupa zat padat yang disebut adsorben yang digunakan adalah
pelat TLC silika gel. Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak digunakan
dalam kromatografi lapis tipis. Senyawa netral yang merupakan gugusan sampai
tiga pasti dapat dipisahkan pada lapisan yang diaktifkan dengan memakai pelarut
organik atau campuran pelarut yang normal. Karena sebagian besar silika gel
bersifat sedikit asam, maka asam agak mudah dipisahkan, jadi meminimumkan
reaksi asam-basa antara penyerap dengan senyawa yang dipisahkan. Sedangkan
fase gerak yang sering digunakan adalah berupa campuran dari pelarut organik
dengan tujuan untuk memperoleh pemisahan yang lebih baik. Kombinasi pelarut
berdasarkan atas polaritasnya, sehingga akan diperoleh sistem pengembang yang
cocok. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah etanol dan kloroform.
Dalam 4 buah gelas kimia diisikan campuran pelarut yaitu, etanol :
kloroform = 2 : 1, etanol : kloroform = 1 : 1, etanol : kloroform = 1 : 2. Masing-
masing campuran pelarut tersebut digunakan untuk menguji sampel dengan
menggunakan pelat TLC. Pelat TLC sebelumnya telah dibentuk dengan ukuran 5x1
cm. Kemudian diberi batas atas dan batas bawahnya menggunakan pensil. Alat
yang digunakan haruslah pensil, kerena jika menggunakan pena ataupun spidol,
tintanya akan ikut terjerap. Pelat TLC menggunakan alumina sebagai stasioner.
Kemudian larutan sampel diambil dengan menggunakan pipa kapiler dan
ditotolkan pada tengah salah satu batas. Pelat yang telah ditotolkan larutan
sampel dimasukkan secara vertikal atau diagonal pada gelas kimia berisi
campuran larutan pelarut. Lalu ditunggu sampai noda terbawa oleh pelarut dan
pelarut mencapai batas atas. Kemudian diukur jarak yang ditempuh noda dan
jarak garis depan pelarut dan dihitung Rf-nya.
Pada eluen etanol : kloroform (2 : 1), menghsilkan 3 noda yang baik. Noda
pertama berwarna hijau tosca dengan jarak 3,1 cm dan Rf-nya 0,775, noda kedua
berwarna hijau tua dengan jarak 3,4 cm dan Rf-nya 0,85 dan noda ketiga
berwarna hijau muda dengan jarak 0 cm dan Rf-nya 0. Lalu pada plat TLC disinari
dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Pada saat disinari sinar UV
terjadi perubahan warna pada noda kedua, yaitu dari warna hijau tua menjadi
coklat.
Pada eluen etanol : kloroform (1 : 1), menghsilkan 3 noda yang kurang baik.
Noda pertama berwarna hijau tosca dengan jarak 2 cm dan Rf-nya 0,5, noda kedua
berwarna hijau muda dengan jarak 0 cm dan Rf-nya 0 dan noda ketiga berwarna
kuning dengan jarak 3,4 cm dan Rf-nya 0,85. Lalu pada plat TLC disinari dengan
sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Pada saat disinari sinar UV noda
kuning menjadi jelas dan noda yang berwarna hijau tosca menjadi coklat.
Pada eluen etanol : kloroform (1 : 2), menghsilkan 3 noda yang tidak baik.
Noda pertama berwarna hijau tosca dengan jarak 2,1 cm dan Rf-nya 0,525, noda
kedua berwarna hijau muda dengan jarak 0 cm dan Rf-nya 0 dan noda ketiga
berwarna kuning dengan jarak 3,4 cm dan Rf-nya 0,85. Lalu pad plat TLC disinari
dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Pada saat disinari sinar UV
tidak terjadi perubahan apapun.

