Disusun Oleh:
KELOMPOK II
Anesia RSA1C113001
Yoos Yuliarso RSA1C113008
Ade Bitalia Pasaribu RSA1C113009
Ahmad Maulana Ardi RSA1C113019
Riski Mutiara RSA1C113020
Mega Musfita Sari RSA1C113024
Asisten:
1. Daniel Marison
2. Dhani Windra Gusva
3. Ekin Dwi Arif Kurniawan
4. Jauza Hardhy
5. Lisa Purnama
6. M. Dedy Heriyansyah
PERCOBAAN I .................................................................................................................................................. 1
PERCOBAAN II............................................................................................................................................... 16
PERCOBAAN IV ............................................................................................................................................. 47
PERCOBAAN VI ............................................................................................................................................. 60
i
PERCOBAAN I
II. Tujuan
Penyelesaian
1. KSP adalah nilai maksimum kelarutan ion – ion yang ada dalam larutan. Jika
hasil kali konsentrasi ion – ion melampaui harga Ksp ion tersebut maka
sebagai ion akan bergantung membentuk endapan. Jadi dengan ini dapat
diramaikan terjadi atau tidaknya endapan dengan membandingkan nilai
perkalian ion – ion (+/-) dengan nilai Ksp. Untuk terjadinya pengendapan Q ˃
Ksp larutan lewat jenuh.
𝑔𝑟
2. n Na tiosulfat = N x valensi x V n = Cr2O3 = 𝑀𝑟
0,02533
= 0,1 x 2 x 1 x 10-3 = 152
1
= 2 x 10 -4 = 0,0002 mol
= 0, 0002 mol
3. Kopresipitasi dapat terjadi karena terbentuknya Kristal campuran atau oleh
adsopsi ion – ion selama proses pengendapan. Kristal campuran ini memasuki
kisi Kristal endapan, sedangkan ion – ion yang teradsorpsi ditarik kebawah
bersama endapan pada proses koagulasi.
GELAS BEKER
BEKER GELAS
KERTAS SARING
ERLENMEYER
HASIL hilang
Volume sampel = 50 ml
Volume NaCl yang digunakan = 8 ml
Berat kertas saring = 1, 0365 gr
Berat endapan + kertas saring = 1,38 gr
Berat endapan = 0,3435 gr
NO PERLAKUAN HASIL
1 50 ml sampel I NaCl 5 % Larutan berwarna orange dan
menghasilakn endapan
2 Larutan diletakkan ditempatkan Larutan dan endapan terpisah
gelap ± 30 menit
3 Kertas saringwhatman ditimbang Diperoleh massanya 1 gr
4 Dilakukan penyaringan Didapat filtrate A
5 Kertas saring dan endapan Endapan kering
dipanaskan dalam oven
6 Endapan ditimbang Hasil berat endapan 0,3435 gr
VIII. Pembahasan
Perak merupakan logam berwarna putih , dapat ditimpa dan liat. Rapatan
tinggi (10,5 g/ml) dan melebur pada 900 C, tidak larut dalam asam klorida, asam
sulfat encer (IM) atau asam nitrat encer (2M). perak merupakan salah satu katin
yang berada pada golongan 1A bersama – sama dengan Pb2+ dan Hg2+. Dalam
larutan asam nitrat yang lebih pekat (8M) atau asam pekat panas, kation akan
melarut dengan reaksi.
Kation golongan ini akan terendap dengan reagen asam klorida. Pada
percobaan ini sampel yang diberikan diduga mengandung ion Ag+ sehingga akan
dilakukan pemisahan melalui cara pengendapan. Ag+ akan terendapkan dengan
penambah reagen tertentu, sementara filtratnya akan disisihkan untuk pengujian
kation lebih lanjut.tujuan dari penambahan Nacl 5 % dalam percobaan ini adalah
agar AgNO3 terendap dalam bentuk kationnya. Endapan yang terbentuk dari
penambahan NaCl dalam percobaaan adalah endapan garam klorida (AgCl) yang
berwarna putih.
Endapan AgCl merupakan endapan yang dapat melarut bila berada dalam
suhu tinggi. Penyinaran dengan cahaya matahari atau ultraviolet akan
menguraikan endapan perak klorida menjadi abu – abu atau hitam karena
terbentuknya logam perak. Setelah endapan dicuci dan dikeringkan maka endapan
ditimbang. Pada percobaan ini, berat endapan yang didapat adalah 0,3512 gr
dengan kadar perak klorida (AgCl). Pada 50 ml sampel 1 NaCl 5 % larutan
berwarna orange dan menghasilkan endapan. Saat larutan diletakkan tempat
gelap ± 30 menit larutan dan endapan terpisah. Saat kertas saring whatman
ditimbang massanya 1 gr dilakukan penyaringan dan didapat filtrate A dan kertas
saring dan endapan dipanaskan dalam oven hasilnya endapan kering.
𝐴𝑟 𝐴𝑔
% perak = 𝑀𝑟 𝐴𝑔𝐶𝑙 𝑥100%
108
= 143,5 𝑥100%
= 75,26%
2. Pemisahan Besi
Endapan kemudian dicuci dengan air panas. Tujuan dari pencucian endapan
ini adalah menghilangkan kontaminasi pada permukaan endapan. Pencuci yang
digunakan adalah air panas, karena endapan Fe(OH)3 tidak larut dalam air panas.
Hal ini memungkinkan senyawa pengotor lain larut tetapi kuantitas endapan tidak
berkurang. Endapan kemudian dilarutkan dalam HCl dan ditambahkan amoniak.
