Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH TINDAK PIDANA

KORUPSI (TIPIKOR)
Posted on Juni 19, 2015 by rabiatuladawiyahhsb21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan
Hidayahnya. Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan kebenaran lewat ajaran yang telah
dibawaknya. Kami selaku yang ditugaskan untuk menyusun makalah ini sangat bersyukur
kepada Allah SWT. Karena berkat bimbingannya makalah ini dapat diselesaikan dengan
lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya,
utamanya para Mahasiswa yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah
makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “TINDAK PIDANA
KORUPSI” saya selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik yang membangun
kepada para pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi makalah ini untuk
penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

Medan, April 2015


Penulis
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar…………………………………………………………………………………….. i
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang……………………………………………………………………………………. iii
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Umum……………………………………………………………. 1
B. Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum….………………………………… 1
C. Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara……………………………………………… 1
D. Pelaksanaan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum………………………………… 2
E. Kode Etik Advokat……………………………………………………………….. 3
F. Fungsi Advokat………………………………………………………………………………
4
G. Upaya Penindakan (Kuratif)…………………………………………………. 4
H. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa…………………………………………………….
4
I. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)………………………………. 4

BAB III PENUTUP


A.
Kesimpulan……………………………………………………………………………………
……….. 5
B.
Saran……………………………………………………………………………………………
………… 5
Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 6

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping
mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana khusus, seperti adanya
penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka tindak pidana
korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin
terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.
Dengan diantisipasi sedini dan seminimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda
perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat
laun akan membawa daampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya.
Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan
dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif
yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena
lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap
cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya,
padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh
berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan
negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit
untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak
diputus bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang
ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini
sangat merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara terus-
menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas
hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara. Perasaaan tersebut memang
telah terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya
masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim sendiri kepada pelaku tindak pidana di
dalam kehidupan masyarakat dengan mengatasnamakan keadilan yang tidak dapat dicapai
dari hukum, peraturan perundang-undangan, dan juga para penegak hukum di Indonesia.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar.
Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan alih
studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi
diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.
Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadi yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena
korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi?
2. Bagaimana Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi?
3. Apa Persepsi Masyarakat tentang Korupsi?
4. Bagaimana Fenomena Korupsi di Indonesia?
5. Apa saja Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi?
6. Bagaimana Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian tentang Tindak Pidana Korupsi
2. Memahami Dampak yang diakibatkan oleh Tindak Pidana Korupsi
3. Mengetahui Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
4. Memahami Fenomena Korupsi di Indonesia
5. Mengetahui Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
6. Dan Memahami Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi

BAB II
PEMBAHASAN
A. . Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata Latin “Corruptio” atau “Corruptus” yang kemudian muncul dalam
bahasa Inggris dan Prancis “Corruption”, dalam bahasa Belanda “Korruptie” dan selanjutnya
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “Korupsi” (Dr. Andi Hamzah, S.H., 1985: 143).
Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977:
149), sedangkan A.I.N Kramer ST. menerjemahkannya sebagai busuk, rusak, atau dapat
disuapi (A.I.N. Kramer ST. 1997: 62). Oleh karena itu, tindak pidana korupsi berarti suatu
delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.
Korupsi dikenal pembuktian terbalik terbatas yaitu orang yang diteriksa harta bendanya oleh
pengadilan tinggi wajib memberikan keterangan secukupnya yaitu mengenai harta benda
sendiri dan harta benda orang lain yang dipandang erat hubungannnya menurut ketentuan
pengadilan tinggi.
Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu
karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan di bawah
kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya)
untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya;
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membawakan hasil yang nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi
Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib),
namun dengan kemajuan iptek, modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga
Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara
mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru
menuntut antara lain ditegakkannya supermasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi &
Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih & Bebas dari KKN.

B. Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi

1. Bidang Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan, korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
2. Bidang Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan
pejabat untuk membuat aturan- aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi
menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”.
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
3. Bidang Kesejahteraan Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-
politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

C. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi

Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan
sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh.Namun yang paling menyedihkan adalah sikap
rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa
oknum pejabat lokal, maupun nasional.

Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan


demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor.
Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.

D. Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:

1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-
lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum”
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan alih
“kepentingan rakyat”.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :

a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah
sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang
mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar
(rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang
politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dan
hirarki politik kekuasaan.
E. . Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.

KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

a. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.


b. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
c. Membangun kepercayaan masyarakat.
d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
F. Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia,
antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Strategi Preventif
a. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan
banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian
pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab
yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jabatan di bawahnya.
2. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai
disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-
rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh
penindakan yang dilakukan oleh KPK :

a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan
Negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan Negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi
banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara
preventif maupun secara represif antara lain :
1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan
netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai
pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup
layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila
semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana
perlu dijatuhi hukuman mati.
2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai
politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (KPK, Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status
sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi
sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu
dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian
menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi
tersebut.
4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral
korup.
5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang
sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan
korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah untuk
memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat undang-
undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengalami perubahan yaitu
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

G. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa


a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan
negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
H. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang
yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat
untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca-Soeharto yang
bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi
organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi
tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta
sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia.
IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan,
Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Perbuatan korupsi tidak mungkin dihapus dari muka bumi ini hanya dengan mengeluarkan
sebuah peraturan, bahkan dengan ancaman pidana yang cukup berat, yaitu pidana mati pun.
Usaha pembentuk undang-undang melalui pembuatan paraturan tersebut terbatas, apabila
tidak dibarengi dengan pemberantasan korupsi ini dengan tindakan-tindakan lain, seperti
bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Gejala yang dialami oleh Indonesia
tersebut juga muncul di negara-negara berkembang yang lain di dunia.
Dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi di segala bidang membuat Indonesia
semakin terpuruk karena banyak sekali terjadi kasus korupsi di Indonesia yang merugikan
baik pemerintah maupun masyarakat. Tindak pidana korupsi ini yang membuat Indonesia
semakin miskin.
Cara atau upaya memberantas tindak pidana korupsi yang paling utama adalah gerakan
“moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar
bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral
diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang,
dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai
perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan,
sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai
langkah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral kor Dari teori
yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).