3. Pemisahan Zat dengan Kromatografi Kolom

Pemisahan berdasarkan kromatografi adsorpsi, sangat tergantung pada


distribusi pada kedua fase cair dan padat. Untuk pemisahan pigmen dari
tumbuhan, dapat dilakukan dengan kromatografi kolom. Alat yang digunakan
yaitu kolom yang di dalamnya berisi fase stasioner (padat atau cair). Campuran
ditambahkan ke kolom dari satu ujung dan campuran akan bergerak dengan
bantuan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan dicapai oleh perbedaan
laju turun masing-masing komponen dalam kolom, yang ditentukan oleh kekuatan
adsorpsi atau koefisien partisi antara fase gerak dan fase diam (stationer).
Kromatografi kolom bertujuan untuk mengisolasi komponen dari
campurannya. Pada kromatogarfi kolom digunakan kolom dengan adsorben sillika
gel karena kolom yang dibentuk dengan silika gel memiliki tekstur dan struktur
yang lebih kompak dan teratur. Silika gel memadat dalam bentuk tetrahedral
raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat. Dengan demikian, adsorben silika gel
mampu menghasilkan proses pemisahan yang lebih optimal.
Silica gel dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaannya, karena pada
permukaannya terikat gugus hidroksil. Oleh karenanya, silica gel sifatnya sangat
polar. Jika fasa gerak yang digunakan sifatnya non-polar, maka pada saat
campuran dimasukkan, senyawa-senyawa yang semakin polar akan semakin lama
tertahan di fasa stasioner, dan senyawa-senyawa yang semakin tidak (kurang)
polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat.
Dalam proses pemisahan dengan kromatografi kolom, adsorben silika gel
harus senantiasa basah karena, jika dibiarkan kering, kolom yang terbentuk dari
silika gel bisa retak, sehingga proses pemisahan zat tidak berjalan optimal. Selain
itu, kondisi yang senantiasa basah berperan untuk memudahkan proses elusi
(larutan melewati kolom) dalam kolom.
Kolom yang digunakan dalam kromatografi kolom dapat berupa gelas,
plastik atau nilon. Ukuran kolom yang lazim digunakan mempunyai diameter
dalam 2 cm dan panjang 45 cm. Ujung bagian bawah dilengkapi dengan kran
untuk mengatur laju alir eluen. Untuk menahan fasa diam (adsorben) biasanya
digunakan kapas gelas (glass wool) atau gelas berpori (fritted glass). Sorben yang
digunakan dalam kromatografi kolom diantaranya arang, magnesium silikat,
alumina, silika gel, kalsium sulfat dan serbuk selulosa. Berikut ini beberapa
golongan solutnya misalnya alkana, alkena, aromatis, eter, ester, keton, aldehid
dan alkohol.
Berikut ini gambar-gambar bagan dalam kromatografi kolom :
Pada percobaan ini, tidak bisa dilakukan karena tidak tersedianya alat yang
dibituhkan,sehingga praktikkan mencari diliteratur pemisahan zat (daun bayam)
dengan kromatografi kolom. Pada literature yang praktikkan dapatkan langkah
pertama adalah menyiapkan kolom yang akan digunakan untuk pemisahan
pigmen tersebut dengan menimbang silica sebanyak 2 gram, kemudian silica
dilarutkan dengan pelarut aseton sehingga terbentuk bubur silica. Setelah itu
dimasukkan bubur silica tersebut ke dalam kolom yang mana kolom tersebut
sudah disumbat dengan kapas pada bagian ujungnya. Pelarut aseton : heksana (3 :
7) dialirkan ke dalam kolom silica dan diketuk-ketuk dinding kolom agar bubur
silica tersebut tertata rapi atau padat hingga tidak ada udara yang menempati
kolom tersebut, kolom harus bebas dari gelembung udara karena bila ada
gelembung udara maka proses pemisahan yang terjadi tidak akan sempurna
sehingga akan terjadi penyebaran noda. Pelarut aseton : hekasan (3 : 7) ini
berfungsi sebagai fase geraknya. Proses pemisahan dengan kromatografi kolom,
bubur silica harus basah karena apabila dibiarkan kering, kolom yang terbentuk
dari bubur silica bisa retak, sehingga proses pemisahan zat tidak berjalan optimal.
Selain itu, kondisi yang basah berperan untuk memudahkan proses elusi (larutan
melewati kolom) dalam kolom. Setelah kolom kromatografi siap dipakai, ekstrak
sampel daun bayam dimasukkan ke dalam kolom, lalu memasukkan pelarut ke
dalam kolom dan membuka kerannya, dan terlihat pigmen dari sampel daun mulai
bergerak turun dan mulai menetes. Fraksi-fraksi yang keluar dari kolom ini
ditampung dalam tabung reaksi dan mengganti tabung reaksinya ketika warna
mulai berubah. Larutan warna ini adalah pigmen dari dau bayam.
Fraksi yang diperoleh tersebut diuji dengan KLT, mengamati jenis pigmen
apa saja yang terdapat pada tiap fraksi yang didapat.
Hasil yang didapatkan yaitu berupa noda-noda pada lempeng silica tersebut,
dimana farksi I berwarna kuning ++, fraksi II berwarna hijau dan fraksi III
berwarna kuning + . Warna-warna noda ini menunjukkan senyawa tertentu
karena senyawa-senyawa tertentu memiliki warna tertentu pula. Noda yang
berwarna kuning pekat (kuning ++) kemungkinan adalah senyawa β-karoten,
warna hijau kemungkinan adalah senyawa klorofil a dan berwarna kuning muda
(kuning +) adalah kemungkinan klorofil b. Namun noda-noda ini belum pasti
senyawa karotenoid, klorofil a dan klorofil b, karena banyak senyawa yang
memiliki warna yang sama. Untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini
merupakan senyawa karotenoid, klorofil a dan klorofil b maka harus dihitung
harga Rf nya karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa.
Berdasarkan hasil perhitungan, harga Rf dari masing-masing fraksi adalah
fraksi I sebesar 0,31, fraksi II sebesar 0,28 dan fraksi III sebesar 0,19. Dari harga Rf
ini menunjukkan noda-noda tersebut bukan senyawa β-karoten, klorofil a dan
klorofil b karena berdasarkan literatur harga Rf klorofil a, klorofil b dan
karotenoid masing-masing sebesar 0,4; 0,38 dan 0,625.
Namun bisa saja noda-noda tersebut merupakan senyawa yang dimaksud
mengingat warna-warna dari noda dan karena seringkali nilai Rf berbeda dari
satu kertas ke kertas lainnya. Kemungkinan harga Rf dari literatur menggunakan
kertas yang berbeda dengan kertas yang digunakan saat praktikum sehingga nilai
Rf yang diperoleh juga berbeda. Jenis pigmen pada sampel bayam dilihat dari
warna nodanya antara lain fraksi I adalah β-karoten, fraksi II adalah klorofil a dan
fraksi III adalah klorofil b.

4. Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Gas

Pemisahan senyawa dengan kromatografi gas ini tidak dilakukan percobaan,


karena alat yang akan digunakan pada percobaan ini tidak ada. Sehingga
praktikkan mengambil pembahasan ini dari literature.
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk
memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam,
mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat
diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas
pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa
lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak
pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan
Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen
campuran dapat pula diukur secara teliti. kekurangan utama KG adalah bahwa ia
tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat
mg mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar
dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain.
Pada saat penyuntikan, alat kromatografi gas melaporkan hasil dari
kromatografi dalam bentuk signal, adapun hasil signal tersebut untuk beberapa
senyawa/larutan adalah sebagai berikut:
Methanol:

Propanol:

Butanol:

Pentanol:
Larutan standar dengan komposisi 1:1:1:1. Dengan RT adalah waktu retensi
(Retention Time), Area adalah luas segitiga di bawah puncak, Type adalah jenis
puncak yang tercatat (PB: Penetrate to Base, BB: Base to Base), Width adalah jebar
dasar puncak, dan Area% adalah persentase perbandingan luas segitiga di bawah
puncak (untuk suatu komponen) dengan luas total segitiga yang ada.
Cara kerja alat kromatografi gas
Pada dasarnya, dalam alat kromatografi gas, ada dua jenis detektor, yang
pertama adalah Flame Ionization Detektor, dan yang kedua adalah Thermal
Conductivity Detektor. Namun, untuk praktikum kali ini, jenis detektor yang
dipakai adalah Thermal Conductivity Detektor. Fasa diam yang dipakai adalah
metal silicon gum. Gas yang digunakan sebagai gas pembanding dan gas pembawa
adalah gas nitrogen karena di samping nitrogen cenderung murah jika
dibandingkan dengan jenis gas yang lain, nitrogen juga inert, aman (dibandingkan
dengan gas lain yang mudah terbakar), dan mudah didapat.
Pada percobaan kali ini, suhu kolom yang digunakan adalah 50-90ºC dengan
Initial time 1 menit, laju perubahan suhu adalah 10ºC per menit, dan final time
adalah 1 menit. Maksudnya, pada saat alat kromatografi gas digunakan, suhu
kolom akan bertahan di 50ºC selama 1 menit, setelah itu suhu akan naik secara
bertahap dengan kelajuan 10ºC per menit sampai suhu kolom itu mencapai 90ºC.
Setelah mencapai suhu 90ºC, alat kromatografi gas pun akan kembali menahan
suhu kolom selama 1 menit dan setelah itu, proses kromatografi akan berhenti.
Dalam kromatografi gas, suhu di bagian injeksi harus lebih tinggi dari suhu akhir
kolom. Pada detektor pun, suhu yang digunakan cukup relative tinggi, yaitu 160ºC.
Kolom yang digunakan pun adalah kolom kapiler yang sangat panjang namun
mempunyai diameter yang sangat kecil. Total panjang kolom kapiler dalam alat
kromatografi gas ini adalah 30 meter dengan diameter 0,053 mm. Metil Silicon
Gum yang ada di dalam kolom kapiler ini mempunyai sifat polar yang cenderung
tarik menarik dengan senyawa yang mempunyai sifat polar juga.
Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan
perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom.
Komponen-komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari nilai waktu
retensinya (RT).
Factor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi
Nilai/harga waktu retensi (RT) tiap komponen disebabkan oleh perbedaan
titik didih (Td) masing-masing komponen, perbedaan massa molekul relative
(Mr)/perbedaan ukuran komponen, interaksi/keterikatan masing-masing
komponen dengan fasa stasioner/fasa diam (misalnya oleh karena sifat kepolaran
fasa diam serta fasa geraknya), panjang kolom, diameter kolom, temperatur kolom
dan laju/temperatur aliran gas pembawa serta tingkat kejenuhan kolom.
Semakin rendah titik didih suatu komponen maka waktu retensinya akan
semakin kecil/singkat karena pada temperatur tertentu zat tersebut sudah
menjadi fasa uap sehingga bisa bergerak bebas/lebih cepat sebagai fasa gerak
dalam kolom kapiler sedangkan komponen lainnya masih dalam fasa cairan. Jadi
komponen yang terlebih dahulu menjadi uap akan lebih cepat keluar dari kolom.
Oleh karena itu, methanol mempunyai waktu retensi lebih singkat dari propanol,
propanol mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari butanol, dan butanol
mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari pentanol.
Semakin kecil ukuran sebuah komponen dan semakin kecil nilai massa
molekul relatifnya (Mr) maka sebuah komponen akan lebih dapat bergerak
bebas/lebih cepat keluar dari kolom. Jadi semakin kecil ukuran komponen dan
semakin kecil Mr komponen maka waktu retensinya akan semakin kecil pula. Oleh
karena itu, methanol mempunyai waktu retensi lebih singkat dari propanol,
propanol mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari butanol, dan butanol
mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari pentanol.
Jika fasa diamnya bersifat nonpolar, maka komponen yang akan terelusi
lebih cepat adalah komponen yang paling polar, karena ikatan dengan fasa
diamnya relatif lebih lemah. Begitu juga sebaliknya jika fasa diamnya polar maka
komponen yang lebih cepat yaitu komponen yang paling nonpolar. Jadi kepolaran
fasa diam dan fasa gerak sangat mempengaruhi waktu retensi masing-masing
komponen.
Semakin panjang kolom, maka RT menjadi lambat karena jarak yang harus
ditempuh oleh senyawa tersebut cenderung lebih jauh. Sebaliknya, jika kolom
pendek, maka RT menjadi lebih cepat karena jarak yang harus ditempuh oleh
senyawa tersebut untuk menuju detektor cenderung lebih dekat.
Temperatur kolom harus disesuaikan dengan titik didih larutan senyawa
organik. Apabila temperatur kolom terlalu rendah daripada titik didih larutan,
maka tidak akan timbul puncak karena kalor atau temperature kolom tidak cukup
untuk menguapkan senyawa yang ada. Sedangkan jika temperatur kolom jauh
lebih tinggi daripada titik didih larutan, maka TR menjadi sangat cepat karena
senyawa yang ada langsung menerima kalor dengan cepat untuk segera
mengubah wujudnya menjadi gas.
Pengaruh pengotor
Pada percobaan kali ini, jika kita memperhatikan hasil cetakan dari alat
kromatografi gas, kita dapat melihat adanya puncak puncak kecil. Puncak-puncak
kecil itu adalah pengotor, baik itu pengotor yang ada di dalam kolom yang
akhirnya terbaca oleh detektor, maupun pengotor yang ada di dalam senyawa
(terbawa oleh senyawa ketika penyuntikkan). Seharusnya, tidak ada pengotor di
dalam kita melakukan suatu analisis terhadap suatu sampel atau suatu senyawa.
Hasil yang paling ideal adalah ketika yang dihasilkan adalah suatu garis lurus yang
ada pada base yang diikuti oleh puncak-puncak yang cukup significant yang
menunjukkan komponen utama dari senyawa tersebut.

