Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat.

Manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu manusia selalu bekerjasama, tolong-

menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, sebagaimana

berfirman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:1

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya”.

Islam adalah suatu agama yang sangat menghargai kerja. Karena

kerja dianggap sebagai suatu kewajiban, maka orang yang melakukan

pekerjaan pahalanya sama dengan orang yang melakukan ibadah. Oleh

karena itu setiap orang Islam diwajibkan untuk bekerja selain untuk

mendapatkan penghasilan dunia juga mendapat pahala di akhirat kelak

karena kerja adalah merupakan suatu ibadah.

1
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah al-
Qur’an, (Bandung: Cordoba Internasional Indonesia, 2013), hal. 106

1
2

Dalam sebuah hubungan kerja terdapat unsure pekerja/buruh dan

pengusaha/majikan. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, sedangkan tenaga

kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat.2 Adapun pengertian pengusaha adalah

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan

suatu perusahaan milik sendiri atau bukan miliknya baik yang berkedudukan

di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia.

Berbagai macam persoalan dan permasalahan yang terjadi pada

suatu pengusaha mulai dari tuntutan kenaikan upah/gaji, bonus Tunjangan

Hari Raya (THR), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tuntutan uang

pesangon sampai mogok kerja. Seharusnya semua itu tidak perlu terjadi

jika kedua belah pihak antara majikan/pengusaha dan buruh/pekerja mau dan

mampu menempatkan diri sesuai dengan porsinya masing-masing atau

dengan kata lain mau dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan yang telah disepakati kedua belah pihak yang melakukan

pekerjaan tersebut.

Sebagai contoh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang datangnya

dari pengusaha/majikan, dalam pelaksanaannya memerlukan ijin dari

P4D/P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di Tingkat Daerah

atau Pusat) dan wajib memenuhi beban-beban tertentu, bagi pihak

2
Afnil Guza, Himpunan Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Asa Mandiri,
2008), hal. 2
3

pengusah/majikana yang melakukan pemutusan hubungan kerja tersebut

agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari.

Dalam prakteknya pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena

berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian, tidak

menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja dan

pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah

menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut,

sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam

menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan hubungan

kerja yang terjadi karena adanya perselisihan atau pemutusan hubungan

kerja tanpa sebab yang jelas di mana pengusaha/majikan tidak melakukan

pemberitahuan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemutusan hubungan

kerja dan tidak disertai alasan-alasan yang menyebabkan pengusaha/majikan

melakukan pemutusan hubungan kerja sehingga keadaan ini akan membawa

dampak terhadap kedua belah pihak, lebih- lebih bagi pekerja/buruh yang

dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika

dibandingkan dengan pihak pengusaha/majikan. Karena pemutusan

hubungan kerja bagi pihak pekerja akan memberi pengaruh psikologis,

ekonomis, dan finansial sebab dengan adanya pemutusan hubungan kerja

(PHK) pekerja akan kehilangan mata

pencahariannya untuk membiayai hidupnya sendiri bahkan keluarganya. 3

3
Zaeni Ashadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 178
4

Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dengan adanya

pemutusan hubungan kerja (PHK), maka sudah selayaknya jika pengusaha

jangan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab yang jelas,

pengusaha/majikan melakukan pemutusan hubungan kerja yang sebelumnya

pekerja/buruh tidak melakukan pelanggaran menurut perjanjian yang telah

mereka sepakati dan pengusaha/majikan seperti mencari-mencari alasan

karena adanya rasa tidak suka kepada pekerja/buruh. Selain itu dengan

melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab kepada pihak

pekerja/buruh tidak diberikan hak-haknya yang seharusnya pihak

pekerja/buruh terima setelah proses pemutusan hubungan kerja seperti uang

pesangon, uang penghargaan atau bahkan uang penggantian hak yang

seharusnya mereka terima.

Sebagaimana contoh ada seseorang yang mengalami kasus dengan

perusahaan di mana telah bekerja selama 13 tahun, tanggal 31 Desember

2013 lalu tiba-tiba diberikan SP3 tanpa terlebih dahulu diberikan peringatan,

SP1, dan SP2, dan alasan-alasan yang dipergunakan dalam SP3 tersebut agak

kurang masuk akal dan tidak ada bukti konkrit. Salah satu pasal dalam SP3

tersebut menyebutkan bahwa seseorang tersebut telah melakukan kesalahan-

kesalahan yang disebutkan tersebut maka seseorang itu dikualifikasikan

sebagai karyawan yang mengundurkan diri. Agak seperti dipaksakan sekali,

karena jika mengacu pada pasal aturan perusahaan (pasal 48 yang bunyinya:

