KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt. Karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis telah mampu menyelesaikan laporan berjudul
"Pengukuran Titik Detail Tachymetri University Centre". Laporan ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata Praktik Ilmu Ukur Tanah.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan laporan ini kami banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir.H. Iskandar Muda P, M.T., selaku dosen mata kuliah yang telah
memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menangani tugas ini;
2. Rekan-rekan satu kelas yang saling memotivasi untuk menyelesaikan
laporan ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda.
Laporan ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurrnaan laporan ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3. Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4. Manfaat........................................................................................................2
iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Dengan adanya laporan ini diharapkan bisa memberi penjelasan tentang
pengukuran titik – titik detail metode tachymetri , mengetahui peralatan yang
digunakan dalam pengukuran, serta mampu mengolah data dan
menggambarkan hasil pengolahan data baik secara manual maupun digital.
2
1.7 Volume Pekerjaan
Volume pengerjaan adalah urutan kegiatan saat praktikum dilaksanakan.
Berikut adalah hal-hal yang akan dilakukan selama praktikum di laksanakan:
1. persiapan peminjaman dan perlengkapan alat ukur
2. persiapan pengukuran
3. perhitungan kesalahan koreksi garis bidik
4. pengukuran titik – titik detail tachymetri
5. perhitungan kesalahan (koreksi) dari data pengukuran.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
seperti ; sungai, jembatan, dan jalan yang akan digambar pada peta dengan skala
lebih kecil daripada 1 in = 100 ft, dan kadang-kadang untuk skala lebih besar
misalnya; 1 in = 50 ft.
Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga
sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding.
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam pengukuran tachymetri :
a. f = jarak pumpun lensa ( sebuah tatapan untuk gabungan lensa objektif
tertentu ). Dapat ditentukan dengan pumpunan pada objek yang jauh dan
mengukur jarak antara pusat lensa objektif ( sebenarnya adalah titik simpul
dengan diafragma)
b. f1 = jarak bayangan atau jarak dari pusat (titik simpul) lensa obyektif ke
bidang benang silang sewaktu teropong terpumpun pada suatu titik tertentu.
c. F2 = jarak obyek atau jarak dari pusat (titik simpul) dengan titik tertentu
sewaktu teropong terpumpun pada suatu titik itu. Bila f2 tak terhingga atau
amat besar, maka f1 = f
d. i = selang antara benang – benang stadia
e. f/i. = faktor penggali, biasanya 100 (stadia interval factor)
f. c = jarak dari pusat instrumen (sumbu I) ke pusat lensa obyektif. Harga c
sedikit beragam sewaktu lensa obyektif bergerak masuk atau keluar untuk
pembidikan berbeda, tetapi biasa dianggap tetapan.
g. C = c + f. C disebut tetapan stadia, walaupun sedikit berubah karena c = jarak
dari titik pumpun di depan teropong ke rambu.
h. D = C + d = jarak dari pusat instrumen ke permukaan rambu
Benang-benang silang jarak optis tetap pada transit, theodolit, alat sipat
datar dan dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik instrumennya agar faktor
pengali f/i. Sama dengan 100. Tetapan stadia C berkisar dari kira-kira 0,75 sampai
1,25 ft untuk teropong-teropong pumpunan luar yang berbeda, tetapi biasanya
dianggap sama dengan 1 ft. Satu-satunya variabel di ruas kanan persamaan.
Adalah R yaitu perpotongan R adalah 4,27 ft, jarak dari instrumen ke rambu
adalah 427 + 1 = 428 ft.
Yang telah dijelaskan adalah teropong pumpunan luar jenis lama, karena
dengan gambar sederhana dapat ditunjukkan hubungan-hubungan yang benar.
5
Lensa obyektif teropong pumpunan dalam (jenis yang dipakai sekarang pada
instrumen ukur tanah ) mempunyai kedudukan terpasang tetap sedangkan lensa
pumpunan negatif dapat digerakkan antara lensa obyektif dan bidang benang
silang untuk mengubah arah berkas sinar. Hasilnya, tetapan stadia menjadi
demikian kecil sehingga dapat dianggap nol.