Factor kesalahan
Dalam praktikum ini, ada beberapa factor kesalahan yang membuat hasil
kromatografi gas tidak seideal yang diharapkan, yaitu kemurnian analit dan
ketidaktepatan waktu penginjeksian dengan penekanan tombol start pada alat
kromatografi gas. Untuk itu, kita dapat menggunakan analit dengan tingkat
kemurnian yang lebih tinggi dan kita dapat melatih atau membiasakan diri
melakukan kromatografi gas sehingga waktu penginjeksian dan penekanan
tombol dapat dioptimalkan setepat mungkin.
Pembahasan hasil percobaan
Pada saat senyawa methanol dianalisis, hasil analisis menyatakan bahwa
waktu retensi untuk methanol adalah 1,369 menit dan keseluruhan analit adalah
methanol murni.
Pada saat menganalisis senyawa propanol, timbul/ terdapat dua buah
puncak, yaitu dengan waktu retensi 1,302 menit dan 1,795 menit dengan
perbandingan persentase area 15,51498% dan 84,48502. Jika kita bandingkan
dengan waktu retensi methanol (1,369), maka kita bisa mendapatkan hasil bahwa
senyawa propanol yang kita analisis mengandung kurang lebih 15% methanol dan
bukan 100% propanol murni. Kemungkinan penyebabnya adalah propanol yang
ada sudah berinteraksi dengan udara bebas karena dibiarkan terbuka, sehingga
ada rantai propanol yang terputus dan menjadi methanol.
Sama halnya seperti propanol, hasil analisis buthanol juga menunjukkan
bahwa buthanol yang kita analisis mengandung 14% methanol karena terdapat
puncak pada waktu retensi 1,310 dengan persentase area 14%. Selebihnya,
terdapat puncak pada waktu retensi 2,414 dengan persentase area 85% yang
tidak lain adalah buthanol itu sendiri.
Pada saat menganalisis pentanol, ternyata pentanol yang ada pun bukanlah
pentanol murni 100%. Terdapat 8% methanol yang kemungkinan juga merupakan
hasil dari pentanol yang terurai karena telah cukup lama berinteraksi dengan
udara bebas. Waktu retensi dari pentanol itu sendiri adalah 2,818 menit.
Jika kita perhatikan waktu retensi masing masing senyawa tersebut, kita
telah berhasil membuktikan bahwa waktu retensi methanol lebih kecil dari waktu
retensi propanol, waktu retensi propanol lebih kecil dari waktu retensi buthanol,
dan waktu retensi buthanol lebih kecil dari waktu retensi pentanol.
Ketika senyawa campuran dengan dianalisis, timbul empat buah puncak
yang masing masing puncaknya timbul di sekitar waktu retensi berada di sekitar
waktu retensi methanol, propanol, buthanol dan pentanol. Dari waktu retensi dan
perbandingan persentase area yang ada, kita bisa melihat bahwa perbandingan
antara methanol, propanol, buhanol, dan pentanol dalam senyawa campuran
mendekati 1:1:1:1. Namun jika kita amati lebih lanjut, persentase area untuk
pentanol hanya sekitar 20%, kemungkinan penyebabnya adalah pentanol itu
sudah terurai menjadi senyawa yang lain karena berinteraksi dengan udara bebas.
Untuk sample, setelah dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas,
didapatkan juga ada 4 buah puncak yang waktu retensinya juga berkisar di antara
waktu retensi methanol, propanol, buthanol, dan pentanol. Untuk puncak dengan
waktu retensi 1,330 (methanol), persentase perbandingan area terhadap total
area puncak adalah 48,88542% mendekati 50%. Untuk puncak dengan waktu
retensi 1,590 (propanol), persentase perbandingan area puncak adalah
15,96455%, mendekati 15%. Untuk puncak dengan waktu retensi 2,125
(buthanol), perbandingan persentase area puncak terhadap total area puncak
adalah 19.80757% mendekati 20%. Dan untuk puncak dengan waktu retensi
2,754 (pentanol), perbandingan persentase area puncak terhadap total area
puncak adalah 15,34246% mendekati 15%. Jika kita bandingkan keempat
persentase tersebut, maka kita bisa mendapatkan perbandingan methanol :
propanol : buthanol : pentanol = 50 : 15 : 20 : 15 = 10 : 3 : 4 :3.

