Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

GBS

Disusun oleh:
Simran Jeet Kaur
406181057

Pembimbing:
dr.Sunaryo, M. Kes, Sp. S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 31 DESEMBER 2018 – 3 FEBRUARI 2019

0
REKAM MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Sulasah
Tanggal Lahir : 10- 02 -1975
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mojoagung 4/1, Trangkil, Pati
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 17 Januari 2019

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 18 Januari 2019 , autoanamnesis di RSU Fastabiq
Sehat PKU Muhammadiyah.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh badan lemas dan panas pada seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan badan lemas dan terasa panas pada
seluruh tubuh, lemas awalnya dirasakan pada lengan dan tungkai kiri, 2 minggu
setelahnya lemas dirasakan juga pada lengan dan tungkai kanan. Riwayat
demam disangkal, sebelum merasakan lemas pada tungkai dan lengan kiri ,
pasien merasakan nyeri dibelakang telinga. Pasien mengatakan sulit saat ingin
berbicara, dan mengeluh lidah terasa kaku dan lengket, tenggorokan terasa
kering, perut dirasakan kaku dan seperti diikat. Pasien juga mengeluh sering
kesemutan pada tungkai dan lengannya. Pasien juga mengeluh belum BAB
sejak 11 hari yang lalu. Keluhan seperti mual dan muntah disangkal, penurunan
kesadaran disangkal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : (-)
Riwayat kencing manis : (-)
Riwayat kolesterol : (-)
Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke rs selama 4 hari

III. PEMERIKSAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 18 Januari 2019 di bangsal Fastabiq.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 = 15
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,9 °C

Pemeriksaan Sistem
Kepala : mesosefal, deformitas (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-)
Leher : trakea ditengah, perbesaran tiroid (-), perbesaran KGB (-)
Paru : Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

2
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler,murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bisung usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : timpani di ke-4 kuadran abdomen
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Luhur
Orientasi : baik
Gangguan bicara dan bahasa : tidak ada
Daya ingat : baik
 Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
Kernig : > 135○ / > 135°
 Saraf Kranialis

PEMERIKSAAN DEXTRA SINISTRA


Nervus Olfactorius (N. I)
Daya penghidu Normosmia Normosmia
Nervus Opticus (N. II)
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Occulomotorius (N. III)
Ptosis (-) (-)

3
Gerak mata ke superior (+) (+)
Gerak mata ke inferior (+) (+)
Gerak mata ke medial (+) (+)
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat, Ø 3 mm Bulat, Ø 3 mm
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tak langsung (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateroinferior (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Trigeminus (N. V)
Sensorik (cabang
ophtalmicus, maxillaris, Normal Normal
mandibularis)
Motorik (membuka mulut,
menggerakan rahang, Normal Normal
menggigit)
Nervus Abducens (N. VI)
Gerak mata ke lateral (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Fascialis (N. VII)
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Mengangkat alis Normal Normal
Lagopthalmus (-) (-)
Sulcus nasolabialis Normal Normal
Menggembungkan pipi Tidak ada yang Tidak ada yang
bocor bocor
Menyeringai Normal Normal
Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)
Test pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
Test penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test romberg Tidak dilakukan
Nistagmus (-) (-)
Nervus Glossopharyngeus (N. IX)
Palatum molle Normal
Arkus faring Normal

4
Uvula Normal
Disfagia (-)
Disfonia (-)
Nervus Vagus (N. X)
Arkus faring Normal
Bersuara (+)
Menelan (+)
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan-kiri (-) (-)
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Hipoglossus (N. XII)
Sikap lidah Simetris
Menjulurkan lidah Simetris
Disartria (-)

Pemeriksaan Motorik
Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
Kekuatan : 1 1
1 1
Pemeriksaan Sensorik : - -
- +
 Refleks Fisiologis
Biceps : +/ +
Triceps :+/+
Patella :+/ +
Achilles :+/+

5
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner :-/-
Babinski :-/-
Chaddock :-/-
Oppenheim :-/-
Gordon :-/-
Schaefer :-/-
Bing :-/-
Rosolimo :-/-
Mendel-Bechterew :-/-
Klonus paha :-/-
Klonus kaki :-/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium (17 Januari 2019)
Hematologi Nilai Normal Hasil