“pekerja yang mangkir 5 (lima) hari kerja berturut-turut dan telah

dipanggil 2 (dua) kali secara patut dan


5

tertulis tanpa didukung oleh bukti-bukti yang sah dikualifikasikan

mengundurkan diri”, maka tidak ada satu syaratpun sesuai dangan pasal

tersebut yang dapat mengkualifikasikan seseorang tersebut sebagai

pelanggar, tidak ada 5 hari berturut-turut mangkir dan tidak pernah sekalipun

dipanggil karena masalah ini. Dalam SP3 tersebut ada pasal yang

menyebutkan bahwa SP3 ini berlaku hingga 29 September 2014, tetapi

anehnya tanggal 2 Januari 2014, seseorang tersebut diinformasikan bahwa

itu adalah hari terakhir karena dianggap mengundurkan diri. Hanya

2 hari setelah diberikan SP3 tersebut. Jadi seseorang tersebut merasa

perusahaan sangat memaksakan pengunduran dirinya karena dengan

begini perusahaan tidak perlu memberikan pesangon yang besar,

sedangkan jika melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) maka

pesangonnya akan sangat besar mengingat gajinya cukup tinggi. Bahkan

surat pengunduran diri perusahaan sudah membuat dan memaksa

seseorang tersebut untuk menandatanganinya.4

Kasus lain mengenai pemutusan hubungan kerja tanpa sebab yang

menimpa tujuh karyawan PT Tales Inti Sawit (TIS), mereka mengadu ke

kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Deliserdang,

Lubukpakam, Senin (9/11), karena dipecat tanpa alasan yang jelas oleh

managemen perusahaan. Berdasarkan keterangan dari Chairuddin, yang

juga merupakan pekerja di tempat itu bahwa awalnya ada 14 karyawan

yang diberhentikan oleh PT TIS. Namun, 7 diantaranya mengundurkan diri


4
Lembaga Bantuan Hukum, “Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak”, dalam
http://www.lembagabantuanhukum.org/2014/11/pemutusan-hubungan-kerja-sepihak,
diakses pada hari Senin 16 Mei 2016 pukul 10:30
6

(resign) dengan menerima pesangon 4 bulan gaji. Sedangkan 7 karyawan

lainnya tidak bersedia untuk dipecat, sehingga dipecat sepihak tanpa alasan

oleh perusahaannya. Sebenarnya ada 14 karyawan yang disuruh untuk

menandatangani surat pengunduran diri dengan diberi pesangon selama 4

bulan gaji, akan tetapi 7 orang karyawan tidak mau, sehingga di-PHK

tanpa pesangon. Sedangkan 7 karyawan lainnya resign sehingga mereka

mendapat uang pesangon selama 4 bulan gaji. Dari ketujuh karyawan PT

TIS yang di-PHK sepihak tanpa diberi pesangon antara lain yaitu:

Chairuddin umur 31 tahun, Idris umur 31 tahun, Azmi umur 44 tahun, Marsi

umur 46 tahun, Bebas Barus umur 42 tahun, Jaka umur 28 tahun, dan

Hariyanto umur 28 tahun. Mereka semua adalah warga Desa Sukalue

Kecamatan Bangun Purba, Deliserdang dan bekerja di bagian sortir sudah

cukup lama. Pada bulan Agustus mereka semua dipecat dengan alasan

menyalahgunakan wewenang, seperti menerima uang sebesar Rp 450.000

per orang dari suplier. Padahal itu semua sudah mereka bagikan keseluruh

bagian di perusahaan itu. Sebelumnya juga pernah ada yang melakukan

seperti itu, menerima tips dari supplier tetapi tidak ada tindakan dari pihak

perusahaan. Berdasarkan keterangan Chairuddin yang mengaku mendapat

upah Rp2.216.000 per bulan, bahwa tindakan perusahaan seperti ada

sentimen pribadi. Selain itu menurut karyawan lainnya yaitu Idris bahwa ia

mengaku sudah 11 tahun bekerja di perusahaan pengolahan sawit itu. Dan

sudah menjadi karyawan tetap yang menerima gaji Rp 2.266.500 per

bulan. Idris merasa heran dengan managemen perusahaan yang memecat


7

tanpa alasan jelas. Sementara itu berdasarkan keterangan dari Humas PT

Tales Inti Sawit (TIS) yaitu Amril Sembiring bahwa sudah tidak

menggunakan jasa 7 karyawan yang dipecat tersebut karena tidak cocok

lagi terhadap mereka. Berdasarkan permasalahan tersebut dari Kepala

Seksi Serikat Pekerja dan Serikat Buruh Disnakertrans Deliserdang,

Safaruddin Siregar akan menggelar sidang bipartit kedua untuk

mempertemukan tujuh karyawan yang di-PHK dengan managemen PT TIS

tersebut.5

Kasus lain mengenai PHK tanpa sebab yaitu di tengah ramai

penolakan Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang pengupahan dari

