Anda di halaman 1dari 8

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Kawasan Lam Apeng, Aceh Besar Dengan

Menggunakan Metode Magnetik

T. Tiara Mahendra Iswada, T. Achmad Fathul Moeda, Arifin, Meutia Rahmi, Siti Nurjannah, Nabila Ulfa,
Eka Jamaliah, Dahliana
Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Email : mahendra@mhs.unsyiah.ac.id
Abstrak
Telah dilakukan penelitian sesar dan batubara di kawasan Lam Apeng, Aceh Besar.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda magnetik. Titik pengukuran sebanyak 20
titik dengan panjang spasi 20 meter dan jumlah lintasan 2. Hasil penelitian menunjukkan adanya
singkapan batubara di daerah penelitian yang ditunjukkan dengan adanya nilai suseptibilitas
yang tinggi di sekitar daerah penelitian.
Kata kunci : Metode Magnetik, batubara, sesar, suseptibilitas, Lam Apeng.
Pendahuluan

Pulau Sumatera merupakan bagian dari lempeng benua Eurasia yang bergerak aktif dan
berinteraksi secara konvergen dengan lempeng samudera Indo-Australia. Aktivitas ini
menyebabkan terbentuknya zona subduksi di perairan barat pulau Sumatera serta zona sesar yang
memanjang dari Aceh hingga Lam Apeng yang dikenal sebagai Sesar Sumatera (Sesar
Semangko). Sesar Sumatera tersegmentasi sebanyak 55 segmen, yang salah satunya adalah
Segmen Seulimeum.

Sesar merupakan zona di kulit bumi yang batuannya telah mengalami deformasi. Zona ini
ditandai dengan adanya batuan yang tidak kompak dan mengalami pergeseran. Kawasan
Gampong Lam Apeng Kabupaten Aceh Besar yang terletak di kaki gunung api aktif Seulawah
Agam diduga di lintasi oleh Sesar Sumatera Segmen Seulimeum.

Batubara merupakan batuan sedimen yang berasal dari tumbuhan, berwarna coklat
hingga hitam yang mudah terbakar dan selama proses pengendapan terkena proses fisika dan
kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbon. Penyabaran sedimen batubara di
Indonesia sangat erat kaitannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang
terdapat secara luas di sebagian besar wilayah Indonesia. Kawasan Lam Apeng pernah
mengalami kebakaran lapisan batubara pada tahun 2016.

Salah satu metode geofisika yang dapat diterapkan untuk mendapatkan informasi struktur
bawah permukaan adalah metode magnetik. Metode magnetik merupakan metode yang
pengukurannya didasari oleh variasi intensitas medan magnet (suseptibilitas) bumi. Variasi ini
disebabkan oleh adanya variasi distribusi batuan yang termagnetisasi di bawah permukaan bumi.
Selain itu, variasi medan magnet juga bisa disebabkan karena adanya perubahan struktur geologi
setempat.
Pada penelitian ini, metode magnetik diaplikasikan untuk menentukan zona sesar atau
patahan yang diduga melintasi kawasan Gampong Lam Apeng. Informasi mengenai keberadaan
sesar di kawasan penelitian dapat digunakan sebagai informasi dalam perancangan pembangunan
maupun eksplorasi di kawasan tersebut.

Teori Pustaka

Berdasarkan peta geologi lembar Banda Aceh, kawasan Lam Apeng berada pada zona
percabangan Segmen Sumatera sehingga banyak terdapat patahan-patahan lokal. Struktur
geologi kawasan Lam Apeng didominasi oleh batuan yang berasal bongkahan-bongkahan batuan
hasil letusan gunung api, yaitu formasi batuan gunung api Lam Teuba. Formasi ini terdiri dari
batuan batuan gunung api andesit hinnga dasit, breksi berbatu apung, tufa, aglomerat, dan aliran
debu. Batuan tufa berwarna coklat muda sampai abu-abu muda, sedikit keras, ukuran butir lanau
sampai pasir halus. Batuan dasit berwarna abu-abu tua, keras, struktur struktur vesikular, besar
butir kristal halus: afanitik, hipokristalin, inequigranular, mineral gelas, muskovit dan kuarsa.
Batuan breksi vulkanik terdiri dari fragmen material vulkanik, yaitu batuan andesit dasit, glas
bercampur dalam satu endapan vulkanik yang termasuk kedalam batuan gunung api.

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Banda Aceh


Sesar merupakan zona di kulit bumi yang batuannya telah mengalami deformasi. Zona ini
ditandai dengan adanya batuan yang tidak kompak dan mengalami pergeseran. Batubara
merupakan batuan sedimen yang berasal dari tumbuhan, berwarna coklat hingga hitam yang
mudah terbakar dan selama proses pengendapan terkena proses fisika dan kimia yang
mengakibatkan pengkayaan kandungan karbon.