Penambahan amoniak ini bertujuan agar endapan mengendap sempurna. Namun,
penambahan larutan amoniak harus dengan volume yang tepat. Karena jika
terdapat ion ammonium dalam jumlah yang lebih banyak, disosiasi ammonium
hidroksida akan tertekan dan konsentrasi ion hidroksil menjadi semakin besar,
sehingga hasil kali kelarutan besi(III) hidroksida tidak akan tercapai dan endapan
yang terbentuk justru akan larut. Endapan yang didapat disaring dan dicuci
kembali menggunakan ammonium nitrat. Berdasarkan data pengamatan diketahui
bahwa endapan FeCl3 yang didapatkan sebesar 0,29 gram dengan kadar FeCl3
sebesar 52,3 % .
𝐴𝑟 𝐹𝑒
% Besi = 𝑀𝑟 𝐹𝑒(𝑂𝐻) 𝑥100%
3
56
= 107 𝑥100%
= 52,3 %
3. Pemisahan Krom
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjadi larutan
bening (dari warna biru sampai warna biru hilang). Jadi penambahan amilum
yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali
ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat dari I2 yang mudah menguap.Pada percobaan pemisahan
kromium ini dapat dikatakan gagal,faktor-faktor yang menyebabkan hal ini terjadi
karena larutan yang digunakan sudah rusak, padahal praktikan telah melakukan
percobaan ini sesuai prosedur.
1. Jelaskan fungsi penambahan zat lain dalam tiap prosedur kerja untuk
pemisahan dan penentuan Ag dan Cr ?
Jawab :
Penambahan NaCl adalah untuk mengendapkan Ag menjadi AgCl
Endapan dicuci dengan asam nitrat untuk menghilangkan zat – zat lain
yang ikut mengendap
= 0,2642
𝐴𝑟 𝐹𝑒
Kadar Fe = 𝑀𝑟𝐹𝑒(𝑂𝐻)3 x massa endapan x 100 %
55,8
= 106,8 x 0, 41 gr x 100 %
= 21,42 %
3. Factor – factor apakah yang mempengaruhi hasil pratikum ini, analisis dengan
membandingkan hasil kerja kelompok saudara dengan satu kelompok lainnya ?
Jawab :
Sifat endapan dapat dilihat ari harga KSp
Pemberian ion pengendapan berlebihan
Pada umumnya suhu tinggi akan memperbesar kelarutan endapan
Sifat polaritas larutan perlu dikurangi dengan menambahkan misalnya
alcohol karena endapan elektrolit sebagai suatu senyawa polar juga akan
berkurang kelarutannya (lebih mudah mengendap).
X. Kesimpulan
Day RA, 1981. Analisis kimia kuantitatif, Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga
Rifai, 1995. Asas-Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Sukarna, I Made, 2003. Kimia Analitik Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Tim Dasar Pemisahan Analitik, 2008. Penuntun Pratikum DDPA. Jambi : Universitas
Jambi
Underwood, A.L, 1995 . Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta : Erlangga
XII. Lampiran
No Gambar No Gambar
1 2
Filtrat A + H2O2
II. Tujuan
dik : KD = 500
Vair = 100 mL
Vorg = 100 mL
Wo = 5 gram
dit : W1 ….. ?
Jawab :
𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑊1 = 𝑊𝑜 [𝐾𝐷.𝑉𝑜𝑟𝑔 +𝑉𝑎𝑖𝑟]1
100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [500.100 𝑚𝐿 +100 𝑚𝐿]1
100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [ 50100 ]1
= 0,078
W = WO – W1
= 5 gram – 0,078
= 4,922
𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑊1 = 𝑊𝑜 [𝐾𝐷.𝑉𝑜𝑟𝑔 +𝑉𝑎𝑖𝑟]10
100 𝑚𝐿
= 5 𝑔𝑟 [500.10 𝑚𝐿 +100 𝑚𝐿]10
100 𝑚𝐿 10
= 5 𝑔𝑟 [ ]
5100
= 19.10-30
W = WO – W1
= 5 gram – 19.10-30
= 4,999999999999999999999999002
Dari perhitungan didapat hasil, bahwa ekstraksi berulang jauh lebih effisien.
Berdasarkan literatur, ekstraksi dengan bayak pengulangan lebih efektif
karena jumlah zat terlarut yang tertinggal setiap kali ekstraksi akan semakin
berkurang.
2. Buatlah reaksi redoks yang terjadi pada titrasi iod dengan Na-tiosulfat dan
tentukan berapa kadar iod jika volume Na-tiosulfat 0,1 N yang terpakai
sebanyak 1 ml?
Jawab:
Reaksi redoks
𝐼2 + 2𝑆2 𝑂3 2− → 2𝐼 − + 𝑆4 𝑂6 2−
0 +2 -1 +2,5
Reduksi
oksidasi
3. Jenis asam lemak apakah yang umumnya terdapat dalam minyak dan
berapakah massa molekul relative dari massa asam stearat?
Jawab :
Umumnya asam lemak yang terkandung dalam minyak adalah asam lemak
jenuh, seperti asam stearat yang mempunyai rumus molekul C17H35COOH
dengan massa atom relative sebesar 284,48 g/mol.
Partikel-partikel zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur menawarkan
banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Seringkali
pemisahan secara ekstraksi dapat dilakukan dalam beberapa menit, teknik itu
dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah dipakai
secara ekstensif untuk isolasi isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah
yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari
material-material industri yang dihasilkan dalam jumlah ton. Pemisahan ekstrasi
pelarut biasanya “bersih” dalam arti tidak ada analogi kopresipitasi dengan sistem
sejenis itu.
Pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, semua bahan yang diinginkan
akan larut dalam satu pelarut dan semua bahan yang tidak diinginkan akan larut dalam
pelarut yang lain. Pemindahan semua atau tidak satu pun dari satu pelarut
kepelarut yang lain yang demikian itu jarang,dan besar kemungkinannya untuk
didapatkan campuran bahanyang hanya berbeda sedikit dalam kecenderungannya
untuk berpindah dari pelarut yang satu ke yang lain.Jadi satu kali pemindahan tidak
akan berakibatkan pemisahan yang benar-benar murni
(Underwood, 1986:55).