b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir
1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi.

c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.

d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial
baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan alih
“kepentingan rakyat”.

e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi.

f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia,
antara lain upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi
masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Saran

a) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.
b) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di
dalam kehidupan sehari-hari.

https://rabiatuladawiyahhsb.wordpress.com/2015/06/19/makalah-tindak-pidana-korupsi-tipikor/
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan
oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat
sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua
faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Negara yang
korupsi bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara
yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti
yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman
penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa
golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut.
Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di
negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang
menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara
seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di
akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat
kecil hingga pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan
yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan bentu-bentuk Korupsi ?
2. Apa penyebab terjadinya korupsi serta bagaimana bentuk – bentuk korupsi?
3. Apakah motif yang mendasari terjadinya Korupsi ?
4. Apa Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi ?

5. Bagaimanakah Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana Ekonomi


Korupsi ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin “Corruptio” atau “Corruptus” yang kemudian
muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis “Corruption”, dalam bahasa
Belanda “Korruptie” dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan
“Korupsi” (Dr. Andi Hamzah, S.H., 1985: 143). Korupsi secara harfiah berarti
jahat atau busuk (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977: 149), sedangkan
A.I.N Kramer ST. menerjemahkannya sebagai busuk, rusak, atau dapat disuapi
(A.I.N. Kramer ST. 1997: 62). Oleh karena itu, tindak pidana korupsi berarti
suatu delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.[1]

Korupsi dikenal pembuktian terbalik terbatas yaitu orang yang diperiksa


harta bendanya oleh pengadilan tinggi wajib memberikan keterangan secukupnya
yaitu mengenai harta benda sendiri dan harta benda orang lain yang dipandang
erat hubungannnya menurut ketentuan pengadilan tinggi.[2]

Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan


semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kediaansan di bawah kekuasaan
jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan


sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.

2. Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
B. Sebab Sebab Terjadinya Korupsi
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapat
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya sendiri
atau faktor – faktor lain, seperti:
1. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kurangnya pendidikan.
4. Adanya banyak kemiskinan.
5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
6. Struktur pemerintahan.
7. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

C. Bentuk-bentuk Korupsi
Berikut dipaparkan berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK :
2006). Dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 20
tahun 2001 terdapat 30 rumusan bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal
tersebut menerangkan secara terpisah dan terperinci mengenai perbuatan-
perbuatan yang dikenakan pidana korupsi:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan
7. Gratifikasi

D. Motif terjadinya Korupsi


Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan
korupsi sebenarnya bervariasi dan beranekaragam. Akan tetapi, secara umum
dapat dirumuskan, bahwa tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapat
keuntungan pribadi, keluarga, kelompok, golongannya sendiri. Dengan
mendasarkan pada motif keuntungan pribadi atau golongan ini, dapatlah dipahami
jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena masalah
korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada tiap insan manusia untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau golongannya.
Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan usaha
yang bersifat halal dan ridha. Cara korupsi yang dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan tidak mengikuti dan didasari norma-norma yang berlaku, jelas bahwa
hal ini tidak halal dan tidak diridhai. Apabila tindakan atau usaha ini dilakukan
dengan penggunaan dan atau penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau
kesempatan kerja dengan persyaratan seperti dirumuskan dalam pengertian
kerja, usaha ini dikategorikan tindakan korupsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi
yang menginginkan keuntungan pribadi atau golongan. Menurut komisi IV,
terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yakni:
1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Komisi IV juga menyatakan, kemungkinan meluasnya perbuatan korupsi
berhubungan dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan,
seperti perluasan perkreditan, bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Apabila diinventarisasikan, banyak sekali faktor-faktor yang dapat
disebut sebagai penyebab timbul, lahir, tumbuh, serta perkembangan korupsi,
khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Diantara sekian banyak
faktor ini, James C. Scot mengemukakan beberapa hal yang secara khusus
memiliki hubungan dengan aspek politik dan pemerintahan, yakni:
1. Sistem politik resmi belum sepenuhnya diterima dan masih lemah landasan
hukumnya dibandingkan dengan ikatan keluarga dan suku yang masih kukuh;
2. Pemerintah penting sebagai sumber pekerjaan dan mobilits sosial;
3. Ada golongan-golongan elite yang kaya raya yang tidak diberi kesempatan
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah secara langsung dan terbuka;
4. Tidak ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk hidup berlandaskan hukum yang
berlaku di pihak golongan-golongan elite maupun dipihak rakyat banyak.[3]

E. Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi


1. Bidang Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam


dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan
di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Bidang Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas


pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. korupsi juga mengacaukan "lapangan
perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan
sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan
dan upah tersedia lebih banyak.

3. Bidang Kesejahteraan Negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi
warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,
namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus "pro-bisnis" ini
hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka[4].

F. Pertanggungjawaban Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi


Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-
undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan
hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun
1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

2. Pidana Penjara
1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang
yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara (Pasal 3)
3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang
dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan
terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
(Pasal 21)
4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi
setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal
36.