IX. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Buatlah dengan kata-kata sendiri, bagaimanakah saudara menggunakan alat


kromatografi Gas? Jika perlu, buatlah dengan contoh yang berbeda dengan
kegiatan Praktikum!
Jawaban :
Praktikum kromatografi gas tidak dilakukan sehingga praktikan tidak
mengetahui cara menggunakan alat kromatografi gas.

2. Di antara dua jenis kromatografi kertas dan TLC, manakah yang memberikan
hasil yang lebih baik? Jelaskan jawabanmu!
Jawaban :
TLC, karena noda yang didapat sangat jelas dan dapat di amati dibawah UV,
dan noda yang terbentuk dapat diketahui senyawanya dengan
menyemprotkan reagent sedangkan pada kromatografi kertas tidak begitu
akurat karena noda yang dihasilkan tidak jelas.

3. Jelaskan mengapa kolom harus berdiri tegak lurus! Apakah fungsi pasir serta
alumina dalam kolom yang digunakan dalam Praktikum?
Jawaban:
Kolom tegak lurus agar Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun
ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa
stationer). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses
adsorpsi dan partisi berulang-ulang. hal ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
alumina sebagai fasa diam.

4. Apakah pengaruh yang mungkin timbul jika di dalam kolom terdapat


gelembung-gelembung udara atau kolom dikemas dengan tidak padat?
Jawaban:
Kromatografi kolom dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum jika masih terdapat gelembung udara maka
eluen yang ditambahkan akan lama bergerak.

5. Apakah perbedaan perbandingan penyusun suatu eluen dapat mempengaruhi


harga Rf yang diperoleh? Jelaskan jawabanmu!
Jawaban:
Perbedaan penyusun eluen tentu saja mempengaruhi harga Rf karena nilai Rf
didapat dari jauhnya jarak eluin bergerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel
maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut.

X. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :


1. Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia
yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen
campuran yang terpisah pada fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase
yang bergerak
2. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik
awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal
3. Percobaan pemisahan dengan kromatografi kertas, nilai Rf yang diperoleh
untuk tiap sampel yaitu :
Sampel Harga Rf
Glukosa 0,085
Fruktosa 0,122
Maltosa 0,138
Amilum 0,3

4. Secara literature Percobaan pemisahan daun bayam secara KLT didapatkan


nilai Rf-nya, pada eluen etanol : kloroform (2 : 1) Rf-nya noda 1 = 0,775 ; noda
2 = 0,85 dan noda 3 = 0. Pada eluen etanol : kloroform (1 : 1) Rf-nya noda 1 =
0,5 ; noda 2 = 0 dan noda 3 = 0,85. Pada eluen etanol : kloroform (1 : 2) Rf-nya
noda 1 = 0,525 ; noda 2 = 0 dan noda 3 = 0,85
5. Secara literature pada daun bayam terdapat senyawa β-karoten, klorofil a dan
klorofil b.
6. Dari keempat persentase tersebut, didapatkan perbandingan methanol :
propanol : buthanol : pentanol = 50 : 15 : 20 : 15 = 10 : 3 : 4 :3

XI. Daftar Pustaka

Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press

Lukum, A. 2006. Bahan Ajar Dasar-dasar Pemisahan Analitik .Gorontalo: UNG

Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik. 2008. Penuntun Praktikum DDPA. Jambi:


Universitas Jambi

Wiryawan A. 2008. Kimia Analitik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah.