Ektraksi cairan-cairan merupakan sutu teknik dalam mana suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dalam satu pelarut kedua (biasanya
organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang disebut pertama,
dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam
pelarut yang kedua itu. Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana,
bersih, cepat, dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan
dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit.
Teknik ini sama dengan ditetapkan untuik bahan-bahan dari tingkat runutan
maupan yang dalam jumlah-jumlah banyak. Untuk suatu zat terlarut A yang
didistribusikan dalam dua fase tak tercampurkan a dan b, hukuj distribusi (atau
partisi) Nerst menyatakan bahwa, asala keadaan molekulnya sama dalam kedua
cairan dan temperarur adalah konsta : di mana KD adalah sebuah tetapan, yang
dikenal sebgai koefisien distribusi atau koefisien partisi
(Basset dkk, 1994:95).
Ekstraksi jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan suatu solut dalam
pelarut A dengan menggunakan pelarut B. Pada saat penambahan pelarut B, solut
akan membagi diri antara 2 pelarut yang tak saling campur tersebut. Pada saat
kesetimbangan terdapat hubungan antara konsentrasi solut dalam 2 pelarut
tersebut. Hal ini sesuai dengan Hukum Distribusi yang dinyatakan oleh Nernst dan
dirumuskan sebagai:
CA
𝐾𝐷 =
CB
Dimana KD adalah tetapan distribusi dan CA serta CB adalah konsentrasi solut,
masing-masing dalam solvent A dan B. harga ketetapan kesetimbangan distribusi
yang khas untuk masing-masing zat. Dan satu hal yang penting untuk di ingat
bahwa Hukum Distribusi tersebut hanya dapat ditrapkan pada zat-zat yang tak
mengalamidisosiasi dan asosiasi serta tidak bereaksi dengan solvent.
(Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik, 2008:5)
Alat: Bahan:
1. Corong pisah 1. Iodium
2. Statif 2. Aquades
3. Erlenmeyer 3. Indikator PP
4. Buret 4. NaCl
5. Pipet tetes 5. PE(petroleum eter)
6. Gelas ukur 6. KI
7. Ring penyangga 7. Kloroform
8. Pipet gondok 8. Na-Tiosulfat
9. Pisau 9. Indikator amilum
10. Lampu spritus/alat pemanas 10. Etanol dan NaOH
CORONG PISAH
HASIL
ERLENMEYER
CORONG PISAH
HASIL
VIII. Pembahasan
= 2,8448 𝑥 10−3 𝑔𝑟
1. Pada titrasi iod dalam kloroform dengan Na-tiosulfat tidak digunkan indicator
amilum, sedangkan pada titrasi iod dalam air digunakan indicator amilum.
Mengapa demikian, apakah tujuannya, jelaskan?
Jawab:
Digunakan indicator amilum yang berfungsi untuk mengetahui apakah
seluruh iod telah habis bereaksi atau belum.
3. Hitunglah kadar asam lemah dalam sabun, anggap saja bahwa asam lemah
yang ada dalam sabun hanya asam stearat?
Jawab:
Volume ekstrak asam lemak = 10 ml
Normalitas NaOH = 0,01 N
Volume NaOH = 1 ml
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁1 𝑥 𝑉1 = 𝑁2 𝑥 𝑉2
𝑁1 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,01 𝑁 𝑥 1 𝑚𝑙
0,01 𝑁 𝑚𝑙
𝑁1 = = 0,001 𝑁
10 𝑚𝑙
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑁 𝑥 𝑉 = 0,001 𝑁 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑠𝑘𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑟𝑎𝑡) = 𝑚𝑜𝑙 𝑥 𝑀𝑟
𝑚𝑔
= 0,00001 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 284,48 𝑚𝑚𝑜𝑙
= 2,8448 𝑥 10−3 𝑔𝑟
X. Kesimpulan
XII. Lampiran
N Gambar N Gambar
o o
1 2
Memanaskan sabun
11 12
Menambahkan pelarut
13 14
II. Tujuan
3. Berapa titik didih dari senyawa anilina dan benzena pada tekanan 1 atm?
Jawab:
Titik didih anilin = 117,9 oC dan titik didih benzena = 80,1 oC
Kebanyakan materi yang terdapat di bumi ini tidak murni, tetapi berupa
campuran dari berbagai komponen. Contohnya, tanah terdiri dari berbagai
senyawa dan unsur baik dalam wujud padat, cair dan gas. Untuk memperoleh zat
murni kita harus memisahkannya dari campurannya. Campuran dapat dipisahkan
memlalui peristiwa fisika atau kimia, satu komponen atau lebih direaksikan
dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan. Cara atau teknik pemisahan campuran
pada jenis, wujud dan sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Jika
komponen berwujud padat dan cair, misalnya pasir dan air, dapat dipisahkan
dengan saringan. Saringan bermacam-macam, mulai dari porinya yang besar
sampai yang sangat halus, contohnya kertas saring dan selaput semipermeabel.
Kertas saring dipakai untuk memisahkan endapan atau padatan dari pelarutnya.
Campuran homogen, seperti alkohol dalam air, tidak dapat dipisahkan dengan
saringan, karena partikelnya lolos dalam pori-pori kertas saring da selaput
semipermeabel. Campuran seperti itu dapat dipisahkan dengan cara fisika yaitu
destilasi, rekristalisasi, ekstraksi dan kromatografi (Syukri, 1999: 15-16).
Alat: Bahan:
VIII. Pembahasan
Percobaan ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya bahan anilin yang
diperlukan sehingga pembahasannya dilakukan berdasarkan literatur yang
didapatkan.