Benang stadia yang menghilang dulu dipakai pada beberapa instrumen
lama untuk menghindari kekacauan dengan benang tengah horizontal. Diafragma
dari kaca yang modern dibuat dengan garis-garis stadia pendek dan benang tenaga
yang penuh memberikan hasil yang sama secara lebih berhasil guna.
6
Tabel-tabel, diagram, mistar hitung khusus, dan kalkulator elektronik telah
dipakai oleh para juru ukur untuk memperoleh penyelesaiannya. Tabel E-1 dalam
Apendiks E memuat jarak-jarak horizontal dan vertikal untuk perpotongan rambu
1 ft dan sudut-sudut vertikal dari 0 sampai 16(74 sampai 90 dan 90 sampai
106 untuk pembacaan-pembacaan dari zenit). Menggunakan tabel untuk
mengecek reduksi catatan akan menumbuhkan penilaian atas kewajaran jawaban-
suatu faktor rawan dalam praktek pengukuran tanah dan rekayasa.
Sebuah tabel tak dikenal harus selalu diselidiki dengan memasukkan
harga-harga di dalamnya yang kan memberikan hasil yang telah diketahui.
Sebagai contoh; sudut-sudut 1, 10 dan 15dapat dipakai untuk mengecek hasil-
hasil memakai tabel. Misalnya sebuah sudut vertikal 1500’ (sudut zenit 75),
perpotongan rambu 1,00 ft dan tetapan stadia 1ft, diperoleh hasil-hasil sebagai
berikut.
Dengan tabel E-1:
H = 93,30 x 1,00 +1 = 94,3 atau 94 ft
Contoh : untuk sudut sebesar 416’, elevasi M adalah 268,2 ft ; t.i. = EM =
5,6; perpotongan rambu AB = R = 5,28 ft; sudut vertikal a ke titik D 5,6 ft pada
rambu adalah +416’; dan C = 1 ft. Hitunglah jarak H, beda elevasi V dan elevasi
titik O.
Penyelesaian :
Untuk sudut 1416’(sudut zenith 8544’) dan perpotongan rambu 1 ft,
jarak-jarak horizontal dan vertikal berturut-turut adalah 99,45 dan 7,42 ft.
Selanjutnya…
H = (99,45 x 5,28) + 1 = 526 ft
V = (7,42 x 5,28) _ 0,08 = 39,18 + 0,08 = 39,3 ft
Elevasi titik O adalah
Elevasi O = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6 = 307,5 ft
Rumus lengkap untuk menentukan selisih elevasi antara M dan O adalah
sebagai berikut
Elevo- elevM = t.i. + V – pembacaan rambu
Keuntungan bidikan dengan pembacaan sebesar t.i agar terbaca sudut
vertikal, sudah jelas. Karena pembacaan rambu dan t.i berlawanan tanda, bila
7
harga mutlaknya sama kan saling menghilangkan dan dapat dihapuskan dari
hitungan elevasi. Jika t.i tak dapat terlihat karena terhalang, sembarang
pembacaan rambu dapat dibidik dan persamaan 1.10 dapat dipakai. Memasang
benang silang tengah pada tanda satu foot penuh sedikit di atas atau di bawah t.i
menyederhanakan hitungannya.
Penentuan beda elevasi dengan tachymetri dapat dibandingkan dengan
sipat datar memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan pembacaan rambu sesuai
bidikan minus. Padanya ditindihkan sebuah jarak vertikal yang dapat plus atau
minus, tandanya tergantung pada sudut kemiringan. Pada bidikan-bidikan penting
ke arah titik-titik dan patok-patok kontrol, galat-galat instrumental akan dikurangi
dengan prosedur lapangan yang baik menggunakan prinsip timbal balik – yaitu,
membaca sudut –sudut vertikal dengan kedudukan teropong biasa dan luar biasa.
Rambu Tachymetri
Berbagai jenis tanda dipakai pada rambu tachymetri tetapi semua
mempunyai bentuk-bentuk geometrik yang menyolok dirancang agar jelas pada
jarak jauh. Kebanyakan rambu tachymetri telah dibagi menjadi feet dan
persepuluhan (perseratusan diperoleh dengan interpolasi), tetapi pembagian skala
sistem metrik sedang menjadi makin umum. Warna-warna berbeda membantu
membedakan angka-angka dan pembagian skala.