3. Pidana Tambahan
1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana
korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang
tersebut.
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh
pemerintah kepada terpidana.
5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya
tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan
undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah
ditentukan dalam putusan pengadilan.

v Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan
maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural
ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,
maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.
2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri
maupun bersama-sama.
3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan
kepada orang lain.
4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke
siding pengadilan.
5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
adalah
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
2. Perbuatan melawan hukum;
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain[5]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbuatan korupsi tidak mungkin hapus dari muka bumi ini hanya denagn
mengeluarkan sebuah peraturan, bahkan dengan mengeluarkan sebuah peraturan,
bahkan dengan ancaman pidana yang cukup berat, yaitu pidana mati pun. Usaha
pembentuk undang-undang melalui pembuatan paraturan tersebut terbatas,
apabila tida dibarengi dengan pemberantasan korupsi ini dengan tindakan-
tindakan lain, seperti bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Gejala yang
dialami oleh Indonesia tersebut juga muncul di negara-negara berkembang yang
lain di dunia[6].
B. Saran
Berdasarkan realita yang ada begitu banyak kasus Korupsi yang ada di
Indonesi bahkan menurut beberapa orang kasus Korupsi sudah menjadi Budaya
bangsa Indonesia. Untuk itu kami himbau kepada teman-teman untuk lebih
mempelajari hal-hal yang terkait dengan Korupsi seperti makalah kami ini yang
masih sangat jauh dari kesempurnaan. Marilah kita saling merangkul bersama
untuk memberantas Korupsi yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Jur. 2005. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hadianti Koeswadji, Hermien. 1994. Korupsi di Indonesia Dari Delik Jabatan Ke
Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Mulyadi, Lilik. 2000. Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses
Penyidikan, Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya Menurut Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Prinst, Darwan. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiBandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

[1]Darwan Prinst,Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung, PT.


Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 1.
[2] Jur. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm
55.
[3] http://kingilmu.blogspot.co.id/2013/01/korupsi.html
[4] https://www.kompasiana.com/muhammadnurikhsanarifandi/dampak-
dampak-korupsi_58213625d99373230cff92ea
[5] Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap
Proses Penyidikan, Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999), (Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 2000), hlm 1, 2.
[6]Hermien Hadianti Koeswadji, Korupsi di Indonesia Dari Delik Jabatan
Ke Tindak Pidana Korupsi, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hlm
35.
DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang......................................................................... 4
B. RumusanMasalah.................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertiandanbentuk-bentukKorupsi...................................... 7
B. Motif terjadinyaKorupsi......................................................... 12
C. Pertanggungjawabanpidanapadaperkara
tindakpidanaKorupsi............................................................... 15
D. AnalisiscontohkasustindakpidanaKorupsi
di Indonesia............................................................................. 19
E. DampakterjadinyaKorupsibagiperekonomian
di Indonesia............................................................................. 26
F. StrategipemberantasanKorupsi............................................... 29
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 31
B. Saran....................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 33

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Negara yang
korupsi bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya
fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia
sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada
dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti
oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.

Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di
Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah
korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak
langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron
seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H.,
1981:310)

Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik,
menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif
hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui
dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan
perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di
Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali
mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
korupsi, yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang


pemberantasan tindak pidana korupsi.

Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai Korupsi,
yang dijabarkan dalam rumusan masalah dibawah:

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian, ruang lingkup dan bentu-bentuk Korupsi ?
2. Apakah motif yang mendasari terjadinya Korupsi ?
3. Bagaimanakah Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana Ekonomi Korupsi ?
4. Analisis contoh kasus Tindak Pidana Korupsi ?
5. Apakah dampak dari terjadinya Korupsi ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Korupsi


a. Pengertian
Berbicara mengenai Korupsi, sama saja kita membicarakan semut ditengah lautan.
Menyinggug masalah Korupsi berarti menyinggung pula masalah pelanggaran dan kejahatan
jabatan, latar belakang, faktor-faktor penyebabnya sampai penanggulangannya. Setelah
negara RI memproklamerkan kemedekaannya, Bangsa Indonesia mempunyai Kemerdekaan
Politik, Kebebasan ekonomi dan budaya, dan semenjak itulah pemerintahan ada ditangan
bangsa Indonesia sendiri tetapi hukum yang berlaku masih hukum peninggalan
Belanda.memang istilah Korupsi pada waktu itu tidak dikenal tetapi apabila kenyataannya
ada penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu, biasanya disebut OKB atau Orang Kaya
Baru, dan terhadap ini belum dapat ditindak, sebab harus dilihat dulu siapa OKB tersebut,
apakah ada pelindungnya atau tidak.

Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption =


penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan
lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa :

1. Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.

2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.

1. Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan
untukkepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya);

3. Koruptor (orang yang korupsi).

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti


istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)

Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:

1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara
dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut
disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);

2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau
perekonomian Negara (Pasal 3).

3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388,
415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Adapun pengertian korupsi menurut para Ahli :

 Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan
bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain).
menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum
menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan
dengan kewajibannya

 S Hornby istilah korupsi diartikan sebagai suatu pemberian atau penawaran dan
penerimaan hadiah berupa suap (the offering and accepting of bribes), serta
kebusukan atau keburukan (decay).
 David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara
lain menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang
ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.

 Wertheim yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang


pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia menerima
hadiah dari seseorang yang bertujuan memengaruhinya agar mengambil keputusan
yang menguntungan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang – kadang pengertian ini
juga mencakup perbuata menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.

 David H Baley mengatakan, korupsi sementara dikaitkan dengan penyuapan adalah


suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan wewenang sebagai akibat
pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang. Batasan yang luas
dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang memungkinkan dimasukkannya
penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang bukan
milik sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan nepotisme ke dalam korupsi.

b. Sebab-sebab terjadinya Korupsi

Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan,
sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi / kelompok / keluarga / golongannya sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:

1. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.

2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

3. Kurangnya pendidikan.

4. Adanya banyak kemiskinan.

5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

6. Struktur pemerintahan.

7. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

 Tipe korupsi menurut Para Ahli


1. Tipe korupsi menurut Vito Tanzi

2. Korupsi transaksi, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor
dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.

3. Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan pemaksaan untuk


menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan
pelaku korupsi.

4. Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi
untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.

5. Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam
pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.

6. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information)
tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.

7. Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan.

8. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri
dari pemerasan.

9. Tipe korupsi menurut Syed Hussein Alatas, dibagi menjadi 7 jenis, yaitu :

10. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan kepadaadanya


kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh
kedua-duanya.

11. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi dimana pihak
pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.
12. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh di masa yang akan datang.

13. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang
atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan
peraturan yang berlaku.

14. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

15. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh
seseorang seorang diri.

16. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung
menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

c. Bentuk-bentuk Korupsi

Berikut dipaparkan berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang
dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK : 2006). Dalam Undang-
Undang No. 31 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan
terperinci mengenai perbuatan-perbuatan yang dikenakan pidana korupsi:

1. Kerugian keuangan negara

2. Suap menyuap

3. Pengelapan dalam jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan curang

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan


7. Gratifikasi

d. Ada beberapa jenis korupsi yakni:

1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya


kesepakatantimbal balik antara pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan kedua
belah pihak.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan kepada


pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancan
dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.

3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada 8
pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh dimasa yang akan datang.

4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah


terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.

5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan


pemerasan. Korupsinya dalam rangka mempertahankan diri.

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan oleh seseorang
seorang diri.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang dilakukan untuk


memperkuat korupsi yang sudah ada.

B. Motif terjadinya Korupsi

Untuk memahami masalah korupsi yang begitu meluas di berbagai negara khususnya
pada negara berkembang, harus dikaitkan bahwa korupsi seolah-olah sebagai satu keharusan
dan tidak terpisahkan dengan negara-negara berkembang. Korupsi sesungguhnya merupakan
suatu proses yang berhubungan dengan latar belakang sejarah bangsa atau negara yang
bersangkutan. Tanpa memahami latar belakang budaya dan sejarahnya, diagnosis dan terapi
yang dilakukan untuk pemberantasan atau penanggulangan korupsi bisa saja keliru, yang
akan berakibat besar dan merupakan masalah tersendiri karena tindakan-tindakan
penanggulangan yang diterapkan tidak akan efektif.
Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi
sebenarnya bervariasi dan beranekaragam. Akan tetapi, secara umum dapat dirumuskan,
bahwa tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapat keuntungan pribadi, keluarga,
kelompok, golongannya sendiri. Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi atau
golongan ini, dapatlah dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja
karena masalah korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada tiap insan manusia untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau golongannya.
Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan usaha yang bersifat
halal dan ridha. Cara korupsi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan tidak mengikuti
dan didasari norma-norma yang berlaku, jelas bahwa hal ini tidak halal dan tidak diridhai.
Apabila tindakan atau usaha ini dilakukan dengan penggunaan dan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang atau kesempatan kerja dengan persyaratan seperti dirumuskan
dalam pengertian kerja, usaha ini dikategorikan tindakan korupsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang
menginginkan keuntungan pribadi atau golongan. Menurut komisi IV, terdapat tiga indikasi
yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yakni:

1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi

2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan

3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.

Komisi IV juga menyatakan, kemungkinan meluasnya perbuatan korupsi berhubungan


dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan
perkreditan, bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Menurut Dr. Sarlito W, tidak ada jawaban yang persis untuk menjawab alasan apa yang
mendorong terjadinya korupsi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu faktor rangsangan dari
dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari
luar (misal dorongan dari teman-teman, adanya kesempatan, dan kurang kontrol dan
sebagainya.
A.S. Harris Sumidiria menjawab bahwa korupsi lahir karena ambruknya nilai-nilai
sosial, korupsi kambuh karena adanya penyalahgunaan tujuan wewenang dan kekuasaan, dan
korupsi hidup karena sikap dan mental pejabat yang bobrok, baik pejabat tinggi maupun
pejabat rendahan. Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventariskan beberapa
penyebab korupsi, yakni kesan yang berlebih-lebihan, seolah-olah telah tersebar luas,
terutama di kalangan pejabat tinggi. Rasa khawatir akan membesarnya kesan inilah yang
menyebabkan Nehru secara terus-menerus menolak tuntutan-tuntutan agar dia membersihkan
pemerintahannya dan birokrasi negara dari korupsi. “Berteriak keras-keras bahwa setiap
orang berbuat korupsi hanya akan menciptakan iklim korupsi,” katanya. “Rakyat akan
berpendapat bahwa mereka hidup dalam iklim korupsi dan karena itu akan melakukan
korupsi pula”.
Dengan mempertimbangkan pandangan Nehru mengenai dongeng rakyat tentang
korupsi tersebut, mungkin perlu pula dipertimbangkan tentang strategi atau taktik untuk
penanggulangan dan pemberantasan korupsi, apakah perlu dilaksanakan secara sensional
ataukah secara tenang-tenang atau diam-diam tetapi dengan langkah-langkah yang pasti,
terencana, operasional, dan efektif. Di samping itu, mungkin terdapat pula aspek lain yang
perlu dipertimbangkan dalam masalah ini, yakni tentang kemungkinan adanya golongan
tertentu (politik misalnya) memang dengan sengaja mengobarkan api desas-desus dongeng
rakyat tentang korupsi ini.
Apabila diinventarisasikan, banyak sekali faktor-faktor yang dapat disebut sebagai
penyebab timbul, lahir, tumbuh, serta perkembangan korupsi, khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang. Diantara sekian banyak faktor ini, James C. Scot mengemukakan
beberapa hal yang secara khusus memiliki hubungan dengan aspek politik dan pemerintahan,
yakni:

1. Sistem politik resmi belum sepenuhnya diterima dan masih lemah landasan hukumnya
dibandingkan dengan ikatan keluarga dan suku yang masih kukuh;

2. Pemerintah penting sebagai sumber pekerjaan dan mobilits sosial;

3. Ada golongan-golongan elite yang kaya raya yang tidak diberi kesempatan
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah secara langsung dan terbuka;

4. Tidak ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk hidup berlandaskan hukum yang
berlaku di pihak golongan-golongan elite maupun dipihak rakyat banyak
C. Pertanggungjawaban Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi

Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana


korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:

1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

2. Pegawai Negeri adalah meliputi :

a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang


Kepegawaian;

b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana;

c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah; atau

e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara atau masyarakat.