berbagai kalangan serikat buruh, terdapat kasus Pemutusan Hubungan

Kerja terjadi di PT Mekar Armada Jaya (MAJ), yang berlokasi di Tambun,

Bekasi. Sebanyak 140 orang di PHK secara sepihak oleh perusahaan tanpa

alasan yang jelas. Berdasarkan keterangan dari Feri salah seorang korban

PHK PT Mekar Armada Jaya bahwa dari tahun 2014 mulai ada mutasi kerja,

diskriminasi jabatan dan tidak dapat bonus akhir tahun. Selain itu, apabila

terjadi kecelakaan kerja yang berakibat cacat fungsi tubuh dan cacat

berkurangnya anggota tubuh, perusaahan tidak memberikan santunan

kepada buruh tersebut dan juga adanya pemotongan upah tanpa ada

kejelasan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terjadi kepada pengurus

serikat buruh termasuk Ketua dan Sekretaris, yang tergabung dalam

5
Koran Sindo Daerah, “Dipecat Tanpa Alasan, 7 Karyawan Mengadu ke
Disnakertrans”, dalam http://koran-sindo.com/news.php?r=6&n=57&date=2015-11-10,
diakses pada hari Senin, 6 Pebruari 2017, pukul 15:13
8

FSBB-PT MAJ, dan mayoritas yang di PHK adalah para buruh yang

tergabung dalam serikat buruh tersebut. Hal tersebut merupakan ketidak

adilan dan termasuk suatu pelanggaran terhadap Undang-undang. PT MAJ

merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang otomotif (Stamping

& Tool), dimana PT MAJ adalah salah satu vendor terbesar dari ATPM

otomotif roda 4 sepert: PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Astra

Daihatsu Motor, PT Mitsubishi Kramayuda Motor, PT Honda Prospect

Motor, PT Nissan Motor Indonesia, dan PT Suzuki Indomobil.6

Sebagai contoh terakhir mengenai Pemutusan Hubungan Kerja

muncul yaitu terjadi pada PT Besmindo yang bergerak sebagai kontraktor

di PT CPI Minas melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap

karyawannya dengan tanpa alasan yang jelas. Sehingga karyawan di PHK

melapor ke Polisi. Berdasarkan keterangan Dasril (juru bicara karyawan)

bahwa ada 6 orang yang di PHK pihak manajemen ditandatangani Freddy

F Sembiring selaku HRD Supertendent dan Slamet Agus selaku Operation

Manger. Dalam surat yang tidak ada pembicaraan itu pihak manajemen

menyatakan PHK ini dilaksanakan pada tanggal 15 November 2011.

Karena tidak merasa melakukan kesalahan tetapi di PHK sepihak oleh

menejemen perusahaan, maka Sudirman, Timur Gutaman, Fristo Dilla

sebagai karyawan yang di PHK melapor ke Polsek Minas. Mereka

beranggapan apakah karena bergabung dengan Serikat Buruh Cahaya

6
Kabar Buruh, “140 Buruh PT Mekar Armada Jaya di PHK Tanpa Alasan”,
dalam http://kabarburuh.com/2015/11/05/140-buruh-pt-mekar-armada-jaya-di-phk-tanpa-
alasan/, diakses pada hari Senin, 6 Pebruari 2017, pukul 15:23
9

Indonesia (SBCI). Selain itu tidak adanya pembahasan secara bipartit,

tetapi dari pihak perusahaan itu secara tiba-tiba mengeluarkan putusan

PHK secara sepihak. Sementara itu pihak manajemen PT Besmindo

dikonfirmasi Freddy F Sembiring selaku HRD tidak ada balasan sama

sekali.7

Berdasarkan fenomena di atas maka mendorong penulis untuk

mengkaji sebuah permasalahan yang mengenai PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA TANPA SEBAB (Studi Komparatif Undang-

undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum

Islam).

B. Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini peneliti memberikan beberapa

rumusan masalah agar bisa lebih mendalami fokus penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana pemutusan hubungan kerja tanpa sebab berdasarkan

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana pemutusan hubungan kerja tanpa sebab berdasarkan

Hukum Islam?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemutusan hubungan kerja tanpa

sebab berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Islam?


7
Yan Ihsani, “Analisis Contoh Kasus PHK”, dalam
https://yanihsani.wordpress.com/2016/01/05/analisis-contoh-kasus-phk/, diakses pada
Minggu, 5 Maret 2017, pukul 14:57 WIB
10

C. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti memiliki beberapa tujuan

sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab berdasarkan Hukum Islam.

3. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis persamaan dan perbedaan

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab berdasarkan Undang-undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai acuan atau dasar teoritis oleh peneliti berikutnya dalam

melakukan pembahasan mengenai masalah mengenai pemutusan

hubungan kerja tanpa sebab dan untuk memperkaya khasanah ilmiah.

2. Kegunaan praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

dimanfaatkan sebagai masukan bagi:


11

a. Para pengusaha agar mengetahui bahwa melakukan pemutusan

hubungan kerja tanpa sebab kepada pekerjanya akan menimbulkan

kerugian yang besar bagi pihak pekerja.

b. Para pekerja agar lebih memperhatikan dan menjalankan apa yang

ada dalam perjanjian antara pekerja dan pengusaha agar terhindar

dari pemutusan hubungan kerja tanpa sebab.

c. Masyarakat luas memahami mengenai hubungan kerja yang baik

yang tidak melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab.