Rambu-rambu tachymetri biasa berbentuk satu batang, lipatan atau
potongan-potongan dengan panjang 10 atau 12 ft. kalau dibuat lebih panjang
dapat meningkatkan jarak bidik tetapi makin berat dan sulit ditangani. Seringkali
bagian bawah satu atau dua dari rambu 12 ft akan terhalang oleh rumput atau
semak, tinggal sepanjang hanya 10 ft yang kelihatan. Panjang bidikan maksimum
dengan demikian adalah kira-kira 1000 ft. Pada bidikan yang lebih jauh, setengah
interval ( perpotongan antara benang tengan dengan benang stadia atas atau
bawah) dapat dibaca dan dilipatgandakan untuk dipakai dalam persamaan reduksi
tachymetri yang baku. Bila ada benang – perempatan antara benang tengah
dengan benang stadia atas, secara teoritis dapat ditaksir jarak sejauh hampir 4000
ft. Pada bidikan pendek, mungkin sampai 200 ft, rambu sipat datar biasa seperti
jenis Philadelphia sudah cukup memuaskan.
8
2.4 Prosedur Lapangan
Prosedur yang benar menghemat waktu dan mengurangi sejumlah
kesalahan dalam semua pekerjaan ukur tanah.
Urutan pembacaan yang paling sesuai untuk pekerjaan tachymetri yang
melibatkan sudut vertikal adalah sebagai berikut :
1. Bagi dua rambu dengan benang vertikal
2. Dengan benang tengah kira-kira t.i. letakkan benang bawah pada tanda sebuah
foot bulat, atau desimeter pada rambu metrik.
3. Baca benang atas, dan di luar kepala kurangkan pembacaan benang bawah
untuk memperoleh perpotongan rambu, catat perpotongan rambu.
4. Gerakan benang tengah ke t.i. dengan memakai sekrup penggerak halus
vertikal
5. Perintahkan pemegang rambu untuk pindah titik ke berikutnya dengan
tenggara yang benar.
6. Baca dan catatlah sudut horizontalnya dan sudut vertikalnya.
Prosedur ini menyebabkan pemegang instrumen dapat membuat sibuk
sekaligus dua atau tiga petugas rambu di tanah terbuka di mana titik-titik yang
akan ditetapkan lokasinya terpisah jauh. Urutan yang sama dapat dipakai bila
menggunakan busur Beaman, tetapi pada langkah 4 skala V ditepatkan pada
sebuah angka bulat, dan pada langkah 7 pembacaan-pembacaan skala-H dan
skala-V dicatat.
Sewaktu membaca jarak optis setelah benang bawah ditempatkan pada
sebuah tanda foot bulat, benang tengah tidak tepat pada t.i. atau pembagian skala
terbaca untuk sudut vertikal. Ini biasanya tidak menyebabkan galat yang berarti
dalam proses reduksi kecuali pada bidikan-bidikan panjang dan sudut-sudut
vertikal curam. Bila rambu tidak tegak lurus tentu saja akan menyebabkan galat-
galat yang berarti dan untuk mengatasi masalah ini dipakai nivo rambu.
9
Pengecekan elevasi harus diadakan dengan jalan kembali ke titik awal atau tititk
tetap duga didekatnya untuk poligon terbuka. Walaupun tidak seteliti poligon
dengan pita, sebuah regu yang terdiri atas tiga anggota – seorang pemegang
instrumen, pencatat, dan petugas rambu- merupakan kebiasaan. Seorang petugas
rambu lagi dapat mempercepat pekerjaan bila banyak detail tersebar luas.
Sudut-sudut horizontal juga harus dicek kesalahan penutupnya. Bila ada
kesalahan penutup sudut harus diratakan, Y dan X dihitung dan keseksamaan
poligon dicek.
2.6 Tofografi
Metode tachymetri itu paling bermanfaat dalam penentuan lokasi sejumlah
besar detail topografik, baik horizontal maupun vetikal, dengan transit atatu
planset. Di wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat
dikerjakan lebih cepat daripada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh
pencatat.