3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

 Penjatuhan Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor


20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut.

1. Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
2. Pidana Penjara

1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)

3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.

3. Pidana Tambahan

1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu
pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta


yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.

5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.

6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31
tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan
pengadilan.

 Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat
(1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.

3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada
orang lain.

4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di


pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.

5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor


20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah

1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

2. Perbuatan melawan hukum;

3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;

4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena


jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

D. Analisis Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia


1. Kasus Angelina Sondakh

Dalam makalah ini saya mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang
dialami oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang lebih dikenal dengan Angelina
Sondakh. Motivasi Angelina Sondakh melakukan korupsi yaitu kesempatan ada, yaitu adanya
proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud yang melibatkan dirinya atau
status kekuasaannya dalam pengambilan keputusan dan menjalankan proyek tersebut. Selain
itu kondisi keluarga yang sedang bersedih atas kepergian suaminya dan dia menjadi orang tua
tunggal ketiga anaknya, tentu ini menyangkut ekonomi keluarga. Lingkungan kerja juga
mempengaruhi Angelina dalam melakukan korupsi ini.

Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 12 Tahun penjara terhadap Angelina


Patricia Pinkan Sondakh dalam kasus korupsi di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Kementrian Pemuda dan Olahraga. Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar mengatakan
terdakwa dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding hanya dikenakan pasal 11
UU Tipikor, sedangkan Majelis Kasasi menerapkan pasal 12 A UU Tipikor. Terdakwa ini
aktif meminta fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek dan
disepakati 5 persen. Dan harusnya sudah diberikan ke terdakwa 50 persen pada saat
pembahasan anggaran dan 50 persen setelah Dipa turun. Dalam putusan kasasi ini majelis
juga mewajibkan Angelina Sondakh mengembalikan uang suap Rp.12,58 miliar ditambah
2,350 juta dolar AS yang sudah diterimanya, jika tidak dibayar maka harus diganti dengan
kurungan selama 5 tahun.

Dalam pertimbangannya, Artidjo mengungkapkan bahwa terdakwa aktif


memprakarsai pertemuan untuk memperkenalkan Mindo kepada sekretaris Dirjen Pendidikan
Tinggi Kemendiknas Haris Iskandar dalam rangka mempermudah upaya penggiringan
anggaran di Kemdiknas. Terdakwa ikut mengajukan program usulan kegiatan di sejumlah
Perguruan Tinggi, itu sifatnya aktif. Dia beberapa kali memanggil Haris Iskandar dan Dadang
Sugiarto dari Kemdiknas ke kantor DPR dan terdakwa minta memprioritaskan pemberian
alokasi anggaran terhadap PT, jelas Artidjo. Angelina Sondakh sebelumnya hanya divonis 4,5
tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan vonis
dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

Mantan politikus Partai Demokrat telah dinyatakan secara sah terbukti melakukan
tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji terkait dengan
jabatannya dengan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusannya /ini, KPK mengajukan kasasi
karena tidak sesuai dengan tuntutannya yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara
ditambah denda Rp.500juta subsider enam bulan kurungan.

Saya akan menganalisa kasus korupsi Angelina Sondakh. Kasus korupsi yang
melibatkan Angelina Sondakh ini termasuk pengertian korupsi menurut Wertheim, “yang
menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang pejabat dikatakan
melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang pengertian ini juga mencakup perbuata menawarkan hadiah,
atau bentuk balas jasa yang lain.”

Kasus korupsi ini termasuk jenis korupsi menurut Piers Beirne dan James
Messerschmidt, yaitu “Political Kickbacks adalah kegiatan korupsi yang berkaitan dengan
sistem kontrak pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan
pengusaha yang memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi
kedua belah pihak.” Karena didalam kasus disebutkan bahwa “Direktur PT Duta Graha
Indah(DGI), Mhuhammad El Idrus dan seorang penghubung bernama Mindo Rosalinda
Manulang (Rosa). Menyerahkan uang suap dalam bentuk 3 lembar cek senilai Rp.3,2 miliar
kepada Wafid muharam, Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora), yang
juga langsung ikut ditangkap di kantornya. Suap tersebut merupakan uang balas jasa dari PT
DGI karena telah memenangi tender proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang,
Sumatera Selatan. Kasus ini menyeret nama Muhammad Nazarudin, karena Rosa sebagai
bawahan Nazar di PT Anak Negeri, bahkan Rosa pernah menjabat Direktur Pemasaran
perusahaan yang dibentuk oleh mantan Bendahara Partai Demokrat itu. Nazarudin dan Rosa
juga kemudian menyeret nama Angie sebagai salah satu tersangka, lantaran disebut menerima
uang darinya terkait proyek pembangunan wisma Atlet SEA Games di Palembang. PT Anak
Negeri mengeluarkan Rp.10 miliar melalui Angie. Sebanyak Rp.5 miliar untuk Angie, Rp.5
miliar sisanya tidak diketahui, namun diduga digunakan sebagai pelicin ke Badan Anggaran
DPR agar anggaran segera turun.” Dan untuk tipe korupsinya, menurut saya kasus ini
mengarah kepada tipe korupsi menurut Vito Tanzi, “Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang
terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai
orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan.” Menurut saya, Angie adalah orang dalam, karena pada saat itu ia menjabat
sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Ia pasti berperan dalam kasus korupsi ini, karena ia
menerima uang atas balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek Wisma
Atlet SEA Games dan sebagian uang tersebut diduga digunakan sebagai pelicin ke Badan
Anggaran DPR agar anggaran tersebut segera turun.