Sebanyak 50 mL anilin kotor dimasukkan ke dalam labu dasar bulat dan
ditambahkan batu didih di dalamnya. Fungsi batu didih ini adalah untuk
meratakan panas yang diterima sampel dan agar tidak menimbulkan percikan saat
pemanasan. Kemudian sampel didestilasi dengan menggunakan metode destilasi
sederhana.
Destilasi sederhana merupakan prosedur pemisahan atau pemurnian zat
yang menggunakan tekanan yang sama dengan tekanan atmosfer di sekitarnya.
Destilasi ini baik digunakan dalam pemisahan atau pemurnian zat yang memiliki
perbedaan titik didih yang besar. Destilasi ini juga dipengaruhi sifat kevolatilan
(kemudahan untuk) menguap dari zat yang akan didestilasi.
Senyawa anilin (C6H5-NH2) merupakan senyawa aromatik dari turunan
benzena. Anilin memiliki sifat fisik dan kimia antara lain:
Sifat Fisika Anilin
Berat molekul : 93,128 g/mol
Temperatur kritis : 699 K
Titik lebur : 267,13 K
Titik didih : 457,6 K
Tekanan kritis : 53,09 bar
Volume kritis : 270 cm3/mol
Indeks bias : 1.58
Air mempunyai rumus molekul H2O dan merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam kegiatan kimia karena sifatnya yang terdisosiasi
membentuk Ion H+ dan ion OH-.
Sifat fisik air:
Rumus molekul : H2O
Massa molar : 18,0153 g/mol
Densitas : 0,998 g/cm3 (cairan pada 20⁰C)
0,92 g/cm3 (padatan)
Titik lebur : 0 ⁰C (273,15 K)
Titik didh : 100 ⁰C (373,15 K)
Kalor jenis : 4184 J/kg.K
Dilihat dari sifat fisiknya, diketahui bahwa kelarutan benzena dalam air
sangat kecil, sehingga ketika dicampukan benzena dan air akan sulit saling
melarutkan. Hal ini juga dipengaruhi sifat kepolaran yang dimilki kedua senyawa
tersebut. Senyawa benzena memilki sifat non polar, sedangkan air adalah senyawa
polar. Karena ketidaklarutan tersebut, maka campuran benzena-air dapat
dipisahkan melalui destilasi. Hasil akhir dari destilasi (destilat) ini akan berupa
benzena murni karena menguap terlebih dahulu disebabkan titik didihnya (80,1
oC) lebih rendah daripada titik didih air (100 oC). Berikut adalah grafik hubungan
antara waktu dengan volume destilat dan hubungan suhu dengan volume destilat
Y-Values
Hubungan Suhu dengan Volume Destilat
90
80
70
Volume destilat (mL)
60
50
40
30
20
10
0
84 85 86 87 88 89 90 91
Suhu (oC)
1. Apakah fungsi batu didih dapat digantikan dengan bahan lain? Jelaskan!
Jawab:
Batu didih berfungsi untuk meratakan panas larutan dan menahan percikan
panas yang dapat merusak alat destilasi. Fungsi batu didih dapat diganti
dengan media lain yang terbuat dari keramik, pecahan kaca, maupun batu
kapur selama media tersebut bersifat inert atau tidak bereaksi dengan larutan.
3. Apakah yang dapat saudara simpulkan dari grafik titik didih terhadap voalume
titik didih tersebut?
Jawab:
Semakin tinggi suhu larutan yang didestilasi, makin banyak volume destilat
yang diperoleh karena senyawa akan mencapai titik didihnya dan menguap.
X. Kesimpulan
Cahyono, B. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang:
Undip Press
Kotong, H. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates
Syarifudin. 2008. Pemisahan Senyawa Organik. Tengerang: Scientific Press
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Tim Dasar-dasar Pemisahan Analitik. 2008. Penuntun Praktikum Dasar-dasar
Pemisahan Analitik. Jambi: Universitas Jambi
Yazid, E. 2005. Kimia Fisik untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi
XII. Lampiran
No Gambar No Gambar
1 2
Semakin banyak uap destilat yang mencair Destilat (benzena) yang diperoleh
PERCOBAAN IV
II. Tujuan
Menurut Diana Barsasella (2012 : 175 – 176) Ada dua jenis ekstraktor yang
lazim digunakan untuk skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan
ekstraktor Butt. Pada ekstraktor soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih
sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui
pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk kedalam
selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan didalam
selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di
selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali
kedalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Prinsip kerja ekstrkator Butt mirip dengan ekstrkator Soxhlet. Namun, pada
ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus diantara
selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk kedalam
selongsong langsung lau keluar dan masuk kembali kedalam labu didih tanpa efek
sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepatdan
berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt
dinilai lebih efektif dari pada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor
berikut :
1. Pada estraktor Soxhlet cairan akan meggerojok kedalam labu setelah tinggi
pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada
bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian
lainnya. Sehingga sampel yang berada dibawah akan terekstraksi lebih banyak
daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata.sementara
pada ekstraktor Butt, pelarut langsung menuju keluar labu didih.sampel
berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.
2. Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan
udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas
didalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu didalam Soxhlet tidak merata.
Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap
yang mencegah perpindahan pelarut keudara dalam ruangan.
Menurut Khopkar ( 1990 : 78) Tiga metode dasar pada ekstraksi padat-cair,
yaitu:
1. Ekstraksi bertahap
Merupakan cara yang paling sederhana. Caranya dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan
pelarut semula, kemudian dilakukan ekstraktor soxhlet yang dilakukan
secara berkesinambungan, sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi
zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan
didiamkan dan dipisahkan dengan metode distilasi.