10
4. Garis bidik transit tidak sejajar garis arah nivo teropong
b. Galat-Galat Pribadi
1. Rambu tak dipegang tegak (hindari dengan pemakaian nivo rambu)
2. Salah pembacaan rambu karena bidikan jauh
3. Kelalaian mendatarkan untuk pembacaan busur vertikal.
Kebanyakan galat dalam pekerjaan tachymetri dapat dihilangkan dengan:
a. Menggunakan instrumen dengan benar
b. Membatasi panjang bidikan
c. Memakai rambu dan nivo yang baik
d. Mengambil harga rata-rata pembacaan dalam arah ke depan dan ke belakang.
Kesalahan – kesalahan Besar
Beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam pekerjaan tachymetri adalah :
1. Galat indeks diterapkan dengan tanda yang salah
2. Kekacauan tanda plus dan minus pada sudut-sudut vertikal
3. Kesalahan aritmetik dalam menghitung perpotongan rambu
4. Pemakaian faktor pengali yang tidak benar
5. Mengayunkan rambu (rambu harus selalu dipegang tegak lurus)
11
rambu yang berdiri di atas titik bidik, sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas
titik tempat berdiri alat.
c. Keseluruhan data ini dicatat dalam satu buku ukur.
12
c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
e. Letak teropong eksentris.
f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran
mendatar.
2. Kesalahan pengukur, misalnya:
a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment )
b. Salah taksir dalam pembacaan
c. Salah catat, dll. nya.
3. Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal.
13
1, 2 ... adalah titik detil,
Um adalah arah utara magnet di tempat pengukuran.
Berdasarkan skema pada gambar, maka :
a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasar A,
b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasar B,
c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan langsung dari titik penolong H.
Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi Cara Poligon
Kompas
Letak titik kerangka dasar pemetaan berjauhan, sehingga diperlukan titik
penolong yang banyak. Titik-titik penolong ini diukur dengan cara poligon
kompas yang titik awal dan titik akhirnya adalah titik kerangka dasar pemetaan.
Unsur jarak dan beda tinggi titik-titik penolong ini diukur dengan menggunakan
cara tadhymetri.
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur dengan cara polar dari titik-
titik penolong.
14
2. Pengukuran cara melompat (spring station) K3, H2, H4dan K4.
3. Pada setiap titik pengukuran dilakukan pengukuran:
a. Azimuth,
b. Bacaan benang tengah, atas dan bawah,
c. Sudut miring, dan
d. Tinggi alat.
Tata cara hitungan dan penggambaran poligon kompas:
1. Hitung koreksi Boussole di K3 = AzG. K31 - AzM K31
2. Hitung koreksi Boussole di K4 = AzG. K42 - AzM K42
3. Koreksi Boussole C = Rerata koreksi boussole di K3 dan K4
4. Hitung jarak dan azimuth geografis setiap sisi poligon.
5. Hitung koordinat H1, ... H5 dengan cara BOWDITCH atau TRANSIT.
6. Plot poligon berdasarkan koordinat definit.
15
BAB III
GARIS KONTUR
3.1 Pengertian
Garis kontur yaitu suatu garis yang digambarkan diatas bidang datar
melalui titik-titik dengan ketinggian yang sama terhadap suatu ketinggian tertentu
atau garis kontur yaitu garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik-titik
dengan ketinggian-ketinggian yang sama atau garis kontur yaitu garis diatas peta
yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama.
Contoh nyata dari garis kontur yaitu garis pantai laut, garis pantai danau
dan lain sebagainya.
Garis kontur disajikan diatas peta utnuk memperlihatkan naik turunnya
keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk
memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang
atau melintang permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis proyek
atau bangunan.
Penarikan garis kontur berdasarkan perolehan posisi titik-titik tinggi (spot
heigh) dari lapangan. Semakin banyak titik-titik tinggi (spot heigh) maka akan
semakin mudah dan halus penarikan garis konturnya. Penarikan garis kontur
didapat dengan cara perhitungan interpolasi suatu titik dengan titik lain yang
masing-masing telah dikatahui ketinggiannya.
Data yang harus dimiliki untuk melakukan interpolasi garis kontur adalah
jarak antara 2 titik tinggi diatas peta, tinggi definitif kedua titik tinggi garis kontur
yang akan ditarik. Hasil perhitungan interpolasi ini adalah posisi titik garis kontur
yang melewati garis hubung antara dua titik tinggi. Posisi ini berupa jarak garis
kontur terhadap posisi titik pertama atau kedua titik titik hasil interpolasi tersebut
kemudian kita hubungkan untuk membnetuk garis kontur yang kita inginkan.
Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi
tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan variasi
ketinggian suatu tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis kontur
(contour-line).
16
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan
garis lengkung horisontal.
Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik
yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap referensi tinggi tertentu.
Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis
perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta.
Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini
juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
17
Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan setiap
kelipatan interval kontur tertentu; mis. Setiap 10 m atau yang lainnya.
Rumus untuk menentukan interval kontur pada suatu peta topografi adalah:
i = (25 / jumlah cm dalam 1 km) meter, atau
i = n log n tan a , dengan n = (0.01 S + 1)1/2 meter.
Contoh:
Peta dibuat pada skala 1 : 5 000, sehingga 20 cm = 1 km, maka i = 25 / 20 = 1.5 m
Peta dibuat skala S = 1 : 5 000 dan a = 45° , maka i = 6.0 m
Berikut contoh interval kontur yang umum digunakan sesuai bentuk
permukaan tanah dan skala peta yang digunakan.
18
3.3 Sifat Garis Kontur
a. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan
saling berpotongan.
b. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang
landai lebih jarang.
c. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu
garis.
d. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang
menghadap ke bagian yang lebih rendah.
Garis kontur pada punggung bukit yang tajam membentuk huruf V
yang menghadap ke bagian yang lebih tinggi.
e. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90°
dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U
menghadap ke bagian yang lebih tinggi.
f. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur
yang menutup-melingkar.
g. Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri.
h. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat
dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.
Gambar 5 : Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai
19
Gambar 6 : Garis kontur pada daerah sangat curam
20
Gambar 9 : Kemiringan tanah dan kontur gradient
21
Gambar 11 : Bentuk, luas dan volume daerah genangan berdasarkan garis kontur.
22
Pengukuran titik-titik detil untuk penarikan garis kontur suatu peta dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
a. Pengukuran Tidak Langsung
Titik-titik detail yang tidak harus sama tinggi, dipilih mengikuti pola tertentu,
yaitu: pola kotak-kotak (spot level), pola profil (grid) dan pola radial. Titik-
titik detil ini, posisi horizontal dan tingginya bisa diukur dengan cara
tachymetri - pada semua medan, sipat datar memanjang ataupun sipat datar
profil - pada daerah yang relatif datar. Pola radial digunakan untuk pemetaan
topografi pada daerah yang luas dan permukaan tanahnya tidak beraturan.
b. Pengukuran Langsung
Titik-titik detil ditelusuri sehingga dapat ditentukan posisinya dalam peta dan
diukur pada ketinggian tertentu - ketinggian garis kontur. Cara pengukurannya
23
bisa menggunakan cara tachymetri atau cara sipat datar memanjang dan
diikuti dengan pengukuran polygon.
Cara pengukuran langsung lebih rumit dan sulit pelaksanaannya dibanding
dengan cara tidak langsung, namun ada jenis kebutuhan tertentu yang harus
menggunakan cara pengukuran kontur cara langsung, misalnya pengukuran
dan pemasangan tanda batas daerah genangan.
24
Gambar 17 : Interpolasi kontur cara taksiran
b. Cara hitungan (numeris)
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui posisi dan
ketinggiannya, hanya saja hitungan interpolasinya dikerjakan secara numeris
(eksak) menggunakan perbandingan linier.
Pada Gambar 4.14 di atas, titik R yang terletak pada garis ketinggian + 600
berada pada jarak BR =( hBR / hBC) jarakBC.
c. Cara grafis
Pada kertas transparan, buat interpolasi dengan membuat garis-garis sejajar
dengan interval tertentu pada selang antara dua titik yang sudah diketahui
ketinggiannya. Kemudian plot salah satu titik pada kertas transparan. Titik ini
kemudian diimpitkan dengan titik yang sama pada kertas gambar dan
keduanya ditahan berimpit sebagai sumbu putar. Selanjutnya putar kertas
transparan hingga arah titik yang lain yang diketahui ketinggiannya terletak
pada titik yang sama pada kertas gambar. Maka dengan menandai perpotongan
garis-garis sejajar denga garis yang diketahui ketinggiannya diperoleh titik-
titik dengan ketinggian pada interval tertentu.