Salah satu metode geofisika yang dapat diterapkan dalam menentukan karakteristik dari
suatu sesar (patahan) dan batubara adalah metode magnetik. Metode magnetik merupakan
metode yang pengukurannya didasari oleh variasi intensitas medan magnet (suseptibilitas) bumi.
Variasi ini disebabkan oleh adanya variasi distribusi batuan yang termagnetisasi di bawah
permukaan bumi. Selain itu, variasi medan magnet juga bisa disebabkan karena adanya
perubahan struktur geologi setempat.

Sumber medan magnet utama bumi terdiri dari tiga unsur yaitu medan magnet utama,
medan luar, dan medan anomali. Medan magnet utama bersumber dari dalam bumi dan berubah
terhadap waktu. Medan ini timbul akibat adanya aliran fluida di dalam inti bumi yang terionisasi
sehingga menimbulkan aksi dinamo oleh dirinya sendiri (self-exiting dynamo action). Nilai
medan magnet ditentukan oleh International Association of Geomagnetism and Aeronomy
(IAGA). Deskripsi matematis ini dikenal sebagai medan magnetik utama bumi atau International
Geomagnetik Reference Field) yang koefisien-koefisiennya diperbaharui setiap 5 tahun sekali.
Medan luar merupakan medan magnet yang bersumber dari luar bumi dan merupakan hasil
ionisasi di atmosfer akibat sinar ultraviolet dari matahari. Sumbangan medan luar terhadap
medan magnet bumi hanya sebesar ±1% dari medan total dan perubahannya relatif cepat
dibandingkan medan permanen. Medan anomali sebagian besar bersumber dari batuan yang
mengandung material magnetik di dalamnya. Batuan ini tersebut mempunyai suseptibilitas yang
menunjukkan kemampuan batuan tersebut termagnetisasi.

Suseptibilitas dinyatakan sebagai derajat termagnetisasinya suatu benda karena pengaruh


medan magnetik. Harga suseptibilitas ini sangat penting dalam pencarian anomali karena
sifatnya yang sangat khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Meskipun ada sebuah
variasi terbesar pada harga suseptibilitas, pada sebuah batuan khusus, dan lebar cakupan yang
berbeda antara tipe yang berbeda, dimana batuan sedimen memiliki mempunyai rata-rata
suseptibilitas yang paling kecil dan batuan beku memiliki rata-rata suseptibilitas yang paling
besar. Namun pada beberapa kasus, suseptibiltas tergantung dari jumlah mineral feromagnetik
yang ada, umumnya magnetit, ataupun terkadang ilmenit atau pirotit. Untuk memperjelas variasi
nilai suseptibilitas batuan dan mineral, berikit ditampilkan tabel nilai suseptibilitas batuan dan
mineral.

Tabel 1. Nilai suseptibitas pada beberapa jenis batuan (Telford, 1990)

Susceptibility × 103 (SI)


Type
Range Average
Sedimentary
Dolomite 0 – 0,9 0,1
Limestone 0-3 0,3
Sandstones 0 – 20 0,4
Shales 0,01 - 15 0,6
Av. 48 sedimentary 0 - 18 0,9

Methamorpic
Amphibolite 0,7
Schist 0,3 - 3 1,4
Pheyllite 1,5
Gneiss 0,1 – 25
Quartzite 4
Serpentine 3 – 17
Slate 0 – 35 6
Av. 61 methamorpic 0 - 70 4,2

Igneous
Granite 0 - 50 2,5
Rhyolite 0,2 – 35
Dolorite 1 -35 17
Augite - syenite 30 – 40
Olivane - diabase 25
Diabase 1 -160 55
Phorphyry 0,3 - 200 60
Gabbro 1 – 90 70
Basalts 0,2 - 175 70
Diorite 0,6 - 120 85
Pyroxenite 125
Peridotite 160
Av. Acidic igneous 0 -80 8
Av. Basic igneous 0,5 - 97 25

Tabel.2 Nilai suseptibitas pada beberapa jenis mineral (Telford, 1990)

Susceptibility × 103 (SI)


Type
Range Average
Mineral
Graphite 0,1
Quartz -0,01
Rock salt -0,01
Anhydrite, gypsum -0,001 - -0,01
Coal 0,02
Clays 0,2
Chalcophyrite 0,4
Sphalerite 0,7
Cassiterite 0,9
Siderite 1–4
Pyrite 0,05 - 5 1,5
Limonite 2,5
Arsenopyrite 3
Hernatite 0,5 - 35 6,5
Chromite 3 – 110 7
Franklinite 430
Pyrrhotite Gak jelas 1500
Ilmenite 300 - 3500 1800
Magnetite 1200 - 19200 6000

Data yang didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan merupakan data mentah
medan magnet total yang masih dipengaruhi oleh medan magnet utama bumi (IGRF) dan medan
magnet luar. Untuk mendapatkan anomali medan magnet maka pengaruh-pengaruh tersebut
harus dihilangkan dengan cara melakukan koreksi harian dan koreksi nilai intensitas medan
magnet utama bumi atau International Geomagnetic Reference Field (IGRF). Koreksi harian
merupakan penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek
radiasi matahari dalam satu hari. Waktu yang dimaksudkan harus mengacu atau sesuai dengan
waktu pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan
dikoreksi. Jika nilai medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi harian, maka kontribusi
medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi IGRF. Koreksi IGRF dapat dilakukan
dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi
harian pada setiap titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai.