E. Penegasan Istilah

1. Penegasan Konseptual

Agar lebih mudah memahami isi dari kajian ini yang memuat

istilah-istilah tertentu, maka perlu diuraikan tentang istilah-istilah

mengenai pemutusan hubungan kerja tanpa sebab (studi komparatif

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan

Hukum Islam), yaitu:

a. Pemutusan hubungan kerja tanpa sebab. Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

buruh/pekerja dengan pengusaha.8 Jadi pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha

8
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2000), hal. 185
12

dengan pekerja yang terjadi karena tidak adanya sebab-sebab ataupun

alasan yang jelas.

b. Undang-undang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan

sesudah masa kerja.9

c. Hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang

bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad saw, untuk

mengatur tingkah laku manusia di tengah-tengah masyarakatnya.

Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan

sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam.10

2. Penegasan Operasional

Maksud dari judul penelitian ini, Pemutusan Hubungan

Kerja Tanpa Sebab (Studi Komparatif Undang-undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam) adalah

suatu pemutusan hubungan kerja tanpa sebab dilihat dari sudut

pandang Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab menurut Hukum Islam,

serta apa saja persamaan dan perbedaan pemutusan hubungan kerja tanpa

sebab menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Islam.

9
Afnil Guza, Himpunan Undang-Undang Tenaga Kerja, (Jakarta: Asa Mandiri,
2008), hal. 2
10
Sudut Hukum, “Pengertian Hukum Islam, Syariah, Fikih dan Usul Fikih”,
dalam http://www.suduthukum.com/2015/06/pengertian-hukum-islam-syariah-fikih.html,
diakses pada senin tanggal 16 Mei 2016, pukul 11:30
13

F. Metode Penelitian

Metode penilitian berasal dari kata metode yang intinya cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu. Logos artinya ilmu atau pengetahun. Jadi

metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran

secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah

suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis

sampai menyusun laporannya. Metodologi penelitian adalah ilmu yang

mempelajari cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang

tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah

untuk mencari, menyusun, serta menganalisis dan menyimpulkan data- data,

sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan hubungan

dengan Tuhan.11

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini

adalah menggunakan library research atau telaah pustaka yang

meliputi: pengidentifikasi secara sistematik, analisis dokumen-

dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah

kajian.12 Jadi, kajian di sini adalah mengidentifikasi dan menganalisis

11
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian,: Memberi Bekal
Teoritis pada Mahasiswa tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan dapat
Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar, (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), cet. 11, hal. 1-2
12
Conselo G. Sevilla, et. all., Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI, 1993),
hal. 31
14

beberapa dokumen atau bahan pustaka sesuai dengan permasalahan

yang dikaji yaitu pemutusan hubungan kerja tanpa sebab (studi

komparatif Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Islam).

2. Sumber Data

Sumber data dalam sebuah kajian meliputi: catatan/laporan

resmi, barang cetakan, buku teks, buku-buku referensi, majalah koran,

bulletin, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah, dan lain sebagainya.

Adapun sumber data yang digunakan dalam kajian ini adalah sumber

data primer dan skunder.

a. Sumber data primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan

pengetahuan ilmiah terbaru dan mutakhir atau pengertian baru

tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan

(idea).13 Sehingga dalam penelitian ini sumber primer yang

dimaksud, diantaranya:

1) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan

Terjemahannya, Bandung: Cordoba Internasional Indonesia,

2013.

2) Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Bulughul Maram

Five in One. terj, Lutfi Arif, Adithya Warman dan Fakhrudin,

Jakarta: Noura Books, 2012.

13
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), hal. 114
15

3) Afnil Guza, Himpunan Undang-Undang Tenaga Kerja,

Jakarta: Asa Mandiri, 2008.

4) Saedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

5) Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia,

Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2000.

6) Imam Nakha‟i dan Marzuki Wakid, Fiqh Keseharian Buruh

Migran, Cirebon: Intitut Studi Islam Fahmina (ISIF), 2012.

b. Sumber data skunder, yaitu semua buku atau bahan pustaka yang

mendukung dan informasi-informasi yang ada hubungannya

dengan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab, meliputi

pengertian dan jenis-jenis pemutusan hubungan kerja, diantaranya:

1) Andrian Sutendi, Hukum Perburuan, Jakarta: Sinar Grafindo,

2009.

2) Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004.

3) Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2007.

4) Chairunman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum

Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

5) Zainal Asikin, Agusfian Wahab, dkk, Dasar-Dasar Hukum

Perburuan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 1993.

6) Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia,

2001.
16

7) Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuan, Jakarta: Indeks,

2011.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam kajian ini metode pengumpulan data yang peneliti

gunakan adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, bulletin dan sebagainya yang berhubungan dengan

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab. Bahan-bahan pustaka dikaji

secara kritis dan mendalam mengenai pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab untuk suatu temuan atau kesimpulan yang shahih.14

Dalam buku Mestika Zed Metode Penelitian Kepustakaan, ada

empat langkah penelitian kepustakaan adalah:15

Pertama, menyiapkan alat perlengkapan, alat perlengkapan dalam

penelitian kepustakaan hanya pensil atau pulpen dan kertas catatan.

Kedua, menyusun bibliografi kerja, bibliografi kerja ialah catatan

mengenai bahan sumber utama yang akan dipergunakan untuk

kepentingan penelitian. Sebagian besar sumber bibliografi berasal dari

koleksi perpustakaan yang dipajang atau yang tidak dipajang. Ketiga

mengatur waktu, dalam hal mengatur waktu ini tergantung personal

yang memanfaatkan waktu yang ada, bisa saja merencanakan berapa

jam satu hari, satu bulan, terserah bagi personal yang bersangkutan

14
Ibid., hal. 9
15
Khatibah, “Penelitian Kepustakaan”, dalam Jurnal Iqra’ Volume 05 No. 01,
diakses pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2017 pukul 10.20 WIB melalui
http://repository.uinsu.ac.id/
17

memanfaatkan waktunya. Keempat, membaca dan membuat catatan

penelitian, artinya apa yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut

dapat dicatat, supaya tidak bingung dalam lautan buku yang begitu

banyak jenis dan bentuknya.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema atau dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data.16 Dalam setiap penelitian,

menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis. Maka

dari itu, pada kajian ini analisis yang peneliti gunakan adalah analisis isi

(content analysis) dengan mengadakan kegiatan sistematisasi terhadap

bahan-bahan tertulis yang dianalisis secara berikut ini:

a. Content analysis atau di sini dinamakan kajian isi. Dalam buku

yang ditulis oleh Weber sebagaimana yang dikutip oleh Moleong

menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang

memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan

yang sahih dari sebuah buku atau dokumen.17 Dalam penelitian ini

teknik kajian isi digunakan untuk menganalisis data-data yang

berhubungan dengan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab (studi

komparatif Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Islam).


16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002), hal. 103
17
Ibid., hal. 220
18

b. Critical Analysis adalah sebuah usaha untuk menilai sumber-

sumber data yang diperoleh fakta-fakta yang sesuai dengan

permasalahan penelitian. Teknik analisis ini digunakan untuk

menganalisis secara mendalam tentang data-data yang

berhubungan atau yang sesuai dengan pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab (studi komparatif Undang-undang no. 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam).

c. Comparative Analysis atau teknik analisis komparasi ini dapat

menemukan persamaan-persamaan tentang benda-benda, tentang

orang, prosedur, kerja, ide-ide, kritik terhadap suatu ide atau suatu

prosedur kerja. Penerapan metode ini, peneliti mengkomparasikan

gejala yang sama dari permasalahan atau pemahaman yang sama,

serta memisahkan sifat-sifat yang berbeda dan menarik kesimpulan

berdasarkan sifat-sifat yang sama, yang berhubungan dengan

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab (studi komparatif Undang-

undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum

Islam).

G. Penelitian Terdahulu

Skripsi oleh Khusnan Iskandar tahun 2007 dengan judul

“Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi Perbandingan Hukum Islam dan

Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)” dari

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitiannya


19

menunjukkan bahwa pengertian buruh kontrak dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk jenis

pekerjaan tertentu sehingga telah ada batasan-batasan yang dibuat untuk

dapat menerapkan sistem kontrak terbatas dalam perjanjian. Ketentuan

buruh kontrak adalah upaya mengakomodir jenis proses produksi yang

sewaktu-waktu dan sementara sifatnya. Karena ada beberapa produksi

yang tidak berlangsung terus-menerus sehingga sistem perjanjiannya juga

harus sebanding. Sehingga ada keseimbangan produksi yang tetap dan

dapat berjalan seperti biasa dan produksi yang berdasarkan musim dan

waktu tertentu. Dalam perspektif hukum Islam tidak ada larangan

memberikan batasan dalam kausul perjanjian, artinya sistem kontrak tidak

menjadi masalah karena objek dan ketentuan tersebut telah memberikan

kepastian waktu. Pencantuman batas waktu dalam kontrak diadakan

karena jenis dan sifat pekerja yang menjadi objek perjanjian kerja tersebut

memang mengharuskan demikian sehingga dalam hal ini pencantuman

jangka waktu dalam klausul kontrak adalah hal yang wajar. Adanya jangka

waktu justru membuat sebuah kontrak menjadi jelas.18 Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah objek yang dikaji kalau

Saudara Khusnan Iskandar mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

atau pada buruh kontrak sedangkan dalam penelitian peneliti pemutusan

18
Khusnan Iskandar, “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi
Perbandingan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomer 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan)”, tahun 2007 dalam
http://digilib.uinsuka.ac.id/1144/1/BAB%201,%20BAB%20IV,%20DA
FTAR%20PUSTAKA.pdf, diakses pada hari Senin 16 Mei 2016 pukul
10:31WIB
20

hubungan kerja tanpa sebab secara umum. Persamaan antara keduanya

adalah sama-sama dikaji dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Islam.