Rumus umum :
r
n2
r
n2
h
A2 r 1 2 A2 r ……….(i) atau
2 2
V = 3 A0 AN 4
r 0 r 0
r
n 1
r n
h
Ar Ar 1 . Ar 2 ………(ii) atau
2 1
V 3 A0 AN 2
r 0 r 1
25
r
n 1
h
Ar ......................................(iii )
2
V 2 A0 AN 2
r 0
Catatan :
Rumus (i) disebut rumus prisma dan digunakan apabila n = genap
Rumus (ii) disebut rumus piramida dan digunakan apabila n = ganjil
Rumus (iii) disebut rumus rata-rata awal dan akhir dan digunakan apabila
n = ganjil
Rumus untuk menghitung volume antara kontur z dan titik P adalah rumus
volume kerucut.
26
BAB IV
TUJUAN DAN PROSEDUR PENGUKURAN TITIK DETAIL
TACHYMETRI
27
perbedaan perubahan slope terrain (permukaan tanah) atau kemiringan
tanah.
5. Mahasiswa mampu melakukan pengolahan data dari hasil pengukuran
tachymetri di lapangan dan diperoleh koordinat planimetris X,Y, dan Z
titik-titik detail yang diukur.
28
(miring) dan jika berada di sekitar sudut 90o maka dapat dipastikan sudut
tersebut adalah sudut zenith. Setelah terbaca semua data tersebut
kemudian kita pindahkan rambu ukur ke titik detail berikutnya dan
lakukan hal yang sama seperti diatas. Dalam membuat titik detail buatlah
sebanyak-banyaknya sedemikian rupa sehingga informasi dari lapangan
baik planimetris maupun ketinggian dapat disajikan secara lengkap di atas
peta.
5. Pindahkan alat theodolit ke titik ikat berikutnya, selanjutnya lakukan
pengukuran tachymetri ke titik-titik detail lainnya.
6. Selanjutnya pengolahan data tachymetri dipindahkan dengan pengolahan
data pengukuran sipat datar dan pengukuran polygon sedemikian rupa
sehingga diperoleh koordinat dan tinggi titik-titik detail.
7. Pengukuran tachymetri selesai. Hasil yang diperoleh dari prakek
pengukuran tachymetri di lapangan adalah koordinat planimetris X,Y, dan
ketinggian Z titik-titik detail yang diukur sebagai situasi daerah
pengukuran untuk keperluan penggambaran titik detail dan garis-garis
kontur dalam pemetaan.
b. Pembacaan sudut mendatar :
1. Terlebih dahulu kunci boussole atau pengencang magnet kita lepaskan,
kemudian akan terlihat skala pembacaan bergerak; sementara bergerak kita
tunggu sampai skala pembacaan diam, kemudian kita kunci lagi.
2. pembacaan bersifat koinsidensi dengan mempergunkan tromol
mikrometer.(berarti pembacaan dilakukan pada angka-angka
yangberselisih 180 atau 200gr). Pembacaan puluhan menit/centi grade dan
seterusnya dilakukan pada tromol mikrometer. Untuk pembacaan biasa,
tromol mikrometer berada sebelah kanan, sedangkan untuk pembacaan
luar biasa; tromol berada di sebelah kiri. Untuk dapat melihat angka-angka
pembacaan pada keadaan biasa maupun luar biasa, kita putar penyetel
angka pembacaan (angka pembacaan dapat diputar baik menurut biasa/luar
biasa dengan selisih 180 atau 200gr)
Pembacaan Derajat
29
Gambar 18 : Pembacaan sudut (Derajat)
Puluhan/ ratusan derajat (lihat angka bawah yang berselisih 180 dengan angka
diatasnya = 40) Satuan Derajat (Berapa kolom yang ada antara angka diatas) =
8 48
Pembacaan Grade
30
Gambar 21 : Pembacaan Centigrade
Tiap kolom mempunyai satuan 2c
0c + 1.6 x 2 = 03,2c
48gr03c,2
c. Pembacaan Sudut Miring/Jurusan
1. Terlebih dahulu gelembung skala vertikal dengan menggunakan skrup
collimator.
2. Sistim pembacaan dengan menggunakan angka yang sama/sebelah
kiri bawah dengan sebelah kanan atas).