Yazid, E. 2005. Kimia Fisik untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI

XII. Lampiran

N Gambar Ket N Gambar Ket


o o
1 Alat dan 4 Menotolkan
bahan larutan sampel

2 Mengaris 5 Merendam
kertas saring kertas saring
dalam fase gerak

3 Menjenuhkan 6 Menyemprotkan
kertas saring dengan anilin
dengan uap air
PERCOBAAN VII

DESTRUKSI BASAH

I. Hari, tanggal : Minggu, 3 Mei 2015


II. Tujuan

1. Dapat memahami prinsip preparasi sampel dengan cara destruksi basah


2. Dapat mempreparasi sampel dari berbagai macam tumbuhan dengan cara
destruksi basah
3. Dapat mengetahui pengaruh perbedaan penggunaan konsentrasi pelarut
terhadap hasil destruksi
4. Dapat mengetahui kandungan logam-logam yang terdapat pada sampel

III. Tinjauan Pustaka

Metode destruksi merupakan suatu metode yang sangat penting didalam


menganalisis suatu materi atau bahan. Metode ini bertujuan untuk merubah
sampel menjadi bahan yang dapat dikukur. Metode ini seakan sangat sederhana,
namun apabila kurang sempurna dalam melakukan teknik destruksi, maka hasil
analisis yang didapatkan tidak akurat. Oleh karena itu, pada percobaan ini kita
hendaknya sangat teliti. Hasil destruksi diukur dengan menggunakan metoda AAS.
(Svehla, 2001)

Menurut Raimon (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi
basah ataukah kering, antara lain:
a. Sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya.
b. Jenis logam yang akan dianalisis.
c. Metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya

Pemilihan metode destruksi sangat mempengaruhi keberhasilan suatu


analisis, terutama analisis dengan instrumentasi spektroskopi serapan atom. Hal
ini disebabkan karena metode ini hanya dapat menganalisis dengan baik jika
sampel berupa larutan jernih. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal
dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering
(oksida kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama
pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Tim Dasar-dasar Pemisahan
Analitik, 2008).

Metode SSA merupakan metode yang cukup peka untuk analisis berbagai
logam dalam jumlah mikro. Metode SSA pada umumnya menggunakan sampel
dalam bentuk larutan, sehingga untuk analisis unsur-unsur dalam cuplikan padat,
diperlukan preparasi terlebih dahulu untuk mengubah cuplikan padat menjadi
larutan. Preparasi merupakan bagian penting dalam mempersiapkan cuplikan
padat untuk keperluan analisis unsur logam secara SSA (Maaturwey, 2012: 15).

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik


tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat
oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain
asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4) dan asam klorida
(HCl).
Pelarut-pelarut tersebut dapat digunakan secara tunggal maupun campuran.
Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada
larutan destruksi yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah
larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan
dengan baik. Senyawa-senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi
merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari. Pada
umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah dilakukan dengan menggunakan
metode Kjeldhal
(Raimon, 1993).

Menurut Sumardi (1981: 507), metode destruksi basah lebih baik daripada
cara kering karena tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang
sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu faktor mengapa cara basah lebih sering
digunakan oleh para peneliti. Di samping itu destruksi dengan cara basah biasanya
dilakukan untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang
lama. Sifat dan karakteristik asam pendestruksi yang sering digunakan antara lain:
1. Asam sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk mempercepat
terjadinya oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang
kuat. Meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk mendestruksi masih
cukup lama.
2. Campuran asam sulfat pekat dengan kalium sulfat pekat dapat dipergunakan
untuk mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat pekat akan
menaikkan titik didih asam sulfat pekat sehingga dapat mempertinggi suhu
destruksi sehingga proses destruksi lebih cepat.
3. Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk
mempercepat proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator yang
kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi
sampel yaitu pada suhu 350 0C, dengan demikian komponen yang dapat
menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam
abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
4. Asam perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami
oksidasi, karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat.
Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive)
sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati.
5. Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat pekat dengan
perbandingan volume 3:1 mampu melarutkan logam-logam mulia seperti
emas dan platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3 pekat. Reaksi
yang terjadi jika 3 volume HCl pekat dicampur dengan 1 volume HNO3 pekat:
3 HCl(aq) + HNO3(aq)  Cl2(g) + NOCl(g) + 2H2O(l)
Gas klor (Cl2) dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah logam
menjadi senyawa logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks
anion yang stabil yang selanjutnya bereaksi lebih lanjut dengan Cl-.