Skripsi oleh Dodi Oscard Sirkas tahun 2011 dengan judul “Analisis

Yuridis Pemutusan Hubungan kerja secara sepihak berdasarkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan (Studi Kasus

Putusan Mahkamah Agung Nomor 861 K/Pdt.Sus/2010)” dari Universitas

Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemutusan hubungan

kerja dianggap ada jika ada kesepakatan kedua belah pihak untuk sepakat

membuat perjanjian, begitu juga sebaliknya. Namun kesepakatan para

pihak untuk menciptakan terjadinya suatu perjanjian dimungkinkan terjadi

secara tidak tertulis maupun tidak langsung diucapkan secara lisan, yakni

dengan adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak.

Dimana pihak yang satu menyatakan kehendaknya. 19 Persamaan antara

penelitian dengan peneliti yaitu sama-sama membahas mengenai PHK

yang dilakukan pengusaha terhadap pekerja. Perbedaanya kalau penelitian

ini menekankan pada diharuskannya pembuatan perjanjian secara tertulis

untuk mengantisipasi terjadinya PHK sepihak karena kesalahan berat serta

mengacu pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 861 K/Pdt.Sus/2010,

sedangkan peneliti pemutusan hubungan kerja tanpa sebab selain ditinjau

19
Dodi Oscard Sirkas, “Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Secara
Sepihak Berdasarkan Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan
(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 861 K/Pdt.Sus/2010)”, tahun 2011 dalam
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20237336-S527...pdf, diakses pada tanggal 19 Mei 2016
pukul 12:14WIB
21

dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga

Hukum Islam.

Skripsi oleh Adeli Rahmad Fitri tahun 2010 dengan judul

“Tinjauan Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pekerja Terhadap

Majikan (Studi terhadap Yayasan Kemala Persada Lestari (YKPL) Kota

Pekanbaru)” dari Universitas Islam Riau Pekanbaru. Hasil penelitiannya

pekerja memiliki hak antara lain berupa mendapatkan upah/gaji,

sedangkan yang menjadi kewajiban pekerja antara lain adalah bekerja dan

mengikuti peraturan/syarat-syarat kerja. Pengguna jasa pekerja memiliki hak

dan kewajiban antara lain berhak untuk memerintah babysitter bekerja dan

berkewajiban membayar uang administrasi menggunakan jasa babysitter

dan membayarkan gaji selama babysitter bekerja padanya. Penyedia jasa

tenaga kerja (YKPL) berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan

yayasan memiliki hak antara lain berupa uang jasa terhadap pengguna jasa

babysitter dan kewajiban antara lain mendidik calon tenaga kerja untuk

menjadi tenaga kerja yang terampil. Akibat hukum dari pemutusan

hubungan kerja oleh pekerja pada YKPL adalah pekerja diberikan sanksi

untuk sementara waktu tidak disalurkan kepada pengguna jasa oleh pihak

yayasan sampai jangka waktu tertentu, akibat hukum terhadap pengguna jasa

yaitu berakhirnya kontrak kerja dengan pihak YKPL, akibat hukum terhadap

pihak yayasan yaitu pihak yayasan berkewajiban memberikan babysitter

pengganti. Upaya penyelesaian masalah dalam pemutusan hubungan kerja

oleh pekerja pada YKPL adalah


22

pihak yayasan akan memberikan pengganti pekerja/babysitter yang baru

bagi pengguna jasa apabila PHK dilakukan oleh perjanjian, meskipun hal ini

sebenarnya bertentangan dengan kontrak kerja. Setelah pihak yayasan

mengganti pekerja, diharapkan pihak pengguna jasa dapat menghormati

dan memperlakukan pekerja berdasarkan hak dan kewajibannya, dan apabila

tindakan pengguna jasa setelah diadakannya penggantian pekerja tidak

menunjukkan itikad yang baik, maka pekerja akan ditarik kembali

oleh pihak yayasan tanpa ada penggantian selanjutnya.20 Persamaannya

sama-sama mengenai PHK, sedangkan perbedaanya pada subjek yang

melakukan PHK, kalau penelitian ini PHK dilakukan oleh pihak pekerja

sedangkan peneliti pemutusan hubungan kerja tanpa sebab ini dilakukan dari

pihak pengusaha yang melakukan PHK tanpa sebab yang jelas.