Metodologi

Pengambilan data dilaksanakan pada Sabtu, 1 Desember 2018, di kawasan Lam Apeng
pada koordinat 789250 sampai 789321 dan 610666 sampai 611110 (Gambar 2). Lokasi dipilih
karena merupakan kawasan yang diduga dilalui oleh Sesar Sumatera Segmen Seulimeum dan
memiliki potensi batubara.

(GAMBAR 2)

Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan lintasan sepanjang 200 meter, dengan
jumlah titik pengukuran sebanyak 20 titik. Adapun alat yang digunakan pada saat pengukuran
meliputi :

No. Alat Jumlah


1. Konsol Magnetometer 2
2. Proton 2
3. Stik 8
4. Kabel penghubung 2
5. Sabuk 1
6. GPS 1
7. Kompas 1
Data yang didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan merupakan data mentah
medan magnet total yang masih dipengaruhi oleh medan magnet utama bumi (IGRF) dan medan
magnet luar. Untuk mendapatkan anomali medan magnet maka pengaruh-pengaruh tersebut
harus dihilangkan dengan cara melakukan koreksi harian dan koreksi nilai intensitas medan
magnet utama bumi atau International Geomagnetic Reference Field (IGRF). Medan anomali
magnet total dihitung melalui persamaan :

∆𝑇 = 𝐻𝑡 − 𝐻𝑙 − 𝐻𝑜

Dimana Ht merupakan nilai medan magnet terukur, Hl merupakan variasi harian medan magnet
terukur, dan Ho merupakan medan magnet utama bumi (IGRF) yang dihitung menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel. Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya dibuat kontur
medan magnet total menggunakan perangkat lunak Surfer 11.

Hasil dan Pembahasan

Anomali magnetik merupakan intensitas medan magnet total yang dihasilkan oleh batuan
yang mengandung mineral bermagnet. Adapun peta kontor yang didapatkan sebagai berikut :
Berdasarkan peta kontur tersebut didapatkan nilai suseptibilitas makasimum sebesar 45
dan nilai minimum sebesar -150. Nilai maksimum merepresentasikan batuan beku. Sesuai
dengan geologi regional kawasan Lam Apeng yang memiliki formasi batuan vulkanik Lam
Teuba. Batubara memiliki nilai suseptibilitas sebesar 0,002 (Telford). Pada gambar batu bara
diduga berada di area yang berwarna kuning. Dimana pada lokasi ditunjukkan dengan adanya
singkapan batu bara. Untuk sesar memiliki nilai suseptibilitas yang rendah, pada gambar
ditujukkan dengan nilai negatif dimana ditunjukkan oleh warna biru keunguaan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, ditunjukkan adanya sesar dan batubara. Hal ini ditunjukkan
dari nilai suseptibilats yang didapat. Dalam lintasan juga terdapat singkapan batubara yang
tergolong kedalam batubara muda. Selanjutnya, secara geomorfologi, lokasi penelitian
menunjukkan adanya sesar yaitu berupa lembah yang memanjang dan terdapat sungai di
dalamnya.
Daftar Pustaka

Fathonah, Ira Maya., Wibowo, Nugroho Budi. & Sumardi, Yosaphat., Identifikasi Jalur Sesar
Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional
Yogyakarta. Indonesian Journal of Applied Physics. 2014;4 No.2: p.192-200.

Marwan., Rusdy, Ibnu., Nugraha, Gartika Setiya. & Asrillah. Study Of Seulawah Agam’s
Geothermal Source Using Gravity Method. Jurnal Natural. 2014; 14 No.2 : p.1-5.

Oesanna, Mieftah., Ismail, Nazli. & Marwan.,Identifikasi Zona Patahan di Sebelah Barat Gunung
Api Seulawah Agam Berdasarkan Nilai Anomali Gravitasi. Journal Of Aceh Physics
Society. 2018;7 No.2 : p.56-60.

Sari, Nur Novita,. Ivansyah, Okto., SOkto. & Firdaus, Yulianur., Identifikasi Sesar di Perairan
Misool, Papua Barat dengan Menggunakan Metode Magnetik. Prisma Fisika. 2017; 5
No.3: p.83-87.

Telford, W.N., Geldard, L.P., Sherrif, R.E. & Keys, D.A., Applied Geophysics. 2nd ed. London:
Cambridge University Press; 1990.

Tim Pusat Studi Gempa Nasional., Peta Sumber Dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017.
Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; 2017.

Anda mungkin juga menyukai