Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal,
dan penyakit pembuluh darah perifer.
Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan
otot serta anemia.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak
bergantung pada etiologi, dapat dicegah jika dilakukan penanganan secara dini. Di
Swedia yang melibatkan 926 kasus dan 998 kelompok kontrol yang diamati selama
tahun 1996-1998 menemukan bahwa terdapat korelasi antara gaya hidup merokok,
kelebihan berat badan, intake protein terhadap gagal ginjal kronik. Indonesia
termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi mencapai 4.500
orang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut (IPD Jilid II, 2001).

1
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria, yang ditandai dengan p[eningkatan ureun dan kreatinin. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m². Batasan penyakit ginjal kronik.
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patologik
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m² selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
1. Renal pyramid
2. Interlobar artery
3. Renal artery
4. Renal vein
5. Renal hilum
6. Renal pelvis
7. Ureter
8. Minor calyx
9. Renal capsule
10. Inferior renal capsule
11. Superior renal capsule
12. Interlobar vein
13. Nephron
14. Minor calyx
15. Major calyx
16. Renal papilla
17. Renal column

Gambar anatomis ginjal

2.2. Epidemiologi
Di amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% Setiap tahunnya. Di malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini deperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.

2
2.3. Etiologi
Glomerulo nefritis, nefropati analgestik, nefropati ferluks, ginjal poli kristik,
nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak
diketahui (Kapita Selekta Kedokteran 2001).
 Pada parenkim ginjal : Glomerulonefritis dan pielonefritis
 Pada Penyakit ginjal Obstruktif : BSK, Prostat Hipertrophy, dan Striktura ureter.
2.4. Klasifikasi
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerulus.

Penjelasan LFG (mL/menit/1,73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 + Albumin persisten
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89 + Albumin persisten
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Proteinuria = > 300 mg


Albuminuria = < 200 mg
Albumin Persisten = Albumin dijumpai terus menerus selama 3 bulan
Rumus GFR = ( 140 – umur ) x BB
72 x Nilai kreatinin yang diperoleh
Aliran darah keginjal
Note : Jika perempuan dikali 0,85
terganggu
Cairan tubuler menurun
(melalui tubuler lambat )

Peningkatan reabsorbsi Na
dan air

Terlarut dalam tobuler >


lambat dibuat
2.5. Patofisiologi
Peningkatan tonus
 Pre Renal meduler

Memperbesar reabsorbsi
ditubulus distal
Volume urine menurun,
Na menurun, Creatinin
meningkat

Renal

3
Osmolaritas dan Bj menurun Aliran urine menurun BUN + creat
(serupa konsentrasi plasma) Creatinin meningkat
menurun
Osmolaritas dan Bj menurun
 Renal

 Post Renal
Terhambatnya urine keluar

Obstruksi

Kongesti

Tek. Retrograde mll koligentes dan nefron

Aliran cairan tubuler menurun, IFG menurun

Reabsorbsi Na, air, urea meningkat

Na menurin, osmolaritas dan BUN meningkat, creat


meningkat

Sistem koligentes dilatasi

Merusak nefron

2.6. Gambaran klinik


Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi ;
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus,
Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

4
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer,
proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, khlorida).
Trias penyakit gagal ginjal krtonik :
1. Anemia : Eritropoetin terganggu
2. HT : Kebocoran → Renin meningkatan → merangsang aldosteron
3. Oliguri : GNA / GGK : Hematuri
Gagal ginjal kronik menyebakan gangguan pada organ atau vaskular :
 Gangguan GI tract : (dyspepsia, anoreksia) : Mual, muntah, kembung, karena
gangguan metabolisme protein
 Gangguan hematologi (Anemia, Trombositopenia)
Anemia disini terjadi karena :
 Eritropoetin ginjal menurun → sehingga eritropoesis di sumsum tulang juga
terganggu → eritrosit turun
 Trombositopenia → Koagulasi turun → mudah terjadi perdarahan
 Anemia pada GGK : Anemia normokrom –normositter, tapi karena ada
defisiensi, juga bisa terjadi anemia hipokrom-mikrositer.
 Gangguan kulit (Pruritus, pucat, urea frost)
 Pruritus → peningkatan ureum atau magnesium → histamine lepas → gatal
 Urea frost : pengumpulan kristal ureum di kulit
 Gangguan Endokrin ( gangguan klnjr tiroid, Paratiroid, DM, Impotensi)
 Gangguan Neurologi ( Kebas – kebas pada kedua ujung kaki)
 Gangguan Paru ( Uremic Lung, Haemoptoe, efusi pleura)
 Gangguan keseimbangan air dan elektrolit
 Gangguan Hiperkalemia, Hiponatremia → dehidrasi →krena cairan
ekstravaskular lebih besar.
 Gangguan keseimbangan Asam basa dan metabolic asidosis
 Gangguan otak ( coma uremicum)
2.7. Pendekatan diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