Bagian skala antara angka yang sama mempunyai satuan puluhan
menit (lihat gambar).
3. Sudut jurusan
89 90 91 92
92 91 90 89
4. Sudut Miring
10 11 12
31
12 11 10
+ 12o46’
Untuk sudut miring negatif pembacaan dilakukan dari kiri ke kanan
Kalau sudut miring positif pembacaan dilakukan dari kanan ke kiri
14 13 12 11 10
9 10 11 12 13
32
1. Untuk pembacaan jarak, benang atas kita tempatkan di 1m atau 2 m
pada satuan meter dari rambu. Kemudian baca benang bawah dan
tengah.
2. Untuk pembacaab sudut miring, arahkan benang tengah dari teropong
ke tinggi alatnya, sebelum pembacaan dilakukan, gelembung nivo
vertikal harus diketengahkan dahulu.
(Tinggi alat harus diukur dan dicatat.)
33
20. Langkah pertama ketik pada command bar “dxfin” - enter ,
21. Lalu buka data surfer tadi yang telah di export pada surfer,
22. Kemudian masukan foto citra satelit (diambil dari google earth), dengan cara
pilih pada toolbar Insert – Raster Image,
23. Kemudian masukan koordinat citra satelit kepada foto wilayah lokasi kita
sesuai titik patok dimana kita melakukan pengukuran dengan cara pilih pada
toolbar Map – Tools – Rubber Sheet.
24. Klik pada titik / patok pertama kelompokan dan melakukan pengukuran,
kemudian masukan koordinat X dan Y,
25. Lakukan hal tersebut sampai titik / patok terakhir,
26. Setelah pemasukan koordinat selesai, klik enter kemudian ketik “Select” lalu
select object (foto wilayah) tersebut – enter,
27. Setelah foto citra satelit terikat pada kontur dan telah sesuai dengan koordinat
yang sebenarnya, mulailah mendigitasi foto citra satelit tersebut,
28. Pengolahan data Tachymetri selesai
34
BAB 5
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
.
Gambar 24 : Lokasi pengukuran
Hari : Jumat
Tanggal : 29 Mei 2016
Kegiatan : Pengukuran titik detail tachymetri
Pukul : 13.00 - selesai
Lokasi : Gedung University Centre dan Koperasi Mahasiswa
35
5.3 Keselamatan Kerja
1. Hati-hati dalam membawa atau memindahkan theodolite
2. Setiap memindahkan theodolite, theodolite harus dibawa dalam
tempatnya
3. Lindungi theodolite dari terik matahari dan hujan
4. Hati-hati pada saat melakukan pengukuran, ada kemungkinan pada
lokasi pengukuran licin dan curam
5. Efektifkan waktu pengukuran.
36
BAB 6
PENGOLAHAN DATA
1
BA
i Z
Z
BT
i
Z
Z BB
dAB ? HAB
O'
i
Ta
A dABX B
Titik Nadir
BA
BA'
BA - BT
BT
i
BT - BB
BB'
BB
Gambar 26 : Potongan 1
BA' BT
BA' BT COSi
BA BT
37
( BA BT ) COSi BA' BT
BA' ( BA BT ) COSi BT
BT BB '
BT BB ' COSi
BT BB
( BT BB ) COSi BT BB '
BB ' BT ( BT BB ) COSi
Jadi :
XB = XA + dABx * Sin AB
YB = YA + dABx * Cos AB
Catatan :
XA dan YA = Hasil pengolahan data polygon.
dABx = Hasil pengolahan data tachymetry.
AB = Hasil pembacaan sudut horizontal (azimuth) theodolite.