2. Ekstraksi kontinu
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk
pemisahan yang kuantitatif diperlukan berapa tahap ekstraksi
3. Ekstraksi continu counter current
Fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan
dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya
digunakan untuk pemisahan zat, isolasi ataupun pemurnian.
Alat: Bahan:
50 gr daging ikan
Dipotong-potong
Dikeringkan dalam oven 1 hari pada suhu 110oC
Ditimbang ikan kering tersebut
Digerus sampai lembut
Dimasukkan hasil gerusan ke dalam kertas saring
3 gr CaCl2 anhidrat
Ditambahkan
Ditutup dengan sumbat kapas
Dimasukkan sampel ke dalam wadah ekstraksi
Diisi bagian kosong wadah dengan kaleng sehingga
bungkusan dapat berdiri vertical
Beberapa volume PE
Diisi dalam labu pemanas
Dilakukan sokletasi dengan pemanasan perlahan agar PE
mendidih secara sempurna
Dihentikan sokletasi setelah 2 jam atau minimal 6 kali
siklus
Ditimbang labu bulat
PE yang mengandung lemak dan minyak
Dipindahkan ke dalam labu bulat
Dipisahkan PE dengan cara didestilasi PE tersebut dengan
rotary evaporator
Ditimbang kembali labu bulat bersama dengan lemak dan
minyak yang tidak mengandung PE
Diukur volume minyak yang diperoleh
Hasil
VIII. Pembahasan
Minyak ikan termasuk senyawa lipida yang bersifat tidak larut dalam air.
Sifat minyak ikan yang telah dimurnikan atau diuji secara organoleptik, yaitu
cairan yang berwarna kuning muda, jernih dan berbau khas minyak ikan. Sifat
fisiknya berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92 gr/ml dengan angka iod
lebih dari 65 gr/100 gr, angka penyabunan 185-195 mg/gr, asam lemak bebas 0,1-
13 %, dan angka tidak tersabunkan 0,5-2,0 mg/gr.
Kadar minyak dalam ikan sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu: spesies (jenis) ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan (umur), musim,
siklus bertelur, dan lokasi geografis. Komposisi minyak ikan laut lebih kompleks,
mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang, yang lebih banyak
dibandingkan ikan air tawar. Pada percobaan ini, 50 gr ikan patin yang telah
dikeringkan dan digerus dimasukkan kedalam selonsong ditambahkan
CaCl2 anhidrat dan ditutup dengan sumbat kapas. Penambahan CaCl2 ini bertujuan
untuk menyerap cairan yang terkandung pada ikan, hal ini dapat dilihat dari dari
ikan detelah diekstraksi sangat kering. CaCl2 juga tidak berwarna, berbau, beracun
sehingga dapat digunakan sebagai katalis dan mempercepat proses ekstraksi.
Dilakukan soxhletasi dengan menggunakan n-hexane sebagai pelarut,
berlangsung dengan 8 kali siklus. Sebenarnya dalam penuntun pelarut yang akan
digunakan adalah petroleum eter (PE), akan tetapi karena keterbatasan bahan
dilaboratorium digunakan n-hexane. Petroleum eter adalah bahan pelart lemak
nonpolar yang paling banyak digunakan karena harganya relative murah kurang
berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan serta lebih selektif untuk
lemak nonpolar. Pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi lemak adalah
heksan, eter atau atau kloroform, jadi penggantian PE dengan dietil eter bukan
merupakan masalah besar yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi.
Selanjutnya pisahkan larutan n-hexane dengan lemak dengan menggunakan
alat Rotary evaporator. Prinsip utama dalam instrument ini adalah penurunan
tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat sehingga pelarut
dapat menguap lebih cepat dibawah tititk didihnya. Karena teknik itulah suatu
pelarut akan menguap dan senyawa yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut
menguap. Dan pemanasan dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut,
sehingga senyawa yang terkandung didalam pelaruttidak rusak oleh suhu
tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau
keseluruhan sebuah pelarut dari bentuk cair menadi uap. Evaporator mempunyai
dua prisip dasar, yang pertama yaitu untuk menukar panas dan yang kedua untuk
5,38 gr
= 13,9828 gr × 100 %
= 38,47 %
2. Tentukan kadar lemak dan minyak (%) dalam sampel ikan tersebut!
5,38 gr
Jawab: × 100 % = 38,47 %
13,9828 gr
3. Sebutkan jenis pelarut lain yang dapat digunakan dalam melarutkan lemak
atau minyak!
Jawab: Pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan minyak atau lemak
adalah dietil eter , petroleum eter, etanol, petroleum benzin, n-heksan
X. Kesimpulan
1. Ekstraksi Padat-cair merupakan pemisahan satu komponen dari padatan
dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat
dilarutkan dalam pelarut tersebut. Proses ini biasanya dilakukan dalam fase
padatan, sehingga disebut juga ekstraksi padat-cair.
2. Dalam ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang
diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Proses ini banyak
digunakan dalam pemisahan minyak dari bahan yang mengandung minyak.
3. Kadar minyak ikan yang terdapat dalam sampeldapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan :
Minyak yang Diperoleh
Kadar lemak = : × 100 %
Berat Sampel
4. Dari percobaan yang dilakukan banyaknya minyak ikan yang didapatkan dari
hasil destilasi adalah 14 mL. Setelah dilakukan perhitungan, kadar lemak yang
terdapat dalam ikan patin adalah sebanyak 38, 47%.
XII. Lampiran
No Gambar No Gambar
1 2
II. Tujuan
2. Apakah yang dimaksud dengan Rf? Jelaskan fungsi harga Rf ini bagi suatu
kegiatan analisis!
Jawaban :
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu
perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak
yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan
tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif
antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila
identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda.