5
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. sesuai dengan penyakit yang mendasari;
b. sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
c. gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, chlorida).
b. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa, Darah lengkap, Ureum kreatinin, Kreatinin klirens, Natrium,
Klorida, Kalium
b. AGDA : Penentuan asidosis
c. Ultrafiltrasi Glomerulus
d. Jika terganggu terjadi kebocoran → proteinuria (++) – (+++)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya,
seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan
silinder.
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

6
2. Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak
bisa melewati filter glomerolus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh
toksis oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi anterograd atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi
5. Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
2.8. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) (0,6-0,7gr/kgbb/hari) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori atau diet ginjal (2000 kalori)
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
 Periksa ureum kreatinin per 3 hari
 Substitusi bila ada gangguan elektrolit
 Infus pada GGk : untuk jalan obat 6-8 tetes
 D5%, karena pada GGK sering hipokalemia, berguna untuk menarik
kalium

2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

7
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50
u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis
pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan
tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Sasaran hemoglobin
adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym
Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor).
Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal

8
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu
1. LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat.
2. Ureum >> 200 mg%
3. Kalium >> 7 mg%
4. Kreatinin >> 8 mg%
5. Konservatif tidak berhasil, balance cairan, kalori cukup
6. Keadaan umum jelek
7. Anuri berkepanjangan
8. Hipervolemi, DC, oedem paru
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-
pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
2.9. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium 4 atau 5. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih
lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan
keganasan (4%).
2.10 Pencegahan

9
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

BAB III
PENUTUP

10
3.1. Kesimpulan
Penyakit gagal ginjal kronik terjadi apabila penyakit ginjal yang berjalan lebih
dari 3 bulan, dengan tanda- tanda proteinuria serta penurunan laju filtrasi glomerulus
<60 ml/menit/1.73 m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium
dari gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 stadium yang ditentukan dari laju
filtrasi glomerulus ginjal. Etiologi dari penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh
beberapa organ telah terganggu seperti glomerunefritis, pielonefritis, BSK, dll.
Penatalaksanaan dari pasien dengan gagal ginjal meliputi terapi konservatif yaitu
pengaturan diet, nutrisi, metabolisme cairan serta elektrolit. Selain itu terdapat terapi
pengganti ginjal, karena fungsi ginjal pasien dengan gagal ginjal kronik tidak mampu
lagi bekerja secara fisiologis, sehingga diperlukan terapi seperti hemodialisa,
peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal.
3.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala (konservatif)
dengan dilihat dari hasil laboratorium kadar nilai eritrosit, jumlah elektrolit
(kalium, natrium, clorida), , jumlah hasil urinalisis (ureum dan kreatinin) dan hail
laboratorium lainnya
2. Dan perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dengan
pasoen agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. Arief Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua Penerbit Media
Aesculapius FK UI Jakarta, 2001.H. M. Syarfuliah Noer dkk. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Balai Penerbit FK UI Jakarta, 1996.
2. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
3. Wilson, Lorraine McCarty, RN, PhD. Dkk. Patofisiologi konsep Klinis Prose Proses
Penyakit. Edisi Enam. Volume Dua. EGC. 2002
4. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari:
http://www.emedicine.medscape.com/article/238798-overview
5. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm
6. Sudoyo A.W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Indonesia.
7. Sukandar Enday. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS. dr. Hasan Sadikin.

12

Anda mungkin juga menyukai