IV. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:

1. Labu Kjeldhal 1. Sampel yang akan diuji


2. Pipet tetes 2. Pelarut HNO3
3. Pemanas listrik 3. Pelarut H2SO4
4. Gelas beker 4. H2O2
5. Neraca
6. Kertas saring

V. Prosedur Kerja

VI. Data Percobaan

No Perlakuan Pengamatan

1 Daun bayam diblender, disaring, dan dikeringkan Diperoleh 12 gram


sampel

2 Sampel dimasukkan ke dalam Labu Kjedhal dan Larutan berwarna


ditambahkan 15 mL HNO3 dan 5 mL H2SO4 dan kuning (HNO3 + H2SO4
didiamkan 1 hari 5 M), dan hijau tua
(HNO3 + H2SO4 1 M)

3 Larutan sampel dipanaskan selama 10 menit, lalu Timbulny asap, dan


didinginkan
larutan mendidih

4 Larutan ditambahkan 2 mL H2O2, dan dipanaskan Timbulnya asap dan


gelembung, pelarut
semakin sedikit
(sampel semakin
kering)

5 Larutan didinginkan lalu ditambahkan lagi 20 mL Sampel menjadi basah


pelarut dan dipanaskan kembali, dan terbentuk
larutan berwarna
kuning jernih

6 Larutan disaring, ditempatkan dalam labu takar Diperoleh filtrat


100 mL dan diencerkan sampai tanda batas dengan berwarna kuning
HNO3 0,01 M jernih

7 Larutan diamati serapannya dengan spektrometer


AAS

VII. Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk mempreparasi sampel tumbuhan dengan


metode destruksi basah. Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan
asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi
menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk
destruksi basah antara lain asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam
perklorat (HClO4), dan asam klorida (HCl).
Dalam percobaan ini sampel yang ingin didestruksi adalah bayam. Bayam
(Amaranthus sp.) merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk dikonsumsi
daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran sumber zat
besi yang penting. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah campuran asam
nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4). Campuran kedua asam ini banak
digunakan untuk mempercepat proses destruksi. Kedua asam tersebut merupakan
oksidator kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu
destruksi sampel, yaitu pada suhu 350 oC, dengan demikian komponen yang dapat
menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam abu
yang berarti penentuan kada abu lebih baik.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah penghancuran
sampel. Sampel berupa daun bayam dihomogenkan dengan cara diblender
sehingga berbentuk bubuk lalu dikeringkan. Tujuan penghancuran sampel hingga
berbentuk bubuk ini adalah untuk memudahkan pelarut untuk melarutkan sampel.
Selanjutnya sampel dimasukkan dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan campuran
15 mL HNO3 dan 5 mL H2SO4. Konsentrasi HNO3 dan H2SO4 yang ditambahkan
dibuat bervariasi, yaitu 3 M dan 1 M untuk mengetahui pengaruh penggunaan
konsentrasi pelarut yang bervariasi terhadap hasil destruksi yang diperoleh.
Kesempurnaan destruksi ditandai dengan perubahan warna hasil destruksi yang
diperoleh.
Setelah sampel dimasukkan dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan pelarut,
sampel dibiarka selama 1 hari untuk memastikan proses destruksi sampel agar
dapat berjalan dengan sempurna. Pada hari berikutnya diamati bahwa terdapat
perbedaan pada dua larutan sampel yang ditambahkan pelarut dengan
konsentrasi berbeda. Pada sampel yang ditambahkan campuran HNO3 dan H2SO4 3
M, sampel berwarna kuning, sedangkan pada sampel yang ditambahkan campuran
HNO3 dan H2SO4 1 M tetap berwarna hijau. Hal ini menandakan bahwa proses
destruksi pada sampel yang ditambahkan pelarut 3 M berlangsung lebih baik
daripada proses destruksi pada sampel dengan pelarut 1 M.
Selanjutnya sampel dipanaskan selama 10 menit untuk menguapkan
komponen-komponen yang tidak diperlukan, kemudian didinginkan selama 10
menit dan ditambahkan 2 mL H2O2. Fungsi penambahan hidrogen peroksida
adalah untuk mengoksidasi sampel, karena hidrogen peroksida merupakan
oksidator kuat. Lalu sampel kembali dipanaskan sampai sampel yang didestruksi
menjadi kering. Sampel tersebut menjadi kering karena sebagian pelarut telah
menguap disebabkan suhu pemanasan telah mencapai titik didih dari HNO3 dan
H2SO4. Karena sampel telah kering, maka pelarut ditambahkan kembali dan
dipanaskan kembali sampai diperoleh larutan yang jernih. Diperolehnya larutan
jernih menandakan bahwa semua konstituen yang ada dalam sampel telah larut
sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik pada sampel telah
berjalan dengan baik.
Setelah diperoleh larutan yang jernih, lerutan tersebut dimasukkan dalam
labu takar 100 mL dan diencerkan sampai tanda batas menggunakan HNO3 0,01 M.
Selanjutnya untuk menganalisis kandungan logam pada sampel dilakukan dengan
metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA). Namun pada percobaan ini, metode AAS tersebut tidak
dilakukan karena percobaan ini hanya sebatas untuk preparasi sampel menjadi
bentuk yang dapat dianalisis. Sehngga kadar logam dalam sampel dicari pada
literatur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto C., Samin B.K., dan
Zainul Kamal, dengan judul “Evaluasi Kandungan Logam-Logam Berat Pb, Fe, dan
Ca dalam Contoh Uji Lingkungan secara Spektrometri Serapan Atom (SSA)”, dalam
bayam terkandung sebanyak 10-15 ppm logam Timbal (Pb), 135-415 ppm logam
Besi (Fe), dan logam kalsium sebanyak 0,3 % - 1,3 %
Terdapat beberapa kendala dalam praktikum ini sehingga percobaan yang
dilakukan tidak berjalan mulus dan hasil yang diperoleh kurang akurat, antara lain
bahan-bahan tidak begitu dipersiapkan dengan baik, kurang tersedianya alat
sehingga hanya beberapa orang saja yang melakukan praktikum, dan sulitnya
mengamati tingkat kejernihan larutan karena sampel tidak dapat dihancurkan
dengan baik sehingga masih berupa serat-serat daun, dan hanya sedikit yang
menjadi bubuk.