Alat: Bahan:
Hasil
Diambil
Lapisan aseton, FEdan
danditambahkan
zat terekstrak natrim sulfat
Dicampur
Etanol dan diguanakan
dan kloroform (1 : 1) sebagai fasa gerak (eluen)
Diganti kertas dengan plat TLC
Diberi garis pada kedua sisi kertas + 1 cm dan pada salah
satu garisnya ditotolkan sampel
Dimasukkan plat ke dalam chamber yang berisi fasa gerak
dan dibiarkan beberapa saat hingga eluen mancapai batas
garis atas
Diangkat plat TLC dan ditempatkan dalam gelas kimia yang
berisi padatan iodium
Ditutup gelas kimia tersebut dengan kertas saring dan
dibiarkan beberapa saat hingga noda pada plat tampak
Ditandai noda-noda yang terlihat dan dihitung nilai Rf-nya
Dilakukan hal serupa tetapi menggunakan fasa bergerak
yang terdiri dari etanol dan kloroform (2 :1) atau (1 : 2)
Dibandingkan nilai Rf-nya
Hasil
Hasil
VIII. Pembahasan
Propanol:
Butanol:
Pentanol:
Larutan standar dengan komposisi 1:1:1:1. Dengan RT adalah waktu retensi
(Retention Time), Area adalah luas segitiga di bawah puncak, Type adalah jenis
puncak yang tercatat (PB: Penetrate to Base, BB: Base to Base), Width adalah jebar
dasar puncak, dan Area% adalah persentase perbandingan luas segitiga di bawah
puncak (untuk suatu komponen) dengan luas total segitiga yang ada.
Cara kerja alat kromatografi gas
Pada dasarnya, dalam alat kromatografi gas, ada dua jenis detektor, yang
pertama adalah Flame Ionization Detektor, dan yang kedua adalah Thermal
Conductivity Detektor. Namun, untuk praktikum kali ini, jenis detektor yang
dipakai adalah Thermal Conductivity Detektor. Fasa diam yang dipakai adalah
metal silicon gum. Gas yang digunakan sebagai gas pembanding dan gas pembawa
adalah gas nitrogen karena di samping nitrogen cenderung murah jika
dibandingkan dengan jenis gas yang lain, nitrogen juga inert, aman (dibandingkan
dengan gas lain yang mudah terbakar), dan mudah didapat.
Pada percobaan kali ini, suhu kolom yang digunakan adalah 50-90ºC dengan
Initial time 1 menit, laju perubahan suhu adalah 10ºC per menit, dan final time
adalah 1 menit. Maksudnya, pada saat alat kromatografi gas digunakan, suhu
kolom akan bertahan di 50ºC selama 1 menit, setelah itu suhu akan naik secara
bertahap dengan kelajuan 10ºC per menit sampai suhu kolom itu mencapai 90ºC.
Setelah mencapai suhu 90ºC, alat kromatografi gas pun akan kembali menahan
suhu kolom selama 1 menit dan setelah itu, proses kromatografi akan berhenti.
Dalam kromatografi gas, suhu di bagian injeksi harus lebih tinggi dari suhu akhir
kolom. Pada detektor pun, suhu yang digunakan cukup relative tinggi, yaitu 160ºC.
Kolom yang digunakan pun adalah kolom kapiler yang sangat panjang namun
mempunyai diameter yang sangat kecil. Total panjang kolom kapiler dalam alat
kromatografi gas ini adalah 30 meter dengan diameter 0,053 mm. Metil Silicon
Gum yang ada di dalam kolom kapiler ini mempunyai sifat polar yang cenderung
tarik menarik dengan senyawa yang mempunyai sifat polar juga.
Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan
perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom.
Komponen-komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari nilai waktu
retensinya (RT).
Factor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi
Nilai/harga waktu retensi (RT) tiap komponen disebabkan oleh perbedaan
titik didih (Td) masing-masing komponen, perbedaan massa molekul relative
(Mr)/perbedaan ukuran komponen, interaksi/keterikatan masing-masing
komponen dengan fasa stasioner/fasa diam (misalnya oleh karena sifat kepolaran
fasa diam serta fasa geraknya), panjang kolom, diameter kolom, temperatur kolom
dan laju/temperatur aliran gas pembawa serta tingkat kejenuhan kolom.
Semakin rendah titik didih suatu komponen maka waktu retensinya akan
semakin kecil/singkat karena pada temperatur tertentu zat tersebut sudah
menjadi fasa uap sehingga bisa bergerak bebas/lebih cepat sebagai fasa gerak
dalam kolom kapiler sedangkan komponen lainnya masih dalam fasa cairan. Jadi
komponen yang terlebih dahulu menjadi uap akan lebih cepat keluar dari kolom.
Oleh karena itu, methanol mempunyai waktu retensi lebih singkat dari propanol,
propanol mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari butanol, dan butanol
mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari pentanol.
Semakin kecil ukuran sebuah komponen dan semakin kecil nilai massa
molekul relatifnya (Mr) maka sebuah komponen akan lebih dapat bergerak
bebas/lebih cepat keluar dari kolom. Jadi semakin kecil ukuran komponen dan
semakin kecil Mr komponen maka waktu retensinya akan semakin kecil pula. Oleh
karena itu, methanol mempunyai waktu retensi lebih singkat dari propanol,
propanol mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari butanol, dan butanol
mempunyai waktu retensi yang lebih singkat dari pentanol.
Jika fasa diamnya bersifat nonpolar, maka komponen yang akan terelusi
lebih cepat adalah komponen yang paling polar, karena ikatan dengan fasa
diamnya relatif lebih lemah. Begitu juga sebaliknya jika fasa diamnya polar maka
komponen yang lebih cepat yaitu komponen yang paling nonpolar. Jadi kepolaran
fasa diam dan fasa gerak sangat mempengaruhi waktu retensi masing-masing
komponen.