2. Kasus Andi Mallarangeng

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun


penjara, dan denda Rp 200 juta serta subsidar 2 bulan kurungan kepada mantan Menteri
Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam kasus tindak pidana korupsi
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang,
Bogor.
Menurut hakim ketua Haswandi terdakwa Andi Mallarangeng terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-samaDalam putusan tersebut,
hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang.Dimana sebagai Menpora, Andi adalah
pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan negara di
Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.
Atas perbuatan tersebut Andi telah menguntungkan pihak lain,Proyek P3SON telah
merugikan keuangan negara Rp 464,391 miliar.Andi melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan
UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Selain itu, Majelis Hakim menilai, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi
Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora.Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).
Dalam putusan juga disebutkan, bahwa Andi telah memberikan kemudahan akses
kepada Choel Mallarangeng di kantor Kemenpora.Kemudahan akses tersebut seperti adanya
Keleluasaan bagi Choel untuk menggunakan ruang kerja Andi di lantai 10 gedung
Kemenpora untuk melakukan pertemuan dengan pejabat Kemenpora dan calon
pemenang.Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menyebutkan
membengkaknya anggaran proyek pembangunan Hambalang, disebabkan oleh keinginan
Andi Mallarangeng untuk mengubah konsep bangunan Majelis hakim mengatakan Andi
Mallarangeng telah memerintahkan Sesmenpora Wafid Muharam untuk melakukan
pemaparan proyek dengan desain master plan baru.
Kemudian dilakukan pertemuan membahas perombakan design baru seperti konsep
bangunan, luas tanah dan gedung, yang berlangsung di lantai 10 Gedung Kemenpora. Dalam
pertemuan tersebut dihadiri oleh Wafid, Deddy Kusdinar, Rio Wilarso, Lisa Lukitawati Isa,
Muhammad Arifin, Asep Wibowo dan Anggraeni Dewi Kusumastuti.Akibatnya, anggaran
proyek Hambalang yang semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010,
anggaran tersebut meningkat mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran
tersebut membengkak drastis menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat
kerugian keuangan negara senilai Rp 464,391 miliar.
 Analisa Kasus Korupsi Andi Mallaranggeng

Memurut pandangan para ahli, ciri – ciri, jenis dan faktor penyebab terkait kasus korupsi
tesebut adalah sebagai berikut :
1. Menurut pandangan David H Baley kasus yang melibatkan mantan menpora ini adalah kasus
penyuapan yang mana penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan
wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang.
Batasan yang luas dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang memungkinkan
dimasukkannya penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang
bukan milik sendiri untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi dan nepotisme ke dalam korupsi.
Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :

 Sebab hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya
sebagai Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang.Dimana sebagai Menpora, Andi
adalah pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan
negara di Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan
anggaran.

 Andi Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora.Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka ciri – ciri korupsi yang
terkait dengan kasus korupsi tersebut adalah sebagai berikut :

 Menurut Syed Hussein Alatas mengungkapkan bahwa ciri – ciri yang terkait dengan kasus
ini berbentuk Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang diberikan amanah
seperti seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi,
golongan, atau kelompoknya.

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka jenis korupsi ini tergolong
kepada jenis :
 Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh
keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan (Benveniste).
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka tipe korupsi yang
tergolong adalah sebagai berikut :
 Menurut Syed Hussein Alatas adalah Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu
menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak
penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua – duanya. Hal ini terbukti :
 Dengan terjadinya hubungan timbal balik menguntungkan pihak lain dan dia sendiri dengan
merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,391 miliar.

 Menurut Vito Tanzi adalah Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang
pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders
information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan. Hal ini
terbukti:

 Dalam hal ini Andi sebagai pejabat memegang kekuasaan otoritas pengelolaan keuangan
negara serta sebagai pengguna anggaran sehingga sebagai pejabat yang terkait dalam hal ini
Andi memiliki pengetahuan tentang bagaimana anggaran yang digunakan sehingga
menguntungkan pihak lain dan dirinya sendiri dengan merugikan keuangan negara sebesar
Rp 464,391 miliar, seperti yang telah diuraikan pada pokok pembahasan masalah pada 2.2.

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka faktor penyebab yang
terkait dengan kasus ini adalah sebagai berikut :
 GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Boulogne dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di
dalam diri setiap orang.

2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau


masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.

3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor – faktor yang dibutuhkan oleh individu –
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

4. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

E. Dampak terjadinya KorupsiBagi perekonomian Indonesia

1. Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan


pemerintah untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai
defisit fiskal yang besar, meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi
membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan
keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh
masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya perubahan pada distribusi
pendapatan terutamadi negara-negara yang sebelumnya memakai sistem ekonomi
terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan negara.

2. Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam


bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika
kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan
dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan
sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.

3. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost, memperbesar biaya produksi, dan
selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat
(dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan
masyarakat yang turun.

4. Korupsi mereduksi peran fundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan


pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rightsdan sebagainya). Pada
akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang
dicapai.

5. Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih
terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis,
sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.

6. Korupsi memperbesar angka kemiskinan. Selain dikarenakan program-program


pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran
korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi
ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara
berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan
karena perannya yang banyak menyerap tenaga kerja).