VIII. Pertanyaan Pascapraktikum

1. Bagaimana menurut anda pengaruh penggunaan konsentrasi pelarut yang


bervariasi ?
Jawab: Penggunaan konsentrasi pelarut yang bervariasi berpengaruh
terhadap larutan hasil destruksi yang diperoleh. Semakin pekat konsentrasi
pelarut yang digunakan maka semakin baik proses destruksi berjalan. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan bahwa campuran pelarut HNO3
dan H2SO4 pekat mengubah warna sampel menjadi merah. Sedangkan
campuran pelarut HNO3 dan H2SO4 5 M dan 3 M mengubah warna sampel
menjadi kuning. Dan campuran pelarut HNO3 dan H2SO4 1 M tidak mengubah
warna sampel (tetap hijau).

2. Dari literatur, tuliskan data kandungan kadar logam dari sampel yang
digunakan pada praktikum ini.
Jawab:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto C., Samin B.K., dan
Zainul Kamal, dengan judul “Evaluasi Kandungan Logam-Logam Berat Pb, Fe,
dan Ca dalam Contoh Uji Lingkungan secara Spektrometri Serapan Atom
(SSA)”, dalam bayam terkandung sebanyak 10-15 ppm logam Timbal (Pb),
135-415 ppm logam Besi (Fe), dan logam kalsium sebanyak 0,3 % - 1,3 %

IX. Kesimpulan

1. Terdapat dua jenis metode destruksi, yaitu destruksi kering dan destruksi
basah. Destruksi kering dilakukan dengan prinsip perombakan logam-logam
organik dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan
pengabuan pada suhu tinggi dalam muffle furnace. Sedangkan destruksi basah
dilakukan dengan prinsip perombakan sampel dengan asam-asam kuat, baik
tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi menggunakan zat oksidator.
2. Preparasi tumbuhan bayam untuk analisis dilakukan dengan metode
destruksi basah, dilakukan dengan cara melarutkan sampel menggunakan
campuran pelarut HNO3 dan H2SO4, dioksidasi dengan H2O2, dan dipanaskan
sampai terbentuk larutan jernih.
3. Penggunaan konsentrasi pelarut yang berbeda dapat mempengaruhi hasil
destruksi yang diperoleh. Semakin pekat pelarut yang digunakan, maka proses
destruksi akan semakin baik. Baiknya proses destruksi ditandai dengan
perubahan warna yang signifikan pada larutan hasil destruksi.
4. Dalam daun bayam terkandung 10-15 ppm logam Timbal (Pb), 135-415 ppm
logam Besi (Be), dan 0,3%-1,3% logam kalsium (Ca).

X. Daftar Pustaka

Maaturwey, T. G. D. 2012. Comparison Of The Destruction For Determination Of


Gold, Copper and Iron Using Atomic Absorption Spectrophotometer.
Yogyakarta: UGM
Raimon. 1993. Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Secara
Spektrofotometri Serapan Atom. Yogyakarta: Lokakarya Nasional Jaringan
Kerjasama Kimia Analitik Indonesia.
Sumardi. 1981. Metode Destruksi Contoh Secara Kering Dalam Analisa Unsur-Unsur
Fe-Cu-Mn dan Zn Dalam Contoh-Contoh Biologis. Jakarta: LIPI.
Svehla, G. 2001. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik. 2008. Penuntun Praktikum Destruksi Basah.
Jambi: Universitas Jambi

XI. Lampiran

N Gambar N Gambar
o o
1 2

Menyiapkan peralatan praktikum

Menyiapkan pelarut
3 4
Mengukur volume pelarut Menambahkan pelarut
5 6

Memanaskan sampel

Mengukur suhu larutan


7 8

Mendinginkan sampel

Mengukur volume hidrogen peroksida


9

Menambahkan hidrogen peroksida

Anda mungkin juga menyukai