Skripsi oleh Ricky Hidayat tahun 2003 dengan judul “Implikasi

Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Tenaga Kerja (Kasus di PT Texmaco

Taman Sinthetics Desa Nolokerto Kaliwungu)” dari Universitas Negeri

Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagai berikut. (1) Akses

kredit yang mudah PT Texmaco tidak diimbangi dengan pengelolaan dan

quality of management sehingga perusahaan mengalami pailit dan

melakukan PHK. (2) kualitas pendidikan dan ketrampilan yang terbatas

mengakibatkan tenaga kerja PT Texmaco Taman Sinthetics mengalami

kesulitan dalam beradaptasi secara sosial dan ekonomi setelah terjadi

20
Adeli Rahmad Fitri, “Tinjauan Yuridis Pemutusan Hubungan
Kerja Oleh Pekerja Terhadap Majikan (Studi terhadap Yayasan Kemala
Persada Lestari (YKPL) Kota Pekanbaru)”, tahun 2010 dalam
http://digilib.uir.ac.id/dmdocuments/hkm,adeli%20rahmad%20fitri.pdf,
diakses pada 19 Mei 2016 pukul 12:14 WIB
23

PHK. Tenaga kerja di Desa Nolokerto berpendidikan SMP dan tidak

memiliki ketrampilan khusus. (3) pengangguran, penurunan status dan

prestise, terjadinya disintegrasi keluarga dan perubahan struktural dalam

kehidupan sehari-hari merupakan implikasi pemutusan hubungan kerja

bagi tenaga kerja korban PHK PT Texmaco Taman Sinthetics di Desa

Nolokerto.21 Persamaan antara penelitian dengan peneliti yaitu sama-sama

membahas mengenai PHK yang dilakukan pengusaha terhadap pekerja.

Perbedaanya kalau penelitian ini menekankan pada alasan-alasan

pelaksanaan PHK di PT Texmaco Taman Sinthetics, sedangkan peneliti

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab yang ditinjau dari Undang-undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga Hukum Islam.

Skripsi oleh Faozanolo Gulo tahun 2015 dengan judul “Perlindungan

Hukum Para Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia

(Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)”

dari Universitas Wijaya Putra Surabaya. Hasil penelitian ini

menunjukkan sebagai berikut. Dengan merujuk pada subtansi Undang-

undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang tidak

mengandung larangan pemutusan hubungan kerja atas alasan efisien,

putusan-putusan hakim yang membenarkan pengusaha melakukan putusan

hubungan kerja atas alasan efisiensi. Putusan Mahkamah

Konstitusi terkait pengujian Pasal 164 ayat (3) Nomor 13 Tahun 2003

21
Ricky Hidayat, ”Implikasi Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Tenaga Kerja
(Kasus di PT Texmaco Taman Sinthetics Desa Nolokerto Kaliwungu)”, tahun 2003 dalam
http://lib.unnes.ac.id/18103/1/3401409077.pdf, diakses pada 23 Januari 2017 pukul 11:58
WIB
24

Tentang Ketenagakerjaan. Konversi ILO Nomor 158 Tahun 1982, Konvensi

ILO Nomor 158 Tahun 1982, Rekomendasi ILO Nomor 166

Tahun 1982, serta aspek pertimbangan kemanfaatan, maka pengusaha

dimungkinkan menggunakan hal efisiensi sebagai alasan sebagai alasan

pemutusan hubungan kerja dengan syarat adanya kelebihan pekerja

(redundancy), adanya keterbukaan informasi kepada pekerja dan atau

perwakilan pekerja mengenai kondisi perusahaan, adanya upaya pencegahan

agar pemutusan hubungan kerja tidak terjadi dan dilakukannya

musyawarah dengan perwakilan pekerja serta dilandasi iktikad baik (good

faith) pengusaha atas maksud pemutusan hubungan

kerja tersebut.22 Persamaan antara penelitian dengan peneliti yaitu sama-

sama membahas mengenai PHK yang dilakukan pengusaha terhadap

pekerja. Perbedaanya kalau penelitian ini menekankan pada pemutusan

hubungan kerja atas alasan efisien yang didasarkan pada Undang-undang

Ketenagakerjaa, sedangkan peneliti pemutusan hubungan kerja tanpa

sebab yang ditinjau dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan juga Hukum Islam.

Skripsi oleh Sawitri Dian Kusuma tahun 2012 dengan judul

“Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karena

Kesalahan Berat Pada Tingkat Mediasi Di Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga” dari Universitas Jenderal

22
Faozanolo Gulo, “Perlindungan Hukum Para Pekerja Dalam Pemutusan
Hubungan Kerja Di Indonesia Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan”, tahun 2015 dalam http://library.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/15/0--
faozanolog-707-1-03100000-6.pdf, diakses pada 14 Januari 2017 pukul 8:10 WIB
25

Soedirman. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagai berikut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian perselisihan pemutusan

hubungan kerja karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga telah

mencapai kesepakatan bahwa pekerja di-PHK karena melanggar Pasal 161

Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Tahapan penyelesaian perselisihan melalui mediasi sudah sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Jadi penyelesaian

perselisihan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat tidak

diperlukan putusan Pengadilan Negeri berkekuatan hukum tetap. Prinsip

penyelesaian perselisihan melalui mediasi didasarkan pada musyawarah

dan kesepakatan para pihak.23 Persamaan antara penelitian dengan peneliti

yaitu sama-sama membahas mengenai PHK yang dilakukan pengusaha

terhadap pekerja. Perbedaanya kalau penelitian ini menekankan pada

perlindungan hukum penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja

karena kesalahan berat, sedangkan peneliti pemutusan hubungan kerja

tanpa sebab yang ditinjau dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan juga Hukum Islam.