7. Dampak Korupsi Bagi Masyarakat

Korupsi sangat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat sekitar. Adapun dampak
korupsi yang terlihat secara langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut :

1. Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi

2. Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang
seharusnya disalurkan dikorupsi.

3. Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar
seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.

4. Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.

5. Banyaknya rkyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung
tikar akibat dana investasinya dikorupsi.

6. Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi.

7. Dampak Korupsi Dalam Bidang Pendidikan

Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan oleh adanya faktor- faktor yang
menyebabkan. Kurangnya fasilitas yang tersedia menjadi faktor utama terhadap baik atau
buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Bisa kita lihat banyak fasilitas yang sudah tidak
layak dipakai masih digunakan sebagai sarana pendidikan, contohnya pada lingkungan
pedesaan banyak fasilitas yang sudah tidak layak dipakai masih digunakan untuk sarana
belajar mengajar sesuai fungsinya. Fasilitas yang rusak ini mengakibatkan banyak anak- anak
pedesaan tidak bisa menggunakan fasilitas dengan baik. Fasilitas yang kurang dan rusak
disebabkan karena kurangnya dana yang diberikan oleh pemerintah. Menurut pasal 31 ayat 4
dengan bunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional”.
Sesuai dengan apa yang termuat di dalam UUD 1945 sebanyak 20% keuangan negara itu
digunakan sebagai dana pendidikan. Namun saat ini sesuai dengan apa yang telah kita ketahui
kualitas pendidikan di indonesia begiu rendah, lalu dimana uang yang seharusnya dipakai
sebagai dana pendidikan?. Korupsi itulah jawaban yang tepat. Meski Indonesia menganut
sistem pemerintahan presidensil, dan pembagian tugas pemeritahan sudah terlihat sangat
jelas. Korupsi tetap saja menjadi masalah yang sangat besar bagi keuangan negara. Hal inilah
yang berdampak negatif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Banyak pendidikan yang
terkorbankan karena tidak adanya fasilitas dan dana yang cukup .
Dampak negatif dari korupsi ini tentu sangatlah banyak salah satunya adalah uang negara
yang seharusnya di pakai untuk memenuhi fasilitas pendidikan tapi menjadi bubur hangat
bagi para koruptor di Indonesia dan hal ini juga yang telah menyebabkan negara indonesia
tidak maju- maju dan tetap pada posisi sebagai negara berkembang dengan kualitas
pendidikan yang rendah. Dari kasus korupsi yang terjadi perhatian pemerintah menjadi sangat
berkurang terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Tidak heran jika kualitas penddidikan di
indonesia menjadi rendah dan tidak dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman
saat ini. Perlu adanya tindak lanjut yang lebih agar pendidikan di Indonesia bisa seperti
negara yang maju saat ini, tidak cukup hanya dengan pemberian hukuman kepada koruptor
tapi perlu adanya inovasi baru yang dapat memberikan hukuman yang sebanding dengan apa
yang telah dilaksanakan oleh para koruptor. Berantas korupsi dan segala tindakan
menyimpang lainnya yang akan berdampak negative pada kualitas pendidikan di indonesia.
Seperti yang kita lihat, Indonesia menyandang sebagai negara yang memiliki begitu
banyak sumber daya yang tentunya dapat di manfaatkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia. Jika pemanfaatan dan penggunaannya dilakukan secara efesien serta
terhindar dari tangan- tanagn yang tak bertanggung jawab maka akan tercipta indonesia yang
maju. Kita sebagai genrasi penerus bangsa dan negara, perlu pemahaman yang luas akan
dunia pendidikan agar kualitas pendidikan di indonesia bisa berkembang dan maju seperti
halnya sama dengan tujuan dan cita- cita bangsa kita. Indonesia yang aman, maju dan
sejahtera adalah harapan utama kita semua sebagai rakyat republik Indonesia. Tingkatkan
terus kualitas penndidikan di Indonesia agar indonesia dapat kembali lagi menjadi indonesia
yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi.

F. Strategi Pemberantasan Korupsi


Menurut Gunner Myrdal jalan untuk memberantas Korupsi di negara-negara berkembang
ialah:
1. Menaikkan gaji pegawai rendah (dan menengah)
2. Menaikkan moral pegawai tinggi
3. Legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal
Untuk mencegah terjadinya Korupsi besar-besaran bagi pejabat yang menduduki jabatan
yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan negara, penegak, dan
pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat jabatannya sehingga
mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang jelas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang
negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi
akan berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan masyarakat umum
dan negara.di indonesiakorupsi identik dengan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur
birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber
dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara
dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-
delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu
rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut
kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana
korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman ataupun mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan pelanggaranya
contoh saja Angelina Sondakh seperti yang sudah dijelaskan diatas . Itulah sebabnya kalau
hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.

B. Saran
Berdasarkan realita yang ada begitu banyak kasus Korupsi yang ada di Indonesi
bahkan menurut beberapa orang kasus Korupsi sudah menjadi Budaya bangsa Indonesia
untuk itu saya himbau kepada teman-teman untuk lebih mempelajari hal-hal yang terkait
dengan Korupsi seperti makalah kami ini yang masih sangat jauh dari kesempurnaan. Marilah
kita saling merangkul bersama untuk memberantas Korupsi yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Situmorang, Victor M. 1994. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

http://jaringnews.com/keadilan/tipikor/64723/andi-mallarangeng-divonis-tahun-
penjara-dalam-kasus-proyek-hambalang
https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-korupsi/
www.makalah tindak pidana ekonomi korupsi di Indonesi.com
Beberapa hari yang lalu ada liputan ketika ada sidak di Lembaga Pemasyarakatan. Apa yang terjadi di
sana? Ternyata para pelaku korupsi (para koruptor) bisa menikmati kehidupan LP yang seperti kos-
kosan mahasiswa. Ada fasilitas yang bisa dinikmati para koruptor yang intinya mereka tidak ada efek
jera. Pantas kalau pelaku korupsi tidak semakin berkurang tetapi semakin banyak. Memang pernah
diwacanakan bahwa koruptor ini takut dengan pemiskinan, yang dalam gambaran orang awam
adalah dengan merampas semua uang dan harta benda hasil korupsi ditambah dengan denda dan
dipidana penjara yang berat, tidak ada fasilitas di LP yang istimewa. Semua itu masih harapan untuk
menimbulkan efek jera koruptor dan mengurungkan niat mereka yang akan melakukan korupsi.