Semakin panjang kolom, maka RT menjadi lambat karena jarak yang harus
ditempuh oleh senyawa tersebut cenderung lebih jauh. Sebaliknya, jika kolom
pendek, maka RT menjadi lebih cepat karena jarak yang harus ditempuh oleh
senyawa tersebut untuk menuju detektor cenderung lebih dekat.
Temperatur kolom harus disesuaikan dengan titik didih larutan senyawa
organik. Apabila temperatur kolom terlalu rendah daripada titik didih larutan,
maka tidak akan timbul puncak karena kalor atau temperature kolom tidak cukup
untuk menguapkan senyawa yang ada. Sedangkan jika temperatur kolom jauh
lebih tinggi daripada titik didih larutan, maka TR menjadi sangat cepat karena
senyawa yang ada langsung menerima kalor dengan cepat untuk segera
mengubah wujudnya menjadi gas.
Pengaruh pengotor
Pada percobaan kali ini, jika kita memperhatikan hasil cetakan dari alat
kromatografi gas, kita dapat melihat adanya puncak puncak kecil. Puncak-puncak
kecil itu adalah pengotor, baik itu pengotor yang ada di dalam kolom yang
akhirnya terbaca oleh detektor, maupun pengotor yang ada di dalam senyawa
(terbawa oleh senyawa ketika penyuntikkan). Seharusnya, tidak ada pengotor di
dalam kita melakukan suatu analisis terhadap suatu sampel atau suatu senyawa.
Hasil yang paling ideal adalah ketika yang dihasilkan adalah suatu garis lurus yang
ada pada base yang diikuti oleh puncak-puncak yang cukup significant yang
menunjukkan komponen utama dari senyawa tersebut.
Factor kesalahan
Dalam praktikum ini, ada beberapa factor kesalahan yang membuat hasil
kromatografi gas tidak seideal yang diharapkan, yaitu kemurnian analit dan
ketidaktepatan waktu penginjeksian dengan penekanan tombol start pada alat
kromatografi gas. Untuk itu, kita dapat menggunakan analit dengan tingkat
kemurnian yang lebih tinggi dan kita dapat melatih atau membiasakan diri
melakukan kromatografi gas sehingga waktu penginjeksian dan penekanan
tombol dapat dioptimalkan setepat mungkin.
Pembahasan hasil percobaan
Pada saat senyawa methanol dianalisis, hasil analisis menyatakan bahwa
waktu retensi untuk methanol adalah 1,369 menit dan keseluruhan analit adalah
methanol murni.
Pada saat menganalisis senyawa propanol, timbul/ terdapat dua buah
puncak, yaitu dengan waktu retensi 1,302 menit dan 1,795 menit dengan
perbandingan persentase area 15,51498% dan 84,48502. Jika kita bandingkan
dengan waktu retensi methanol (1,369), maka kita bisa mendapatkan hasil bahwa
senyawa propanol yang kita analisis mengandung kurang lebih 15% methanol dan
bukan 100% propanol murni. Kemungkinan penyebabnya adalah propanol yang
ada sudah berinteraksi dengan udara bebas karena dibiarkan terbuka, sehingga
ada rantai propanol yang terputus dan menjadi methanol.
Sama halnya seperti propanol, hasil analisis buthanol juga menunjukkan
bahwa buthanol yang kita analisis mengandung 14% methanol karena terdapat
puncak pada waktu retensi 1,310 dengan persentase area 14%. Selebihnya,
terdapat puncak pada waktu retensi 2,414 dengan persentase area 85% yang
tidak lain adalah buthanol itu sendiri.
Pada saat menganalisis pentanol, ternyata pentanol yang ada pun bukanlah
pentanol murni 100%. Terdapat 8% methanol yang kemungkinan juga merupakan
hasil dari pentanol yang terurai karena telah cukup lama berinteraksi dengan
udara bebas. Waktu retensi dari pentanol itu sendiri adalah 2,818 menit.
Jika kita perhatikan waktu retensi masing masing senyawa tersebut, kita
telah berhasil membuktikan bahwa waktu retensi methanol lebih kecil dari waktu
retensi propanol, waktu retensi propanol lebih kecil dari waktu retensi buthanol,
dan waktu retensi buthanol lebih kecil dari waktu retensi pentanol.
Ketika senyawa campuran dengan dianalisis, timbul empat buah puncak
yang masing masing puncaknya timbul di sekitar waktu retensi berada di sekitar
waktu retensi methanol, propanol, buthanol dan pentanol. Dari waktu retensi dan
perbandingan persentase area yang ada, kita bisa melihat bahwa perbandingan
antara methanol, propanol, buhanol, dan pentanol dalam senyawa campuran
mendekati 1:1:1:1. Namun jika kita amati lebih lanjut, persentase area untuk
pentanol hanya sekitar 20%, kemungkinan penyebabnya adalah pentanol itu
sudah terurai menjadi senyawa yang lain karena berinteraksi dengan udara bebas.
Untuk sample, setelah dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas,
didapatkan juga ada 4 buah puncak yang waktu retensinya juga berkisar di antara
waktu retensi methanol, propanol, buthanol, dan pentanol. Untuk puncak dengan
waktu retensi 1,330 (methanol), persentase perbandingan area terhadap total
area puncak adalah 48,88542% mendekati 50%. Untuk puncak dengan waktu
retensi 1,590 (propanol), persentase perbandingan area puncak adalah
15,96455%, mendekati 15%. Untuk puncak dengan waktu retensi 2,125
(buthanol), perbandingan persentase area puncak terhadap total area puncak
adalah 19.80757% mendekati 20%. Dan untuk puncak dengan waktu retensi
2,754 (pentanol), perbandingan persentase area puncak terhadap total area
puncak adalah 15,34246% mendekati 15%. Jika kita bandingkan keempat
persentase tersebut, maka kita bisa mendapatkan perbandingan methanol :
propanol : buthanol : pentanol = 50 : 15 : 20 : 15 = 10 : 3 : 4 :3.
2. Di antara dua jenis kromatografi kertas dan TLC, manakah yang memberikan
hasil yang lebih baik? Jelaskan jawabanmu!
Jawaban :
TLC, karena noda yang didapat sangat jelas dan dapat di amati dibawah UV,
dan noda yang terbentuk dapat diketahui senyawanya dengan
menyemprotkan reagent sedangkan pada kromatografi kertas tidak begitu
akurat karena noda yang dihasilkan tidak jelas.
3. Jelaskan mengapa kolom harus berdiri tegak lurus! Apakah fungsi pasir serta
alumina dalam kolom yang digunakan dalam Praktikum?
Jawaban:
Kolom tegak lurus agar Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun
ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa
stationer). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses
adsorpsi dan partisi berulang-ulang. hal ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
alumina sebagai fasa diam.
X. Kesimpulan
XII. Lampiran
2 Mengaris 5 Merendam
kertas saring kertas saring
dalam fase gerak
3 Menjenuhkan 6 Menyemprotkan
kertas saring dengan anilin
dengan uap air
PERCOBAAN VII
DESTRUKSI BASAH
Menurut Raimon (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi
basah ataukah kering, antara lain:
a. Sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya.
b. Jenis logam yang akan dianalisis.
c. Metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya
Metode SSA merupakan metode yang cukup peka untuk analisis berbagai
logam dalam jumlah mikro. Metode SSA pada umumnya menggunakan sampel
dalam bentuk larutan, sehingga untuk analisis unsur-unsur dalam cuplikan padat,
diperlukan preparasi terlebih dahulu untuk mengubah cuplikan padat menjadi
larutan. Preparasi merupakan bagian penting dalam mempersiapkan cuplikan
padat untuk keperluan analisis unsur logam secara SSA (Maaturwey, 2012: 15).
Menurut Sumardi (1981: 507), metode destruksi basah lebih baik daripada
cara kering karena tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang
sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu faktor mengapa cara basah lebih sering
digunakan oleh para peneliti. Di samping itu destruksi dengan cara basah biasanya
dilakukan untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang
lama. Sifat dan karakteristik asam pendestruksi yang sering digunakan antara lain:
1. Asam sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk mempercepat
terjadinya oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang
kuat. Meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk mendestruksi masih
cukup lama.
2. Campuran asam sulfat pekat dengan kalium sulfat pekat dapat dipergunakan
untuk mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat pekat akan
menaikkan titik didih asam sulfat pekat sehingga dapat mempertinggi suhu
destruksi sehingga proses destruksi lebih cepat.
3. Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk
mempercepat proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator yang
kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi
sampel yaitu pada suhu 350 0C, dengan demikian komponen yang dapat
menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam
abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
4. Asam perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami
oksidasi, karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat.
Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive)
sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati.
5. Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat pekat dengan
perbandingan volume 3:1 mampu melarutkan logam-logam mulia seperti
emas dan platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3 pekat. Reaksi
yang terjadi jika 3 volume HCl pekat dicampur dengan 1 volume HNO3 pekat:
3 HCl(aq) + HNO3(aq) Cl2(g) + NOCl(g) + 2H2O(l)
Gas klor (Cl2) dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah logam
menjadi senyawa logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks
anion yang stabil yang selanjutnya bereaksi lebih lanjut dengan Cl-.
Alat: Bahan:
V. Prosedur Kerja
No Perlakuan Pengamatan
VII. Pembahasan
2. Dari literatur, tuliskan data kandungan kadar logam dari sampel yang
digunakan pada praktikum ini.
Jawab:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto C., Samin B.K., dan
Zainul Kamal, dengan judul “Evaluasi Kandungan Logam-Logam Berat Pb, Fe,
dan Ca dalam Contoh Uji Lingkungan secara Spektrometri Serapan Atom
(SSA)”, dalam bayam terkandung sebanyak 10-15 ppm logam Timbal (Pb),
135-415 ppm logam Besi (Fe), dan logam kalsium sebanyak 0,3 % - 1,3 %
IX. Kesimpulan
1. Terdapat dua jenis metode destruksi, yaitu destruksi kering dan destruksi
basah. Destruksi kering dilakukan dengan prinsip perombakan logam-logam
organik dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan
pengabuan pada suhu tinggi dalam muffle furnace. Sedangkan destruksi basah
dilakukan dengan prinsip perombakan sampel dengan asam-asam kuat, baik
tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi menggunakan zat oksidator.
2. Preparasi tumbuhan bayam untuk analisis dilakukan dengan metode
destruksi basah, dilakukan dengan cara melarutkan sampel menggunakan
campuran pelarut HNO3 dan H2SO4, dioksidasi dengan H2O2, dan dipanaskan
sampai terbentuk larutan jernih.
3. Penggunaan konsentrasi pelarut yang berbeda dapat mempengaruhi hasil
destruksi yang diperoleh. Semakin pekat pelarut yang digunakan, maka proses
destruksi akan semakin baik. Baiknya proses destruksi ditandai dengan
perubahan warna yang signifikan pada larutan hasil destruksi.
4. Dalam daun bayam terkandung 10-15 ppm logam Timbal (Pb), 135-415 ppm
logam Besi (Be), dan 0,3%-1,3% logam kalsium (Ca).
X. Daftar Pustaka
XI. Lampiran
N Gambar N Gambar
o o
1 2
Menyiapkan pelarut
3 4
Mengukur volume pelarut Menambahkan pelarut
5 6
Memanaskan sampel
Mendinginkan sampel