BT
i
O O'
Gambar 27 : Segitiga O BT O’
38
O' BT
Sini O' BT d AB Sini
d AB
Jadi :
TB = Tinggi alat + HAB
Catatan :
Tinggi alat = Hasil pengolahan data sipat datar
HAB = Hasil pengolahan data tachymetri
A. Titik 1
TA = 1,5 m
Ttitik(awal) = 919,1389 m
XA = 786546
YA = 9240927
1. Titik ikat 1
i = -5°
39
X1 = XA + da1 Sin αA1
= 786546+ 40,698 x sin 183,289
= 786544 m
Ttitik = TA + ΔHA1
= 919,1389 + -1,240
= 916 m
2. Titik ikat 2
i = -1,099°
40
Ttitik = TA + ΔHA2
= 917.4100 + -0.313
= 917.469883 m
3. Titik ikat 3
i = -5,578°
Ttitik = TA + ΔHA3
= 917.99 + (-0.246)
= 916,240579m
4. Titik ikat 4
i = -2.711°
41
Y4 = YA + da4 Cos αA4
= 9240871 + 15,354 x cos 348,006
= 9240873 m
Ttitik = TA + ΔHA4
= 916,240579 +0.246
= 916,531543 m
5. Titik ikat 5
i = -2.033°
Ttitik = TA + ΔHA5
= 914,614547 + 0,891
= 914,915478 m
42
6. Titik ikat 6
i = 3,450°
Ttitik = TA + ΔHA6
= 913,6736 + (-0,667)
= 913,48m
7. Titik ikat 7
i = -1,636°
43
= 9240806m
Ttitik = TA + ΔHA7
= 912,640607 + (-1.546)
= 912,332573 m
8. Titik ikat 8
i = -10.050°
Ttitik = TA + ΔHA8
= 912,724726 + (-0,501)
= 911,904955 m
44
9. Titik ikat 9
i = -1,594°
Ttitik = TA + ΔHA9
= 913,305427 + (0,475)
= 913,331459 m
i = 4,683°
45
= 9240863 m
Ttitik = TA + ΔHA10
= 913,542206 + (0643)
= 913,703157 m
i = 1,494°
Ttitik = TA + ΔHA11
= 916,043211 + (1,282)
= 915,979847 m
46
12. Titik ikat 12
i = 5,211°
Ttitik = TA + ΔHA12
= 916,741856 + (0,774)
= 916,988161 m
i = -0,736°
47
Y13 = YA + da13 Cos αA13
Ttitik = TA + ΔHA13
= 918,294551 + (-0.352)
= 917.508889 m
i = -0,736°
Ttitik = TA + ΔHA14
= 919,52908 + (-0.185)
= 918,311418 m
48
15. Titik ikat 15
i = -0,367°
Ttitik = TA + ΔHA15
= 918,398885 + (0,295)
= 918,498276 m
i = -0,136°
49
Y16 = YA + da15 Cos αA15
Ttitik = TA + ΔHA16
= 918,661815 + (0.282)
= 918,885665 m
50
BAB 7
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan Pengukuran titik-titik detail
tachymetri merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam praktek,
terutama dalam pemetaan daerah yang luas dan bentuknya tidak beraturan. Alat
yang digunakan untuk mengukur arah maupun mengukur jarak yaitu Theodolit
Kompas atau BTM.
Pada arah-arah garis di lapangan diukur denagn jarum kompas dan
jaraknya diukur dengan benang silang diafragma pengukur jarak yang terdapat
pada teropong.
Selain itu, dapat diukur pula besarnya sudut tegak sehingga jarak mendatar
dan beda tinggi dapat dihitung. Dengan cara ini titik-titik detail dapat diukur dari
titik penolong.
Besaran-besaran yang diukur :
1. Azimuth
2. Jarak (optis)
3. Sudut tegak
7.2. Saran
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dalam pengukuran Tachymetri
masih saja terjadi kesalahan. Maka untuk mengeliminir kesalahan tersebut
sebaiknya kita (setiap kelompok) mengikuti prosedur-prosedur yang ada (step by
step). Mulai dari mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, membaca dahulu
prosedur pengukuran, prosedur pengolahan data, dan prosedur penggambaran.
Dan tidak lupa sebaiknya praktik dilakukan pada saat keadaan cuaca cerah.
Karena, bila hujan atau cuaca terlalu panas akan mudah merusak alat, dan
mengganggu proses pembacaan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Nuryani, Nuri Hastuti. (2008). Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Bandung
52
LAMPIRAN
53
PENGUKURAN TITIK DETAIL TACHYMETRI UNIVERSITY
CENTRE DAN KOPERASI MAHASISWA
LAPORAN
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik Ilmu Ukur Tanah yang
diampu oleh dosen Dr. Ir. Drs.H. Iskandar Muda Purwaamijaya, M.T
disusun oleh :
Erina Suci Yusnita (1400402)