Lalu apa kaitannya dengan Pancasila? Secara singkat dapat dikatakan bahwa pelaku korupsi adalah
orang-orang yang tidak mengamalkan Pancasila. Pancasila yang menjadi Dasar negara dan
pandangan hidup bangsa tidak diamalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Idealnya kalau semua
warga negara, terlebih yang menjadi pejabat dan tokoh-tokoh penting di Republik Indonesia ini
mengamalkan nilai-nilai Pancasila pastilah tidak ada korupsi dan masyarakatnya hidup makmur.
Banyak dana yang seharusnya untuk kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat, masuk ke kantong
koruptor dan orang-orang yang terlibat/terkait didalamnya.

Korupsi jelas bertentangan dengan nilai sila, yaitu pertama Ketuhanan YME. Kata orang beriman
korupsi adalah dosa. Bangsa Indonesia ini dikenal sebagai bangsa yang religius tetapi nyatanya....
kehidupan religius tadi hanya sebagai baju pengaman di ruang ibadah setelah keluar dari ruang
ibadah sudah lain urusannya. Seharusnya perilakunya tetap mencerminkan apa yang diajarkan dalam
kitab suci dan ajaran agama yang diimani. Korupsi juga bertentangan dengan sila kedua kemanusiaan
yang adil dan beradab. Korupsi menjadi perbuatan yang kerdil kemanusiaannya dan sekaligus biadab.
Korupsi bertentangan dengan sila ketiga Persatuan Indonesia, karena korupsi hanya demi persatuan
keluarga, istri simpanan dan teman-teman dekat terkait. Korupsi juga berlawanan dengan sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebab
korupsi menyalahi kesepakatan hasil musyawarah yang dilandasi hikmat kebijaksanaan. Korupsi
menjadi perbuatan yang tidak bijaksana yang dilandasi persekongkolan segelintir orang tertentu.
Akhirnya korupsi juga bertentangan dengan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
sangat jelas karena jauh dari rasa keadilan bagi seluruh rakyat.

Oleh karena itu Pancasila perlu sekali untuk diaktualisasikan. Pancasila mengandung nilai-nilai yang
sangat luhur dan mulia yang telah digali dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Mengapa sekarang
ini Pancasila seperti di samarkan? Apakah pemerintah sekarang ini tetap setia kepada Pancasila?
1.2 Korupsi di Indonesia

Masalah korupsi di Indonesia sudah ada bertahun-tahun yang lalu, namun, akhir-akhir ini,
korupsi kembali ramai sejak kasus Gayus Tambunan. Korupsi di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh
para pejabat tinggi, seperti anggota DPR, Bupati, Gubernur. Namun, ada juga dari kalangan pelajar.

Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pejabat tinggi. Tidak tanggung
tanggung, mereka memakai uang rakyat hingga milyaran rupiah. Para pejabat ini seakan tidak takut
untuk korupsi, walaupun sudah tertangkap, namun hukuman untuk para koruptor termasuk ringan
dibandingkan hukuman untuk para koruptor di luar negeri yang kebanyakan adalah hukuman mati.

Di Indonesia sendiri sudah dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, namun hal itu rupanya
tidak membuat jera para koruptor. Penjara untuk para koruptor juga terbilang cukup mewah, bahkan
bisa keluar masuk penjara dengan mudah. Contohnya Gayus Tambunan, walaupun sudah dipenjara
dia tetap bisa pergi ke Bali.

1.3 Hubungan Antara Korupsi dan Nilai-Nilai Pancasila

Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan
kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan nilai-nilai
Pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan perundang-undangan sebagai acuan dasar
untuk seluruh masyarakat Indonesia. Suatu pemerintah dengan pelayanan publik yang baik
merupakan pemerintahan yang bersih (termasuk dari korupsi) dan berwibawa. Korupsi adalah
perbuatan pelanggaran hukum, sebuah tindak pidana. Hubungannya dengan Pancasila adalah
melanggar sila ke lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena korupsi itu
menggerogoti kekayaan Negara yang ujung-ujungnya adalah memiskinkan Negara dan juga rakyat.

1.4 Dampak Korupsi

Korupsi pasti akan menimbulkan dampak yang buruk bagi suatu kelompok maupun Negara.Dampak
dari korupsi cukup besar. Dampak dari korupsi adalah:

Merugikan Negara maupun kelompok

Menghabiskan atau memakan uang atau harta Negara atau kelompok untuk kepentingan pribadi

Menjadikan Negara miskin

Menjadikan Negara memiliki hutang yang banyak di luar negeri

Menimbulkan ketidakadilan dalam hal pendapatan dan kekayaan

1.5 Undang-undang yang mengatur korupsi di Indonesia

UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Korupsi

2 -UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN

3 -UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


4 -PP No.71/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5 -UU No. 15/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

6 -UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7 -UU No. 7/2006 tentang United Nation Convention Againest Corruption

8 -Instruksi Presiden RI No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

1.6 Upaya pemberantasan korupsi

Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.

Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.

Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang
tinggi.

Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.

Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.

Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi
sistem kontrol yang efisien.

Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.

Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui


penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

https://philiphermawan.wordpress.com/2013/11/26/korupsi-dan-pelanggaran-nilai-
pancasila/

Anda mungkin juga menyukai