Hemoglobin (g/dL) 13,2 - 17,3 15

Hematrokrit (%) 40 - 52 45

Leukosit (ribu/µL) 3,8 - 10,6 13.44

Trombosit (ribu/µL) 150 - 400 351

Elektrolit

Natrium darah 136 - 145 135

Kalium darah 3,6 – 5,5 4,32

Chlorida darah 95 – 108 97

V. RESUME

6
Pasien datang ke IGD dengan keluhan badan lemas dan terasa panas pada
seluruh tubuh, lemas awalnya dirasakan pada lengan dan tungkai kiri, 2
minggu setelahnya lemas dirasakan juga pada lengan dan tungkai kanan.
Riwayat demam disangkal, sebelum merasakan lemas pada tungkai dan
lengan kiri , pasien merasakan nyeri dibelakang telinga. Pasien mengatakan
sulit saat ingin berbicara, dan mengeluh lidah terasa kaku dan lengket,
tenggorokan terasa kering, perut dirasakan kaku dan seperti diikat. Pasien
juga mengeluh sering kesemutan pada tungkai dan lengannya. Pasien juga
mengeluh belum BAB sejak 11 hari yang lalu. Keluhan seperti mual dan
muntah disangkal, penurunan kesadaran disangkal.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit


sedang, kesadaran compos mentis dengan GCS 15 (E4V5M6).Tanda-tanda
vital didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 110x/menit, pernafasan
24x/menit, suhu 36,9 °C.

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Sindrom gullain barre
Diagnosis Topis :
Diagnosis Etiologis :

TATALAKSANA

 Medikamentosa
o IVFD Asering 20 tpm/ 8j
o Iv Lameson 125 mg/12 j
o Iv pepzol 40 mg /24 j
o Iv Lapibal 500 mg/24 j
o Inforce 1 tb (PO)/12 j

VI. PROGNOSIS

7
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut.
Menurut Bosch, GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

B. ETIOLOGI

Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/
penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya
GBS, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
a) keganasan
b) systemic lupus erythematosus
c) tiroiditis
d) penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas

9
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu
1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.

Telah diketahui bahwa infeksi salmonela tiposa dapat menyebabkan GBS.


Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada demam tifoid perlu
lebih diketahui dan disadari, khususnya di Indonesia di mana demam tifoid
masih merupakan penyakit menular yang besar.

Tabel 1. jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab GBS

C.
P

ATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang


mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang


menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

10
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf
tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

a. Teori-teori Imun

Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi


makrofag). Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap glikolipid,
termasuk GM1, GQ1b, berbagai gangliosid lain, seluruh komponen membran
akson Histologi saraf tepi menunjukkan infiltrasi monosit perivaskuler
endoneurial dan demielinasi multifocal. Saraf-saraf tepi dapat terkena dari
radiks sampai akhiran saraf distal (poliradikuloneuropati)

b. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting


disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang
(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus
dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah
menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan
imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen
presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada

11
limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi
marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa
TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh
aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf,
untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag
akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping
menghasilkan TNF dan komplemen.

c. Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan


saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi.
Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke
empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin
pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan
makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.
Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara
progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks dan saraf
tepi telah hancur.

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah


infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo
dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila
peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian.
Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

12
Gambar 1. Sistem imunopathologi saraf pada SGB

13
D. Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:


1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan
jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan
dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
membrane sel Schwann.

2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang


jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens,
berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai
otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia,
ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1bdalam 90% kasus.

3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik


Cina, menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan
Meksiko. Hal inidisebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat
berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara
antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.

4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan


AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat.
Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.

5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang


paling jarang. Dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat
keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.

6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff ’s (BBE), ditandai oleh onset


akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau
refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982).
Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan

14
relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons,
midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE
cukup baik.

Gambar 2. Skema klasifikasi SGB

15
E. Gejala klinis dan kriteria diagnose

Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik


biasanya bermanifestasi sebagai takikardia tetapi bisa menjadi gangguan yang
lebih serius yaitu disfungsi saraf otonom.termasuk aritmia, hipotensi,
hipertensi, dan dismotilitas Gastrointestinal.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
 Terjadinya kelemahan yang progresif
 Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS
a. Ciri-ciri klinis:
 Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
 Relatif simetris
 Gejala gangguan sensibilitas ringan
 Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
 Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
 Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor.
 Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong
diagnosa:
 Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
 Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
 Varian:

16
- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:


Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. BGS ditandai dengan


timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer. 2

Tabel 2. Gejala klinis GBS

17
F. KRITERIA DIAGNOSTIK

Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu
dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot
distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 2

Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan
gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien
GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali
kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus
phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator
mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.5
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi
sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.
VII, VI, III, V, IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas


a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke
lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang,
kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial)
Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya
bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus
b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &
stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa
mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi

18
terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif
terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus
c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
3) Retensi urine

Gambar 3. fase perjalan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna


1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)

19
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-
demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LCS
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel
metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti
CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal.
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

20
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Kelainan batang otak


a.  Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak*
b.  Ensefalomielitis batang otak

Kelainan medulla spinalis


a.  Mielitis transversa
b.  Mielopati nekrotik akut
c.  Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen
magnum
d.  Mielopati akut lain

Kelainan sel kornu anterior


a.  Poliomielitis
b.  Rabies
c.  Tetanus

Poliradikulopati
a.  Difteri
b.  Paralisis Tick
c.  Logam berat : arsen, timbal, thallium, emas
d.  Keracunan organofosfat
e.  Heksakarbon (neuropati penghirup lem)
f.  Perhexiline
g.  Obat-obatan : vincristine, disulfiram, nitrofurantoin
h.  Critical illness polyneuropathy

Kelainan transmisi neuromuskuler

21
a.  Myastenia gravis
b.  Botulismus
c.  Hipermagnesemi
d.  Paralisis yang diinduksi antibiotika
e.  Bisa gigitan ular

Miopati
a.  Polimiositis
b.  Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat

Abnormalitas metabolik
a.  Hipokalemi
b.  Hipermagnesemia
c.  Hipofosfatemia

Lain-lain
a.  Histeri
b.  Malingering

I. KOMPLIKASI

1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi

22
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik

GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam
jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset
penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung
bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang
keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan
atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun
pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien
dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa.tetapi lebih
sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada
axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan
ventilator.

Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan
hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan
GBS.gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan
defisiensi dari fungsi mukosa bronchial. 7

J. TERAPI

Tidak ada drug of choice


Roboransia saraf parenteral.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara
umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

23
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan
mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis
lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu
pertama).

3. Pengobatan imunosupresan
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg
BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
 6 merkaptopurin (6-MP)
 azathioprine
 cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual
dan sakit kepala.

c. Terapi fisik: - alih baring

24
1) latihan ROM dini u/ cegah kontraktur
2) Hidroterapi

d. Supportif: profilaksis DVT (heparin s.c)

e. Analgesik
Analgesic ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk
meringankan nyeri ringan, namun tidak untuk nyeri yang
sangat,penelitian random control trial mendukung penggunaan
gabapentin atau carbamazepine pada ruang ICU pada perawatan
SGB fase akut. Analgesic narkotik dapat digunakan untuk nyeri
dalam, namun harus melakukan monitor secara hati-hati kepada
efeksamping denervasi otonomik.terapi ajuvan dengan tricyclic
antidepressant , tramadol, gabapentin, carbamazepine, atau
mexilitene dapat ditambahkan untuk penatalaksanaan nyeri
neuropatik jangka panjang.

Pengobatan fase akut termasuk program penguatan isometric,


isotonic, isokinetic, dan manual serta latihan secara progresif.
Rehabilitasi harus difokuskan untuk posisi limbus, posture,
orthotics,dan nutrisi yang sesuai.richard

K. PEMULIHAN

1. 80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan


2. 15% pulih sempurna
3. 65% pulih dengan defisit neurologis ringan yg tak pengaruhi ADL
4. 5-10% mengalami kelamahan motorik menetap

25
5. Pada pasien dengan kelemahan motorik menetap, pemulihan
dapat berlangsung >2 tahun
6. Mortalitas: 3-5%
7. Relaps: 2-10%
8. Perburukan: 6% menjadi CIDP (Chronic Inflammatory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy)

L. PROGNOSIS

Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik


1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada


sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan
keadaan antara lain:
a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal
b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
c. progresifitas penyakit lambat dan pendek
d. pada penderita berusia 30-60 tahun

26
BAB III
KESIMPULAN

Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan kelemahan


motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun dipercaya
bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini. Terapi farmakoterapi, terapi fisik,
dan prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi
aksonal, dan umur pasien

DAFTAR PUSTAKA

27
Japardi, Iskandar. Dr. 2002. Sindroma Guillain-Barre. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Teguh, Dwi. Patofisiologi guillain barre syndrome diakses melalui


http://www.scribd.com/doc/56064409/Patofisiologi-Guillain-Barre-
Syndrome

Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre


Syndrome Foundation International 2000.

Radinal, dkk. 2012. Guillain Barre Syndrome. Bagian Neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanudin diakses melalui
http://www.scribd.com/doc/81353857/Guillain-Barre-Syndrome

28

Anda mungkin juga menyukai