Skripsi oleh Syahrul Munir tahun 2009 dengan judul “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Kewajiban Membayar Uang Pesangon Sebagai

23
Sawitri Dian Kusuma, “Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) Karena Kesalahan Berat Pada Tingkat Mediasi Di Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Purbalingga”, tahun 2012 dalam
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI%20ALL_0.pdf, diakses pada 17
Februari 2017 pukul 10:41 WIB
26

Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Studi Pasal 156 UU No.

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)” dari Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagai

berikut. Hasil penelitian menunjukkan Konsep yuridis terhadap ketentuan

kewajiban membayar uang pesangon sebagai kompensasi PHK dalam

Pasal 156 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

adalah merupakan salah satu perlindungan pemerintah terhadap pekerja yang

termasuk dalam kebijakan pengupahan, perlindungan tersebut adalah

sebagai pelaksanaan amanat Pasal 88 ayat (1) Undang-undang No.13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi: “Setiap

pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pandangan hukum Islam

terhadap ketentuan kewajiban membayar uang pesangon sebagai

kompensasi PHK adalah wajib hukumnya, sebagaimana Islam mewajibkan

dikuatkannya akad-akad atau perjanjian kerja demi terjaminnya hak-hak dan

tegaknya keadilan di antara sekalian manusia, dan Islam juga

memperhatikan agar akad-akad dilaksanakan sesuai dengan aturan yang

telah ditetapkan dan disepakati. Dalam hal ini, tujuan diberlakukannya

ketentuan kewajiban membayar uang pesangon sebagai kompensasi PHK

adalah untuk memperkuat akad perjanjian kerja. Penguatan akad dalam

perjanjian kerja mutlak diperlukan, mengingat dengan adanya PHK

pekerja yang bersangkutan akan kehilangan mata pencahariannya,

sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan


27

keluarganya. Di sisi lain terdapat kecenderungan pengusaha untuk

seenaknya melakukan PHK, lebih-lebih saat ini jumlah tenaga kerja lebih

besar dari lowongan pekerjaan yang ada.24 Persamaan antara penelitian

dengan peneliti yaitu sama-sama membahas adanya PHK. Perbedaanya

kalau penelitian ini menekankan pada uang pesangon sebagai akibat dari

PHK, sedangkan peneliti pemutusan hubungan kerja tanpa sebab yang

ditinjau dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dan juga Hukum Islam.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penulisan

skripsi ini yang berjudul “PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

TANPA SEBAB (Studi Komparatif Undang-undang No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam)” adalah:

BAB I merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

penegasan istilah, metode penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika

pembahasan.

BAB II berisi tentang tinjauan pustaka tentang pemutusan

hubungan kerja. Dalam pokoknya membahas mengenai hubungan kerja

24
Syahrul Munir, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Membayar Uang
Pesangon Sebagai Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Studi Pasal 156 UU
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)”, tahun 2009 dalam
http://digilib.uinsuka.ac.id/3560/1/BAB%20I,%20BAB%20IV,%20DAFTAR%20PUST
AKA.pdf, diakses pada 17 Januari 2017 pukul 11:00 WIB
28

dalam Hukum Positif, hubungan kerja dalam Hukum Islam (ijarah) dan

pemutusan hubungan kerja.

BAB III mengkaji tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa

sebab berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Menguraikan mengenai ketentuan pemutusan hubungan

kerja, larangan pemutusan hubungan kerja, kewajiban pengusaha terhadap

pekerja, alasan pemutusan hubungan kerja, ketentuan tindak pidana dan

sanksi administratif, pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa sebab

berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB IV mengkaji mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK)

tanpa sebab berdasarkan Hukum Islam. Mengurai tentang akad dalam Islam,

pemutusan hubungan kerja dalam Islam, pemutusan hubungan kerja tanpa

sebab berdasarkan Hukum Islam.

BAB V memuat gambaran mengenai persamaan dan perbedaan

pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa sebab berdasarkan Undang- undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam. Dengan

analisis ini diharapakan dapat memberikan solusi pemecahan permasalahan

pemutusan hubungan kerja tanpa sebab bagi pekerja/buruh sehingga

pekerja/buruh tidak dirugikan oleh pengusaha, dan untuk mendapatkan

kemaslahatan yang lebih baik bagi kedua belah pihak untuk melakukan

hubungan kerja.

BAB VI penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran

yang ditunjukkan pada pihak terkait dengan permasalahan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai